Share

Bab 9

Author: Noya Wijaya
last update Huling Na-update: 2021-06-03 21:04:49

Jam tutup toko sudah berlalu setengah jam lalu. Akan tetapi, aku masih berdiam diri di dalam ruangan kaca ini. Mengecek rekaman CCTV.

"May, pulang, yuk! Udah malam, nih, May."

Aku terlonjak saat suara itu tiba-tiba menyusup telinga. Suara yang sangat kukenal. Apalagi, akhir-akhir ini dia sering sekali menggangguku.

"Aldi suka ngagetin mulu, nih, sebel, tau!"

Aku merajuk dan melemparkan kertas bekas nota yang tadi kuremas-remas tanpa sengaja saat mengecek rekaman CCTV toko. Kena. Sukurin!

Dia memang kebiasaan menyelonong begitu saja tanpa rasa bersalah. Ditegur pun tidak mempan. Malah seolah-olah tidak mendengar apa yang kuutarakan. Bahkan, berkali-kali kepalanya terkena lemparan kertas yang berukuran sebesar bola kasti. Tetap saja dia tak mengacuhkan.

"Lagi ngecek apaan, sih, serius amat, May?"

"Aku lagi pengen tau kerja anak-anak aja."

"Udahlah, nggak usah terlalu dipikirin kalau masalah profit! Anak-anak marketing itu rajin, kok, tapi ya gimana keadaanya memang lagi sepi aja. Udah malam banget, pulang, yuk!" Aldi meraih tangan kananku.

Aku refleks menepisnya. Dia sepertinya mulai berani. Kuancam dia lewat tatapan. Dia mundur sambil mengangkat tangan.

"Dekat boleh, kurang ajar, jangan, Bos!"

Kumatikan layar monitor CCTV, kemudian bangkit dan meninggalkan ruangan setelah mengecek semua laci. Aldi mengekoriku keluar. Setelahnya, dia jalan terlebih dulu dan aku dibelakangnya. Entah, tetapi rasanya aku canggung jika harus berduaan dengan laki-laki selain Lukman.

Apalagi, akhir-akhir ini aku merasa Aldi sangat lain memperlakukanku. Bukan kepedean, tetapi dari gerak-geriknya aku curiga dia menginginkan sesuatu yang lebih dariku. Aku sungguh tidak ingin itu terjadi.

Aku adalah orang yang senang menghindari risiko. Terlebih, magnet yang dimiliki Aldi begitu besar. Auranya begitu kuat.

Langkahnya santai, kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana.

"May, jalannya lama amat, masih kuat nggak?"

Astaga, dia ternyata berhenti. Badannya sudah menghadap ke arahku dan menunggu dengan tidak sabar. Laki-laki memang semua maunya serba cepat. Tiba-tiba saja ingatanku melayang ke Lukman.

Sudah beberapa hari aku tidak bertemu dengannya. Ah, kalau dipikir-pikir kangen juga. Cuma, kalau dipikir-pikir lagi, biar saja seperti ini sementara.

Dia sibuk, aku juga sama. Ya, aku sekarang ini sedang ingin sedikit membebaskan diri. Menyenangkan diri sendiri.

Lamunanku buyar saat badanku menabrak sesuatu. Sesuatu yang keras, tetapi menguarkan aroma jeruk. Astaga, saking asyiknya aku melamun, badan sebesar itu bahkan tidak terlihat olehku.

"Sorry, sorry, Al! Ya ampun, maaf banget," ucapku dengan rasa malu yang mencapai ubun-ubun. Memang, jalan menuju parkiran ini sedikit gelap, tetapi bukan berarti badan sebesar itu bisa tak kasat mata.

"Yaelah, bilang aja pengen dipeluk, May!"

Ya, Tuhan, Aldi mengatakan itu dengan wajah yang didekatkan ke arahku.

"Ngaco, ah!" elakku. Bukan marah, melainkan malu. Demi menyelamatkan muka yang aku yakin sudah berubah bak kepiting rebus, maka kaki ini mengambil langkah seribu.

Mungkin jika ada yang melihat, dikira ini adegan film India. Lari-larian di parkiran. Sungguh memalukan. Aku sampai-sampai ingin mengulang waktu supaya kejadian itu tidak pernah terjadi.

Baru saja aku ingin masuk ke mobil, Aldi kembali menarikku. Kali ini cengkeramannya kencang. Matanya menatapku lekat.

Aku coba menepis, tetapi tidak bisa.

"Makan dulu, yuk! Aku tau kamu lapar." Aldi mengatakan itu masih dengan tatapan anehnya. Haruskah aku mengiakan?

Setelah berpikir sejenak, aku mengiakan.

"Mau makan apa memangnya, Al?"

"Terserah kamu aja. Kamu lagi mau makan apa?" tanyanya. "Mumpung aku lagi baik." Dia tertawa. Aku mengangguk karena sudah ingin secepatnya keluar dari suasana itu.

"Mau bareng apa gimana ke sananya?"

"Terserah kamu. Sendiri-sendiri oke. Barengan juga nggak masalah." Aku yakin, siapa pun yang jadi pasangan Aldi pasti akan bahagia.

"Aku mau makan di warung dekat pantai."

"Siapa takut? Aldi bakal dengan senang hati menemani. Yuk, jalan sekarang!"

"Bareng aja, kali, ya? Kamu yang nyetir." Aku memang sedang ingin malas-malasan.

Entah mengapa rasa badanku sangat lelah.

"Oke."

"Nih, kuncinya! Jangan ngebut!" ancamku. Aku takut dia akan ngebut seperti kemarin saat pergi ke pantai dengan motornya.

Dia mengangguk setuju. Sepertinya bisa dipercaya. Akhirnya, aku pun menikmati perjalanan dengan menyandarkan tubuh sepenuhnya ke sandaran kursi samping sopir.

Ternyata rasanya nikmat. Aku baru kali ini merasakannya sejak sibuk bekerja. Biasanya, ke mana-mana menyetir sendiri.

Kemudian, aku merasa tubuhku digoyang-goyangkan.

Mataku terbuka perlahan dan kaget setengah mati saat melihat wajah Aldi.

"Selamat malam, Anda sudah sampai di tujuan. Silakan turun dan hati-hati dengan barang bawaaan Anda!" Aldi menirukan nada intruksi awak kabin di sebuah penerbangan. Benar-benar dia itu.

Suasana parkiran pinggir pantai terlihat ramai. Sepertinya banyak orang yang sedang ingin menikmati angin laut di malam hari. Aku dan Aldi turun, kemudian menuju ke warung yang kumaksud.

"Yaaah, tutup, Al. Udah jauh-jauh ke sini." Aku sedikit kecewa. Jujur saja, makanan di warung ini sangat membuatku rindu.

"Ya udah makan yang lain aja, yuk, May!"

Aldi mengajakku menuju sebuah restoran.

"Makan di sini? Duh-duh, kayak pasangan aja kita." Aku mengatakan hal itu tanpa sadar. Akan tetapi, melihat lirikan Aldi yang aneh, membuatku tutup mulut. Dia kemudian mencari kursi kosong.

"Di sana aja mau nggak, May?" tanya Aldi sambil menunjuk dua buah kursi berhadapan yang berada di sudut ruangan. Aku mengiakan.

Aku dan Aldi menuju ke sana. Akan tetapi, baru saja aku ingin duduk, sebuah suara mengagetkanku. Suara seorang wanita.

"May, kita ketemu lagi. Kebetulan banget." Dia Ci Lily. Wajah ayunya kalu ini makin memesona dengan polesan wajah ala Korea.

"Hai, Ci! Cici sama siapa? Kebetulan banget."

"Ah, May, kayaknya kita batal makan, deh."

"Kenapa, Al? Kamu buru-buru? Kok tiba-tiba?"

"Iya, ini barusan dapat telepon dari Yudi."

Yudi? Ah, lagi-lagi dia. Ada apa sebenarnya?

"Dia kecelakaan, May. Barusan dia telepon." Aldi menarikku setelah mengangguk sopan ke arah Ci Lily.

"Ya ampun kenapa jadi begini, sih, Al?"

"Kapan-kapan kita makan di sini, aku janji!"

***

Dering beker membangunkan seluruh kesadaranku.

Dengan semangat yang membara, aku langsung menyambar handuk dan menuju kamar mandi. Akan tetapi, tiba-tiba kepalaku terasa pusing. Sedikit kaget karena merasa pusing mendadak. Meski termasuk yang sering stres karena pekerjaan menumpuk, aku bisa dibilang jarang sekali pusing. Namun, pagi ini aku merasakannya.

Kupejamkan mata, mencoba untuk mengurangi sensasinya. Akan tetapi, sepertinya itu tidak membantu. Aku justru makin pening.

"Duh, kenapa pusing banget gini, sih, kepalaku?"

Aku menggumam sambil meringis dan bertopang pada dinding keramik. Acara mandiku otomatis jadi sedikit tertunda. Apalagi sesaat setelahnya, perutku mual. Sangat mual. Kepala yang masih pusing mau tak mau kubawa mendekati wastafel dan... hoek! Aku memuntahkan sedikit sisa makanan yang ada di lambung.

Aku jadi ingat, semalam aku lupa makan.

Aku juga dari pantai walau hanya sebentar.

Sepertinya aku masuk angin dan perlu istirahat. Ah, mungkinkah aku harus libur dulu hari ini? Rasanya badanku berat.

Aku mengurungkna niat mandi, kemudian mencari ponsel untuk menghubungi Sasti. Kukabarkan padanya bahwa hari ini aku tidak masuk. Lalu, tidak lupa kutitip pesan untuk menjaga toko dengan baik.

Setelah itu, aku berbaring di ranjang.

Namun, perut ini rasanya benar-benar sangat mual hingga aku terpaksa bangun. Menuju wastafel dan muntah. Akan tetapi, isinya hanya air. Benar-benar rasanya sangat tidak enak.

"May, aku bawain bubur, nih, buka pintu!"

"Tunggu!"

Kaugnay na kabanata

  • Meniti Lautan Luka    Bab 10

    Aldi tersenyum dengan riang. Di tangannya tergantung satu plastik bening yang sepertinya berisi bubur seperti katanya tadi. Dia mengulurkan plastik itu kepadaku.Sebenarnya enggan, tetapi aku butuh."Aku tau dari semalam kamu belum makan."Dia benar-benar mirip cenayang, ya."Mau masuk dulu? Atau mau langsung ke toko?" Aku sebenarnya tidak suka mengajak laki-laki lain masuk, tetapi Aldi sudah begitu baik masa iya aku bersikap buruk kepadanya? Jadi, sekadar basa-basi kutawarilah dia masuk. Untung saja dia tidak mau."Aku cuma ambil pakaian ganti si Yudi.""Oh, ya, dia apa kabar? Parahkah?" tanyaku ingin tahu. Namun, belum lagi Aldi menyahut, mual di perutku kembali mengganggu.Mau kutahan, tetapi rasanya sangat tidak mungkin. Rasa mualnya luar biasa. Jadi dengan kilat, aku berlari ke dalam, menuju kamar mandi."Kamu masuk masuk angin kayakn

    Huling Na-update : 2021-06-03
  • Meniti Lautan Luka    Bab 11

    Setelah insiden makan barusan, Lukman jadi berbeda. Dia banyak diam. Biasanya, waktu makan siang bersamaku dihabiskan untuk menuntaskan hasrat. Hasrat lapar dan yang lain."Aku pulang dulu, ya. Jaga diri baik-baik!" Dia bukan tipe yang suka berpesan hal semacam itu. Ini aku merasa, dia seperti hendak pergi dan tidak akan kembali atau setidaknya untuk waktu yang lama.Aku menatapnya penuh tanya, tetapi mulut ini rasanya enggan berucap. Biarlah, mungkin saja dia sedikit baper karena diam-diam ada yang tidak menyukai hubungannya denganku. Ya, itu sangat mungkin.Dia melangkah gontai. Aku mengekor. Tanpa kata. Kami sama-sama diam menuju mobilnya yang terparkir di tempat biasa.Tidak ada kata yang diucapkannya sampai pintu mobil berwarna hitam itu terbuka. Dia juga tidak menatapku seperti biasanya. Boro-boro kasih ciuman.Dia menyalakan mesin dan bersiap pergi.Ada ses

    Huling Na-update : 2021-06-03
  • Meniti Lautan Luka    Bab 12

    Ada tatapan aneh dari orang-orang di sekitar saat melihatku datang berdua dengan Aldi ke toko. Ada yang saling berbisik. Ada yang melirik dengan entah. Ada pula yang berdeham.Aku bersikap seperti biasa, menyapa mereka."Tumben, Bu, berduaan sama Pak Aldi.""Waduh, bau-bau kapal baru segera berlayar!"Itu beberapa celetukan yang kudengar."Cieee Bu Maya dan Pak Aldi jadian, uhuy!""Wah bakal ada piza kayaknya malam ini."Itu komentar beberapa karyawan Computer Shop yang juga menyaksikan kedatanganku bersama Aldi. Seperti biasa, aku hanya tersenyum. Aldi pun tidak menjawab.Masuklah aku ke ruangan kaca kecil itu.Sasti terlihat tidak baik-baik saja.Wajahnya seperti sedang sebal dengan sesuatu. Padahal, tadi pas telepon nadanya sangat ceria. Ada apa kira-kira?Aku mendekatinya untuk mengint

    Huling Na-update : 2021-06-03
  • Meniti Lautan Luka    Bab 13

    Aku masih mendengarkan cerita Aldi."Jadi kamu tau semuanya dan diem aja?"Aku sangat terguncang mendengar semuanya."Aku bukan siapa-siapa kamu, May.""Jadi itu sebuah pembenaran untuk nggak bikin aku tau semuanya, begitu?"Gila!"Kalau aku cerita ke kamu yang sebenarnya, apa kamu percaya? Sedangkan, aku bukan siapa-siapa kamu. Yang ada bakal dikira aku ada niat buruk ke kalian." Aldi sama sekali tidak menunjukkan emosinya."Astaga, Al!" Aku menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Saat degupan jantung lumayan tertata, aku membukanya dan menatap Aldi.Dia masih dalam mode datar, bahkan, matanya seperti orang yang tidak peduli.Dia seperti bukan Aldi yang kukenal.Kini, aku dan Aldi sedang berada di taman.Tadi dia menyeretku menjauh saat hampir saja langkah ini menghambur ke arah Lukman

    Huling Na-update : 2021-06-03
  • Meniti Lautan Luka    Bab 14

    Aku benar-benar terkejut mendapati rekaman CCTV hari kemarin juga terhapus."Sas, saya mau bicara serius sekarang.""Ada apa, Bu? Sebentar saya ke meja Ibu." Gadis itu langsung meninggalkan laptop yang menyala.Dia dengan tampang polosnya itu segera mendekatiku. Dengan isyarat, kusuruh dia duduk tepat di seberangku. Posisi kami hanya terhalang meja kecil tempatku bekerja. Hening.Kebetulan pengunjung sedang tidak ramai."Sudah dua kali uang setoran kurang.""Kurang?"Dia mengetuk-ngetuk mejaku dengan jari.Wajahnya menatapku dengan tatapan bertanya.Ada perasaan bersalah saat mulutku hendak mengeluarkan pertanyaan. Hatiku menolak untuk melakukannya. Rasanya tidak mungkin seorang Sasti melakukan hal itu. Sasti di mataku adalah gadis paling naif. Jadi tidak mungkin dia berani melakukan hal-hal buruk."Memang

    Huling Na-update : 2021-06-03
  • Meniti Lautan Luka    Bab 15

    Jika boleh aku mengeluh, maka sekaranglah saatnya. Aku betul-betul berada pada suasana tidak menyenangkan. Dalam pekerjaan, hubungan percintaan, bahkan kesehatan. Semua terganggu."May, buka pintunya! Aku di depan. May!""Tunggu!""Cepat buka pintunya, May!" Suara itu terdengar seperti milik Lukman. Mimpi apa dia hampir tengah malam begini datang?Dengan malas, aku bangkit dari ranjang."Iya, sabar. Ini lagi jalan. Lagian tumben...."Mataku terbelalak begitu pintu terbuka."Selamat malam, May. Ketemu lagi kita." Ci Lily tersenyum manis. Manis, tetapi menakutkan di mataku. Aku yakin,wajahku kini sepucat mayat.Dia mengulurkan tangan kepadaku.Aku dengan ragu menyambut tangan itu.Secepat kilat dia menarikku kuat-kuat.Tubuhku yang tidak ada persiapan, ikut tertarik dan menubruk Ci Lily. Ben

    Huling Na-update : 2021-06-03
  • Meniti Lautan Luka    Bab 16

    Aku dan Aldi, masing-masing sudah berpakaian. "Kamu masih butuh sesuatu nggak, May?" "Aku nggak butuh apa-apa lagi, Al." "Kalau begitu aku pulang sekarang." "Aku tau ini sedikit gila, tapi mau nggak kamu nginep sini?" tanyaku ragu. Aku melihat Aldi menatapku tidak percaya. Mungkin, dia bingung kenapa aku tiba-tiba memintanya menginap. Padahal, sedari tadi aku canggung berduaan dengannya di rumah indekos yang sempit ini. Entah, tetapi aku merasa tenang berada di dekatnya. Setelah sekian lama menatapku, dia menunduk. "Kamu nggak takut aku bakal kurang ajar?" "Memangnya kamu nggak jijik sama aku?" "Astaga, May! Tolong jangan ngomong begitu!" lirih Aldi yang sukses membuat hati ini serasa diremas. Ada sedikit asa, meski tetap didominasi luka. "Aku yakin kamu bukan cowok brengsek."

    Huling Na-update : 2021-06-06
  • Meniti Lautan Luka    Bab 17

    Seharian aku hanya menimbang-nimbang perasaan yang tidak jelas muaranya. "Bu, masih sakit, ya? Kenapa nggak istirahat?" tanya Sasti takut-takut. Aku ingin sekali mendampratnya. "Nggak usah sok manis di depan saya, Sas!" "Maksud Bu Maya apa? Saya nggak paham." Ada kilatan aneh di matanya. Sepertinya dia tahu sandiwara mereka terbongkar. "Sas, nggak usah pura-pura polos begitu!" Kali ini aku mendekatinya. Menatap tajam tepat ke mata sayu miliknya. Ada keresahan yang nyata kutangkap. Kubeberkan semua yang sudah kuketahui. Dia terbelalak. Sepertinya bingung mau menanggapi ceritaku yang tanpa koma. Entah, aku hanya ingin puas meluapkan kekesalan ini. "Bu, saya nggak bermaksud jahat sama Bu Maya. Tapi, saya nggak bisa juga mencegah apa yang diinginkan Aldi." Dia mulai menjelaskan. Dikatakannya, Aldi begitu geram saat me

    Huling Na-update : 2021-06-07

Pinakabagong kabanata

  • Meniti Lautan Luka    Bab 18

    Aku menemui Pak Agus lagi di kantor pusat. "Gini, May. Beberapa hari lalu, Pak Bos bilang kalau profit luar itu kacau. Beliau ingin gimana caranya profit rata." Aku tertegun mendengar kalimat itu. Bagaimana bisa profit luar ingin disamakan dengan toko induk? "Pak, kalau aku boleh jawab, secara letak toko pun udah beda. Nggak mungkin hasilnya sama. Lagian apa kurang profit utama dari Computer Shop?" "Aku cuma menyampaikan keinginan Bos." Keinginanan macam apa itu? Setelah sekian tahun, baru kali ini ada keinginan yang menurutku kurang masuk akal. Sangat jauh dari logika. Toko luar, sewa tempatnya pun beda harga dengan Computer Shop. Dari semua sisi, toko-toko luar dengan toko induk, atau minimal cabang yang di dalam pusat elektronik ini sudah beda segmentasi pasar. "Lalu apa yang harus kulakukan, Pak Agus?" Mau tidak mau, kutanyakan hal itu. Si Maya

  • Meniti Lautan Luka    Bab 17

    Seharian aku hanya menimbang-nimbang perasaan yang tidak jelas muaranya. "Bu, masih sakit, ya? Kenapa nggak istirahat?" tanya Sasti takut-takut. Aku ingin sekali mendampratnya. "Nggak usah sok manis di depan saya, Sas!" "Maksud Bu Maya apa? Saya nggak paham." Ada kilatan aneh di matanya. Sepertinya dia tahu sandiwara mereka terbongkar. "Sas, nggak usah pura-pura polos begitu!" Kali ini aku mendekatinya. Menatap tajam tepat ke mata sayu miliknya. Ada keresahan yang nyata kutangkap. Kubeberkan semua yang sudah kuketahui. Dia terbelalak. Sepertinya bingung mau menanggapi ceritaku yang tanpa koma. Entah, aku hanya ingin puas meluapkan kekesalan ini. "Bu, saya nggak bermaksud jahat sama Bu Maya. Tapi, saya nggak bisa juga mencegah apa yang diinginkan Aldi." Dia mulai menjelaskan. Dikatakannya, Aldi begitu geram saat me

  • Meniti Lautan Luka    Bab 16

    Aku dan Aldi, masing-masing sudah berpakaian. "Kamu masih butuh sesuatu nggak, May?" "Aku nggak butuh apa-apa lagi, Al." "Kalau begitu aku pulang sekarang." "Aku tau ini sedikit gila, tapi mau nggak kamu nginep sini?" tanyaku ragu. Aku melihat Aldi menatapku tidak percaya. Mungkin, dia bingung kenapa aku tiba-tiba memintanya menginap. Padahal, sedari tadi aku canggung berduaan dengannya di rumah indekos yang sempit ini. Entah, tetapi aku merasa tenang berada di dekatnya. Setelah sekian lama menatapku, dia menunduk. "Kamu nggak takut aku bakal kurang ajar?" "Memangnya kamu nggak jijik sama aku?" "Astaga, May! Tolong jangan ngomong begitu!" lirih Aldi yang sukses membuat hati ini serasa diremas. Ada sedikit asa, meski tetap didominasi luka. "Aku yakin kamu bukan cowok brengsek."

  • Meniti Lautan Luka    Bab 15

    Jika boleh aku mengeluh, maka sekaranglah saatnya. Aku betul-betul berada pada suasana tidak menyenangkan. Dalam pekerjaan, hubungan percintaan, bahkan kesehatan. Semua terganggu."May, buka pintunya! Aku di depan. May!""Tunggu!""Cepat buka pintunya, May!" Suara itu terdengar seperti milik Lukman. Mimpi apa dia hampir tengah malam begini datang?Dengan malas, aku bangkit dari ranjang."Iya, sabar. Ini lagi jalan. Lagian tumben...."Mataku terbelalak begitu pintu terbuka."Selamat malam, May. Ketemu lagi kita." Ci Lily tersenyum manis. Manis, tetapi menakutkan di mataku. Aku yakin,wajahku kini sepucat mayat.Dia mengulurkan tangan kepadaku.Aku dengan ragu menyambut tangan itu.Secepat kilat dia menarikku kuat-kuat.Tubuhku yang tidak ada persiapan, ikut tertarik dan menubruk Ci Lily. Ben

  • Meniti Lautan Luka    Bab 14

    Aku benar-benar terkejut mendapati rekaman CCTV hari kemarin juga terhapus."Sas, saya mau bicara serius sekarang.""Ada apa, Bu? Sebentar saya ke meja Ibu." Gadis itu langsung meninggalkan laptop yang menyala.Dia dengan tampang polosnya itu segera mendekatiku. Dengan isyarat, kusuruh dia duduk tepat di seberangku. Posisi kami hanya terhalang meja kecil tempatku bekerja. Hening.Kebetulan pengunjung sedang tidak ramai."Sudah dua kali uang setoran kurang.""Kurang?"Dia mengetuk-ngetuk mejaku dengan jari.Wajahnya menatapku dengan tatapan bertanya.Ada perasaan bersalah saat mulutku hendak mengeluarkan pertanyaan. Hatiku menolak untuk melakukannya. Rasanya tidak mungkin seorang Sasti melakukan hal itu. Sasti di mataku adalah gadis paling naif. Jadi tidak mungkin dia berani melakukan hal-hal buruk."Memang

  • Meniti Lautan Luka    Bab 13

    Aku masih mendengarkan cerita Aldi."Jadi kamu tau semuanya dan diem aja?"Aku sangat terguncang mendengar semuanya."Aku bukan siapa-siapa kamu, May.""Jadi itu sebuah pembenaran untuk nggak bikin aku tau semuanya, begitu?"Gila!"Kalau aku cerita ke kamu yang sebenarnya, apa kamu percaya? Sedangkan, aku bukan siapa-siapa kamu. Yang ada bakal dikira aku ada niat buruk ke kalian." Aldi sama sekali tidak menunjukkan emosinya."Astaga, Al!" Aku menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Saat degupan jantung lumayan tertata, aku membukanya dan menatap Aldi.Dia masih dalam mode datar, bahkan, matanya seperti orang yang tidak peduli.Dia seperti bukan Aldi yang kukenal.Kini, aku dan Aldi sedang berada di taman.Tadi dia menyeretku menjauh saat hampir saja langkah ini menghambur ke arah Lukman

  • Meniti Lautan Luka    Bab 12

    Ada tatapan aneh dari orang-orang di sekitar saat melihatku datang berdua dengan Aldi ke toko. Ada yang saling berbisik. Ada yang melirik dengan entah. Ada pula yang berdeham.Aku bersikap seperti biasa, menyapa mereka."Tumben, Bu, berduaan sama Pak Aldi.""Waduh, bau-bau kapal baru segera berlayar!"Itu beberapa celetukan yang kudengar."Cieee Bu Maya dan Pak Aldi jadian, uhuy!""Wah bakal ada piza kayaknya malam ini."Itu komentar beberapa karyawan Computer Shop yang juga menyaksikan kedatanganku bersama Aldi. Seperti biasa, aku hanya tersenyum. Aldi pun tidak menjawab.Masuklah aku ke ruangan kaca kecil itu.Sasti terlihat tidak baik-baik saja.Wajahnya seperti sedang sebal dengan sesuatu. Padahal, tadi pas telepon nadanya sangat ceria. Ada apa kira-kira?Aku mendekatinya untuk mengint

  • Meniti Lautan Luka    Bab 11

    Setelah insiden makan barusan, Lukman jadi berbeda. Dia banyak diam. Biasanya, waktu makan siang bersamaku dihabiskan untuk menuntaskan hasrat. Hasrat lapar dan yang lain."Aku pulang dulu, ya. Jaga diri baik-baik!" Dia bukan tipe yang suka berpesan hal semacam itu. Ini aku merasa, dia seperti hendak pergi dan tidak akan kembali atau setidaknya untuk waktu yang lama.Aku menatapnya penuh tanya, tetapi mulut ini rasanya enggan berucap. Biarlah, mungkin saja dia sedikit baper karena diam-diam ada yang tidak menyukai hubungannya denganku. Ya, itu sangat mungkin.Dia melangkah gontai. Aku mengekor. Tanpa kata. Kami sama-sama diam menuju mobilnya yang terparkir di tempat biasa.Tidak ada kata yang diucapkannya sampai pintu mobil berwarna hitam itu terbuka. Dia juga tidak menatapku seperti biasanya. Boro-boro kasih ciuman.Dia menyalakan mesin dan bersiap pergi.Ada ses

  • Meniti Lautan Luka    Bab 10

    Aldi tersenyum dengan riang. Di tangannya tergantung satu plastik bening yang sepertinya berisi bubur seperti katanya tadi. Dia mengulurkan plastik itu kepadaku.Sebenarnya enggan, tetapi aku butuh."Aku tau dari semalam kamu belum makan."Dia benar-benar mirip cenayang, ya."Mau masuk dulu? Atau mau langsung ke toko?" Aku sebenarnya tidak suka mengajak laki-laki lain masuk, tetapi Aldi sudah begitu baik masa iya aku bersikap buruk kepadanya? Jadi, sekadar basa-basi kutawarilah dia masuk. Untung saja dia tidak mau."Aku cuma ambil pakaian ganti si Yudi.""Oh, ya, dia apa kabar? Parahkah?" tanyaku ingin tahu. Namun, belum lagi Aldi menyahut, mual di perutku kembali mengganggu.Mau kutahan, tetapi rasanya sangat tidak mungkin. Rasa mualnya luar biasa. Jadi dengan kilat, aku berlari ke dalam, menuju kamar mandi."Kamu masuk masuk angin kayakn

I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status