Bab 8 : Perubahan sikap
Bu Mira terkejut mendengar perkataan suaminya yang dinilai kasar. Tidak sepantasnya Pak Arya mengatakan hal itu. Ia maju satu langkah kemudian menarik tangan Pak Arya yang masih memegangi telepon."Ada apa?! Katakan! Aku harus tau apa yang sedang terjadi? Kedua anakku pergi gara-gara kau! Pasti gara-gara kau!" Pekiknya pada Pak Arya. Bu Sani menjatuhkan dirinya, lemas karena takut kehilangan kedua putrinya."Diam saja! Kau tidak akan mengerti!" Pak Arya kembali mengetikan sesuatu pada ponselnya, seperti memerintah seseorang. Namun, kali ini Ia hanya memerintah lewat pesan karena jika bicara lewat telepon, jelas Bu Sani akan mengetahui apa yang sebenatnya terjadi.Bu Sani masih duduk di lantai. Memanjangkan kakinya, raut wajah putus asa ia tunjukan tak lain agar suaminya segera membereskan semuanya."Bangun! Aku akan segera menyelesaikannya! Tunggu saja!" Kata Pak Arya sembari melihat ke arah Bu Sani yang masih duduk di lantai.Bu Sani berdiri kemudian menatap tajam Pak Arya kemudian bertanya, "Sampai kapan aku menunggu? Kenapa kau selalu menjadikan Tisa kambing hitam? Apa kau pikir dia tidak punya hati? Dia punya kehidupan yang harus Ia jalani juga. Dan semuanya akan kacau jika langkahmu dan anak buahmu sangatlah lamban!"Terpaksa Bu Sani katakan hal itu pada Pak Arya. Karena Ia ingin semuanya berjalan baik-baik saja. Ibu mana yang mau kehilangan dua anakñya sekaligus. Tentu saja tidak akan ada Ibu yang seperti itu.Bu Sani yang masih kesal, langsung bangkit dari duduknya dengan amarah masih membara di dadanya. Ia pergi dari hadapan Pak Arya karena merasa percuma Ia bicara dengan suaminya itu.***Sementara itu, Tira dan Alex sedang berada di mobil. Mereka berdua pergi menuju ke rumah Alex. Belum bertegur sapa setelah kejadian di rumah Tira tadi.Alex melihat ke arah dimana Tira duduk, wajah Tira menunjukan jika dirinya marah. Namun, Alex baru kali pertama melihat Tira marah. Karena selama ini, Alex mengenal pribadi Tira yang lembut dan hampir tak pernah memperlihatkan kemarahannya."Ada apa? Kenapa kamu bersikap seperti itu pada bapak dan Ibumu? Pasti ada alasannya. Kenapa?" tanya Alex yang tangannya diletakan diatas tangan Tira.Sontak Tira terkejut saat tangan Alex tiba-tiba saja ada di atas tangannya. Tira langsung berpura-pura mengambil ponsel dari tasnya hingga tangan Alex terlepas."Tidak. Aku tidak marah." Jawabnya dengan singkat sembari memainkan ponselnya. Kepalanya pun menunduk, tak berani menatap pada Alex."Jujur, akhir-akhir ini kamu banyak berubah. Apa aku yang salah menilai kamu? Atau memang wanita itu selalu berubah kapan saja?" tanya Alex sedikit tergelak. Ia ingin sekali melihat Tira tersenyum. Namun, Tira hanya diam. Seolah menunjukan tak tertarik dengan obrolan Alex."Wanita itu seperti bunglon. Tergantung situasi dimana dia hinggap," celetuk Alex tanpa beban.Tiba-tiba saja Tira langsung tertawa mendengar lelucon yang Alex katakan. Padahal, Alex tak berniat melawak karena Ia hanya mengatakan apa yang Ia rasakan saja. Namun, Tira menganggap jika Alex tengah menghiburnya.Tira tertawa sembari memegangi perutnya. Nyaris tak pernah Alex melihat Tira tertawa seperti itu sebelumnya. Selama berhubungan, Alex mengenal Tira yang pemalu bahkan saat Ia tertawa. Tira selalu menutup mulutnya dengan tangan saat tertawa.Alex menghengikan mobil di sebuah tempat tongkrongan dimana Ia biasa melepaskan setres dari banyaknya tuntutan yang harus Ia jalani. Hingga Tira pun terkejut melihat dirinya tiba di tempat yang Ia pun tak asing.Saat Alex menghentikan mobilnya, Tira menyoroti tempat itu dengan manik mata ke segala arah, memastikan semuanya tak akan ada yang mengenalinya. Detik berikutnya, Alex membuka pintu mobil kemudian mempersilahkan Tira untuk turun dari mobilnya."Makasih," katanya Tira yang kemudian merapihkan roknya.Alex menggenggam tangan Tira kemudian membawanya masuk ke dalam caffe yang di sana banyak sekali muda mudi menongkrong. Caffe itu memang menjadi tempat tongkrongan kekinian. Tak heran, saat siang dan malam tak kalah ramai.Tiba-tiba saja, Tira mengehntikan langkahnya karena Ia melihat seseorang yang Ia kenal ada di sana. Tira berjalan mundur dan menarik tangan Alex. Kemudian, terburu-buru membawa Alex ke luar dari sana tanpa menjelaskan apapun pada Alex."Ada apa? Kok kamu malah balik lagi ke parkiran sih? Kita nongkrong di sini dulu, yuk!" Ajak Alex yang kembali menarik tangan Tira.Tira menatap dalam Alex dengan ekspresi kebingungan. Apa yang harus Ia katakan pada Alex kala itu. Yang jelas, Ia tak bisa berkata-kata."Mas, aku mau pulang aja. Aku pusing," kata Tira sembari memegangi perutnya.Sontak saja Alex heran dengan tingkah Istrinya itu. Ia langsung menempelkan tangannya pada kening Tira. Memastikan suhu tubuhnya."Aku nggak sakit." Ucap Tira dengan nada datar. Hentakan kakinya menunjukan jika Tira serius dengan kata-katanya jika Dia dalam keadaan baik-baik saja."Mana mungkin nggak sakit. Kamu bilang pusing, tapi malah perut yang dipegang. Ah, kamu kecapean. Yasudah kita pulang saja, ya," ajak Alex pada Tira.Alex langsung membukakan pintu mobil hingga Tira pun masuk ke dalam mobil itu. Alex merasa jika sikap Tira yang aneh bukan satu atau dua kali terjadi. Namun, kini Alex malah membuat kesimpulan soal keadaan Tira.'Kenapa aku temukan kepribadian baru pada dirinya? Ah. Apa aku yang sakit kali ini?' Batinnya mulai pusing dengan simpulannya sendiri.Alex yang masih bingung, langsung pergi menjalankan mobilnya. Membelah jalan memecah keramaian kota bersama dengan Tira.Beberapa saat kemudian, mereka tiba di rumah. Alex langsung turun dari mobil kemudian ia juga membukakan pintu mobil untuk Tira. Setelah itu, Ia juga menurunkan koper yang merupakan barang-barang milik Tira.Mereka berdua langsung masuk dan Alex terlihat sangat antusias karena Ibunya pasti akan sangat bahagia melihat Tira pindah hari ini juga."Bu!" Seru Alex melihat ke lantai atas tempat biasa Ibunya muncul.Tak ada jawaban saat beberapa kali Alex memanggil ibunya sampai Alex dan Tira berjalan menuju ke ruang tengah."Ibu, lagi apa sih?" Tanya Alex. Ia terkejut saat melihat Ibunya sedang bersantai di sana."Apa kamu berhasil bawa istrimu pindah?""Lihat saja sendiri!" Jawab Alex.Bu Sani menoleh ke arah Alex. Ia tersenyum saat dapati Tira ada di sana dengan membawa koper di tangannya.Ia bangkit dari duduk nyamannya kemudian antusias langsung merangkul Tira. Bahagia sekali karena Tira pindah ke rumahnya hari itu."Ibu seneng banget kamu bisa ada di sini. Semoga betah ya, tinggal bareng Ibu." Ucapnya sembari membawa Tira duduk bersamanya.Tiba-tiba saja, Bu Sani meraba sesuatu dari bawah meja kemudian mengambil sesuatu dari kolong meja. Ia memberikan itu pada Tira."Ini, ada paket untukmu," kata Bu Sani sembari memberikan apa yang Ia pegang sedari tadi.Tira memasang wajah terkejut karena dirinya tak merasa memesan sesuatu di aplikasi berbelanja."Coba buka! Ibu ingin tau apa isinya itu," tegurnya pada Tira.Tira menatap dalam pada Bu Sani, sedikit takut juga saat membawa paket itu. Ia letakan paket berwarna hitam itu di pangkuannya. Karena Bu Sani memaksa, terpaksa ia pun langsung merobek pelastik dan di sana ada ...***Bab 9 : Tisa ketahuanPada bagian depan kotak yang dibungkus pelastik hitam itu, tak ada nama pengirimnya di sana. Bahkan setelah Tira membulak balikan kotaknya, tetap saja ia tak menemukannya.'Aku nggak boleh buka kotak ini. Gimana kalo ini ada hubungannya dengan Tira atau bahkan aku? Bisa gawat jika aku membuka kotak ini di depan mereka berdua.' Batinnya.Tiba-tiba saja, Tira memegangi kepalanya. Kemudian memejamkan matanya sejenak dan merebahkan tubuhnya di kursi yang Ia duduki sekarang."Kamu kenapa?" tanya Alex khawatir. Ia langsung mendekat pada Tira dengan sigap."Apa jangan-jangan dia hamil?" Celetuk Bu Sani yang tentu saja membuat Tira mual mendengarnya.Tira langsung membuka matanya lalu kembali duduk. Ia menyilangkan tangannya pada Ibu kemudian berlari ke arah kamar dengan membawa kotak itu.Sementara itu, Bu Sani hanya melihat heran dengan sikap Tira yang malah tiba-tiba seperti itu. Bu Sani pun melihat ke arah Alex yang malah duduk memperhatikan ke arah dimana Tira tadi
Nab 10 : Terbongkarnya identitas.Ceklek!Pintu kamar mandi terbuka dan dari sana Alex muncul dengan hanya mengenakan handuk yang Ia gunakan untuk menutupi sebagian tubuhnya."A ...!" Jerit Tira dengan lantang. Sontak saja Tira terkejut melihat Alex yang hanya memakai handuk saja. Tira menutupi matanya dengan kedua tangan dan membalikan badannya saat melihat pemandangan tak biasa. Namun, diam-diam dia membayangkan apa yang Ia lihat. Kulit putih bersih dengan proporsi tubuh kekar di bagian tangan juga perut yang berbentuk persegi bagai roti sobek membuatnya terdiam membisu. 'Nyaris sempurna,' batinnya.Sementara itu, Alex segera memakai pakaian yang buru-buru Ia ambil dari lemarinya. Buru-buru juga Ia pakai celana ketat karena terkejut dengan teriakan Tira."Sudah! Aku sudah ganti baju. Lagian, kenapa kamu nutupin mata sih? Bukannya kita suami istri? Ah, aneh sekali," ucap Alex tampak heran namun Ia langsung merapihkan rambiutnya yang basah."It-itu .. itu karena aku belum terbiasa."
Bab 11 : Sebuah perjanjianTira memilih bungkam dan menunduk. Bahkan manik matanya tak berani melihat pada Ibu mertuanya."Nggak kok, Bu. Kami berdua nggak kenapa-napa. Mari makan," ajak Alex langsung menyambar apa yang ada di hadapannya kemudian Ia makan.Diam-diam Tira melihat Alex dengan ujung matanya dan kembali menunduk berkonsentrasi pada makanan di hadapannya.Semuanya makan malam dengan senda gurau diantara Alex, Bu Sani dan Pak Joni. Berbeda dengan Tira yang sedang merasa takut jika identitasnya terbongkar.'Apa yang harus aku lakukan agar Alex tetap menjaga rahasiaku? Aku harus tau kelemahannnya. Aku tidak ingin Ia tau kalau aku sangat takut semuanya terbongkar. Aish! Jika bapak tau, aku akan mati ditangannya. Dasar kau Tisa! Ceroboh!' Batinnya terus meracau.Dan makan malam pun selesai. Pak Joni meninggalkan meja makan karena ingin bristirahat lebih awal. Sementara Alex pergi lebih dulu tanpa mengatakan apapun dan di sana hanya ada Ibu dan juga Tira."Tira, kamu sedang ber
Bab 12 : Siapa kau sebenarnya?Manik mata Tisa masih terbelalak saat menerima pesan itu. Bibirnya dengan otomatis merekah saat menatap layar ponselnya. Sesekali manik matanya membayangkan sesuatu. Namun akhirnya Ia buru-buru mematikan ponselnya dan memasukannya ke dalam tas yang rencananya akan Ia bawa. Kemudian, Tisa berjalan ke arah luar rumah. Tisa menuruni anak tangga dengan tergesa, dan tak sengaja kakinya terpeleset dikarenakan terlalu terburu-buru saat turun.Tira terpelintir hendak jatuh ke lantai bagian bawah anak tangga. Namun, dengan sigap Alex menangkap tubuh mungilnya. Menyentuh pinggang Tisa hingga sesuatu terasa saat itu.Debaran jantung yang sangat kencang juga manik mata diantara Tisa dan Alex membuat mereka saling melihat wajah masing-masing dengan begitu dekat.'Ah. Dia adik iparku!' Tegas Alex yang langsung melepaskan tangannya yang tadi menyelamatkan Tisa dari bahaya."Aduh!" Pekik Tisa karena jatuh ke atas lantai.'Tega sekali dia menjatuhkanku! Padahal jelas-je
Bab 13 : Bertemu seseorangTira menundukan kepalanya saat Bu Sani bertanya. Ia juga masih memegang dengan erat tas yang ada di tangannya. Keringat dingin mulai keluar dari sekujur tubuhnya. 'Apa yang harus aku katakan pada Ibu? Dasar ceroboh!' Katanya dalam hati menyesali apa yang baru saja Ia lakukan.Sementara itu, Bu Sani terus maju ke arah dimana Tira berada. Ia berdiri di hadapan Tira kemudian mendongakan wajah Tira dengan hati-hati. Tiba-tiba saja Bu Sani merangkul Tira dengan sangat erat.Sementara, Tira masih bingung dengan apa yang terjadi pada Bu Sani. 'Ini ada apa sih sebenarnya?' Batinnya bertanya-tanya."Kau sempurna, Nak. Ibu tak usah khawatir lagi jika bepergian. Ibu baru tahu kalau kamu itu pandai bela diri. Dimana kamu belajar semua itu?" Tanya Bu Sani yang langsung mengambil tas yang ada pada tangan Tira."Soal itu ..., aku tidak sehebat yang ibu pikirkan." Ucapnya terbata-bata. Ia tak menyangka jika Bu Sani tak mencurigainya. Tira bisa bernapas lega."Ah. Kau ini s
Bab 14 : Tisa ketahuanTisa terbengong jika orang yang paling ingin Ia hubungi ada di hadapannya. Ya, Meta yang sedari tadi ingin Ia hubungi."Tisa!" Tegur Meta mengerutkan kedua alisnya."Meta?! Kenapa kau di sini?" ucap Tira terbata-bata."Harusnya, gue yang nanya. Lo kemana aja? Napa kemaren lo nggak dateng?" tanya Meta menyelidik.Tisa melihat kesekelilingnya dan Ia langsung menarik tangan Meta dan membawanya ke luar Restoran. Mereka berdua pun duduk di kursi belakang Resto yang kebetulan tak ada siapapun di sana."Apa yang terjadi?" Meta menatap Tisa dari bawah ke atas dan Ia tersenyum seolah meledek Tisa."Diam! Jangan tatap gue kayak gitu! Singkirkan pandangan lo!" Pekik Tisa memperingatkan sahabatnya, Meta."Ini lo nggak salah? Pake baju, ya ampun! Gue pangling, Sa." Ujar Meta tergelak saat memperhatikan Tisa."Lo bisa kan jaga rahasia ini dari siapapun? Gue nggak mau lo bilang apa yang terjadi, apalagi sama Aris. Jangan pokoknya!" Ancam Tisa pada Meta."Tapi kenapa? Bukannya
Bab 15 : Tisa melihat TiraAris berdiri beberapa menit, kemudian duduk kembali. Kali ini, Ia berjongkok di lantai tepat dihadapan Meta. Ia menyeka air mata yang menetes. Kemudian mereka berdua saling berpandangan satu sama lain."Kenapa? Jangan katakan hal yang akan membuatmu sakit. Bisa?" Ucap Aris pada Meta dengan mengelus pipi lembutnya.Meta memejamkan matanya sembari memikirkan sesuatu hingga Ia mengucapkan,"bantu aku kali ini saja. Temui Ani dan berkencanlah dengnnya. Itu yang akan membuatku lega. Ani sudah membantuku dengan memberiku uang."Hening beberapa saat, namun Aris masih fokus pada Meta. "Kenapa kau meminta bantuannya?"" Apa kau bisa memberiku uang, sekarang? Aku harus realistis karena Ibuku sedang memertaruhkan nyawanya! Pergilah padanya. Tolong!" Lirih Meta meminta pertolongan, agar Aris pergi berkencan dengan Ani.Meta mendorong tubuh Aris hingga Aris terpental dan sedikit terjatuh ke latai dengan posisi tangan masih menopang badannya. Meta pun berdiri kemudian meni
Bab 16 : Bertemu diam-diamTira membuka pintu mobil yang Ia naiki kemudian menghadang sebuah mobil yang Ia curigai. Tira dengan berani mengepalkan tangan dan menggedor beberapa kali kaca mobil itu. Namun bukannya dibuka, mobil itu malah melaju dengan cepat menerobos lampu merah."Sialan!" Ucapnya berusaha mengejar namun lampu hijau sudah menyala dan mobil di belakangnya membunyikan klakson hingga semuanya seakan memarahi Tira.Mau tak mau, Tira langsung masuk kembali ke dalam mobil dan melajukan mobilnya menuju ke arah rumah. Tira lupa, jika dirinya bersama dengan Bu Sani yang sedari tadi Ia abaikan. Bu Sani masih menatapnya dengan penuh tanya, dan Tira yang kaku hanya terdiam takut. Takut jika Bu Sani memarahaninya, lebih jauh lagi tau penyamarannya.'Mati gue kalo sampe Ibu tau identitas gue sebenarnya!' Katanya dalam hati."Ada apa? Kamu kenal mereka?" Tanya Bu Sani pada Tira bernada khawatir. Beruntung Bu Sani tak curiga. 'Tira kok kayak cowok ya?' Batin Bu Sani mulai curiga."Me
Bab 54 : Malam paling indah menjadi bumerang“Perusahaan Ayahmu bangkrut akibat ulahnya sendiri, Tisa.”“Apa maksud Om?” tanya Tisa bingung dengan apa yang dikatakan olehPak Joni. Pak Joni seolah tak salah dalam hal ini. Pak Joni malah menyalahkan Ayahnya.“Iya, Sa. Ayahmu korupsi di perusahaan kami. Para Investor menarik semua dana yang mereka berikan dan berpindah ke perusahaan Om.”“Benarkah? Apa Om punya buktinya?”Pak Joni langsung mengambil beras dari runagannya dan memberikannya pada Tisa. Tisa melihat memang benar apa yang dikatakan oleh Pak Joni saol Ayahnya itu. “Jika Ayah korupsi, lalu uangnya kemana? Kami nggak pernah loh Om, liat uang segeda ini.”“Entahlah soal itu. yang jelas, Ayahmu sering berurusan dengan Mommy Queen yang seorang Bandar obat-obatan terlarang.”Tisa semakin tercengang mendengarnya. Tubuhnya lemas saat mengetahui soal itu. sedikitpun Ia tak percaya namun itu bukan tanpa bukti. Bukti-bukti foto juga ditujukan oleh Pak Joni. Ingin sekali Tisa percaya pada
Bab 53 : Apa yang terjadi?Tisa mengepalkan tangan di bawah meja dan ingin sekali melayangkan beberapa pukulan pada waita iblis itu. Namun, Ia tak mau gegabah karena bisa saja nyawa Ibunya dalam bahaya jika Ia melakukan tindakan seenaknya.Tisa masih bisa menahannya hanya demi keselamatan Ibunya saja. Bahkan Ia tak menyangka kalau Ayahnya mengenal sosok Mommy Queen.“Lepaskan istriku!” pekik Pak Arya dengan tegas. Nada suaranya menggema di ruangan vvip itu. amarahnya memuncak pada saat Mommy Queen menghinanya. Pak Arya menegaskan jika dirinya tak bisa dipermainkan.“Kau menyayanginya?” tanya Mommy Queen dengan ekspresi mengolok Pak Arya.“Bukan urusanmu! Dia Ibu dari anak-anakku! Tak ada alasan bagiku untuk tidak menyayanginya! Urusanmu bukan dengannya, tapi denganku! Lepaskan dia!”“Ha ha ha, siapa kau? Yang berani memerintah Mommy Queen. Tidak semudah itu, Arya dwi pangga!” jawab Mommy Queen dengan manik mata penuh dendam membara. Entah apa yang terjadi pada mereka di masa lalu.“K
Bab 52 : Sang penolong. Dalam suasana kerisauan soal Ibunya yang tiba-tiba saja diculik Mommy Queen, ada tamu yang datang ke Rumah Pak Arya. Pak Arya juga masih memejamkan matanya dan Ia belum tau kalau istrinya diculik. Tisa berinisiatip untuk membukakan pintu, sementara Tira menunggu di Sofa. Ia juga penasaran, siapa yang datang ke Rumahnya. Detik berikutnya, Tisa terkejut melihat kedatangan Alex yang begitu tiba-tiba sekali. Tisa langsung mempersilahkan masuk dengan harapan Alex membawa kabar gembira bagi keluarganya. Namun, saat Alex masuk ke Rumah Tira malah berekspresi sebaliknya dari Tisa. Yah, mungkin karena alex yang menunjukan banyak perubahan siakap padanya. Makanya, Tira merasa kecewa dengan Alex. Kali ini, Alex ditemani oleh Rendi saat datang ke Rumah mereka. “Mau ngapain? Bukannya kita udah nggak akan bisa bersatu? Bukannya keluarga kamu menginginkan Tisa?” tanya Tira bernada sinis pada Alex juga menatap tak suka ada Tisa. Tisa hanya menatap sekilas pada Tira. Ia j
Bab 51 : Penculikan IbuTisa terbengong. Takut salah bicara pada Tira. Di lubuk hatinya, Ia masih menyisakan sedikit rasa cinta untuk Alex. Namun, Ia berusaha menutupinya karena takut Tira terluka."Kok nanya aku?" Ucap Tisa dengan nada candaan saat Tira bertanya pendapatnya soal keinginan Pak Joni dan Bu Sani."Iyalah! Mereka mau kau yang jadi menantunya. Gimana?""Mana bisa aku kepikiran hal seperti itu? Ah! Kau ini!" Tisa menyikut Tira, ingin menegaskan jika dirinya tak punya perasaan sedikitpun pada Alex."Baiklah kalau kau tak suka, ya nggak papa. Yang jelas, aku rasa Alex juga sudah tas cinta padaku. Apalagi, setelah aku kembali.""Apa? Kau merasa Alex seperti itu? Berengsek sekali jika sampai hal itu benar adanya. Lihat saja nanti! Aku akan berikan dia pelajaran jika sampai Ia tak menikahimu. Kau tenang saja, ya?"Tira tak menjawab lagi. Di pikirannya sekarang hanya menginginkan satu hal yaitu kembali menadapatkan perhatian Alex seperti sebelumnya.Tira malah insecure dengan pe
Bab 50 : Tau semuanya.Tisa dan Tira duduk di ruang tamu setelah Alex memersilahkan mereka untuk masuk. Sementara itu, Alex pun segera memberitahukan Ibunya jika Tisa dan Tira berkunjung ke rumah mereka.Saat Alex memanggil Ibunya, Bibi membawa sesuatu dari dapur dengan ekspresi kebingungan saat melihat kedua orang wanita cantik dengan penampilan yang berbeda."Silahkan," kata Bibi sembari menyajikan makanan kecil juga minuman di atas meja.Tira hanya membalas senyum pada Bibi, sementara Tisa diam tak bereaksi apa-apa. Saat ingin menegur pun Tisa menahannya. Ia tak ingin menunjukan kedekatannya dengan anggota keluarga Alex. Ia terlalu takut rasa itu kembali hadir, Ia juga menyadari kalau rasa yang baru saja hadir itu akan musnah seketika hanya karena kebodohan Tira.Detik berikutnya, Bu Sani tiba di ruang tamu. Tisa melihat wanita paruh baya itu lemas di atas kursi roda. Manik matanya berkaca-kaca saat Bu Sani memandangi Tisa. Tisa mencoba membuang tatalannya dan memilih melihat ke ar
Bab 49 : Maaf, aku khilaf!Tisa terbengong mendengar ucapan dari Tira. Ia tak menyangka kalau Tira akan mengatakan hal yang membuatnya gagu apalagi saat Tira seolah memaksanya.Tisa belum menjawab ajakan Tira. Ia hanya mengambilkan makanan dan meletakannya di pangkuan Tira yang sebagian tubuhnya masih ditutupi selimut tebal."Makanlah yang banyak. Buktikan pada Ayah juga kalau kau serius mau membantunya. Jika aku punya cara lain untuk membantu Ayah, aku pasti akan lakukan. Hanya saja, kau tau kan sifat Ayah itu sangat keras. Ia bahkan sampai tega membentak dan memukul jika kita sampai salah langkah.""Bukan itu, Sa. Aku hanya ingin menagih janji Alex padaku. Sebuah janji yang tak akan pernah mungkin aku hapus begitu saja.""Janji?" Lagi-lagi Tisa tertegun, pikirannya menerka apa yang menjadi ganjalan Tira."Tisa, aku bisa saja melepaskan Alex dan bisa juga mencari pria yang jauh lebih kaya juga mapan. Aku mampu melakukannya. Tapi ..," Tira tak melanjutkan kata-katanya. Ia kembali menu
Bab 48 : RumitPak Arya mencengkram pergelangan tangan Tira dan menariknya hingga Tira ada di belakang Pak Arya. Pak Arya juga melentikan jari telunjuknya pada Alex, pertanda memperingati Alex."Aku larang kau temui anakku! Jangan harap kau bisa menemuinya lagi!" Ucap Pak Arya langsung menyeret Tira masuk ke dalam rumahnya.Alex masih berdiri di sana. Menatap nanar kepergian Tira dan juga Pak Arya. Namun, ada keanehan dalam hatinya. Ia sama sekali tak takut akan ancaman Pak Arya. Ia tak takut jika tak akan bertemu lagi dengan Tira karena hatinya kini samar setelah semua yang Ia lewati bersama Tisa.Walaupun Tisa tomboy, Alex tetap merasakan getaran rasa saat bersama dengan Tisa. Entah perasaan apa itu, entahlah. Alex juga belum tau pasti.Alex pun pergi setelah Pak Arya dengan tegas mengusirnya dari pelataran rumahnya. Ia juga masuk ke dalam mobil dan pergi.Sementara itu di dalam rumah, Tira berusaha melepaskan gengaman tangan bapaknya yang kasar. Saat tangan Ayahnya terlepas, ia jat
Bab 47 : Dilematis.Pak Baroto mematikan roko yang baru saja Ia nyalakan. Tangannya meraih pinggang Tira yang mungil setelah itu didudukannya di atas pangkuannya.Tatapan bengis Tira berikan padanya. Tira tak sudi jika harus melayani si tua bangka tak tau diri itu."Ayolah, sayang! Aku ingin mencicipi keperawananmu." Bisik Pak Baroto yang membuat Tira semakin mual dengam ucapannya.Tira memutar otak dan mempunyai sebuah ide berilian. "Okay! Aku mau lima miliar dulu. Gimana? Keperawananku mahal, Dad!" Jawab Tira langsung menghindar agar Pak Baroto penasaran padanya.Tatapan Pak Baroto pada Tira semakin liar. Ia mulai tak sabar dan langsung mengeluarkan ponselnya. Dikirimnya sejumlah uang yang Tira inginkan. Namun setelah itu, barulah Tira mnjalankan rencananya."Om, aku mau ke dapur dulu. Mau buat teh, biar Om puas dan menikmati malam ini." Tira pergi tanpa menunggu persetujuan dari Pak Baroto. Ia membuat minuman itu di pantri hotel dan setelah itu langsung menyajikannya dengan mesra.
Bab 46 : Wanita malamAlex tergugu saat melihat wanita yang Ia cintai ada di hadapannya namun dalam bentuk lain. Alex memindai ke arah Tira tanpa Tira sadari. Bermesraan seperti wanita nakal. Merayu pria yang menjadi clien dari perusahaannya."Sayang, kau naik saja ke atas." Bisik pak Broto yang suara bisikannya masih bisa didengar jelas oleh Alex. Alex pun berpikir hal lain saat Tira bersikap nakal dan tak tau malu."Tira!" Sapa Alex denan suara tegasnya.Tira mendongak, Ia tak percaya jika Alex yang merupakan satu-satunya pria yang Ia inginkan dalam hidupnya malah memergokinya layaknya seorang wanita nakal.Kedua manik mata Tira langsung mengeluarkan air mata yang berada di ujung matanya saja. Matanya menunjukan jika Iantak berdaya. Tira masih memberikan kode pada Alex, berharap Alex peka dan bisa menolongnya.'Kenapa kamu diam, Ra?' Batin Alex yang melihat Tira malah mundur satu langkah, menjauh dari meja."Kau kenal dia?" Tanya Pak Broto sembari mengarahkan pandangannya pada Tir