***
“Ayah, kenalkan ini Barra, suamiku.” Celine menyambut tangan Barra dari ambang pintu dan menariknya.
Barra menyerahkan buket bunga yang sedang digenggamnya pada Celine. Barra lalu menyodorkan tangan dan mengenalkan diri.
“Barra Hutama, Pak.”
“Panggil aku Hugo saja, anak muda.” Hugo Artha menyambut tangan lelaki yang mendadak menjadi suami putrinya.
Ini pertama kalinya Barra berhadapan langsung dengan ayah Celine yang tersohor. Seorang hakim terkenal karena putusan-putusannya selalu memihak masyarakat terpinggirkan yang melawan ketidakadilan melalui pengadilan. Barra memang mengenal nama Hugo Artha sebagai hakim yang adil dan jujur.
“Ma
***“Saya memang bukan ayah kandungmu, Celine.” Hugo berkata dengan tenang lalu melanjutkan, “Tapi menurutmu apakah aku tidak perlu tahu soal pernikahanmu dengan lelaki bernama Barra Hutama ini?”“Bukan itu maksudku, Yah.” Celine menundukkan kepala dan tidak berani menatap wajah Hugo. Ayah tiri yang menikahi ibunya saat Celine berusia lima tahun dan membesarkan Celine seperti anaknya sendiri sejak ibunya meninggal. Bahkan Hugo mengadopsi Celine sejak kecil dan dia berhak untuk menggunakan nama keluarga Artha yang dikenal sebagai keluarga noble atau bersahaja.“Ini sudah tiga bulan lebih, Celine. Bahkan sejak kepulanganmu dari luar negeri kau hanya berkunjung sebentar lalu menghilang kembal
***Satu hal yang Barra ingat saat menyadari sebuah pisau tertancap pada perut sebelah kiri adalah siapa yang akan melindungi Lola dan Celine.Barra berdiri di ujung ranjang rumah sakit. Dia melihat sosok yang sangat mirip dengan dirinya sedang merebahkan diri, diperban sana sini, sejumlah mesin yang sedang berjuang bersama dirinya untuk memonitor detak jantung atau alat bantu pernapasan.Barra lalu menyadari bahwa dirinya dalam kondisi koma. Katanya hanya orang-orang terpilih yang bisa terpisah antara jiwa dan raga serta menyaksikan raganya teronggok tidak berdaya.Ruangan putih yang sedang ditempati Barra tentu saja khas ruang perawatan khusus rumah sakit. ICU. Sesaat kemudian Barra melihat sosok istrinya, Celine yang sudah mengenakan jubah khusus untu
*** Stay strong, be positive. We struggle all the time. That’s life. (Celine Artha, 2021) Jika Celine bisa memutar waktu maka dia akan memilih untuk tidak pernah mendatangi Barra dengan rencana pernikahan kontrak sesuai isi wasiat mendiang suaminya yang eksentrik itu. Barra mungkin masih sehat dan sedang bersenang-senang dengan sejumlah gadis muda yang usianya jauh dibawahnya. Lola tidak akan kehilangan ayah untuk kedua kali. Dan, Celine tidak perlu merasa patah hati setiap bangun di pagi hari. ‘Ayah ternyata benar, keputusannya terlalu gegabah dengan melibatkan Barra dan Lola dalam rencana mulianya. Belum setengah jalan rumah tangga mereka berlangsung, Barra sudah menjadi korban. Besok entah siapa lagi?’
*** Barra terbangun dan menyadari bahwa ia kini berada di ranjang rumah sakit. Samar terlihat punggung perempuan sedang membelakanginya. Dengan terusan biru muda berbahan linen, perempuan itu sedang menyiapkan baskom dan waslap. Barra segera mengenalinya. Perempuan itu adalah istrinya, Celine Artha. Sepersekian detik kemudian, mereka saling berpandangan. Celine menjatuhkan baskom kecil yang dipegangnya. Berjalan terhuyung menghampiri sisi ranjang Barra. Salah satu tangannya menekan tombol untuk memanggil suster. Sedangkan tangan lain meraih sisi lengan Barra yang membengkak akibat cairan infus selama beberapa pekan terakhir. “Barra,” sapa Celine pendek. Sepasang matanya menyiratkan pandangan takjub karena lelaki yang selama ini ditemaninya akhirnya s
*** Celine turun dari mobil dan bergegas memasuki gedung kantor majalah tempatnya bernaung dulu. Sekali lagi, ia berbohong pada Barra. Meski porsinya kali ini cuma setengah. Celine memang ada urusan dengan mantan atasannya. Setelah peristiwa penusukan yang dialami Barra. Suaminya sekarat, mengalami koma selama sepuluh hari, surat kepolisian yang menyatakan status Barra naik tingkat dari saksi menjadi tersangka. Celine tidak bisa tinggal diam. Rencananya sudah merembet kemana-mana. Ia tahu siapa dalang dibalik ini semua. Termasuk dengan perekrutannya selama ini di majalah TASTED sebagai managing editor. Zoraya Kusuma. Dengan polosnya, Celine tidak pernah memeriksa posisi Zo, mantan adik iparnya di perusaha
***Barra tidak perlu bertanya macam-macam untuk mengetahui apa yang dihadapi Celine. Semalam istrinya kusut setelah bertemu dengan Hugo, ayahnya. Bukan salah Celine jika kini ia berada di tengah. Suaminya akan disidang oleh ayah sendiri. Meski demikian, Barra yakin Hugo akan bersikap adil dalam memutuskan perkara.Ella sudah mengajukan praperadilan untuk kasusnya. Meski Zane sudah menyerahkan surat kepolisian yang menyatakan bahwa dirinya naik tingkat menjadi tersangka. Namun, Ella melihat ada beberapa hal yang bisa diajukannya dalam kejadian penetapan Barra sebagai tersangka dalam kasus yang disangkakan oleh pengadilan.Kemarin ia dan Ella banyak berdiskusi terkait kasus yang ditanyakan Zane pada Barra.“Aku bertanya padamu sebagai kuasa hukum yang mewakil
***Celine pulang kerumah hampir tengah malam lagi. Suaminya menunggu di ruang tengah. Lola tentu saja sudah tidur. Semua panggilan telepon dan pesan dari Barra tidak digubrisnya.Celine marah.Marah dengan keputusan bodohnya di masa lalu. Marah pada sahabat kecilnya yang selalu memasang topeng. Marah pada Ella yang menyimpan rahasia terhadapnya tapi terbuka pada Barra. Marah pada Barra karena lebih memilih ke kantor Ella bukan langsung pulang ke rumah. Marah pada keadaan. Satu hal yang pasti, Celine marah pada dirinya sendiri.“Celine, aku mau bicara.” Barra mendekati Celine yang sedang melepas high heels dan membiarkannya tergeletak begitu saja di t
***Barra mengakhiri malam romantis mereka dengan membatalkan reservasi dan pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan mereka diam dengan isi kepala masing-masing. Tidak ada pembelaan diri dari Celine. Tidak ada sikap menyudutkan dari Barra.Saat mereka sampai rumah pun, Barra tetap membukakan pintu untuk Celine. Menggandeng tangan istrinya dan menyusuri lorong kamar mereka. Hanya satu kalimat yang diucapkan Barra, “Jangan pergi, Celine. Stay. Hidupku kini sudah terlalu riuh. Satu orang pergi tidak membuatnya lantas lengang. Tinggal lebih lama untuk Lola, meski bukan untukku.”“Maafkan aku, Barra.”“Kata-kata permintaan maaf tidak berarti buat aku, Sayang. Hatiku terlanjur remuk. Andai menerima maaf bisa menyatukannya kembali den