Setelah Mbak Mita pulang dari rumah sakit. Dev mengajak mereka melakukan pemotretan keluarga disuatu pagi. Bu Rahma sangat antusias, mumpung beliau juga masih ada sisa cuti."Mau manggil fotografer enggak, Dev?""Tidak perlu, Ma. Biar Tony aja yang ngambil gambar. Atau suster Erna. Kemarin hasilnya bagus juga. Nanti saja kalau anakku dah lahir, kita foto keluarga ke studio."Bu Rahma mengiyakan. Sepagi itu mereka telah siap berpakaian rapi. Kamalia menenteng stiletto hitamnya. "Lia, kenapa bawa sepatu seperti itu?" tergur Dev di teras."Bukan untuk dipakai jalan, Mas. Cuman buat foto aja. Biar enggak kelihatan pendek banget. Lihat foto-foto kita yang kemarin itu. Aku jadi kayak gajah mini."Ben menahan senyumnya. "Nanti suruh Mbok Darmi masakin rebung tiap hari, Lia. Biar bisa tambah tinggi."Dev tertawa."Sudah, jangan meledek orang pendek. Mereka ini awet muda tahu. Coba lihat Mama, awet muda, 'kan?" Bela Bu Rahma."Yaelah, iya-iya, Mamaku yang cantik," jawab Ben sambil bangkit da
Gaffi Qohar Narendra, nama yang telah disiapkan Dev dan Kamalia. Yang berarti pria perkasa berhati lembut."Coba dikasih ASI dulu aja, semoga ASI-nya sudah keluar, kasihan nangis terus, Mbak," kata Ibu petani."Iya, coba dekatkan padaku, Sum," kata Kamalia dengan suara lemah.Sumi mendekat, dibantu Dev meletakkan bayi di dada Kamalia. Bayi yang masih merah itu seperti tidak sabar menemukan puting susu. Kemudian ia menghisap kuat-kuat setelah Sumi membantunya memasukkan puting susu di mulutnya yang kecil."Sambil nunggu dokter memang sebaiknya disusui, Mbak. Biar tidak terjadi pendarahan pada ibunya," kata ibu petani itu lagi."Terima kasih, Bu. Sudah menemani kami," ucap Dev. Dijawab anggukan kepala wanita itu.Dev resah dan berulangkali melihat jam tangannya. Dokter Ani belum datang juga. Sempat berpikir untuk ia pergi ke klinik saja, siapa tahu berpapasan di jalan. Tapi nanti tambah susah kalau tidak bertemu, karena jika sudah sampai desa, banyak jalan persimpangan di sana. Ia memu
Tidak terasa usia Gaffi sudah sebulan lebih. Kamalia merawat bayinya sambil di bantu Sumi dan Mbok Darmi.Mereka juga disibukkan dengan persiapan pernikahan Mita dan Dokter Nasir. Rencananya acara itu akan dilaksanakan secara sederhana saja. Hanya mengundang kerabat dekat dan pekerja perkebunan. Seperti pernikahan Dev dulu.Pagi akad nikah, sorenya Dokter Nasir akan langsung memboyong Mita ke rumahnya. Di sana ada syukuran kecil-kecilan. Dan keesokan harinya langsung pergi honeymoon.Dev yang memberikan paket honeymoon untuk kakak dan dokter yang sudah banyak berjasa dalam keluarga mereka. Rupanya tidak hanya terapi dan obat yang menyembuhkan Mita, tapi juga perhatian tulus dari dokter yang merawatnya.Sejak kelahiran Gaffi setiap siang hari kalau tidak sibuk dengan kerjaan di perkebunan, Dev akan pulang ke vila. Menemani putranya sebentar dan setelah salat Zhuhur kembali lagi ke gudang."Teman-temannya, Mas, jadi datang pas nikahannya Mbak Mita?" tanya Kamalia sambil mengganti diaper
Sore itu Gaffi mulai rewel. Sama sekali tidak mau turun dari gendongan. Badannya agak menghangat, mungkin karena efek imunisasi tadi. Di samping bekas suntikan yang sakit kalau tersenggol."Lia, kamu mandi saja dulu. Biar kugendong Gaffi," ujar Sumi ketika mendekati Kamalia yang menggendong Gaffi di teras."Iya, aku juga mau salat ashar juga."Setelah Gaffi di gendong Sumi, Kamalia bergegas naik dan segera mandi. Dev masuk kamar saat istrinya selesai salat."Kata Sumi, Gaffi rewel, ya?" tanya Dev."Iya. Badannya agak panas setelah imunisasi tadi. Sejak Mas pergi ke perkebunan, dia enggak mau diturunkan. Minta gendong saja. Setengah hari tadi Mbak Mita yang gendong.""Obatnya sudah diminumkan?""Sudah siang tadi. Malam nanti aku minumkan lagi."Kamalia melipat mukena dan meletakkan di sofa pojok kamar. "Mas, buruan mandi, akan kuambilkan baju ganti."Dev mengambil handuk kemudian masuk ke kamar mandi. Sementara Kamalia menyiapkan pakaian. Ia menunggu sampai suaminya selesai mandi."Su
Sehari menjelang pernikahan Mita. Kesibukan sangat terasa di vila. Tenda sudah dipasang oleh pihak WO. Beberapa kerabat jauh sudah ada yang datang dan menginap. Mereka ikut bahagia kalau akhirnya Mita sembuh dan menemukan jodohnya lagi."Teman-temanmu dari kota jadi datang kapan, Dev?" tanya Bu Rahma kepada Dev yang duduk di teras bersama Ben."Minggu depan, Ma.""O, kupikir sekalian besok.""Perempuan yang membuatmu kena tusuk itu juga ikut, Mas?" tanya Ben."Aku tidak tahu, tidak tanya juga.""Enggak usah diajak sajalah. Daripada bikin masalah. Sepertinya dia penggemar militanmu."Pembicaraan kakak adik itu tiba-tiba terhenti karena Kamalia muncul dari dalam sambil menggendong Gaffi."Ayo, berangkat!" ajak Kamalia. Mereka memang sudah janjian kalau mau ke kota untuk membelikan hadiah buat kakaknya."Mama, ikut enggak?" tanya Ben."Enggak usah, kalian saja yang pergi. Masa saudara-saudara di sini Mama ikut pergi."Akhirnya mereka berempat dengan Gaffi pergi menaiki mobil mamanya. Be
Vila tambah sepi setelah pernikahan Mita. Sebab wanita itu sekarang ikut pindah ke rumah suaminya. Paviliun kalau malam hanya ditempati Pak Karyo dan Mbok Darmi.Pagi itu Mbok Darmi sama Sumi langsung bersih-bersih rumah dan mengganti seprai dan selimut di setiap kamar setelah pulang dari pasar. Siang nanti teman-teman Dev akan datang."Mereka mau nginap berapa lama di sini, Lia?" tanya Sumi."Aku belum tahu, Sum.""Jam berapa ya kira-kira mereka sampai?""Siang kata Mas Dev.""O, syukurlah. Karena ini ayam gorengnya sama ikan gurami belum di goreng.""Sudah santai aja."Baru saja Kamalia berhenti bicara, terdengar suara mobil memasuki halaman. Kamalia melihat ke depan. Mereka sudah datang. Ada tiga mobil di sana.Dev yang menemani anaknya di ruang tengah segera berdiri sambil menggendong Gaffi ke luar. Kamalia menyusul di belakang.Dari mobil warna hitam keluar Yaksa dan istri serta anaknya. Adi dan Galih berada di satu mobil yang sama. Sementara dari mobil sedan warna metalik itu mu
Minggu pagi suasana masih ceria di vila. Adi dan Galih membawa istri dan anaknya jalan-jalan di antara tanaman teh. Sedangkan Yaksa memangku sang anak di bangku dekat paviliun. Di sebelahnya Yuli duduk sambil memperhatikan jauh ke perbukitan sana. Mereka tampak kaku meski berdekatan.Kamalia hendak turun setelah selesai memakai hijabnya. Tangan Dev meraih lengannya."Lia, Mas ingin bicara sebentar.""Bicara apa?""Mas minta maaf.""Kalau tidak ketahuan, Mas pasti enggak akan minta maaf dan mau cerita, bukan? Jadi ... lupakan saja. Teruskan saja dengan apa yang menurut Mas sudah benar." Kamalia pergi setelah berkata demikian.Dev menghela napas berat dan menyugar kasar rambutnya. Beberapa kali terlibat salah paham dengan Imelda dan selalu di maafkan, apakah kali ini ia bisa mendapatkan maaf Kamalia lagi?"Sum, Gaffi mana?" tanya Kamalia pada Sumi. Karena Sumi yang mengajaknya tadi."Diajak sama Mbak Imel. Ada di belakang.""Bawa ke mari. Aku mau memberinya ASI."Sumi mencuci tangannya
Hening. Sejak kejadian tadi siang Kamalia memilih diam daripada meluapkan emosi dengan marah-marah karena rasa kecewanya kepada Dev. Bukan kecewa lagi, tapi lebih dari itu.Ia duduk di sebelah box bayinya, bersandar pada tempat tidur. Memperhatikan sang anak yang terlelap sejak habis Maghrib."Lia, ayo makan dulu. Nanti kamu lapar, sejak tadi siang tidak makan," rayu Dev untuk yang kesekian kali. Kamalia bergeming.Selera makannya lenyap entah kemana. Lapar pun tidak. Padahal Gaffi perlu minum ASI, karena bayi itu belum sempat dikasih susu formula yang dibeli kemarin."Mas ambilin, ya?"Kamalia menggeleng, kemudian berdiri dan berbaring di tempat tidur. Memejam dan tidak peduli Dev yang masih memperhatikan.Seandainya ia masih memiliki Ibu, akan ditumpahkan rasa sedihnya, kecewanya, dan mencari ketenangan di pangkuan beliau. Namun sekarang ia tidak memiliki siapa-siapa. Kakak? Kamalia tidak akan mengadukan nasibnya pada Eva.Ketika dihina, justru yang membela orang lain. Bukan suami y