Dev sendiri merasa diuji. Dirinya yang benci pengkhianatan harus dihadapkan pada situasi dimana ia tidak bisa berterus terang kepada istrinya karena untuk menjaga perasaan Kamalia yang hamil tua.Dirinya bukan sedang curang dibelakang Kamalia. Ia menjenguk pun hanya sebagai teman. Namun dirinya terjebak karena kesulitan bercerita.Selesai makan Dev membantu Kamalia membereskan meja makan. Itu memang kebiasaan Kamalia, kalau habis makan dibereskan sendiri tidak semua dipasrahkan pada Sumi atau Mbok Darmi.Keduanya lantas duduk di sofa depan TV."Apa ada masalah di kerjaan sana?" tanya Kamalia masih penasaran."Tidak ada. Semua baik-baik saja. Bahkan beberapa penyewa sudah mulai menempati gedung.""O, syukurlah!"Dev merangkul pundak istrinya dan menarik kepala Kamalia agar bersandar di bahunya.🌷🌷🌷Pagi itu Pak Karyo membantu Dev menurunkan pot bunga dari atas mobil. Dan meletakkan di dekat pintu pagar. Sebelah bunga bugenvil warna jingga."Mahal enggak harga bunganya, Mas?" tanya K
Ketukan di pintu mengentikan aktivitas mereka. Dev terlihat sangat kesal. Dia bergeming."Tuan." Suara Sumi dengan nada panik memanggil."Ya, sebentar.""Mungkin itu penting, Mas. Coba dilihat dulu, tidak biasanya Sumi seperti itu."Dev berhenti. Ia menyambar kaos dan celana pendeknya di kepala ranjang, sementara Kamalia menarik selimut untuk menutupi tubuh."Ada apa?" tanya Dev setelah membuka pintu."M-maaf, Mbak Mita demam tinggi sampai menggigil, Tuan. Mbok Darmi yang menyuruh saya memanggil, Tuan."Dev segera keluar dan setengah berlari menuruni tangga. Sumi mengikuti di belakang dengan cemas.Sejak keadaannya membaik, Dev hanya mempekerjakan satu suster saja untuk merawat kakaknya. Itu pun saran dokter yang selalu datang untuk check up sang kakak.Jadi hanya siang saja ada Suster Erna, kalau malam ada Mbok Darmi dan Pak Karyo yang menjaga. Satpam yang sering jaga di paviliun pun sudah resign karena pindah tempat tinggal mengikuti istrinya."Berapa panas tubuhnya, Mbok," tanya De
Setelah Mbak Mita pulang dari rumah sakit. Dev mengajak mereka melakukan pemotretan keluarga disuatu pagi. Bu Rahma sangat antusias, mumpung beliau juga masih ada sisa cuti."Mau manggil fotografer enggak, Dev?""Tidak perlu, Ma. Biar Tony aja yang ngambil gambar. Atau suster Erna. Kemarin hasilnya bagus juga. Nanti saja kalau anakku dah lahir, kita foto keluarga ke studio."Bu Rahma mengiyakan. Sepagi itu mereka telah siap berpakaian rapi. Kamalia menenteng stiletto hitamnya. "Lia, kenapa bawa sepatu seperti itu?" tergur Dev di teras."Bukan untuk dipakai jalan, Mas. Cuman buat foto aja. Biar enggak kelihatan pendek banget. Lihat foto-foto kita yang kemarin itu. Aku jadi kayak gajah mini."Ben menahan senyumnya. "Nanti suruh Mbok Darmi masakin rebung tiap hari, Lia. Biar bisa tambah tinggi."Dev tertawa."Sudah, jangan meledek orang pendek. Mereka ini awet muda tahu. Coba lihat Mama, awet muda, 'kan?" Bela Bu Rahma."Yaelah, iya-iya, Mamaku yang cantik," jawab Ben sambil bangkit da
Gaffi Qohar Narendra, nama yang telah disiapkan Dev dan Kamalia. Yang berarti pria perkasa berhati lembut."Coba dikasih ASI dulu aja, semoga ASI-nya sudah keluar, kasihan nangis terus, Mbak," kata Ibu petani."Iya, coba dekatkan padaku, Sum," kata Kamalia dengan suara lemah.Sumi mendekat, dibantu Dev meletakkan bayi di dada Kamalia. Bayi yang masih merah itu seperti tidak sabar menemukan puting susu. Kemudian ia menghisap kuat-kuat setelah Sumi membantunya memasukkan puting susu di mulutnya yang kecil."Sambil nunggu dokter memang sebaiknya disusui, Mbak. Biar tidak terjadi pendarahan pada ibunya," kata ibu petani itu lagi."Terima kasih, Bu. Sudah menemani kami," ucap Dev. Dijawab anggukan kepala wanita itu.Dev resah dan berulangkali melihat jam tangannya. Dokter Ani belum datang juga. Sempat berpikir untuk ia pergi ke klinik saja, siapa tahu berpapasan di jalan. Tapi nanti tambah susah kalau tidak bertemu, karena jika sudah sampai desa, banyak jalan persimpangan di sana. Ia memu
Tidak terasa usia Gaffi sudah sebulan lebih. Kamalia merawat bayinya sambil di bantu Sumi dan Mbok Darmi.Mereka juga disibukkan dengan persiapan pernikahan Mita dan Dokter Nasir. Rencananya acara itu akan dilaksanakan secara sederhana saja. Hanya mengundang kerabat dekat dan pekerja perkebunan. Seperti pernikahan Dev dulu.Pagi akad nikah, sorenya Dokter Nasir akan langsung memboyong Mita ke rumahnya. Di sana ada syukuran kecil-kecilan. Dan keesokan harinya langsung pergi honeymoon.Dev yang memberikan paket honeymoon untuk kakak dan dokter yang sudah banyak berjasa dalam keluarga mereka. Rupanya tidak hanya terapi dan obat yang menyembuhkan Mita, tapi juga perhatian tulus dari dokter yang merawatnya.Sejak kelahiran Gaffi setiap siang hari kalau tidak sibuk dengan kerjaan di perkebunan, Dev akan pulang ke vila. Menemani putranya sebentar dan setelah salat Zhuhur kembali lagi ke gudang."Teman-temannya, Mas, jadi datang pas nikahannya Mbak Mita?" tanya Kamalia sambil mengganti diaper
Sore itu Gaffi mulai rewel. Sama sekali tidak mau turun dari gendongan. Badannya agak menghangat, mungkin karena efek imunisasi tadi. Di samping bekas suntikan yang sakit kalau tersenggol."Lia, kamu mandi saja dulu. Biar kugendong Gaffi," ujar Sumi ketika mendekati Kamalia yang menggendong Gaffi di teras."Iya, aku juga mau salat ashar juga."Setelah Gaffi di gendong Sumi, Kamalia bergegas naik dan segera mandi. Dev masuk kamar saat istrinya selesai salat."Kata Sumi, Gaffi rewel, ya?" tanya Dev."Iya. Badannya agak panas setelah imunisasi tadi. Sejak Mas pergi ke perkebunan, dia enggak mau diturunkan. Minta gendong saja. Setengah hari tadi Mbak Mita yang gendong.""Obatnya sudah diminumkan?""Sudah siang tadi. Malam nanti aku minumkan lagi."Kamalia melipat mukena dan meletakkan di sofa pojok kamar. "Mas, buruan mandi, akan kuambilkan baju ganti."Dev mengambil handuk kemudian masuk ke kamar mandi. Sementara Kamalia menyiapkan pakaian. Ia menunggu sampai suaminya selesai mandi."Su
Sehari menjelang pernikahan Mita. Kesibukan sangat terasa di vila. Tenda sudah dipasang oleh pihak WO. Beberapa kerabat jauh sudah ada yang datang dan menginap. Mereka ikut bahagia kalau akhirnya Mita sembuh dan menemukan jodohnya lagi."Teman-temanmu dari kota jadi datang kapan, Dev?" tanya Bu Rahma kepada Dev yang duduk di teras bersama Ben."Minggu depan, Ma.""O, kupikir sekalian besok.""Perempuan yang membuatmu kena tusuk itu juga ikut, Mas?" tanya Ben."Aku tidak tahu, tidak tanya juga.""Enggak usah diajak sajalah. Daripada bikin masalah. Sepertinya dia penggemar militanmu."Pembicaraan kakak adik itu tiba-tiba terhenti karena Kamalia muncul dari dalam sambil menggendong Gaffi."Ayo, berangkat!" ajak Kamalia. Mereka memang sudah janjian kalau mau ke kota untuk membelikan hadiah buat kakaknya."Mama, ikut enggak?" tanya Ben."Enggak usah, kalian saja yang pergi. Masa saudara-saudara di sini Mama ikut pergi."Akhirnya mereka berempat dengan Gaffi pergi menaiki mobil mamanya. Be
Vila tambah sepi setelah pernikahan Mita. Sebab wanita itu sekarang ikut pindah ke rumah suaminya. Paviliun kalau malam hanya ditempati Pak Karyo dan Mbok Darmi.Pagi itu Mbok Darmi sama Sumi langsung bersih-bersih rumah dan mengganti seprai dan selimut di setiap kamar setelah pulang dari pasar. Siang nanti teman-teman Dev akan datang."Mereka mau nginap berapa lama di sini, Lia?" tanya Sumi."Aku belum tahu, Sum.""Jam berapa ya kira-kira mereka sampai?""Siang kata Mas Dev.""O, syukurlah. Karena ini ayam gorengnya sama ikan gurami belum di goreng.""Sudah santai aja."Baru saja Kamalia berhenti bicara, terdengar suara mobil memasuki halaman. Kamalia melihat ke depan. Mereka sudah datang. Ada tiga mobil di sana.Dev yang menemani anaknya di ruang tengah segera berdiri sambil menggendong Gaffi ke luar. Kamalia menyusul di belakang.Dari mobil warna hitam keluar Yaksa dan istri serta anaknya. Adi dan Galih berada di satu mobil yang sama. Sementara dari mobil sedan warna metalik itu mu