"Aku heran sama perempuan itu, enggak ada capeknya ngejar, Mas." Kamalia berkata sambil mengelap bibir suaminya dengan tisu.
"Apa sih enaknya ngejar suami orang? Yang dikejar juga mau-mau aja."
"Bilang apa tadi?" tanya Dev sambil menarik perlahan lengan istrinya. Netranya menatap wajah polos Kamalia.
"Aku juga enggak tahu selama tiga bulan ini Mas ngapain aja sama dia. Buktinya Mas sampai nekat jadi tameng sampai kayak gini. Mas, enggak mikir sebelum bertindak. Kalau terjadi apa-apa pasti Mama, Ben, aku, dan anak ini yang kehilangan. Aku enggak habis pikir sama tindakan, Mas."
Devin berusaha menggeser tubuhnya agar lebih dekat dengan istrinya, tapi rasa nyeri di perut membuatnya meringis menahan sakit.
"Mas refleks saja kemarin. Sumpah, tidak ada pikiran apapun. Cobalah, Lia tanya sama teman-teman Mas. Bagaimana keseharian di lokasi kerja. Bagaimana Mas menghindari
Jam dua siang Dev dan Kamalia berada di ruang praktek dokter obgyn. Tadi seorang perawat membatunya membuat apoitment dengan dokter Zizi.Kamalia berbaring di ranjang pemeriksaan sedangkan Dev duduk di kursi roda.Dari layar mereka dapat melihat bayi yang mulai terbentuk."Janin, ibu, beratnya sudah 290 gram dengan panjang 16,5 sentimeter. Ini coba lihat, jenis kelaminnya juga sudah bisa dideteksi." Dokter Zizi menggerakkan tranduser di perut Kamalia.Dev melihatnya dengan takjub. Itu calon anaknya. Seorang suster yang menemani juga ikut memperhatikan."Ingin tahu enggak, baby-nya laki apa perempuan? Atau pengennya jadi surprise saja nanti?" Dokter Zizi memandang Kamalia dan Ben secara bergantian. Suami istri itu juga saling tatap."Kasih tahu saja, Dok. Biar kami tidak pernasaran.""He's a baby boy."
Mobil yang dikendarai Ben melaju membelah lalu lintas kota. Disebelahnya Dev duduk bersandar dengan kaki setengah selonjor. Di bangku tengah ada Mama dan Kamalia.Dev menelepon Adi dan Galih, mengabari bahwa ia telah pulang ke rumah mamanya. Dan urusan kerjaan dipasrahkan kepada mereka. Tidak tahu juga kapan Dev bisa datang lagi ke proyek.Aplikasi pesan dilihatnya. Ada beberapa pesan masuk dari nomer yang sama.[Maaf, maaf banget, Dev. Dikarenakan diriku kamu terluka seperti itu.][Bagaimana keadaanmu? Aku enggak bisa tenang karena telah membuatmu celaka.][Kamu sudah baikan, 'kan, Dev?][Bagaimana cara aku bisa menebus salahku?]Dan masih beberapa pesan lagi yang malas dia baca. Dev menekan titik tiga pojok kanan atas dan clear chat semua pesan Imelda.Diletakkan begitu saja ponsel di dashboard.
"Soal asmara dari dulu kamu ini penuh misteri. Kita berteman dari SMA, Dev. Hesty juga khawatir sama Lia. Dia yatim piatu dari kecil, udah gitu punya paman malah tega manfaatin dia. Kasihan banget hidupnya. Kemarin Hesty sampe nangis ingat istrimu."Dev diam sambil memandang ke luar jendela."Jaga istrimu baik-baik. Pasti sekarang ia terluka melihatmu bertaruh nyawa untuk perempuan lain yang ia tahu sedang mengincarmu.""Iya. Terima kasih, Ton. Nanti kalau mau pulang aku kabari dulu.""Oke, yang penting kamu sembuh dulu.""Ya."Panggilan selesai bersamaan dengan Kamalia yang masuk kamar dan membawa setumpuk baju bersih. Dev segera menghampiri."Sini biar Mas yang nyusun di lemari.""Enggak usah. Biar kutaruh sendiri."Kamalia meletakkan baju di atas tempat tidur. Kemudian menyu
"Loh, siapa yang metik bunga mawar Mama ini. Habis Maghrib kemarin masih ada." Bu Rahma mengamati pot bunga mawarnya yang tinggal batang dan daunnya saja di pojok teras.Dev santai memandang sang Mama. Sementara Kamalia menatap suaminya."Padahal baru berbunga lagi, setelah lama enggak mau ngembang. Kamu ya, Ben, yang metik?" tanya Bu Rahma pada Ben yang siap berangkat kuliah bareng dirinya."Yaelah, Ma, buat apa jomlo metik bunga. Mau dikasihkan ke siapa coba," jawab Ben santai.Mbok Tini yang mendengar dari teras samping menahan senyum. Ingat tadi malam Dev minta gunting dan pergi ke luar rumah."Loh, kamu putus sama si Nindi?""Udah dua bulan yang lalu, Ma. Masa anak ngenes Mama enggak peka."Dev tertawa dan Kamalia tersenyum mendengar ucapan adik iparnya."Mama doain dapat gantinya," jawab cepat sang
"Tadi Mama bilang, besok Mas di antar Pak Gino untuk kontrol ke rumah sakit." Kamalia memberitahu setelah mereka selesai salat Isya dan duduk di tepi ranjang."Padahal Mas udah bisa nyetir sendiri. Mas mikirnya besok kita bisa pergi berdua saja.""Mama udah telepon Pak Gino tadi. Dituruti saja daripada Mama marah."Dev mengiyakan. Kemudian mendekati istrinya. "Mobil sudah ada, kita bisa liburan lusa.""Apa enggak terlalu cepat. Mas baru kontrol besok. Kita dengar dulu apa hasil pemeriksaan dokter."Pria itu tidak menanggapi ucapan istrinya. Justru ia mulai membuka mukena yang dipakai Kamalia. Meletakkan begitu saja di lantai. Kemudian mencium istrinya."Jangan bilang tidak, Mas udah kangen banget ini.""Matiin lampunya.""Tidak usah.""Aku malu dengan perut besar begini."&nbs
"Mas, juga mau, 'kan ngenterin aku reuni?"Dev tidak menjawab, diraihnya jemari Kamalia dan segera diajak turun.Jarak rumah dan rumah sakit umum hanya ditempuh dengan perjalanan dua puluh menit.Pak Gino menunggu di parkiran, sementara Dev dan Kamalia berjalan melewati lorong untuk menuju ruang praktek dokter umum, dr. Teguh. Kemarin Bu Rahma sudah bikin apoitment untuk Dev.Di depan ruang praktek telah menunggu beberapa pasien. Dev mengambil tempat duduk di bangku tunggu paling pinggir. Tangannya masih menggenggam jemari istrinya."Kenapa, Mas, enggak ngizinin aku reuni?" tanya Kamalia pelan."Lihat situasi dulu. Kalau Mas longgar nanti Mas anterin."Kamalia tersenyum. "Terima kasih.""Hmm."🌷🌷🌷Gerimis turun menjelang senja. Dev duduk di balkon dekat dengan
Perumahan itu tidak kalah asri dengan lingkungan tempat tinggal Bu Rahma. Bedanya di lingkungan rumah Willy pagarnya menjulang tinggi-tinggi. Seolah kesan individualisme-nya sangat kentara.Kamalia menyuruh Dev berhenti di rumah nomer 19-A. Kebetulan di depan pagar sudah ada dua mobil yang terparkir. Dan pintu pagar telah terbuka.Devin dan Kamalia turun dari mobil. Baru sampai depan pagar, Yana berlari menyambutnya. Memeluk erat Kamalia. Netra mereka berkaca-kaca."Terima kasih ya, Mas. Telah nganterin best friend saya datang ke sini," ucap Yana sambil menyalami Dev.Pria itu tersenyum ramah.Di sana telah hadir beberapa orang yang langsung memeluk Kamalia, ketika wanita itu selesai mengucap salam.Willy yang ngobrol dengan salah satu teman segera berdiri. Rona wajahnya menjelaskan apa yang ada dihatinya. Antara bahagia dan terluka.
Tepat jam tiga sore mereka memasuki kamar Hotel Crown. Dev memilih lantai sembilan dengan kamar deluxe room.Mahal tidak apa-apa asalkan membuat nyaman istrinya. Apalagi Kamalia terlihat sangat lelah setelah menempuh perjalanan dua jam dari rumah Willy."Capek, ya? Sini Mas pijitan." Dev mendekati istrinya yang tengah berbaring."Jangan dipijit, Mas. Diusap-usap saja kayak gini." Kamalia memberikan contoh dengan mengusap sendiri pinggangnya.Dev melakukan seperti yang Lia contohkan. Pertama diajak bicara masih nyambung, lama-lama suaranya tidak terdengar. Ternyata Kamalia telah terlelap.Setelah menyelimuti kaki istrinya Dev segera membuka koper untuk mengambil baju ganti karena ia ingin mandi lebih dulu.Tepat jam empat lebih tiga puluh menit Kamalia terbangun. Itu pun setelah dibangunkan Dev karena harus salat ashar.&