Kamu tahu gak apa yang lebih menyakitkan dari sebuah patah hati?
Tetap merasa rindu padahal sudah tak bisa memiliki
(Dijual Suamiku)***“Mas,” panggil Athena seraya menepuk bahu Brian beberapa kali, mencoba membangunkannya.
“Hmm?” gumam Brian yang masih memejamkan matanya karena rasa kantuk yang masih menggelayutinya.
Athena tak langsung menjawab. Ia meringis kesakitan dan bergerak gelisah saat merasakan seolah isi perutnya diurut dengan sangat kasar. Rasanya sangat sakit.
“Mas... sakit,” gumam Athena terputus-putus dengan suaranyang tercekat.
Athena terus menepuk pundak Brian dan terus bergerak gelisah, sehingga sedetik kemudian Brian pun mulai mengerjapkan matanya, mengumpulkan seluruh nyawanya untuk bisa terbangun sepenuhnya.
“Kenapa? Apanya yang sakit?” tanya Brian setelah tersadar dan menatap panik ke arah Athena yang terlihat begitu tersiksa menahan sakit
Tentu, aku tidak bisa dicintai oleh orang yang aku cintai.Aku cukup sedih.Tapi, jika kau tidak ada disampingku, aku pasti akan lebih sedih lagi.(Brian Atmaja)***“Mas… udahan nangisnya,” kata Athena menenangkan Brian yang terus saja terisak-isak, tanpa bisa berhenti.Ada terselip nada geli dalam suaranya, tapi melihat Brian yang begitu hangat seperti ini justru membuat Athena merasa jadi perempuan paling bahagia di dunia.“Perut kamu pasti sakit banget, kan? Terus bayinya kenapa belum bisa dibawa pulang? Kenapa harus dipasang infus sama oksigen, dia kenapa?” tanya Brian di sela-sela isakannya.Semua citra Brian yang terkenal kejam dan dingin itu langsung runtuh begitu saja, karena menangisi seorang bayi mungil yang terlelap di dalam tabung inkubator. Brian bahkan tidak merasa malu sama sekali karena menangis di depan Septi dan Ismail.“Aku baik-baik aja. Pe
"Hari ini aku harus pulang ke rumah dulu, gak apa-apa kalo kamu di sini di temenin sama septi aja?” tanya Brian.Saat itu, Brian terlihat begitu menikmati perannya sebagai ayah. Ia menggendong Valerie dengan metode kangguru, dimana ia bertelanjang dada dan menghantarkan hangat tubuhnya pada Valerie melalui kontak kulit.Dengan hati-hati dan penuh perhatian, ia mengarahkan nipple dot itu ke mulut mungil Valerie, agar bisa disesapnya dengan nyaman.“Gak apa-apa kok. Septi bisa jagain Valerie dan aku juga udah bisa jalan sendiri walaupun kadang luka jahitnya masih sakit,” jawab Athena tak keberatan sama sekali.“Tadi, kata dokter, katanya lusa kalo keadaan Valerie makin baik, dia bisa pulang."“Iya. Semoga aja secepatnya bisa pulang, aku pengen cepet-cepet bisa gendong dia sepuasnya.”“Mau gendong baby Valerie sekarang?” tawar Brian, setelah ia selesai memberikan setengah botol dot asi p
‘Berat badannya mulai naik, kesehatannya juga bagus. Dokter bilang, besok pun Valerie udah bisa dibawa pulang.’ Suara ceria Athena terdengar dari seberang telepon saat mengabarkan kondisi anaknya pada Brian.Brian tersenyum lemah mendengarnya. Setidaknya, mendengar suara Athena sedikit meredakan keresahan di hatinya.“Syukurlah. Tolong bisikan ke telinganya, kalau Papanya hari ini belum bisa datang menggendongnya karena harus pergi kerja,” kata Brian menimpali. Ia berusaha sangat keras untuk membuat suaranya jadi terdengar sangat ceria, walaupun sebenarnya perasaan Brian hari ini benar-benar kacau.‘Iya Papa, Valerie gak apa-apa, kok. Papa hati-hati di jalan. Nanti, kalo kerjanya selesai, temenin Valerie main. Valerie kangen digendong Papa,’ kata Athena menirukan nada bicara anak kecil.Brian terkekeh. “Pasti Mamanya, kan, yang kangen?” godanya. “Iya, Mama… iya. Nanti pulang kerja Papa ke sana.
“Barang-barangnya udah dimasukin semua, Septi?” tanya Athena. Dengan hati-hati , ia melangkahkan kakinya keluar kamar mandi, sementara Valerie terlihat lelap di atas tempat tidur dengan tubuh yang dibungkus kain bedong.“Sudah, bu. Urusan kepulangan juga udah saya urus di administrasi, bu. Kita tinggal meluncur pulang aja,” jawabnya lalu memaparkan dengan ceria.Septi seperti tak mengenal lelah. Ia mengangkat tas besar yang penuh berisi pakaian Athena dan juga perlengkapan Valeri tanpa memgeluh sama sekali.Melihat itu, membuat Athena jadi meringis dan tak enak hati.“Maaf ya, Septi. Pasti berat banget tas-nya, tapi mas Brian, pak Ismail bakal jemputnya di depat pintu gerbang rumah sakit.” Athena berucap penuh sesal, sementara Septi justru menanggapinya dengan senyuman lebar.“Gak apa-apa, bu. Saya ini anak Mapala yang sering banget buat agenda ke gunung, berat tas Cuma 15kg di jalan datar kayak gini mah ga
Udara terasa direnggut paksa dari paru-paru Athena.Dadanya sesak bukan kepalang melihat ke arah pria yang sangat dibencinya itu. Buru-buru ia mendekap Valerie erat-erat, menyembunyikan wajah Valerie di dadanya.Bima.Pria bedebah itu ada di mobil ini!Entah bagaimana caranya dia bisa jadi sopir suruhan Adnan, tapi perasaan Athena benar-benar tidak enak.“Anakmu baru lahir? Laki-laki atau perempuan?” tanya Bima tiba-tiba.Athena mendelik muak. Ia bahkan tak mengindahkan pertanyaan basa-basi dari Bima.“Cepat putar balik mobilnya, kita salah arah!” perintah Athena teramat panik, melihat bagaimana mobil yang ditumpanginya ini terus melaju.Namun, kedua pria itu malah terbahak, mentertawakan perintah Athena.“Terus aja teriak. Sampe tenggorokan putus pun terserah,” seru Bima di sela-sela tawanya.Athena tak kehabisan akal. Ia melirik ke arah Septi, mengguncang bahu dan
Brian sudah menunggu sangat lama di luar rumah, dengan koper-koper berisi pakaiannya, pakaian Athena dan juga pakaian Valerie berserta semua perlengkapannya.Namun, sampai hari mulai gelap, mobil yang dikendarai Ismail tak kunjung juga datang."Yakin mau pergi dari rumah? Kalo Papa Adnan marah terus nyabut semua hak waris kamu, gimana?" tanya Dante seraya duduk di salah satu kursi jati di teras rumah.Brian menoleh, lalu mengangkat bahunya ringan. Seolah tak peduli dengan hal apapun yang terjadi."Aku gak peduli dengan tua bangka itu lagi," ucap Brian tak acuh.Kemudian, dering suara ponselnya terdengar, membuat Brian buru-buru mengambil ponselnya dan segera mengangkat panggilan telepon itu saat melihat nama Ismail tertera di layar ponselnya.“Halo, ismail. Kau di mana? Kau tidak tahu ini sudah jam berapa?!” pedas Brian tanpa menunggu Ismail menyapanya terlebih dahulu.Dada brian naik turun, karena gejolak emosinya sendiri
Dengan langkah lebar, Brian datang ke ruang kerja Adnan.Sorot matanya menggelap. Kebencian jelas-jelas melingkupinya. Ia sangat murka. Adnan melakukan hal yang sudah mengusik ketenangannya."ADNAAAAAN!" sentak Brian yang kilat masuk dan menarik kasar keras kemeja ayahnya itu. "INI SEMUA ULAHMU, KAN?!" murkanya.Adnan kemudian terkekeh geli. Seolah-olah semua kemurkaan Brian hanyalah sebuah lelucon."Udah Papa bilang, kalo Athena dan anaknya itu aib. Mereka gak boleh jadi bagian keluarga kita. Papa udah nyuruh kamu buat ceraikan dia, tapi kamu keras kepala. Jadi jangan salahkan Papa kalo akhirnya Papa pake cara tersendiri buat melenyapkan benar, " ungkapnya ringan.Seakan akan pembahasan tentang nyawa Athena bukanlah hal yang berarti baginya."Di mana istriku? Ke mana orang-orangmu membawanya?" cetar Brian mendesak Adnan.&n
Sudah aku bilang, kamu bisa mencintaiku kapan saja.Saat kamu siap, saat kamu sanggup.Tapi, harusnya kau tak boleh seenaknya. Apalagi meninggalkanku tiba-tiba seperti ini.(Brian Atmaja)***Entah arus sungai yang tak deras, atau memang Tuhan sedang lagi-lagi memberikan keajaibannya.Hari sudah benar-benar malam. Entah sudah pukul berapa, ketika Athena mencoba menggapai daratan, sementara sang anak sudah tak lagi menangis dalam gendongannya.Hati Athena menjerit nelangsa.Ia menginjakkan kakinya di tepian sungai, lalu dalam keremangan cahaya bulan, ia mencoba menatap wajah anaknya. Mengusap wajah mungil yang dingin dan terus saja terlelap itu dengan hati yang berdesir perih.“Sayang... kamu pasti lagi bobo, kan, nak? Sekarang udah gak apa-apa. Kita udah aman, kamu udah boleh nangis,” lirih Athena pedih.Ia mencoba menenangkan dirinya. Mencoba tetap berpikir bahwa Valerie tentu saja tidak apa-apa