Braaagg, Braaaag!
Steve menggedor kamar Zira dengan kuat, "Gadis bodoh cepat keluar!" Steve berteriak memanggil Zira, namun tidak ada jawaban sedangkan pintu kamar masih terkunci.
"Apa kamu akan menentangku, buka pintunya sekarang atau aku akan masuk dan memaksamu untuk melayaniku!" Teriakan Steve tetap tidak mendapat jawaban juga, itu benar-benar membuatnya semakin murka.
"Dasar gadis sialan," ucap Steve sembari berjalan menuju sebuah laci meja, ia membuka laci tersebut dan mengambilnya kunci cadangan kamar tamu.
Ckleeeeek!
Pintu kamar terbuka, namun kamar itu tampaknya gelap mungkin karena Zira tak menyalakan lampu, Steve menyalakan lampu kamar ters
"Han bawa dokter bermulut bebek ini pergi, kupingku sudah mulai terasa panas," potong Steve. Doni hanya menggelengkan kepalanya sedangkan Han terkekeh melihat mereka berdua.Mereka melangkah hendak keluar, tapi Doni Tiba-tiba menoleh kembali ke arah Steve."Steve jangan...,""Aku akan transfer langsung."Doni mengacungkan jempolnya mendengar jawaban Steve, meski sebenarnya entah apa yang ingin ia katakan pada Steve tapi ia lebih memilih menyudahi percakapan karena Steve pun terlihat enggan berbicara banyak.Pintu lift tertutup Doni menoleh ke arah Han dan berbicara padanya, "Han apa kamu tau padahal tadi aku hanya ingin bilang padanya, agar jangan ter
Ding dong!Suara bel rumah berbunyi, Zira yang masih tercengang dengan ucapan Steve pun langsung tersadar dan bangun, "aku akan lihat siapa yang datang," ucap Zira. Ia segera menghampiri pintu dan segera membukanya. "Mamah?"Zira merasa kaget karena ibu mertuanya datang sepagi ini, iapun segera mempersilakan ibu mertuanya untuk masuk ke dalam rumah."Siapa yang datang?" tanya Steve dari pintu dapur. "Hai mah?" imbuhnya setelah melihat ternyata yang datang adalah sang ibu."Hmmm, apa yang telah kamu lakukan Steve?" tanya Roselly. Mukanya seakan tak bersahabat membuat Steve sedikit merasa bingung. Roselly berjalan menghampiri anaknya."Maksud mamah apa, aku hanya habis membuat sarapan dan kita tengah menikmatinya, benarkan sayang?"Melihat Steve yang bertanya ke arahnya Zira pun langsung menganggukkan kepalanya dengan cepat. Roselly menoleh ke arah menantunya lalu kemb
Tapi apa yang sebenarnya terjadi pada pria aneh itu? Kenapa tiba-tiba perilakunya berubah drastis. Mungkinkah dia amnesia?" gumamnya. Setelah memastikan keraguannya, Zira segera berganti pakaian dan merapikan rambutnya.Tidak perlu menunggu lama untuk Zira segera keluar dari kamar, penampilannya yang hanya memakai rok hitam pendek yang masih menutupi lututnya dengan atasan T-shirt merah muda dan rambut yang di ikat selalu menjadi ciri khasnya membuat Zira terlihat menawan. Steve dan ibunya pun tersenyum melihat Zira yang baru keluar dari kamarnya.Zira menghampiri suami dan ibu mertuanya, "Maaf sudah membuat kalian menunggu?" ucap Zira yang langsung di jawab Roselly, "Kami tidak menyesal untuk menunggumu Zira, karena kamu hari ini benar-benar terlihat sangat manis."Me
Zira menoleh ke arah suara yang memanggilnya, ia tersenyum manis pada adik iparnya yang kini tengah datang menghampiri. "Hai Cherry, apa kabar?" tanya Zira pada adik ipar yang langsung memeluknya. "Aku baik kak," ucap Cherry sambil melepaskan pelukannya, "ka Zira sendiri gimana kabarnya?" "Seperti yang kamu lihat, aku juga sangat baik." Melihat anak perempuan dan menantunya yang sangat mudah menjadi dekat, Roselly pun tersenyum senang. Cherry mengajak Zira untuk berkeliling rumah dan memperkenalkan semua para pelayan. "Kamu terlihat sangat dekat dengan para pelayan?" ucap Sir. "bahkan seperti tidak ada jarak di antara kalian." Cherry pun tersenyum mendengar ucapan kakak iparnya. "Ayah selalu mengajarkan kita untuk tidak membeda-bedakan kak, tanpa mereka kita juga nggak akan semudah ini mengurus segala masalah dan keperluan di rumah," ucap Cherry menjelaskan. "Kakak lihat Bibi yang sedang memasak di sana? " ucap Cherry kembali sambil menunjuk wanita paruh baya yang sedang ada di d
"Cherry bilang kamu memintanya untuk mengantarkan kamu ke rumah teman kamu?" tanya Steve."Iya, aku meminta dia untuk mengantarkan aku kesana mengambil barang-barangku."Steve mengangguk sambil membuka lemari, ia merasa heran dengan isi di dalamnya dan bertanya pada Zira, "Kenapa kamu membawa semua pakaian usang ini kemari?"Zira mengernyitkan dahinya mendengar ucapan Steve. "Pakaian itu memang usang, tapi semua itu aku dapatkan dengan jerih payahku.""Tapi aku sudah menyediakan yang baru di apartemen, apa kamu tidak membawanya.""Aku hanya membawa yang pernah aku pakai.""Buang semuanya dan ganti
"Jangan tanya harga, aku bisa memberikan apapun yang kamu mau asal kamu senang. Dan ingat aku tidak sedang bersandiwara." ucap Steve.Steve mengambil kalung di tangan Zira dan memakaikannya. "Jangan pernah melepaskan kalung ini, aku tidak suka penolakan, aku harap kamu mengerti."Ucapan Steve membuat Zira bertambah bingung dan semakin bingung, melihat raut wajah Zira yang kebingungan Steve pun mengambil tas kantornya, ia mengambil sebuah map dan menunjukkannya pada Zira. "Dan ini yang selalu kamu bahas bukan," ucap Steve. Ia membuka map tersebut dan mengambil kertas di dalamnya yang ternyata itu adalah surat kontrak pernikahan mereka.SREEEETTT SREEEEEETTSteve merobeknya di depan Zira, "Kontrak pernikahan kit
Zira mengernyitkan dahinya. 'Yang benar saja? apa dia benar-benar akan membiarkan aku sakit gara-gara menahan rasa ingin kekamar mandi' batinnya."Dengarkan aku tuan Steve…,""Jangan panggil aku tuan."Zira mendengus kesal. "Baiklah. Sayang aku akan dicap menantu pemalas oleh ibumu jika aku di kamar terus, bukankah seharusnya aku ada di dapur membantu ibumu memasak, itu akan membuatku terlihat sebagai istri dan menantu yang baik.""Jangan banyak bicara, mamah justru akan lebih senang jika kamu lebih meluangkan waktu untukku."Zira benar-benar menahan kesalahannya. "Setidaknya izinkan aku untuk pergi ke kamar mandi sekarang. Apa kamu akan membuat peru
Steve melangkahkan menuju pintu dan segera membuka pintu kamar dengan perasaan kesal karena rencana percintaan pertamanya dengan sang istri harus tertunda.CEKLEK"Selamat pagi kakak sayang." Ternyata Cherry yang sudah merusak momen mereka berdua, tanpa rasa berdosa pun ia tengah tersenyum lebar."Ada apa?" tanya Steve dingin."Huh, kak Steve kenapa tanyanya dingin gitu sih. Kemarin kan kakak sendiri yang nyuruh aku untuk ngajak ka Zira jalan-jalan hari ini. Lagian sudah siang emangnya kak Steve nggak berangkat ke kantor apa?""Mau ke kantor atau enggak itu urusan kaka. Lagian bosnya juga kakak sendiri nggak datang ke kantor pun nggak akan ada yang memarahi
Zira menggelengkan kepalanya, dan air matanya mengalir semakin deras, ia kemudian menghamburkan tubuhnya ke Steve. "Terimakasih, aku sangat senang dengan ini semua," ucap Zira dalam pelukan Steve. Mia ikut meneteskan air mata bahagianya. Zira menatap Steve sambil bertanya. "Tapi bagaimana kamu tau jika ini adalah kering aku dan kedua orangtuaku?" Steve hanya tersenyum dan mengarahkannya matanya ke Mia. Zira pun menoleh ke arah mia, ia melepaskannya pelukanku pada Steve dan mendekati Mia. "Maafkan aku sempat marah padamu," ucap Zira. "Kamu memang pantas marah padaku Zira," ucap Mia. Mereka pun akhirnya saling berpelukan. "Sebaiknya kita segera masuk, kasian anak-anak yang sudah menunggumu," ucap Steve. Zira dan Mia pun mengangguk, mereka melangkah masuk kedalam ru
"Sudah sampai," ucap Han datar."Terimakasih. Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?" ucap Mia dengan tatapan matanya yang mengarah ke depan tanpa menoleh kearah Han."Hemm.""Sepertinya adik bosmu sangat menyukaimu, tapi kenapa kamu terlihat sangat acuh padanya?"Han menoleh ke arah Mia. "Darimana kamu tau dia menyukaiku?"Mia pun menoleh ke arah Han yang menjawab pertanyaannya. "Aku selalu melihat ekspresi wajahnya yang akan langsung berubah masam ketika kamu bersamaku. Aku yakin dia sedang cemburu.""Aku tidak tahu."
"Kenapa kalian semua diam, aku ingin pulang dan bertemu ibu, kenapa dia tidak ada di sini?" ucap Zira kembali."Zira kamu masih sakit, dan harus banyak istirahat. Setelah sembuh kamu pasti akan bertemu dengan ibumu," ucap Roselly."Aku ingin bertemu ibuku.""Sayang, bersabarlah. Percayalah pada kami," ucap Steve. Ia memegang tangan Zira sambil menatapnya."Tuan, aku …," Zira merasa canggung. Dia memang mengenal Steve dan tau persis siapa Steve, namun dia lupa dan belum bisa menerima jika saat ini Steve adalah suaminya."Aku mengerti, tapi aku yakin perlahan kamu akan mengingat tentang hubungan kita."
"Kenapa kalian menatapku seperti itu?" tanya Cherry. Ia tidak sadar jika ucapannya telah salah."Apa itu benar?" tanya Zira. "Tapi bagaimana itu bisa terjadi. Aku, ahh." Zira kembali meringis kesakitan dan memegangi kepalanya."Sayang," ucap Steve. Ia langsung menggenggam tangan Zira. "Kita sudah menikah dan kita baru kehilangan calon anak pertama kita." Ucapan yang begitu saja lolos dari bibir Steve membuat Zira menatap kearah pria yang saat ini tengah menatapnya dengan mata berkaca-kaca."Kita, menikah?" Seakan tidak percaya, Zira menoleh kearah Mia dan mengharapkan jawaban darinya. Mia satu-satunya orang yang bisa ia percayai saat ini. Mia menganggukkan kepalanya dan Zira pun kembali menoleh kearah Steve, ia menarik tangannya dari genggaman Steve d
Mata Cherry penuh kekesalan menatap Mia dan Han. Cemburu itulah yang sebenarnya sedang ia rasakan. 'Han, kamu sungguh keterlaluan. Aku lebih lama mengenalmu tapi sekali pun kamu tidak pernah mengukir senyum untukku. Sedangkan dia? Huh, menyebalkan sekali,' batin Cherry."Cherry," panggil Roselly membubarkan lamunannya."Eh, iya mah?""Apa yang sedang kamu pikirkan, mamah memanggil kamu dari tadi malah nggak nyaut.""Maaf mah. Memangnya ada apa mah?""Pergilah membeli makanan, kita semua belum makan. Jangan sampai kita juga ikut sakit saat Zira sadar nanti."
"Apa kakak baik-baik saja?" tanya Mia membuyarkan lamunan Rian."Aku baik-baik saja.""Nak Rian, aku yakin kamu tahu yang terbaik buat Zira," ucap Roselly."Mungkin aku memang sangat menyayangi Zira, tapi aku juga tidak akan pernah mengambil apa yang sudah menjadi milik orang lain. Hanya saja, aku selalu ingin dia bahagia tanpa ada penderitaan lagi yang ia rasakan. Dan sekarang apa yang harus aku lakukan dengan keadaannya yang seperti ini?"Semuanya terdiam, Roselly pun tidak bisa berkata apa-apa. Ia tahu anaknya sangat mencintai Zira, namun saat ini Zira belum bisa mengingat apa yang terjadi selama ini bersama Steve. Sedangkan orang yang bisa membantunya perlahan mengingat semua kejadian dua
Suara lirih Zira yang menandakan ia sadar membuat semua mata di ruangan tersebut menoleh ke arahnya. "Ibu tolong aku Bu," ucap Zira yang masih memejamkan matanya.Roselly memencet sebuah tombol di dekat ranjang untuk memanggil dokter, ia lalu menggenggam tangan Zira dan mencoba membangunkannya. "Sayang sadarlah, mamah ada di sini.'"Ibu, jangan pergi. Mia kamu dimana?" Zira masih terus memanggil ibunya, dan kali ini nama Mia pun terdengar dalam ucapannya. Di ruangan yang dingin keringat Zira mulai bercucuran. Rasa takut terlihat dari raut wajah dengan mata terpejamnya.Mia segera menggenggam tangan Zira dan berusaha menyadarkan sahabatnya. "Zira, aku di sini. Sadarlah," bisik Mia.Perlahan mata Zir
"Apa maksudmu, ada kemungkinan dia tidak bisa mengingatku?" tanya Steve lirih. Doni menganggukkan kepalanya. "Ya, tapi itu masih kemungkinan." Steve terdiam sejenak, hatinya merasa gelisah setelah mendengar perkataan Doni. Ada rasa takut dihatinya, takut jika saat Zira sadar ia benar-benar sudah melupakan Steve. Rian keluar dari ruangan tersebut di gandeng seorangpun suster. "Kak Rian," ucap Mia menghampiri. "Tolong minta kakak anda istirahat, karena dia menolak untuk istirahat di dalam. Badannya masih terasa lemas karena sudah mendonorkan darah yang cukup lumayan banyak, nanti dokter Doni akan memberitahu resep obat untuk kakak Anda," ucap suster tersebut pada Mia.
"Aahhhh!" Teriak Zira dengan tubuh yang terguling menuruni anak tangga. "Kak Zira," Teriak Cherry yang melihat Zira terjatuh dari tangga. Ia Pun langsung berlari ke arah Zira sambil berteriak histeris. "Kak Steve, kak Zira jatuh!" Semua orang berlarian termasuk Steve dan Han yang bergegas keluar dari ruang kerja saat mendengar teriakan Cherry. Mereka semuanya berlari menuju tangga menghampiri Zira yang sudah tergeletak di ujung tangga tak sadarkan diri dan berlumuran darah. "Zira!" Teriak Steve yang langsung menghampiri tubuh Zira dan langsung menopangnya. "Zira, sadarlah. Aku mohon sadarlah," ucap Steve. Ia terlihat sangat panik saat melihat darah di pelipis Zira yang mengalir deras, dan pendarahan yang begitu parah.