"Jangan tanya harga, aku bisa memberikan apapun yang kamu mau asal kamu senang. Dan ingat aku tidak sedang bersandiwara." ucap Steve.
Steve mengambil kalung di tangan Zira dan memakaikannya. "Jangan pernah melepaskan kalung ini, aku tidak suka penolakan, aku harap kamu mengerti."
Ucapan Steve membuat Zira bertambah bingung dan semakin bingung, melihat raut wajah Zira yang kebingungan Steve pun mengambil tas kantornya, ia mengambil sebuah map dan menunjukkannya pada Zira. "Dan ini yang selalu kamu bahas bukan," ucap Steve. Ia membuka map tersebut dan mengambil kertas di dalamnya yang ternyata itu adalah surat kontrak pernikahan mereka.
SREEEETTT SREEEEEETT
Steve merobeknya di depan Zira, "Kontrak pernikahan kit
Zira mengernyitkan dahinya. 'Yang benar saja? apa dia benar-benar akan membiarkan aku sakit gara-gara menahan rasa ingin kekamar mandi' batinnya."Dengarkan aku tuan Steve…,""Jangan panggil aku tuan."Zira mendengus kesal. "Baiklah. Sayang aku akan dicap menantu pemalas oleh ibumu jika aku di kamar terus, bukankah seharusnya aku ada di dapur membantu ibumu memasak, itu akan membuatku terlihat sebagai istri dan menantu yang baik.""Jangan banyak bicara, mamah justru akan lebih senang jika kamu lebih meluangkan waktu untukku."Zira benar-benar menahan kesalahannya. "Setidaknya izinkan aku untuk pergi ke kamar mandi sekarang. Apa kamu akan membuat peru
Steve melangkahkan menuju pintu dan segera membuka pintu kamar dengan perasaan kesal karena rencana percintaan pertamanya dengan sang istri harus tertunda.CEKLEK"Selamat pagi kakak sayang." Ternyata Cherry yang sudah merusak momen mereka berdua, tanpa rasa berdosa pun ia tengah tersenyum lebar."Ada apa?" tanya Steve dingin."Huh, kak Steve kenapa tanyanya dingin gitu sih. Kemarin kan kakak sendiri yang nyuruh aku untuk ngajak ka Zira jalan-jalan hari ini. Lagian sudah siang emangnya kak Steve nggak berangkat ke kantor apa?""Mau ke kantor atau enggak itu urusan kaka. Lagian bosnya juga kakak sendiri nggak datang ke kantor pun nggak akan ada yang memarahi
Semua mata yang berada dalam ruangan tersebut tercengang saat Cherry membuka pintu kamar, Begitu juga Cherry dan Zira terkejut melihat siapa yang ada di dalam."Jadi dia teman lama kamu? adik sepupu Han?""Kak Steve kenapa ada di sini?"Cherry tidak menyangka jika kakaknya ternyata juga sedang menjenguk orang yang ia bilang adalah teman lamanya, yang ternyata adalah adik sepupu dari tangan kanan kakaknya.Zira masuk kedalam ruangan tersebut, sementara Cherry masih mematung di ambang pintu. Ada rasa takut karena telah berbohong pada kakaknya dan rasa malu karena saat ini Han tengah menatapnya dan ia tahu kedua orang ini pasti telah mendengar sesuatu dari Sonya, dan itu membuat Cherry menjadi salah tingkah.&nbs
Zira terdiam sejenak mendengar jawaban tersebut. "Maaf sudah mengganggu Tante, Zira pamit dulu."Setelah melihat anggukan tetangga lamanya, Zira dan Cherry pun kembali masuk kedalam mobil."Kak Zira, apa kakak baik-baik saja?" tanya Cherry cemas melihat wajah gelisah kakak iparnya."Aku baik-baik saja.""Hmm, jangan bohong padaku kak. Aku tahu ada sesuatu yang tidak beres. Kak, apa perlu kita bicarakan pada kak Steve, dia pasti bisa mencarikan alamat baru teman kakak itu."Zira menggelengkan kepalanya. "Jangan. Kita tidak tidak perlu memberitahu kakakmu Cherry. Aku tidak mau menambah pikirannya."
"Nona, apapun yang terjadi berusahalah untuk tidak turun dari mobil," ucap Anton mengingatkan, "saya akan turun dari mobil, segeralah kunci mobil kembali."Anton pun turun dari mobil, dengan sigap Cherry langsung mengunci mobil.Dari dalam mobil mereka menahan takut karena menyaksikan perkelahian. Pemandangan yang mengerikan dimana Anton tengah di keroyok.DOOOORRRRSuara tembakan pun terdengar, tubuh Anton yang berlumuran darah di lempar ke depan mobil dan darah pun berceceran di kaca mobil. Pemandangan yang mengerikan semakin membuat dua wanita di dalamnya semakin ketakutan. Seorang pria menghampiri mobil mereka dan berusaha membuka pintu mobil yang terkunci."Kak, apa y
Steve menatap wajah yang masih terlihat shock karena kejadian sore ini. "Aku tidak akan melarangmu bertanya, jadi katakanlah.""Apa kamu yang mengancam Mia dan kakaknya untuk pindah dan menjauhiku?"Steve mengernyitkan dahinya berusaha mengingat orang yang di ucapkan Zira. "Apa maksudmu mereka yang datang di acara akad nikah kita?"Zira menganggukkan kepalanya. "Bukan aku.""Tapi siapa lagi kalau bukan kamu, selama ini hanya kamu yang selalu mengancamku dengan nama mereka.""Zira untuk apa juga aku menyuruh mereka pindah dan menjauhimu, sedangkan kamu ada di sisiku," ucap Steve sambil membuka kancing kemejanya dan menghadap Zir
Steve melihat kecanggungan di wajah Zira, ia pun menyunggingkan senyuman. . "Tenang saja mah kita sedang berusaha memproduksinya." Jawaban Steve berhasil membuktikan Roselly tersenyum dan membuat Zira tercengang. Acara sarapan selesai, Zira mengantarkan Steve hingga ke depan pintu rumah. CUP Sebuah kecupan di kening yang melambangkan kasih sayang kini menjadi kebiasaan Steve di pagi hari. Zira berusaha mempercayai perubahan Steve, meski sebenarnya masih banyak keraguan dalam hati. Ia melambaikan tangannya pada menunggu hingga mobil yang Steve tumpangi hilang di balik pagar besi yang tinggi. "Mah, apa benar kalian akan pergi ke Canada?" tanya Zira. Ia duduk di sofa ruang tamu bersih ibu dan adik iparnya.
"Mamah...?""Tuan Nyonya bilang Bella adalah adik dari temannya, jadi nyonya Roselly memberikan ia kesempatan untuk bekerja di sini.""Hmm, selidiki latar belakang wanita itu, dan pastikan tidak ada yang terlewati.""Baik tuan.""Aku akan segera menemui Zira."Steve berjalan ke ruangannya. Ia membuka pintu dan mendapati Zira yang tengah terlelap. "Dasar gadis aneh, baru tadi aku melihatnya duduk dengan wajah sedih, tapi sekarang malah sudah tertidur pulas." Ia mensejajarkan tubuhnya dan menatap Zira, ia menyeringai lalu mengangkat tubuh Zira dengan hati-hati menuju ke sebuah kamar yang tersedia dalam ruangan itu.
Zira menggelengkan kepalanya, dan air matanya mengalir semakin deras, ia kemudian menghamburkan tubuhnya ke Steve. "Terimakasih, aku sangat senang dengan ini semua," ucap Zira dalam pelukan Steve. Mia ikut meneteskan air mata bahagianya. Zira menatap Steve sambil bertanya. "Tapi bagaimana kamu tau jika ini adalah kering aku dan kedua orangtuaku?" Steve hanya tersenyum dan mengarahkannya matanya ke Mia. Zira pun menoleh ke arah mia, ia melepaskannya pelukanku pada Steve dan mendekati Mia. "Maafkan aku sempat marah padamu," ucap Zira. "Kamu memang pantas marah padaku Zira," ucap Mia. Mereka pun akhirnya saling berpelukan. "Sebaiknya kita segera masuk, kasian anak-anak yang sudah menunggumu," ucap Steve. Zira dan Mia pun mengangguk, mereka melangkah masuk kedalam ru
"Sudah sampai," ucap Han datar."Terimakasih. Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?" ucap Mia dengan tatapan matanya yang mengarah ke depan tanpa menoleh kearah Han."Hemm.""Sepertinya adik bosmu sangat menyukaimu, tapi kenapa kamu terlihat sangat acuh padanya?"Han menoleh ke arah Mia. "Darimana kamu tau dia menyukaiku?"Mia pun menoleh ke arah Han yang menjawab pertanyaannya. "Aku selalu melihat ekspresi wajahnya yang akan langsung berubah masam ketika kamu bersamaku. Aku yakin dia sedang cemburu.""Aku tidak tahu."
"Kenapa kalian semua diam, aku ingin pulang dan bertemu ibu, kenapa dia tidak ada di sini?" ucap Zira kembali."Zira kamu masih sakit, dan harus banyak istirahat. Setelah sembuh kamu pasti akan bertemu dengan ibumu," ucap Roselly."Aku ingin bertemu ibuku.""Sayang, bersabarlah. Percayalah pada kami," ucap Steve. Ia memegang tangan Zira sambil menatapnya."Tuan, aku …," Zira merasa canggung. Dia memang mengenal Steve dan tau persis siapa Steve, namun dia lupa dan belum bisa menerima jika saat ini Steve adalah suaminya."Aku mengerti, tapi aku yakin perlahan kamu akan mengingat tentang hubungan kita."
"Kenapa kalian menatapku seperti itu?" tanya Cherry. Ia tidak sadar jika ucapannya telah salah."Apa itu benar?" tanya Zira. "Tapi bagaimana itu bisa terjadi. Aku, ahh." Zira kembali meringis kesakitan dan memegangi kepalanya."Sayang," ucap Steve. Ia langsung menggenggam tangan Zira. "Kita sudah menikah dan kita baru kehilangan calon anak pertama kita." Ucapan yang begitu saja lolos dari bibir Steve membuat Zira menatap kearah pria yang saat ini tengah menatapnya dengan mata berkaca-kaca."Kita, menikah?" Seakan tidak percaya, Zira menoleh kearah Mia dan mengharapkan jawaban darinya. Mia satu-satunya orang yang bisa ia percayai saat ini. Mia menganggukkan kepalanya dan Zira pun kembali menoleh kearah Steve, ia menarik tangannya dari genggaman Steve d
Mata Cherry penuh kekesalan menatap Mia dan Han. Cemburu itulah yang sebenarnya sedang ia rasakan. 'Han, kamu sungguh keterlaluan. Aku lebih lama mengenalmu tapi sekali pun kamu tidak pernah mengukir senyum untukku. Sedangkan dia? Huh, menyebalkan sekali,' batin Cherry."Cherry," panggil Roselly membubarkan lamunannya."Eh, iya mah?""Apa yang sedang kamu pikirkan, mamah memanggil kamu dari tadi malah nggak nyaut.""Maaf mah. Memangnya ada apa mah?""Pergilah membeli makanan, kita semua belum makan. Jangan sampai kita juga ikut sakit saat Zira sadar nanti."
"Apa kakak baik-baik saja?" tanya Mia membuyarkan lamunan Rian."Aku baik-baik saja.""Nak Rian, aku yakin kamu tahu yang terbaik buat Zira," ucap Roselly."Mungkin aku memang sangat menyayangi Zira, tapi aku juga tidak akan pernah mengambil apa yang sudah menjadi milik orang lain. Hanya saja, aku selalu ingin dia bahagia tanpa ada penderitaan lagi yang ia rasakan. Dan sekarang apa yang harus aku lakukan dengan keadaannya yang seperti ini?"Semuanya terdiam, Roselly pun tidak bisa berkata apa-apa. Ia tahu anaknya sangat mencintai Zira, namun saat ini Zira belum bisa mengingat apa yang terjadi selama ini bersama Steve. Sedangkan orang yang bisa membantunya perlahan mengingat semua kejadian dua
Suara lirih Zira yang menandakan ia sadar membuat semua mata di ruangan tersebut menoleh ke arahnya. "Ibu tolong aku Bu," ucap Zira yang masih memejamkan matanya.Roselly memencet sebuah tombol di dekat ranjang untuk memanggil dokter, ia lalu menggenggam tangan Zira dan mencoba membangunkannya. "Sayang sadarlah, mamah ada di sini.'"Ibu, jangan pergi. Mia kamu dimana?" Zira masih terus memanggil ibunya, dan kali ini nama Mia pun terdengar dalam ucapannya. Di ruangan yang dingin keringat Zira mulai bercucuran. Rasa takut terlihat dari raut wajah dengan mata terpejamnya.Mia segera menggenggam tangan Zira dan berusaha menyadarkan sahabatnya. "Zira, aku di sini. Sadarlah," bisik Mia.Perlahan mata Zir
"Apa maksudmu, ada kemungkinan dia tidak bisa mengingatku?" tanya Steve lirih. Doni menganggukkan kepalanya. "Ya, tapi itu masih kemungkinan." Steve terdiam sejenak, hatinya merasa gelisah setelah mendengar perkataan Doni. Ada rasa takut dihatinya, takut jika saat Zira sadar ia benar-benar sudah melupakan Steve. Rian keluar dari ruangan tersebut di gandeng seorangpun suster. "Kak Rian," ucap Mia menghampiri. "Tolong minta kakak anda istirahat, karena dia menolak untuk istirahat di dalam. Badannya masih terasa lemas karena sudah mendonorkan darah yang cukup lumayan banyak, nanti dokter Doni akan memberitahu resep obat untuk kakak Anda," ucap suster tersebut pada Mia.
"Aahhhh!" Teriak Zira dengan tubuh yang terguling menuruni anak tangga. "Kak Zira," Teriak Cherry yang melihat Zira terjatuh dari tangga. Ia Pun langsung berlari ke arah Zira sambil berteriak histeris. "Kak Steve, kak Zira jatuh!" Semua orang berlarian termasuk Steve dan Han yang bergegas keluar dari ruang kerja saat mendengar teriakan Cherry. Mereka semuanya berlari menuju tangga menghampiri Zira yang sudah tergeletak di ujung tangga tak sadarkan diri dan berlumuran darah. "Zira!" Teriak Steve yang langsung menghampiri tubuh Zira dan langsung menopangnya. "Zira, sadarlah. Aku mohon sadarlah," ucap Steve. Ia terlihat sangat panik saat melihat darah di pelipis Zira yang mengalir deras, dan pendarahan yang begitu parah.