"Selamat untuk pernikahan kalian berdua," ucap Tuan Ammar pada Azriel dan Shafiqa saat gilirannya menyalami kedua mempelai ini.
Lelaki pemilik perusahaan "Maju Bersama" tersebut datang memberikan ucapan selamat kepada Azriel selaku rekanan bisnis perusahaannya dan juga Shafiqa yang dulu bekerja sebagai sekretarisnya.
"Terima kasih, Tuan Ammar," ujar Azriel dengan senyum yang sedari tadi tidak lepas dari bibirnya. Shafiqa yang di sampingnya pun, turut tersenyum menyambut kehadiran mantan bosnya tersebut.
"Kamu cantik sekali, Shafiqa. Kalian benar-benar pasangan serasi," timpal Nyonya Julaika—istri Ammar.
"Terima kasih, Nyonya," jawab Fika dengan santun.
Tuan Ammar datang tak hanya memberi ucapan selamat saja untuk mereka berdua. Lelaki itu juga memberi hadiah mewah untuk pengantin baru tersebut.
Acara pernikahan kedua mempelai ini benar-benar berlangsung begitu meriah dan lancar. Aneka makanan dan kudapan mewah disediakan dengan berbagai varian. Para tamu banyak yang berdecak kagum dengan konsep yang dirancang oleh tuan rumah. Benar-benar pesta yang mewah dan tentunya menelan banyak biaya.
Di sudut ruangan, sepasang netra menatap nanar kedua pasangan yang tengah berbahagia tersebut. Ada banyak dendam disertai kebencian yang begitu memuncak.
"Hai Bianca, rupanya kamu hadir juga di sini," sapa Mira dalam balutan gaun pesta yang begitu mewah.
Bianca menatapnya dengan penuh rasa iri. Melihat keglamoran gaun beserta perhiasan yang Mira kenakan.
Sudut bibir Bianca tertarik mundur, “Sialan … harusnya aku ikut menikmati kerja keras Ziel. Bukan malah ‘Wanita Serakah’ ini yang menghabiskan.” Bianca hanya bisa membatin semua dalam hatinya.
“Tentu saja aku datang Mira. Untuk memastikan bahwa apa yang menjadi milikku, selamanya akan tetap jadi milikku. Aku bahkan, bisa memastikan. Perempuan itu tidak memiliki pengalaman ranjang sepertiku,” kekeh Bianca dengan pongahnya.
“Asal kamu tahu, Bia. Gadis itu lebih seram dan menakutkan ketimbang dirimu. Jangan tertipu dengan tampang polosnya. Di balik senyumnya yang manis itu, tersimpan bisa yang dapat membunuhmu dalam sekejap,” tutur Mira sembari berbisik.
Dahi Bianca seketika mengerut ketika mendengar penuturan Mira.
"Well … mari kita lihat kalau begitu. Siapa yang lebih dipilih Ziel. Aku atau perempuan kampungan itu!" tandasnya.
Langkah kaki jenjang Bianca meninggalkan Mira yang masih bergeming di tempatnya. Mira menatap punggung Bianca dengan senyum yang sulit diartikan maknanya.
'Sila berakting dengan baik. Aku akan menjadi penonton drama yang kalian perankan," decak Mira dengan senyum miring.
Sementara itu, Bianca sudah melenggang menuju panggung di mana pengantin tengah menggelar resepsinya. Gaun dan lenggokan tubuhnya yang seksi menjadi daya tarik tersendiri bagi para undangan yang hadir. Belum lagi, belahan rendah kerah bajunya yang menampakkan bagian dadanya membuat para lelaki membelalakkan netra mereka lebar-lebar.
Sayangnya, hal itu adalah sesuatu yang menjijikkan bagi para kaum perempuan yang ikut menemani para suami mereka di acara tersebut.
"Pah! Jaga matamu. Melihat begitu saja sampai melotot! Dasar kamu ya!" seru salah seorang wanita setengah baya yang kebetulan suaminya tengah melihat penampilan Bianca.
Belum lagi suara sumbang lainnya yang ikut mengomentari penampilan Bianca. Yang disambut persetujuan perempuan-perempuan yang lain.
"Penampilannya tak kalah seorang pelacur!"
"Iya … benar itu!" sahut Ibu-ibu berkonde yang kebetulan dilalui oleh Bianca.
Sayangnya, ucapan mereka sama sekali tidak mempengaruhi Bianca yang terus berjalan menghampiri sepasang pengantin yang tengah berbahagia. Azriel begitu kaget melihat siapa yang berjalan menuju ke arahnya. Pria bermata saphire itu sampai menyipitkan netranya takut dia salah mengenali.
"Hai Sayang. Mengapa kamu kejam sekali terhadapku. Padahal, aku sangat mencintaimu. Aku bahkan rela memberikan kehormatan secara cuma-cuma kepadamu," kata Bianca tanpa malu-malu.
"Maaf Bia … aku–"
"Apa kamu sudah lupa kalau kita pernah menghabiskan banyak waktu berdua? Mengapa kamu malah memilih menikahi perempuan lain?" potong Bianca begitu saja. Tiba-tiba dia memeluk Ziel dengan begitu mesra.
Gadis blonde itu kini terlihat terisak. Dia menangis dan berharap Azriel menaruh iba. Sayangnya, itu hanya membuat Azriel kikuk karena Shafiqa dapat mendengar semua yang dikatakan Bianca.
"Kamu jangan gila, Bia! Aku tidak pernah mencintaimu!" sela Ziel sambil mendorong tubuh Bianca menjauh.
"Kamu boleh berkata demikian. Satu hal yang harus kamu tahu! Sampai kapan pun, aku akan setia menunggumu. Aku rela menjadi yang kedua, Ziel." Akting gadis itu benar-benar memukau. Shafiqa yang berada di situ bagai melihat telenovela.
Tiba-tiba, Bianca menatap Shafiqa sambil berkata, “Kamu sengaja mengumpankan tubuhmu untuk mendapatkan uang bukan? Perempuan sepertimu pasti hanya ingin menjadikan kekasihku mesin pencetak uang!”
"Kamu benar-benar keterlaluan! Silakan tinggalkan tempat ini! Aku tidak pernah mengundangmu!" hardik Ziel dengan tangan yang menunjuk ke arah pintu keluar.
Shafiqa yang kebetulan berada di sampingnya sampai terhenyak kaget. Dia tidak menyangka jika pria yang baru beberapa jam yang lalu menjadi suaminya tersebut mengusir gadis blonde tersebut. Semua pasang mata menatap ke area pelaminan yang tampak sedikit gaduh.
“Sayang … kamu mengusirku?” Bianca bertanya seperti orang bodoh.
“Cepat pergi dari sini sebelum aku memanggil keamanan untuk menyeretmu!” bentak Ziel dengan kasar.
Kejadian itu benar-benar menyita perhatian banyak orang. Untung saja, tamu sudah tidak seberapa banyak karena acara inti telah selesai lebih dulu. Tanpa menunggu dua kali, Bianca meninggalkan tempat tersebut disertai dendam yang membara.
Tak lama, Azriel dikejutkan oleh Shafiqa yang tiba-tiba ikut meninggalkan pelaminan.
“Kamu mau pergi ke mana, Shafi?” tanyanya dengan suara menggelegar.
“Mengapa buru-buru masuk? Apa kamu sedang cemburu atau kamu sudah tidak sabar untuk melakukan malam pertama kita?” tanya Azriel sambil membelai tubuh istrinya.Shafiqa mengalihkan atensinya dengan membelakangi Azriel. Sayangnya, tangan laki-laki itu benar-benar tidak bisa diam sampai membuat satu desahan lolos dari mulut Shafiqa."Tolong … jangan begini," keluhnya."Bukankah kamu biasanya suka? Mengapa sekarang kau tidak suka? Kamu juga sudah menyetujui pernikahan ini. Mengapa sekarang menolakku?" tanya Ziel dengan wajah semakin mengendus tengkuk Shafiqa dari belakang."Tu–""Berapa kali aku harus mengingatkanmu akan hal itu? Mengapa kamu mengubah panggilanmu padaku?" potong Ziel sambil membalikkan paksa tubuh perempuan yang kini sudah sah sebagai istrinya tersebut.Wangi jasmine dari tubuh Shafiqa semakin membuat pria di hadapannya tersebut kembali menunduk dan mengendus ceruk lehernya dari depan. Perempuan cantik itu hanya bisa menggigit bibir bawahnya. Mencoba menghentikan sesuatu y
"Jelaskan! Siapa kausebenarnya?“"Sungguh … aku tidakbermaksud menipumu. Aku hanya … ah, bahkan, aku tak punya kuasa atas dirikusendiri,” sahut Shafiqa dengan suara bergetar.“Apakah benar itu darahkeperawananmu? Tolong jawab dengan jujur,” pinta suara Ziel dengan suaratercekat. Tak ada sahutan dariperempuan yang semalam telah membuat dirinya bagai candu untuk pria tampan itu.Akan tetapi, anggukannya telah memberi sebuah jawaban untuk Ziel. Shafiqa masihberdiri dengan tubuh gemetaran. Perlahan pria itu menghampirinya dan membawanyadalam pelukan hangatnya.Suara isakannya laluterdengar bagai sebilah pisau yang menyayat hati Ziel. Kemarahannya yangmeledak-ledak seketika luruh bagai disiram kristal bening perempuan itu. “Ceritakan semua dariawal, agar aku tidak salah mengambil keputusan selanjutnya,” ujar Ziel denganbijaksana.Perempuan itu melepaskanpelukannya lalu berjalan sedikit mundur. Ziel mengulurkan pakaian seadanyauntuk menutupi tubuh bugilnya. Setidaknya itu le
"Syukurlah … kamu memang bisa diandalkan, Shafiqa. Kakak jadi makin sayang ma kamu," gumam Shafira sambil menutup panggilan teleponnya. Shafira tampak turun dari pembaringan yang sudah carut-marut tidak karuan. Bentuknya sudah ngalah-ngalahin kapal pecah. Dengan tubuh telanjang, gadis itu beranjak menuju kamar mandi hotel. Dia ingin membersihkan tubuhnya yang sudah bercampur keringat dan cairan kenikmatan teman lelakinya. Terutama di bagian intim miliknya. Rasanya lengket dan bikin dirinya tampak gerah. Tanpa banyak membuang waktu dia pun bergegas mandi. Dia ingin segera beristirahat di rumah. Setengah jam kemudian, gadis itu tampak sudah keluar kamar mandi hanya dengan mengenakan bathrobe yang disediakan pihak hotel."Hei … baru kutinggal sebentar ternyata kamu sudah bangun, Cantik. Mana sudah wangi lagi. Bikin aku jadi ingin menyentuhmu," ujar Prayoga-lelaki yang sejak semalaman membooking Shafira.Shafira mencoba menepis tangan pria itu dengan halus. Tubuh
“Mengapa Nani tidak memberitahuku sebelumnya? Pikirnya gampang apa mempresentasikan produk kita yang cukup rumit tersebut?” Ziel terlihat begitu geram dan uring-uringan.“Mmm … maaf pak, kalau Bapak berkenan biar saya yang menggantikan tugas Nani,” ucap Bimo. Ziel hanya mengalihkan atensinya sejenak ke arah bawahannya tersebut, tetapi sebentar kemudian beralih pada setumpuk berkas yang harus dipresentasikan di hadapan rekan bisnisnya nanti. Pria tampan itu menyugar surainya yang berwarna sedikit pirang.“Ada masalah apa, Mas?” tanya Shafiqa menghampiri suaminya.Ziel masih bergeming tidak menghiraukan pertanyaan suaminya tersebut. Bimo tampak takut-takut menjawab pertanyaan bos perempuannya itu.“Nani-sekretaris Bapak mengundurkan diri hari ini, Bu. Padahal hari ini ada pertemuan penting dengan Pak Prayoga pemilik PT. Air Lancar,” terang Bimo.“Mengapa Nani keluar mendadak Pak? Apa sebelumnya tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu?” Shafiqa melontarkan pertanyaan ke Bimo.“Nani dipa
Prayoga tampak kesal sekali. Dia segera menyeret langkahnya meninggalkan PT. Albiru dengan kondisi muka lebam. Ziel sendiri yang masih nampak tidak terima dengan perkataan Yoga tadi kembali mendaratkan satu bogemnya sebelum pria itu benar-benar meninggalkan kantornya.Bimo sama sekali tidak menghentikan kebrutalan Ziel. Sebagai seorang lelaki yang membela istrinya sudah sepantasnya Ziel melakukan hal itu.“Apakah perlu kita mengadukan masalah ini, Pak? Karena tadi itu sudah termasuk pencemaran nama baik!” Bimo mengemukakan pendapatnya.Ziel bergeming di tempatnya dengan Shafiqa yang masih memeluknya. Perempuan cantik itu tampak ketakutan sekali.“Aku takut bertemu dengannya lagi, Mas. Pasti dia mengira aku adalah Shafira,” kata Shafiqa dengan bibir bergetar.“Maksud Bu Shafiqa bagaimana? Kalau boleh saya tahu?” sela Bimo dengan pandangan kebingungan.Sepasang suami-istri itu hanya bisa saling menatap dengan memberi sebuah isyarat agar keanehan yang terjadi hari ini cukup mereka berdua
Mira terbangun dengan rambut yang masih awut-awutan. Wanita berusia 45 tahun itu keluar kamarnya lalu menuju meja makan dengan ponsel dalam genggamannya. Sedari tadi dia tampak senyum-senyum sendiri. Tina-asisten rumah tangganya memperhatikannya dengan raut tidak suka. Netra Mira sekilas menangkap masakan beraneka ragam sudah tersedia di atas meja makan. Bahkan, mie ayam kecap kesukaannya pun sudah terhidang di sana. ‘Tumben si Tina rajin banget,’ pikirnya. Tangannya masih berbalas pesan dengan seseorang di seberang sana. Bibirnya tak henti menyunggingkan seulas senyum iblisnya. “Tin, ambilin minum!” titahnya kepada Tina yang nampak masih sibuk mengeluarkan cucian dari mesin cuci. “Bentar ya, Nyah. Lagi nanggung nih, mumpung cuaca lagi panas. Saya mau jemur cucian dulu,” jawab Tina dengan entengnya. Netra Mira melebar mendengar penolakan pembantunya tersebut. “Saya bilang ambilkan minum, ya kerjakan!” seru Mira dengan menggebrak meja di hadapannya. Tina menghela napas kesal
“Jadi perempuan itu sekarang ikut bekerja di perusahaan, Ziel. Tante tidak bisa bayangkan kalau pada akhirnya Ziel benar-benar takluk di tangan istrinya,” keluh Mira kepada Bianca. Wanita itu sengaja mengajak Bianca bertemu untuk mendukung aksinya kembali. Mira mengetahui bahwa, dirinya tidak akan mampu mengendalikan Ziel dengan tekanan darinya. Sekuat tenaga Mira berusaha mempengaruhi Bianca agar mau diajak bekerja sama. Bianca sendiri nampaknya masih mempertimbangkan keinginan Mira. Gadis itu sedari tadi tampak berpikir keras bagaimana dia sendiri bisa mendapatkan simpati mantan kekasihnya tersebut. Lebih tepatnya menaklukkan orang yang disukainya. “Lalu aku harus bagaimana, Mira?” Bianca memang tidak terbiasa menambahkan embel-embel tante di depan nama Mira meskipun Bianca lebih cocok jadi anaknya ketimbang jadi sahabatnya. “Kamu memang gadis yang cerdas, Bia! Aku tidak sia-sia mendatangimu. Aku yakin rencana kita ini pasti berhasil.” Mira terlihat begitu antusias. “Asal kam
“Rupanya begini kelakuanmu di luaran ya? Ini yang kamu bilang bekerja. Bisa-bisanya keponakanku memperistri perempuan sepertimu. Oh, mungkin memang pekerjaanmu menjual selang–”“Jangan bersikap kurang ajar! Aku sama sekali tidak mengenalmu. Jadi jangan coba turut campur urusanku!” potong Shafira sambil menjambak rambut Mira yang bergelombang tersebut.Mira merasa sedikit aneh ketika gadis yang dia kira Shafiqa itu tidak mengenalinya. Berbeda dengan Shafira yang langsung tanggap dengan keadaan. “Kamu memang menantu sialan! Lepaskan rambutku!” pinta Mira dengan sengit. Bibir perempuan itu menggeram kesakitan merasakan jambakan Shafira pada rambutnya. Sementara Bianca malah asyik mengambil video kedua perempuan yang tengah bertikai itu. Bianca tersenyum puas ketika mengetahui Mira tengah ditindas gadis cantik yang disangkanya Shafiqa.“Aku akan mengadukan kelakuanmu pada keponakanku, biar dia sekalian menceraikanmu!” ancam Mira kepada Shafira.Shafira tersenyum sinis, “Adukan saja dan