“Mengapa buru-buru masuk? Apa kamu sedang cemburu atau kamu sudah tidak sabar untuk melakukan malam pertama kita?” tanya Azriel sambil membelai tubuh istrinya.
Shafiqa mengalihkan atensinya dengan membelakangi Azriel. Sayangnya, tangan laki-laki itu benar-benar tidak bisa diam sampai membuat satu desahan lolos dari mulut Shafiqa.
"Tolong … jangan begini," keluhnya.
"Bukankah kamu biasanya suka? Mengapa sekarang kau tidak suka? Kamu juga sudah menyetujui pernikahan ini. Mengapa sekarang menolakku?" tanya Ziel dengan wajah semakin mengendus tengkuk Shafiqa dari belakang.
"Tu–"
"Berapa kali aku harus mengingatkanmu akan hal itu? Mengapa kamu mengubah panggilanmu padaku?" potong Ziel sambil membalikkan paksa tubuh perempuan yang kini sudah sah sebagai istrinya tersebut.
Wangi jasmine dari tubuh Shafiqa semakin membuat pria di hadapannya tersebut kembali menunduk dan mengendus ceruk lehernya dari depan. Perempuan cantik itu hanya bisa menggigit bibir bawahnya. Mencoba menghentikan sesuatu yang membuatnya terasa geli.
"Jangan sekarang … aku belum siap," ujar Shafiqa akhirnya.
Ziel mengernyitkan dahinya. "Sejak kapan kamu berhak menolak? Bukannya kamu selalu berkata, 'apa yang ada padamu adalah milikku semua’, hmmm?"
Shafiqa menarik mundur tubuhnya dari jangkauan pria yang baru saja menjadi suaminya itu. Namun, Ziel menarik tangan perempuan itu dengan cepat, sehingga Shafiqa terjatuh dalam pelukan pria bermata sapphire tersebut.
“Diamlah … mari kita bersenang-senang,” bisik Ziel yang membuat sekujur tubuh Shafiqa meremang.
Pria tampan tersebut mulai melakukan aksinya. Respons malu-malu dan tak biasa dari perempuan miliknya ini, membuat Ziel bingung. Namun, tak dipungkiri, respons Shafiqa membuatnya semakin tertantang.
“Aauuww … sakiiit!” Suara Shafiqa menjeda aksi suaminya.
Pria tampan itu terheran-heran ketika merasakan sesuatu menghalangi aksinya. Namun, hasratnya yang memuncak membuat Ziel terus beraksi. Walau mendengar rintihan istrinya, dia tidak peduli.
“Sayang, kamu benar-benar berbeda malam ini,” puji Ziel terus-menerus.
Sementara itu, Shafiqa hanya bisa pasrah dan mulai menikmati perlakuan suaminya ini. Semakin lama, Ziel merasa tubuh istrinya akan menjadi candu yang setiap saat ingin dinikmatinya.
****
Tepat pukul 11 siang, Ziel sudah terbangun karena ingin buang air kecil. Setelah menuntaskan hajatnya dia kembali ke pembaringan. Dilihatnya tubuh polos istrinya yang meringkuk kedinginan karena selimut yang dia kenakan tertarik oleh dirinya tadi sewaktu bangkit dari tempat tidur. Dia menatap tubuh putih mulus bak pualam itu dengan tatapan penuh gairah. Sama sekali tidak ada cacat yang membuat sakit matanya.
Hanya satu tahi lalat kecil yang berada di atas pantat bagian kanan yang sekal dan membuat Azriel membelainya dengan gemas.
“Hai … kamu sepertinya tidak rela jika tubuh wanitaku terlihat mulus tanpa cela, ya,” ucapnya dengan konyol sambil mengusap tahi lalat kecil tersebut.
Ziel bermaksud membenahi letak selimut istrinya, tetapi justru hal itu malah membuat Shafiqa terbangun lalu menggulung tubuh mulusnya dengan selimut yang dikenakan.
Perempuan itu bangkit menuju kamar mandi. Tanpa sengaja, netra sapphire pria itu menangkap bercak darah yang mengering di atas sprei putih tempat mereka memadu kasih semalam.
“Darah apa itu?” Ziel tanpa jijik memegang dan mendekatkan pada indera penciumannya.
Dia lalu berdiri dan berjalan ke arah kamar mandi dengan membawa sprei yang telah kumal tersebut. Tepat pada saat yang sama pintu kamar mandi terbuka dan Shafiqa muncul dengan raut keheranan.
“Apa ini darah perawan? Tapi, milik siapa? Aku dan Shafira sudah pernah melakukannya di klub malam! Hei, siapa kamu sebenarnya? Jangan membuatku kehilangan kesabaran!” Suara Ziel benar-benar mengerikan.
"Jelaskan! Siapa kausebenarnya?“"Sungguh … aku tidakbermaksud menipumu. Aku hanya … ah, bahkan, aku tak punya kuasa atas dirikusendiri,” sahut Shafiqa dengan suara bergetar.“Apakah benar itu darahkeperawananmu? Tolong jawab dengan jujur,” pinta suara Ziel dengan suaratercekat. Tak ada sahutan dariperempuan yang semalam telah membuat dirinya bagai candu untuk pria tampan itu.Akan tetapi, anggukannya telah memberi sebuah jawaban untuk Ziel. Shafiqa masihberdiri dengan tubuh gemetaran. Perlahan pria itu menghampirinya dan membawanyadalam pelukan hangatnya.Suara isakannya laluterdengar bagai sebilah pisau yang menyayat hati Ziel. Kemarahannya yangmeledak-ledak seketika luruh bagai disiram kristal bening perempuan itu. “Ceritakan semua dariawal, agar aku tidak salah mengambil keputusan selanjutnya,” ujar Ziel denganbijaksana.Perempuan itu melepaskanpelukannya lalu berjalan sedikit mundur. Ziel mengulurkan pakaian seadanyauntuk menutupi tubuh bugilnya. Setidaknya itu le
"Syukurlah … kamu memang bisa diandalkan, Shafiqa. Kakak jadi makin sayang ma kamu," gumam Shafira sambil menutup panggilan teleponnya. Shafira tampak turun dari pembaringan yang sudah carut-marut tidak karuan. Bentuknya sudah ngalah-ngalahin kapal pecah. Dengan tubuh telanjang, gadis itu beranjak menuju kamar mandi hotel. Dia ingin membersihkan tubuhnya yang sudah bercampur keringat dan cairan kenikmatan teman lelakinya. Terutama di bagian intim miliknya. Rasanya lengket dan bikin dirinya tampak gerah. Tanpa banyak membuang waktu dia pun bergegas mandi. Dia ingin segera beristirahat di rumah. Setengah jam kemudian, gadis itu tampak sudah keluar kamar mandi hanya dengan mengenakan bathrobe yang disediakan pihak hotel."Hei … baru kutinggal sebentar ternyata kamu sudah bangun, Cantik. Mana sudah wangi lagi. Bikin aku jadi ingin menyentuhmu," ujar Prayoga-lelaki yang sejak semalaman membooking Shafira.Shafira mencoba menepis tangan pria itu dengan halus. Tubuh
“Mengapa Nani tidak memberitahuku sebelumnya? Pikirnya gampang apa mempresentasikan produk kita yang cukup rumit tersebut?” Ziel terlihat begitu geram dan uring-uringan.“Mmm … maaf pak, kalau Bapak berkenan biar saya yang menggantikan tugas Nani,” ucap Bimo. Ziel hanya mengalihkan atensinya sejenak ke arah bawahannya tersebut, tetapi sebentar kemudian beralih pada setumpuk berkas yang harus dipresentasikan di hadapan rekan bisnisnya nanti. Pria tampan itu menyugar surainya yang berwarna sedikit pirang.“Ada masalah apa, Mas?” tanya Shafiqa menghampiri suaminya.Ziel masih bergeming tidak menghiraukan pertanyaan suaminya tersebut. Bimo tampak takut-takut menjawab pertanyaan bos perempuannya itu.“Nani-sekretaris Bapak mengundurkan diri hari ini, Bu. Padahal hari ini ada pertemuan penting dengan Pak Prayoga pemilik PT. Air Lancar,” terang Bimo.“Mengapa Nani keluar mendadak Pak? Apa sebelumnya tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu?” Shafiqa melontarkan pertanyaan ke Bimo.“Nani dipa
Prayoga tampak kesal sekali. Dia segera menyeret langkahnya meninggalkan PT. Albiru dengan kondisi muka lebam. Ziel sendiri yang masih nampak tidak terima dengan perkataan Yoga tadi kembali mendaratkan satu bogemnya sebelum pria itu benar-benar meninggalkan kantornya.Bimo sama sekali tidak menghentikan kebrutalan Ziel. Sebagai seorang lelaki yang membela istrinya sudah sepantasnya Ziel melakukan hal itu.“Apakah perlu kita mengadukan masalah ini, Pak? Karena tadi itu sudah termasuk pencemaran nama baik!” Bimo mengemukakan pendapatnya.Ziel bergeming di tempatnya dengan Shafiqa yang masih memeluknya. Perempuan cantik itu tampak ketakutan sekali.“Aku takut bertemu dengannya lagi, Mas. Pasti dia mengira aku adalah Shafira,” kata Shafiqa dengan bibir bergetar.“Maksud Bu Shafiqa bagaimana? Kalau boleh saya tahu?” sela Bimo dengan pandangan kebingungan.Sepasang suami-istri itu hanya bisa saling menatap dengan memberi sebuah isyarat agar keanehan yang terjadi hari ini cukup mereka berdua
Mira terbangun dengan rambut yang masih awut-awutan. Wanita berusia 45 tahun itu keluar kamarnya lalu menuju meja makan dengan ponsel dalam genggamannya. Sedari tadi dia tampak senyum-senyum sendiri. Tina-asisten rumah tangganya memperhatikannya dengan raut tidak suka. Netra Mira sekilas menangkap masakan beraneka ragam sudah tersedia di atas meja makan. Bahkan, mie ayam kecap kesukaannya pun sudah terhidang di sana. ‘Tumben si Tina rajin banget,’ pikirnya. Tangannya masih berbalas pesan dengan seseorang di seberang sana. Bibirnya tak henti menyunggingkan seulas senyum iblisnya. “Tin, ambilin minum!” titahnya kepada Tina yang nampak masih sibuk mengeluarkan cucian dari mesin cuci. “Bentar ya, Nyah. Lagi nanggung nih, mumpung cuaca lagi panas. Saya mau jemur cucian dulu,” jawab Tina dengan entengnya. Netra Mira melebar mendengar penolakan pembantunya tersebut. “Saya bilang ambilkan minum, ya kerjakan!” seru Mira dengan menggebrak meja di hadapannya. Tina menghela napas kesal
“Jadi perempuan itu sekarang ikut bekerja di perusahaan, Ziel. Tante tidak bisa bayangkan kalau pada akhirnya Ziel benar-benar takluk di tangan istrinya,” keluh Mira kepada Bianca. Wanita itu sengaja mengajak Bianca bertemu untuk mendukung aksinya kembali. Mira mengetahui bahwa, dirinya tidak akan mampu mengendalikan Ziel dengan tekanan darinya. Sekuat tenaga Mira berusaha mempengaruhi Bianca agar mau diajak bekerja sama. Bianca sendiri nampaknya masih mempertimbangkan keinginan Mira. Gadis itu sedari tadi tampak berpikir keras bagaimana dia sendiri bisa mendapatkan simpati mantan kekasihnya tersebut. Lebih tepatnya menaklukkan orang yang disukainya. “Lalu aku harus bagaimana, Mira?” Bianca memang tidak terbiasa menambahkan embel-embel tante di depan nama Mira meskipun Bianca lebih cocok jadi anaknya ketimbang jadi sahabatnya. “Kamu memang gadis yang cerdas, Bia! Aku tidak sia-sia mendatangimu. Aku yakin rencana kita ini pasti berhasil.” Mira terlihat begitu antusias. “Asal kam
“Rupanya begini kelakuanmu di luaran ya? Ini yang kamu bilang bekerja. Bisa-bisanya keponakanku memperistri perempuan sepertimu. Oh, mungkin memang pekerjaanmu menjual selang–”“Jangan bersikap kurang ajar! Aku sama sekali tidak mengenalmu. Jadi jangan coba turut campur urusanku!” potong Shafira sambil menjambak rambut Mira yang bergelombang tersebut.Mira merasa sedikit aneh ketika gadis yang dia kira Shafiqa itu tidak mengenalinya. Berbeda dengan Shafira yang langsung tanggap dengan keadaan. “Kamu memang menantu sialan! Lepaskan rambutku!” pinta Mira dengan sengit. Bibir perempuan itu menggeram kesakitan merasakan jambakan Shafira pada rambutnya. Sementara Bianca malah asyik mengambil video kedua perempuan yang tengah bertikai itu. Bianca tersenyum puas ketika mengetahui Mira tengah ditindas gadis cantik yang disangkanya Shafiqa.“Aku akan mengadukan kelakuanmu pada keponakanku, biar dia sekalian menceraikanmu!” ancam Mira kepada Shafira.Shafira tersenyum sinis, “Adukan saja dan
Di kediaman keluarga Iskandar …."Berikan aku uang!" hardik Iskandar kepada Camilla, istrinya."Cepat berikan uang itu, Mila! Sebelum hilang kesabaranku!" teriak Iskandar dengan bersungut-sungut.Mila masih tetap tidak peduli. Perempuan itu masih berkutat dengan alat make up-nya. Siang nanti, dia berencana menemani pejabat besar yang baru datang dari kota. Pekerjaan Mila adalah wanita penghibur. Namun, Iskandar tidak tahu akan hal itu.Iskandar terlihat tidak sabaran. Dia berdiri lalu menghampiri Camila yang masih berjibaku dengan make up-nya. Tiba-tiba saja lelaki itu sudah menendang tubuh Camila. Tak hanya itu, tangannya turut mengobrak-abrik peralatan kosmetik istrinya."Praankk ….""Bruukk …."Semua berhamburan dalam waktu sekejap. Tubuh kurus Camila jatuh tersungkur tepat mengenai bibir pembaringannya. Tangan kurus itu mengusap dahinya yang berdarah."Dasar lelaki tak berguna! Kenapa tidak kamu ceraikan aku saja?!" teriak Camila dengan suara yang menyayat."Apa katamu? Cerai? Jan