Gretta menatap Darwin tak habis pikir. "Sayang apa maksudmu?"
"Tujuanku mengundang Sehan untuk makan malam di sini, aku ingin memberikan kabar baik untuk kita semua. Aku akan memberikan sebagian saham yang ku punya di perusahaan Atharya, untuk Liona."Mata Gretta melotot tak terima. Bagaimana bisa Darwin memutuskan sepihak begitu saja tanpa mendiskusikannya lebih dulu dengannya? Bahkan saham yang sangat Gretta harapkan jatuh pada Aoura justru dengan mudahnya Darwin berikan pada Liona."Kau akan membantu keuangan perusahaan Atharya jika Liona mendapatkan sebagian saham di sana kan?" tanya Darwin memastikan.Tanpa pikir panjang, Sehan mengangguk meyakinkan sang ayah mertua. "Tentu saja. Aku senang mendengarnya, walau masih sebagian kecil Liona mendapatkan saham di sana. Akan lebih baik jika Liona memegang saham tertinggi bukan?""Apa kau sedang menghasut ayah?" kini Aoura ikut bersuara. Dia tak tahan mendengar Sehan terus memanfaatkan keadSetelah sampai rumah, Liona langsung memasuki kamarnya. Dia meletakkan tas yang sejak tadi dia bawa ke atas meja, lalu duduk di sisi kasur sambil merenung."Kapan ayah akan mengatakan jujur padaku jika aku adalah anak kandungnya?"Liona menghela nafas pelan. Setiap di dekat Darwin dia selalu ingin bertanya, kenapa ayahnya harus berbohong padanya? Kenapa dia harus diakui anak adopsi? Apa sebenarnya yang membuat Darwin tega melakukan semua itu?"Liona, kau sudah tidur?"Liona menoleh, saat dia mendengar suara sang suami dari balik pintu kamarnya. Dia kemudian menyahut, "masuklah aku belum tidur."Pintu kamar itu akhirnya terbuka, Sehan mulai menghampiri dan duduk di sisinya. Sesaat, dia memperhatikan wajah perempuan itu yang tampak lesu setelah pulang dari rumah ayahnya. Membuat Sehan khawatir."Apa yang kamu bicarakan pada ayahmu tadi?""Aku tau, kakek tidak mengidap demensia. Dia hanya diancam ibu agar tidak mau bertemu
Pukul tiga dini hari, Sehan terjaga dari tidurnya. Dia menoleh dan mendapati sang istri masih terlelap di sampingnya. Dengan berhati-hati tanpa berniat mengusik tidur Liona, Sehan mulai beringsut duduk. Dia merenggangkan kedua tangannya yang terasa kaku. Lalu, Sehan kembali menoleh dan memperhatikan wajah sang istri dengan seksama. "Cantik sekali," ucap Sehan pelan. Ini bukan pertama kalinya Sehan terpukau dengan paras cantik Liona, hampir setiap detik dia selalu kagum dengan kecantikan sang istri. "Bagaimana bisa aku selalu merasa jatuh cinta setiap melihatnya?"Sehan tak habis pikir, dia begitu sangat mencintai perempuan itu. Perlahan tangannya terulur, merapikan anak rambut Liona yang berantakan menutupi sebagian wajah cantik perempuan itu. Mendadak Sehan jadi penasaran. "Siapa perempuan yang telah melahirkanmu Liona? Seharusnya aku bisa berterimakasih padanya karena telah melahirkanmu. Tapi sayang sekali, aku belum sempat bertemu dengannya
Mata Sehan menatap Liona dengan sorot serius setelah mendengar kenyataan tersebut. Dia bisa melihat ada banyak pertanyaan yang telah disembunyikan perempuan itu dari sorot matanya. "Aku selalu berusaha mengingatnya, tapi sepertinya amnesia yang ku alami karena kecelakaan itu cukup parah. Bahkan aku tidak ingat tentang kecelakaan itu." Liona menghela nafas berat. "Andai ingatan itu kembali, mungkin aku mengetahui semuanya. Kenapa ayah menyebutku anak adopsi? Kenapa aku bisa berada di panti asuhan? Apa sebenarnya yang terjadi hingga membuat orang tua ku membenciku?"Sehan diam, berpikir sejenak. "Apa ... kamu ingat siapa yang mengantarmu ke panti asuhan?"Liona menggeleng lemah. "Aku tidak ingat, sepertinya aku diberi obat tidur setelah keluar dari rumah sakit. Dan saat aku bangun tidur, tiba-tiba aku sudah berada di panti asuhan. Tapi kata ibu panti, seorang laki-laki tua berumur sekitar lima puluhan mengantarku ke sana. Tidak mungkin jika itu ayah, pasti
Langkah Liona semakin cepat, menyusuri setiap koridor di rumah sakit. Pikirannya tak bisa tenang saat mengetahui kabar bahwa ayahnya tiba-tiba dilarikan ke rumah sakit, entah apa penyebabnya.Hingga tiba di depan sebuah ruang rawat, Liona menghentikan langkahnya. Dia ingin langsung masuk ke ruangan itu, dia tau itu adalah ruang rawat ayahnya. Namun beberapa bodyguard berbadan kekar menghalanginya."Saya Liona, biarkan saya bertemu dengan ayah saya.""Ibu anda melarang semua orang masuk, termasuk anda."Mata Liona membulat. Dia semakin khawatir, apa yang telah Gretta lakukan pada Darwin?"Ayah anda juga sudah membaik, jadi anda tidak perlu melihatnya."Liona menggeleng tak percaya. Dia tetap bersikeras, memaksa untuk masuk ke dalam. Walau para bodyguard itu terus mendorongnya untuk menjauh dari sana, namun Liona terus memberontak."Ayah! Ini aku Liona! Aku ingin bertemu dengan ayah!"Pintu terbuka, menghentikan s
Gretta yang baru sampai langsung menghentikan langkahnya di depan ruang rawat sang suami, untungnya dia belum sempat menunjukan diri. Setelah mendapat telepon dari Bodyguardnya bahwa Liona menemui Darwin di rumah sakit, Gretta dengan segera menghampiri. Belum sempat masuk ke ruangan itu, dia justru mendengar ucapan Liona barusan. Kakinya seketika gemetar lemas. 'Dari mana anak itu tau bahwa dia anak kandung Darwin?'Gretta berusaha mengintip suasana di dalam ruangan tersebut lewat celah pintu yang sedikit terbuka. Dia bisa melihat raut wajah Darwin saat ini, suaminya itu tengah menatap Liona dengan sorot terkejut.'Darwin jangan katakan apapun pada anak itu!' Gretta menatap suaminya dengan sorot penuh harapan. Dia tak boleh langsung masuk dan ikut ke sana, itu bisa membuat semuanya semakin kacau. Tapi dia juga takut, bagaimana jika Darwin akan mengatakan alasan dia membenci Liona? 'Ini belum saatnya Liona mengetahui yang sebenarnya. Se
Setelah berhasil membuat Liona sedikit lebih tenang, Sehan langsung membawa perempuan itu pulang. Sesampainya di rumah, Sehan langsung membantu Liona duduk di sofa ruang tengah. Dia menatap wajah Liona yang masih memancarkan raut sedih. Sehan tau saat ini Liona tengah terluka, tapi karena apa? Sehan masih penasaran, apa yang terjadi saat Liona di sana tadi? Bahkan Liona sama sekali belum menceritakan padanya. Namun Sehan juga tak mau memaksa, dan membiarkan Liona menenangkan diri lebih dulu.Laki-laki itu kemudian duduk di samping Liona. Andai Sehan bisa datang lebih cepat, atau Liona mau menunggunya dan datang ke sana bersama. Mungkin semuanya tidak akan seperti ini. "Apa ... ibu ada di sana?" tanya Sehan dengan hati-hati. Dia memperhatikan wajah Liona dengan seksama, sambil berusaha menebak apa yang telah dialami perempuan itu.Liona menggeleng lemah. "Baiklah, tenangkan dirimu lebih dulu. Apa kamu ingin minum teh
Di sebuah bangunan tua, wanita paruh baya berjalan dengan langkah mantap menelusuri setiap lorong sunyi tersebut. Hingga langkahnya terhenti di depan sebuah ruang yang dijaga oleh dua orang satpam, dia memberikan isyarat kepada dua satpam di hadapannya.Dua satpam itu dengan segera membuka pintu ruangan di hadapan Gretta. Seorang pria berperawakan kurus tinggi, dengan beberapa luka bakar di sebagian tubuhnya, berjalan sempoyongan keluar dari dalam ruang tersebut. Dia mengucek matanya, saat silau cahaya lampu menyapa pandangannya. "Aku masih ngantuk, kenapa kau datang ke sini?" tanya pria tersebut sambil menguap lebar."Aku mempunyai tugas lagi untukmu, Matt."Pria bernama Matt tersebut mengangkat satu alisnya, menatap Gretta penasaran. "Apa?"Gretta memberikan selembar foto pada Matt, pria itu menerimanya dan memperhatikan foto seorang perempuan yang baru saja diberikan Gretta padanya. Matt tampak bingung, ini pertama kali dia
"Sudah baikan?" tanya Sehan memastikan.Liona baru saja bangun tidur. Sehan sudah berada di sampingnya, laki-laki itu duduk di sisi kasur menunggu Liona bangun."Kamu sejak tadi di sini?"Sehan mengangguk mengiyakan, mungkin Liona juga tidak sadar bahwa Sehan juga tidur di sampingnya tadi malam. Karena khawatir dengan kondisi sang istri, Sehan tidak tega meninggalkan perempuan itu tidur sendirian. Liona mulai beringsut duduk. "Apa kamu ingin makan bubur? Jika kamu mau, aku akan membelikannya di luar sebentar."Liona tak mau merepotkan sang suami. Dia lalu menjawab, "aku makan seadanya saja yang ada di rumah."Sehan mengangguk paham. "Tapi bahan-bahan di rumah habis, jadi aku tidak bisa membuatkan makanan untukmu. Jadi kita beli makanan di luar saja ya?"Liona mengangguk menurut. "Baiklah."Sehan kemudian berdiri dari duduknya. "Aku akan membeli makanan di luar, kamu tunggu sebentar ya."Liona