Malam harinya, setelah selesai makan malam. Sehan dan Liona langsung kembali ke kamar mereka, diantar oleh dua pelayan atas permintaan Joana. Karena kamar mereka berada di lantai dua, Joana takut Sehan akan kesulitan saat menaiki tangga dikondisinya yang sekarang. Jadi Joana meminta dua orang pelayan untuk memastikan Sehan tak akan kenapa-kenapa sampai kamar.
Hingga sampai di depan pintu kamarnya, Sehan menghentikan langkahnya. Dia lalu berucap pada dua pelayan tersebut, "sampai sini saja. Sekarang kalian bisa kembali mengurus pekerjaan kalian yang lain."Pelayan itu mengangguk menurut, lalu pergi setelah mendapat ijin dari sang tuannya."Liona, sebenarnya aku merasa sedikit tidak nyaman tinggal di sini. Apa pun yang ingin aku lakukan, nenek selalu meminta para pelayan menemaniku," ucap Sehan mengadu pada sang istri tentang apa yang dia rasakan sejak pertama memasuki rumah itu. Sehan menghela nafas kasar. "Lebih nyaman di rumah kita, bukan?"LionKe esok harinya ...Liona yang baru selesai mandi, memutuskan untuk membangunkan sang suami yang masih tertidur. "Sehan," panggil Liona, sambil mengundangkan tubuh sang suami dengan pelan. Mata Sehan perlahan terbuka. Dia berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk pada pandangannya, sebelum akhirnya menatap Liona yang berdiri di samping tempat tidur."Kamu sudah bangun?" tanya Sehan, sambil mengucek matanya yang masih terasa berat untuk dibuka. Liona mengangguk membenarkan. Sejak tadi malam dia memang sulit untuk tidur, paling hanya memejamkan mata dua atau sampai tiga jam, dan akhirnya memutuskan untuk bergadang. Tapi Liona tak mau memberitahu pada Sehan tentang hal itu, karena takut Sehan akan khawatir dengannya. Sehan kemudian beringsut duduk, sambil memegangi bagian luka di perutnya yang masih terasa sedikit kaku. Liona membantunya saat melihat Sehan kesulitan untuk duduk."Apa lukanya
Setelah selesai membersihkan diri, kini Sehan duduk di sisi kasur. Liona sudah mengatakan pada Sehan jika dia ingin mengganti perban luka di perut laki-laki itu. "Bukalah bajumu," pinta Liona saat sudah berjongkok di hadapan sang suami. Laki-laki itu menurut, lalu mengangkat bagian depan bajunya hingga memperlihatkan sebuah jahitan di bagian perut Sehan. "Perban yang sebelumnya sudah ku lepas setelah selesai mandi tadi," ucap Sehan menjelaskan pada sang istri. Liona mengangguk mengerti. Dengan berhati-hati, dia kembali menutupi bekas jahitan itu dengan perban baru. "Tadi saat kamu mandi, ada pelayan datang membawakan obat-obatan dan perban ini. Dia mengatakan bahwa nenek menyuruhnya untuk mengganti perbanmu.""Benarkah?" tanya Sehan memastikan. "Lalu, kemana dia sekarang?"Pertanyaan Sehan barusan justru membuat Liona menatapnya tidak suka. Dia sedikit menambah tenaganya saat menempelkan perban di perut sa
Sehan kemudian menghela nafas pelan. Lalu menjawab semua kekhawatiran orang-orang di sana dengan percaya diri."Jika Sehan merasa kondisi Sehan sudah membaik dan mampu mengerjakan sesuatu yang Sehan anggap bisa, maka Sehan akan melakukannya. Nenek, mama, dan juga Liona. Tolong jangan khawatirkan aku."Sandra dan Joana hanya bisa pasrah. Sedangkan Liona hanya menatap sang suami dengan sorot khawatir. Dia juga jadi ingat dengan ucapan Sehan malam tadi, yang berencana untuk menemui Gretta."Galen, kau sendiri sepagi ini sudah rapi. Mau kemana?" tanya Joana mengalihkan pembicaraan pada cucunya yang satu lagi. Laki-laki yang sejak tadi duduk di kursi roda, menikmati makannya, kini mulai menatap Joana. Dia lalu menjawab, "ada urusan penting yang harus Galen kerjakan di perusahaan.""Kamu akan ke sana sendiri?" tanya Sandra yang kini ikut penasaran. "Tidak ma. Galen akan membawa satu pelayan di rumah ini agar bisa membantu Galen mengg
Sesampainya di perusahaan Wiratama. Sehan mendorong kursi roda Galen, berjalan menuju ruang presdir Wiratama. Beberapa karyawan yang berpapasan dengan mereka menyapa dengan sopan, dan menanyakan kondisi Galen dan Sehan. Tentu kejadian satu Minggu lalu yang terjadi pada mereka sudah menyebar diberbagai sosial media, dan telah menjadi kekhawatiran bagi beberapa orang yang menyayangi Galen dan Sehan. Termasuk karyawan Wiratama group.Hingga Sehan menghentikan langkahnya, tepat saat dirinya dan Galen bertemu dengan Reno. "Selamat pagi pak. Bagaimana keadaan pak Galen dan pak Sehan?" tanya Reno dengan sopan. Dia juga sudah tau bahwa Sehan dan Galen mengalami semua itu karena ulah ibu dari perempuan yang dia cintai. Jujur, sebenarnya Reno malu. Tapi dia juga tak tau apa-apa untuk menghentikan Gretta. "Kami sudah baik," jawab Galen sambil membalas senyum Reno. Sedangkan Sehan justru menghela nafas pelan. Dia lalu bertanya, "bagaimana respon
Pintu kamar terbuka, Liona yang saat itu sedang menyisir rambut di depan kaca menoleh sesaat.Sehan tersenyum, lalu menutup pintu kamarnya kembali. Mereka baru saja menyelesaikan makan malam bersama keluarga yang lain, namun setelah selesai Liona langsung ke kamar, sedangkan Sehan masih berbincang dengan Joana dan Galen. "Sudah selesai berbicara dengan nenek dan kak Galen?" tanya Liona memastikan. Sehan mengangguk mengiyakan. Perempuan itu menatap cermin dan melanjutkan menyisir rambutnya. Sehan melangkah menghampiri, lalu memeluk pinggang Liona dari belakang. Sesekali memberikan usapan kecil pada perut buncit sang istri. Membuat Liona seketika menghentikan kegiatannya untuk menyisir rambut. Dia menatap wajah Sehan melalu cermin di hadapannya, senyum bahagia masih terukir di bibir laki-laki itu. Membuat Liona yang menatapnya juga ikut senang."Sepertinya setelah kamu sadar dari koma, kehidupan ini sangat menyenangkan untuk kita berdua.
Seperti apa yang Liona katakan tadi malam. Perempuan itu akan mengajak suaminya ke suatu tempat, pagi ini.Namun sebelum menuju tempat yang Liona maksud, perempuan itu meminta Sehan untuk singgah lebih dulu ke rumah Reno. Sehan tau apa maksud tujuan Liona menemui Reno dan Aoura.Hingga sesampainya di sana. Sehan mengetuk pintu sebuah kontrakan sederhana yang dia singgahi bersama sang istri. Tak lama kemudian, seorang laki-laki keluar dari kontrakan tersebut.Laki-laki itu menatap Sehan dan Liona dengan sorot terkejut. "Pak Sehan? Liona?""Pagi Reno. Apa kedatangan kami menganggu waktumu saat ini?"Reno tak langsung menjawab. Dia justru berpikir sejenak, sambil berusaha menebak apa tujuan sepasang suami istri tersebut datang ke tempat tinggalnya. Terakhir Sehan dan Liona datang ke sana, untuk bertemu dengan Aoura. "Pak Sehan datang sepagi ini ke rumah saya, tentu membuat saya cukup terkejut. Tapi kedatangan pak Sehan sa
Aoura mengarahkan pandangannya pada Sehan sesaat. Tampak terkejut setelah mendengar pertanyaan Sehan barusan. Aoura lalu menatap Reno, meminta penjelasan. Reno paham apa maksud Aoura. Dia menghela nafas pelan sesaat, lalu menjelaskan, "aku sudah mengatakan semuanya pada pak Sehan.""Kenapa kau memberitahu banyak orang?""Pak Sehan adalah orang penting di tempatku bekerja, tidak mungkin aku tidak akan mengundangnya di pernikahan kita," jelas Reno berusaha membuat Aoura paham."Jadi, apa kau tidak berniat untuk mengundangku?" tanya Sehan pada Aoura. Perempuan itu hanya diam. Sehan lalu mengimbuhkan, "jika Reno menikah tanpa memberitahu atasan di perusahaannya, maka dia tidak akan mendapatkan hadiah istimewa dari perusahaan."Aoura menatap Sehan dengan sorot berbinar. Tentu saja saat mendengar kata 'hadiah' suasana hatinya seketika berubah senang. "Benarkah? A-aku pasti akan mengundangmu Sehan."Reno menghela nafas pelan.
Setelah pergi dari rumah Reno, Sehan dan Liona kembali melanjutkan perjalanannya. Kini mobil yang Sehan kemudikan telah sampai di depan gedung hotel Wiratama, seperti apa yang Liona minta. Entah, Sehan belum mengerti kenapa istrinya mengajaknya ke sana. "Apa yang sebenarnya kamu rencanakan Liona?" tanya Sehan yang semakin penasaran. Namun Liona masih tak mau menjawabnya, perempuan itu hanya tersenyum saja. Liona kemudian keluar lebih dulu dari mobil, Sehan hanya mengikutinya. Hingga mereka memasuki gedung tersebut, dan Sehan terus mengikuti Liona dari belakang. Perempuan itu berjalan menuju restoran yang ada di lantai dua hotel tersebut. Hingga sampai di salah satu kursi pengunjung yang terletak di dekat jendela kaca gedung tersebut, Liona menarik Sehan dan memaksa laki-laki itu untuk duduk di sana. Sehan yang sejak tadi masih kebingungan, hanya menurut mengikuti apa yang sang istri lakukan padanya. Setelah Sehan duduk di s