Setelah mobil yang dia tumpangi sampai di depan halaman rumah Darwin, Liona tak langsung keluar. Dia menoleh, menatap sang suami di sampingnya sesaat dengan raut cemberut.
"Kamu yakin akan pergi menemui Matt tanpa aku?" tanya Liona sekali lagi.Di sepanjang jalan menuju rumah Darwin, pertanyaan itu terus Liona ajukan pada sang suami. Sehan yang mendengarnya hanya bisa menghela nafas sabar. Laki-laki itu menoleh, dan mengukir senyum meyakinkan. Membuat wajah Liona semakin cemberut karena jawaban Sehan yang lagi-lagi telah mengecewakannya."Liona. Ayahmu telah melihatmu tumbuh dengan rasa kebencian karena kesalahpahaman. Melihat cara ayah meminta maaf padamu kemarin, aku yakin ayah benar-benar sangat menyesalinya. Pasti ayah ingin mengulang waktu-waktu yang telah berlalu, dan memperbaikinya satu-persatu menjadi lebih baik bersamamu. Namun sayangnya waktu tidak bisa diputar kembali. Sekarang, ayahmu sudah tidak membencimu. Apa kamu tidak ingin menghabiskanLiona meletakkan secangkir teh hangat di atas meja depan ayahnya. Lalu dia ikut duduk di kursi samping Pria itu."Liona datang terlambat, andai saja tadi Liona datang lebih pagi pasti sempat membuatkan sarapan untuk ayah."Darwin terkekeh pelan. "Tidak perlu Liona. Ayah sudah membeli sarapan tadi bersama kakekmu. Oh iya, ayah baru tau jika kamu bisa masak."Liona diam sesaat. Mungkin Darwin juga tidak akan pernah tau bahwa Liona sempat mengalami trauma terhadap makanan karena ulah Gretta. Tapi untuk hal itu, Liona tak ingin menceritakannya pada Darwin. Takut membuat Darwin justru semakin merasa bersalah."Liona baru bisa memasak akhir-akhir ini. Mama Sandra yang mengajari Liona memasak.""Benarkah?"Liona mengangguk antusias. Dia lalu bercerita, "saat pertama Sehan memperkenalkan Liona kepada keluarganya. Aku pikir keluarganya bersikap angkuh padaku. Tapi ternyata dugaan Liona salah, mereka menyambut Liona begitu hangat. Liona ma
Liona meraih lengan Darwin, menggenggamnya membuat Darwin menghentikan ceritanya. Liona tak ingin membuat sang ayah terus merasa bersalah, karena Liona tau bahwa ayahnya tidak sepenuhnya salah. Tapi Gretta lah yang membuat semuanya jadi seperti ini."Melihat ayah sudah mengetahui yang sebenarnya bahwa Liona tidak bersalah, itu sudah membuat Liona bahagia. Dan selama ini Liona tidak pernah melihat ayah menyayangi Liona dengan tulus karena keberadaan Gretta, maka dari itu bolehkah Liona minta kasih sayang dari ayah mulai hari?"Darwin kembali tertegun dengan permintaan sang putri. Membuatnya hampir menangis haru. Dengan senang hati, Darwin mengangguk menyetujui permintaan sang anak.Liona memeluk sang ayah, Darwin membalas pelukan putrinya. "Ternyata begitu rasanya dipeluk oleh seorang ayah," ucap Liona sambil mengukir senyum haru. Ini adalah pertama kalinya Liona merasakan pelukan dari sang ayah. Tak lama pelukan mereka akhirnya terlepas
Hari ini Atharya telah mengumumkan di depan para pemegang saham lainnya, bahwa Liona kini termasuk bagian dari pengelola perusahaannya. Atharya telah menyerahkan separuh sahamnya untuk sang cucu, hal ini membuat Liona memiliki wewenang di perusahaan tersebut.Setelah rapat selesai. Kini tertinggal Liona, Darwin dan Atharya yang masih berada di ruang rapat. "Aku tidak menyangka setelah ku tinggalkan cukup lama perusahaan ini justru di ambang kebangkrutan. Aku harap dengan adanya Liona sekarang, kau bisa membantuku dan ayahmu Liona."Liona mengangguk, mengiyakan ucapan sang kakek. Dia lalu beralih menatap Darwin. "Ayah, aku ingin menjelaskan sedikit mengenai ucapan Sehan waktu itu. Sehan mengatakan pada ayah dia bisa membantu perusahaan ini asalkan Liona memiliki posisi penting di sini. Sebenarnya maksud Sehan mengatakan itu, karena tak ingin perusahaan ini sepenuhnya dikuasai oleh ibu Gretta. Karena Sehan tau, ibu Gretta bukan orang baik."Darwin
Waktu sudah menunjukan pukul tujuh malam. Suara pintu utama terbuka, membuat Liona yang sejak tadi duduk di ruang tengah dengan pikiran gelisahnya, tertegun. "Sehan?" Liona berdiri, menyambut kedatangan sang suami. Sebelumnya Liona sudah mengirimkan pesan pada laki-laki itu jika dirinya tadinya pulang diantarkan Darwin, jadi Sehan tak perlu menjemputnya di rumah Darwin. Sehan lalu berjalan menghampiri sambil menghela nafas berat. Membuat Liona mulai menerka. "Kamu tidak berhasil menemukan ibu?" Sehan mengangguk lemah. "Entah di mana saat ini Gretta bersembunyi. Matt sudah memberitahuku tempat-tempat yang biasanya didatangi oleh Gretta, tapi kami sampai sekarang belum bisa menemukannya. Sepertinya Gretta sudah tau, jika saat ini aku sedang mencarinya." Liona mengangguk paham. Dia juga tak bisa terus memaksa Sehan untuk segera menemukan keberadaan Gretta. "Sehan, tidak perlu terbu
Pagi hari itu, di sebuah apartemen modern. Waktu sudah menunjukan pukul tujuh pagi, namun Matt masih belum mau meninggalkan alam mimpinya. Tidak ada yang harus dia khawatirkan. Dia adalah seorang pengangguran yang hidupnya sudah sangat tercukupi. Tidak ada pekerjaan yang harus dia lakukan hari ini, jika Sehan tak menelponnya. Jadi Matt hanya ingin menghabiskan waktunya untuk berkelana di alam mimpi.Namun sebuah bel berbunyi, mengusik tidurnya. Perlahan kelopak mata Matt terbuka. Dia menguap lebar sambil merenggangkan kedua tangannya, sebelum akhirnya beringsut duduk.Lagi-lagi bel apartemen itu terus berbunyi, menunjukan bahwa orang yang datang ke apartemennya kali ini tidak sabaran. Matt meraih ponselnya sesaat, tidak ada pesan dari Sehan. Dia yakin jika bos mudanya itu datang ke apartemennya pasti akan menelponnya lebih dulu, tapi ini tidak. "Apa yang datang bukan Sehan?"Karena penasaran, setelah merasa nyawanya kembali terkumpul, M
Selama ini Gretta memang telah salah membuat rencana. Liona tidak akan pernah mati jika Sehan terus berada di sisinya. Bahkan saat Liona kecelakaan di hari pernikahannya dengan Reno, Sehan lah yang diam-diam menyelamatkannya. Sehan juga yang membuat Liona keluar dari penderita yang telah Gretta berikan. Sehan juga yang membantu Liona mencari keberadaan Atharya, sampai semua rahasia Gretta terbongkar. Tanpa Sehan, mungkin Liona sudah lenyap sejak dulu. "Sehan," panggil Liona dengan ragu. Kini mereka berada di teras rumah, Liona mengantar sang suami menuju mobil. Hari ini Sehan kembali ingin ke apartemen Matt untuk melanjutkan pencarian Gretta kemarin. "Kenapa Liona?" tanya Sehan penasaran.Liona menggeleng lemah. "Akhir-akhir ini aku merasa tidak nyaman jauh darimu."Sehan tersenyum gemas. Dia sendiri juga merasa, akhir-akhir ini Liona selalu menunjukan rasa kekhawatiran padanya. Bahkan perempuan itu terlihat ingin s
Setelah mengeluarkan satu-persatu barang-barang di koper Gretta. Sehan akhirnya menyerah, dia kembali berdiri dan menatap Matt yang masih berdiri di sampingnya."Apa kau menemukan sesuatu?" tanya Matt berpura-pura penasaran. Sehan menggeleng pasrah. "Tidak ada apapun. Gretta juga tidak meninggalkan ponselnya." Padahal Sehan sangat berharap ada satu barang di dalam koper itu yang bisa memberinya petunjuk. Sehan kemudian menatap menatap Matt dengan sorot penasaran. "Apa kau pernah menelpon Gretta?""Nomornya tidak aktif, aku sempat menelponnya saat itu."Sehan mengangguk percaya. Dia lalu duduk di sofa yang ada di dekatnya, menghela pasrah. "Kemana lagi kita harus mencari Gretta?""Kita bisa pikirkan dulu di sini, setelah menemukan ide baru kita berangkat mencari Gretta lagi. Bos, aku akan membuatkan teh untukmu sebentar di dapur."Sehan belum memberinya ijin, namun Matt lebih dulu melangkah pergi menuju dapur. Sehan terus memperh
Pandangan Matt mengarah pada Gretta, wanita itu semakin mendekat ke arah Sehan.Dalam hitungan detik, Sehan melepaskan cengkramannya dari kerah baju Matt begitu saja. Matt ambruk ke lantai, sebuah pisau menancap tepat di perutnya. Membuat darah segar keluar dari sana mengotori bajunya, hingga berceceran ke lantai."M-matt?" Mata Gretta membulat takut. Saat menyadari bahwa dia telah menghujamkan pisau di tangannya ke perut Matt. Gretta salah sasaran."Akh, Gretta kenapa kau menusukku?" protes Matt sambil menahan nyeri di bagian perutnya yang begitu menyiksa.Sehan hanya mengukir senyum puas. Ternyata feeling Sehan tepat. Memang dia telah curiga saat perhatian Matt sejak tadi mengarah ke belakang tubuhnya. "Ternyata kau sudah kembali Gretta?"Gretta menoleh, tubuhnya seketika gemetar takut saat melihat senyum bengis terukir di bibir Sehan. Perlahan Gretta melangkah mundur, menjauh dari laki-laki itu. Sehan tak terlihat sedikitpun
Enam tahun kemudian ...Rumah keluarga Wiratama kini tampak ramai. Para tamu undangan mulai berdatangannya, dan banyak anak kecil membawa hadiah.Tepat hari ini, Arsen Wiratama berusia genap lima tahun. Semua orang merayakan ulang tahunya dengan kegembiraan. "Okey, selanjutnya adalah acara potong kue!"Semua anak dan para tamu undangan bertepuk tangan dengan meriah, saat sang MC membacakan urutan acara selanjutnya. "Potong kuenya!""Potong kuenya!"Sorak anak-anak yang ada di sana. Dibantu dengan sang papa dan mamanya, Arsen mulai memotong kue ulang tahun di hadapannya. "Baik, kuenya sudah dipotong. Sekarang, Arsen ingin memberikan suapan pertama kuenya ke siapa ya?" tanya MC membuat semua orang di sana jadi penasaran tak sabar. Arsen menoleh ke kenan dan kirinya sesaat, mulai bingung."Arsen pasti ingin memberikan suapan pertama pada mama kan?" bisik Liona berusaha merayu putra kecilnya te
Ke esok harinya, Sehan dan Galen duduk di jok belakang mobil. Sedangkan Dua pria berbadan kekar kekar duduk di jok depan mereka, dan satu pria itu mengemudikan mobil.Di depan mobil mereka, juga ada satu mobil lain yang menunjukan arah sekaligus mendampingi Sehan dan Galen.Setelah cukup lama, mereka telah sampai di sebuah bangunan beton yang tampak kusam. Menuju ke sana memerlukan waktu hampir tiga jam, letakkan memang sangat jauh dari pusat kota.Dua bodyguard yang ada dalam mobil tersebut keluar lebih dulu, lalu berdiri di sisi mobil, dan mengawasi sekitarnya.Sehan tak langsung keluar, dia menoleh ke samping, menatap sang kakak. "Kak Galen tidak mau menemuinya bersamaan langsung denganku?"Galen menggeleng. "Aku akan berbicara dengannya setelah kau selesai. Aku hanya ingin memarahinya karena sudah berani membuat kakiku tidak berfungsi, sedangkan kamu pasti banyak hal yang ingin dibicarakan bukan?"Sehan mengangguk m
Di sebuah gedung besar, sebuah pesta pernikahan dilaksanakan dengan tema yang begitu sangat sederhana. Tamu undangan hanya terbatas, yaitu para rekan kerja dan sahabat-sahabatnya dari mempelai pria. Reno dan Aoura berdiri berdampingan, bersalaman dan menyambut para tamu dengan ramah.Hingga kedatangan Darwin bersama anak dan mantunya, berhasil mengalihkan perhatian semua orang di sana. Beberapa orang yang dilalui oleh mereka tersenyum menyapa. Tentu karena kebanyakan tamu undangan di sana adalah karyawan Wiratama group, jadi mereka begitu menghormati Darwin dan Liona, terutama Sehan.Melihat tiga orang penting itu berjalan ke arahnya, tangan Aoura mendadak berkeringat dingin. Dia lalu menyenggol lengan Reno di sampingnya, dan berbisik protes. "Kau juga mengundang ayah?""Tentu saja, bagaimana pun dia juga pernah menjadi ayah untukmu. Kita harus menghargainya dengan mengundangnya ke pernikahan kita," jelas Reno berusaha membuat Aoura pah
Satu Minggu kemudian. Liona dan Sehan sudah berpakaian rapi, bersiap untuk berangkat ke acara pernikahan Aoura dan Reno. "Sudah siap?" tanya Sehan memastikan saat sang istri baru saja keluar dari kamar. Liona tersenyum, lalu mengangguk mengiyakan. "Kalau begitu, kita berangkat sekarang."Sehan dan Liona berjalan keluar rumah. Saat ini mereka sudah berada di rumah mereka sendiri. Sehan memutuskan untuk kembali ke rumah mereka dua hari lalu, setelah Sehan berhasil meyakinkan Joana bahwa keadaannya sudah membaik.Mobil yang mereka tumpangi kini mulai melaju, meninggalkan halaman rumah. Tak langsung menuju gedung acara pernikahan, Sehan dan Liona meminta sang suami untuk mengantarkannya lebih dulu ke rumah Darwin. "Bukankah ayah pasti juga diundang oleh Aoura?" tanya Liona penasaran.Sehan menoleh sesaat, lalu kembali fokus pada jalanan di hadapannya. "Entahlah, aku juga tidak tau. Bahkan setelah meninggalkan rumah ayahmu, seperti
Setelah sampai di depan kamar yang mereka sewa. Sehan menurunkan Liona dari gendongannya. Laki-laki itu kemudian membuka pintu di hadapannya menggunakan key card yang baru saja dia kantongi.Setelan pintu terbuka, Liona masuk lebih dulu ke dalam sana, diikuti Sehan di belakangnya. Perempuan itu mengedarkan pandangannya ke sekitar, memperhatikan ruangan tersebut dengan seksama. "Sepertinya tidak ada yang berubah, ini masih sama seperti saat aku datang ke sini pertama kalinya."Sehan menghentikan langkahnya di samping sang istri, dia menatap wajah Liona yang tampak bahagia itu sesaat, sebelum akhirnya ikut memperhatikan sekitarnya dengan seksama. Sehan memang tidak pernah merubah tampilan ruangan itu. Sejak dulu masih sama, tetap begitu-begitu saja. Namun Sehan tak pernah bosan dengan tampilan yang seperti itu. "Lagi pula, aku jarang ke sini lagi setelah menikah denganmu. Dulu, aku menyewa kamar ini untuk tempat istirahatku, ji
Setelah pergi dari rumah Reno, Sehan dan Liona kembali melanjutkan perjalanannya. Kini mobil yang Sehan kemudikan telah sampai di depan gedung hotel Wiratama, seperti apa yang Liona minta. Entah, Sehan belum mengerti kenapa istrinya mengajaknya ke sana. "Apa yang sebenarnya kamu rencanakan Liona?" tanya Sehan yang semakin penasaran. Namun Liona masih tak mau menjawabnya, perempuan itu hanya tersenyum saja. Liona kemudian keluar lebih dulu dari mobil, Sehan hanya mengikutinya. Hingga mereka memasuki gedung tersebut, dan Sehan terus mengikuti Liona dari belakang. Perempuan itu berjalan menuju restoran yang ada di lantai dua hotel tersebut. Hingga sampai di salah satu kursi pengunjung yang terletak di dekat jendela kaca gedung tersebut, Liona menarik Sehan dan memaksa laki-laki itu untuk duduk di sana. Sehan yang sejak tadi masih kebingungan, hanya menurut mengikuti apa yang sang istri lakukan padanya. Setelah Sehan duduk di s
Aoura mengarahkan pandangannya pada Sehan sesaat. Tampak terkejut setelah mendengar pertanyaan Sehan barusan. Aoura lalu menatap Reno, meminta penjelasan. Reno paham apa maksud Aoura. Dia menghela nafas pelan sesaat, lalu menjelaskan, "aku sudah mengatakan semuanya pada pak Sehan.""Kenapa kau memberitahu banyak orang?""Pak Sehan adalah orang penting di tempatku bekerja, tidak mungkin aku tidak akan mengundangnya di pernikahan kita," jelas Reno berusaha membuat Aoura paham."Jadi, apa kau tidak berniat untuk mengundangku?" tanya Sehan pada Aoura. Perempuan itu hanya diam. Sehan lalu mengimbuhkan, "jika Reno menikah tanpa memberitahu atasan di perusahaannya, maka dia tidak akan mendapatkan hadiah istimewa dari perusahaan."Aoura menatap Sehan dengan sorot berbinar. Tentu saja saat mendengar kata 'hadiah' suasana hatinya seketika berubah senang. "Benarkah? A-aku pasti akan mengundangmu Sehan."Reno menghela nafas pelan.
Seperti apa yang Liona katakan tadi malam. Perempuan itu akan mengajak suaminya ke suatu tempat, pagi ini.Namun sebelum menuju tempat yang Liona maksud, perempuan itu meminta Sehan untuk singgah lebih dulu ke rumah Reno. Sehan tau apa maksud tujuan Liona menemui Reno dan Aoura.Hingga sesampainya di sana. Sehan mengetuk pintu sebuah kontrakan sederhana yang dia singgahi bersama sang istri. Tak lama kemudian, seorang laki-laki keluar dari kontrakan tersebut.Laki-laki itu menatap Sehan dan Liona dengan sorot terkejut. "Pak Sehan? Liona?""Pagi Reno. Apa kedatangan kami menganggu waktumu saat ini?"Reno tak langsung menjawab. Dia justru berpikir sejenak, sambil berusaha menebak apa tujuan sepasang suami istri tersebut datang ke tempat tinggalnya. Terakhir Sehan dan Liona datang ke sana, untuk bertemu dengan Aoura. "Pak Sehan datang sepagi ini ke rumah saya, tentu membuat saya cukup terkejut. Tapi kedatangan pak Sehan sa
Pintu kamar terbuka, Liona yang saat itu sedang menyisir rambut di depan kaca menoleh sesaat.Sehan tersenyum, lalu menutup pintu kamarnya kembali. Mereka baru saja menyelesaikan makan malam bersama keluarga yang lain, namun setelah selesai Liona langsung ke kamar, sedangkan Sehan masih berbincang dengan Joana dan Galen. "Sudah selesai berbicara dengan nenek dan kak Galen?" tanya Liona memastikan. Sehan mengangguk mengiyakan. Perempuan itu menatap cermin dan melanjutkan menyisir rambutnya. Sehan melangkah menghampiri, lalu memeluk pinggang Liona dari belakang. Sesekali memberikan usapan kecil pada perut buncit sang istri. Membuat Liona seketika menghentikan kegiatannya untuk menyisir rambut. Dia menatap wajah Sehan melalu cermin di hadapannya, senyum bahagia masih terukir di bibir laki-laki itu. Membuat Liona yang menatapnya juga ikut senang."Sepertinya setelah kamu sadar dari koma, kehidupan ini sangat menyenangkan untuk kita berdua.