"Pagi, sayang. Bagaimana keadaanmu hari ini?"
Arabella sudah bisa tersenyum tipis, tidak seperti kemarin-kemarin waktu keadaannya masih sangat lemah.
"Aku merasa lebih baik, sayang. Terima kasih, ya. Maaf karena aku membuat mu repot. Maaf karena kau harus menjaga Aelly sendiri."
Gavin mengelus pipi Arabella sembari tersenyum. "Aku akan selalu ada untukmu, menjagamu, tak peduli bagaimanapun keadaanmu, sayang. Jadi berhenti minta maaf dan merasa merepotkan."
Ara membuka lebar dua tangannya, dengan mata berkaca-kaca. "Peluk aku, Vin."
Gavin langsung memeluk Arabella, dan istrinya itu menangis. "Sayang, kenapa kau malah menangis?"
"Aku sangat pusing memikirkan tentang orang yang katanya ayahku. Kenapa? Kenapa dia harus datang lagi di hidupku."
Gavin mengerti yang dirasakan istrinya. Dia juga tau pasti itu sangat lah berat untuk Arabella.
"Sayang, aku mengerti." Perlahan Gavin mengusap rambut Ara.
<Malam itu Evelyn sudah mempersiapkan kemungkinan terburuk ketika dia mendatangi restoran di hotel berbintang tempat dia diundang oleh papa mertuanya.Beberapa menit dia berada di dalam toilet rasanya akan mencurigakan jika dia tak segera keluar. Oliver sudah menunggunya di luar toilet hanya karena tak mau terjadi sesuatu padanya."Argh! Kenapa harus ada sesuatu yang merusak hubungan ku dengan Oliver yang baru terjalin? Bukankah dia mendesak ku hanya karena aku belum memberikan cucu buatnya?""Eve, apa kau sudah selesai di dalam?""Argh, sial!""Eve? Kau baik-baik saja? Keluar lah, jangan membuatku cemas."&n
"Rupanya kau sangat percaya diri, Evelyn." Gilbert mengambil gelas miliknya kemudian menyesap sedikit wine pemberian Evelyn yang telah dituang oleh pelayan untuknya. Oliver menarik napas panjang, Evelyn tau suaminya itu tak sabar ingin angkat bicara. Tapi Evelyn sekali lagi menahan suaminya. "I just need you here," bisiknya pada Oliver. "Hem, kau punya selera yang bagus tentang wine, Evelyn." Gilbert mengangkat gelas, pertanda dia ingin Evelyn ikut meminum wine yang baru saja dituang oleh pelayan ke gelasnya. "Pa, Eve tidak...""Aku akan minum," potong Evelyn. Kemudian dia mengangkat gelas, menyesap sedikit wine yang terasa getir dan agak membakar sewaktu menyentuh lidahnya. Minuman ini adalah yang pertama kali dan terakhir kali aku mencobanya, batin Evelyn ingin memuntahkan segera. Tapi dia menahannya, meski terbatuk saking tak tahan dengan citarasanya yang aneh. "Jadi, siapa nama klien mu itu? Gavin Narendra
Arabella terbangun di tengah malam setelah kerongkongan nya terasa kering. Dia kemudian turun dari ranjang untuk mengambil segelas air putih yang biasa di siapkan suaminya di atas meja.Meski masih mengantuk, tapi dia tidak akan bisa tidur nyenyak kalau belum mendapatkan segelas air untuk melegakan tenggorokannya. Dia meneguk air itu perlahan hingga habis setengah. Lalu dia melirik suaminya yang sedang tertidur pulas di balik selimut dengan tubuh kekarnya yang seksi dan tangguh bergelut semalam tanpa rasa lelah."Ada apa, ini? Aku jatuh cinta berulang kali padanya. Laki-laki seksi, membuat aku gila." Ara tersenyum lalu berjongkok sembari memperhatikan wajah tampan Gavin. "Tampan, siapa milikmu? Ah, salah, aku sepertinya masih mengantuk. Maksudku, kau milik siapa, hem?"Namun Gavin yang kelelahan, bahkan tak bergerak sama sekali. Ara merasa perutnya agak sakit, mungkin karena efek makan malam yang agak pedas. Dia memutuskan untuk ke kamar man
"Astaga aku yakin sekali, dia adalah Arabella anakku. Kalau tidak, kenapa dia malah mematikan panggilan ku? Siapa tadi? Apakah itu suami Arabella, jadi Gavin Narendra Tama adalah suami anakku?" Gilbert mengurut kening, dia mulai gelagapan dan tak menyangka bahwa dia akan dipertemukan dengan Arabella. Dia sempat mencari-cari keberadaan Arabella, tapi keduanya pindah dari rumah yang tadinya ditinggali mereka. Dari informasi yang didapatkan oleh Gilbert. Arabella menjadi wanita panggilan, tapi Gilbert tak percaya, mana mungkin mantan istrinya membiarkan Arabella tumbuh menjadi perempuan murahan. Tak mau sampai kehilangan jejak lagi. Malam itu juga Gilbert mengutus orang kepercayaannya untuk mencari tau tempat tinggal Arabella. Dia ingin bertemu, apalagi dia mendengar informasi bahwa Arabella sudah memiliki seorang putri yang masih kecil. Gilbert ingin sekali memiliki cucu, dia pun kepikiran untuk membawa Ara pulang bersamanya bagaimana pun caranya. Arabel
"Jadi kau sudah memastikan bahwa yang ada di rumah itu benar Arabella Camelia, putri dari Amartha?" Amartha adalah nama ibu Arabella yang merupakan pemberian orang tua Gilbert. Mendiang ibu Gilbert sangat menyukai Amartha, mereka sudah dijodohkan sejak kecil. Tapi sayang, sikap dan karakter Gilbert sama sekali berbeda dengan ibunya. Gilbert memanfaatkan pernikahan dengan Amartha hanya untuk mendapatkan keturunan yaitu Arabella. Setelah ibunya meninggal dunia, Gilbert menelantarkan ibu Ara dan juga Ara yang masih kecil. Meninggalkan mereka begitu saja di sebuah rumah yang sangat sederhana, bisa dibilang malah kurang layak untuk ditinggali anak istrinya."Ya, Tuan. Saya pastikan itu benar kediaman mereka. Rumah itu dibeli atas nama Gavin Narendra Tama, suami Arabella."Ditangan Ara sekarang ada selembar kertas yang barusan dia baca ulang. Dia membaca berulang kali bagian di mana ibunya menjelaskan bahwa dia masih memiliki ayah, dan ayahnya itu telah me
"Ara, ini gelang Aelly lucu sekali? Apa kau membelinya di toko perhiasan?" Arabella menggeleng. "Tidak, aku tidak membelinya di toko perhiasan. Itu pemberian ibuku, dia bilang itu gelang milikku sewaktu kecil, pemberian nenekku."Evelyn terkesan, menurutnya gelang itu sangat unik dan memiliki model yang antik. "Ah, lucu sekali. Aku baru saja mengira kau memesan itu di toko perhiasan. Aku ingin tau, dan aku ingin membeli yang sama dengan milik anakmu, Ara.""Aku juga merasa gelang ini sangat indah. Waktu gelang ini dihadiahkan Nenek untukku, aku sama sekali belum mengerti, atau mungkin aku masih seumuran Aelly juga." "Nenekmu pasti sangat sayang padamu." "Ya, kurasa begitu. Seandainya dia berumur lebih panjang lagi. Mungkin, hubungan ku dengan..." Ara memutuskan kata-kata itu, urung melanjutkan. "Ah, tidak, bukan apa-apa.""Ara, apa kamu sedang rindu dengan ibumu?"Arabella tersenyum. "Ya, tentu aku sangat ri
Kedatangan Evelyn ke rumahnya membuat Arabella kepikiran. Jadi, rupanya sosok Gilbert bukan hanya menyebalkan, dan jahat di matanya saja, melainkan di depan anak dan menantunya? "Ah, aku lupa, dia adalah ayahku." Ara berdesis sebelum akhirnya dia duduk di depan meja kerjanya. "Jadi, dia juga mengucilkan Evelyn karena Evelyn belum punya anak?" Ara teringat waktu Evelyn berkata, dia dikucilkan. Sebab selama berumah tangga kurang lebih sepuluh tahun, dia belum juga dikaruniai keturunan. Setahu Evelyn, Gilbert ingin sekali memiliki cucu. Dia ingin sekali punya cucu perempuan. "Tidak, aku tidak akan biarkan laki-laki tua yang sudah menghancurkan hidup ku dan ibu, juga hendak merenggut kebahagiaan putriku?" "Aku pulang, Sayang..." "Gavin." Ara berdiri, dia langsung menghambur ke arah suaminya yang baru pulang dari bekerja. "Akhirnya kau pulang, Sayang." "Hem, tentu saja. apa kau menungguku?" "Ya, tentu saja ak
Gilbert dalam keadaan geram segera meminta orang kepercayaannya untuk menemui Evelyn dan meminta Evelyn membatalkan kontrak kerja sama dengan Gavin. Namun tak lama kemudian. Evelyn dan Oliver datang dalam keadaan tidak terima sebab menurut mereka Gilbert sudah keterlaluan ikut campur dengan urusan mereka. "Pa, kita harus bicara.""Kalian berdua duduk."Evelyn dan Oliver duduk dengan kemarahan yang tertahan. Tak mengerti kenapa Gilbert sangat tidak setuju dengan kerja sama Evelyn dah Gavin. Padahal semuanya susah sesuai prosedur dan perusahaan Gavin juga terbukti telah berhasil selamat dari ancaman kebangkrutan dan mulai berjaya lagi. "Kalian tahu, kan, bahwa kalian tidak memiliki hak untuk menolak permintaan Papa."Oliver kelihatan sangat kesal, dia berdiri lalu menantang papanya dengan tatapan tajam. "Papa punya alasan?" "Oli, duduklah, kau tidak boleh begitu di depan papamu," pinta Evelyn. "Tidak, Eve. Ka