Jay mendatangi Rumah Sakit. Ia belum menceritakan hal itu pada Kaira. Sebagai bentuk menghargai privasi korban, Jay harus meminta persetujuan kalau kejadikan itu bisa diceritakan meski Kaira adalah Istrinya.
"Rasya, apa dia sudah sadar?" tanya Jay.
"Sudah, Tuan. Anda semalam..."
"Semalam gawat. Nyonya mengamuk," jawab Jay.
Jay masuk. Mendapati wanita yang berparas cantik itu sedang menikmati semangkuk bubur. Lebih tepatnya, menikmati memandangi bubur karena buburnya sama sekali tidak tersentuh.
"Selamat pagi, Nona!" sapa Jay. "Apa boleh saya duduk?" imbuhnya.
"Silahkan!"
Wanita itu memandangi Jay tanpa berkedip. Meski sudah tidak lagi bujangan tapi pesona Jay seperti duda tampan yang jadi rebutan perempuan.
"Sebelumnya, saya ingin meminta maaf soal kejadian yang pasti sangat merugikan Anda. Saya harap Nona tidak tersinggung."
"Keysa!"
Terimakasih Untuk Kesetian Kalian semua... Happy Reading...
Urusan dengan wanita yang bernama Keysa sudah selesai. Ia sudah keluar dari rumah sakit namun, Jay harus kembali dengannya saat di kantor karena Keysa adalah designer yang ia undang dari Amerika. Seperti biasa, Jay tetap akan profesional dalam urusan pekerjaan mau secantik apapun lawannya."Rasya, kau sudah membantunya pindahan kemarin dengan baik?" tanya Jay."Sudah, Tuan. Semua sesuai perintah Tuan. Saya mencarikan apartement yang tidak jauh dari kantor," jawab Rasya."Penyambutannya bagaimana?""Makan malam seluruh staff," jawab Rasya lagi."Kenapa wajahmu memerah kalau membahasnya? Apa jangan-jangan kau..." tebak Jay dengan asal."Sa--saya kenapa? Hanya perasaan Tuan saja," elak Rasya. Dari ekspresinya, dari senyum tipisnya, wajahnya yang memerah, getaran suaranya, Rasya jatuh cinta dengan wanita yang bernama Keysa. Ja
"Pffffftttttt... Hahahaha..." Kaira mengerutkan alisnya. Ia tidak tahu alasan Keysana tertawa geli seperti itu tapi tawa itu dulunya menjadi obat sepi dan sekarang terasa asing karena bertahun-tahun hilang. "Aku sudah memiliki pujaan hati, Kaira. Mana mungkin aku kembali untuk menggeser posisimu," ucap Keysana. "Sungguh? Kau tidak berbohong?" "Ayo kita ngobrol sebentar." Keysana menarik tangan Kaira. "Mama!" panggil Ziel. Deg... Keysana menghentikan langkahnya. Ia tidak menyadari kehadiran Ziel. Matanya terpaku. Ia ingat dengan seseorang yang pernah temui saat melihat Ziel. "Kaira, dia Putrimu?" tanya Keysana. "Ah! Iya, dia putriku. Sayang, salam dulu sama Tante." Keysana mengusap ujung kepala Ziel dengan penuh kasih dan sayang. "Hei, cantik! Ice creamnya sudah meleleh. Mau Tante belikan yang baru?" tanya Keysana sembari tersenyum.
Keysa adalah designer terkenal. Ia menerima tawaran bekerja sama dengan BOYA GROUP hanya untuk mencari Kaira. Ia ingin meminta maaf namun kata maaf ternyata tidak mudah untuk diterima. Rasya sekarang ditugaskan sebagai pendamping sementara Keysa. Jay memang ingin mendekatkan mereka berdua."Nona Key!" panggil Rasya."Iya, Tuan Rasya," jawab Keysana."Ap--apa..." Rasya sedikit ragu.Plakkkk!"Apa Nona Key ada waktu nanti malam?" celetuk Rasya."Pffftttt..." Jay memukul dan mengagetkan Rasya sehingga Rasya mengeluarkan apa yang ia pikirkan begitu saja."Tuan!" Rasya mulai menoleh dan menatap tajam Jay."Kalau saya ada waktu luang, memangnya kenapa?" tanya Keysana."Cepat katakan atau aku akan membuatmu lembur sampai pagi," bisik Jay selirih mungkin.'Astaga! Kenapa jadi Tuan yang lebih agresif dan menahan kawin?' batin Rasya. R
Jay mendorong troli sedangkan ia berjalan di belakang Keysana yang sedang memilih bahan-bahan. Apa gerangan yang membuat Jay akhirnya menemani Keysana? Bukankah Keysana sudah berjanji untuk pergi bersama Rasya? Siapapun yang melihatnya, pasti akan berfikiran buruk. Apapun alasan dibalik itu semua, Jay tidak seharusnya berada di sana dan bertindak seperti seorang pasangan.“Maaf, apa saya menyusahkan Anda, Tuan?”“Kau tidak perlu terlalu canggung. Ini kan sudah diluar jam kantor.”“Iya, tapi saya lebih nyaman seperti ini.”“Bukankah kau ingin pergi dengan Rasya? Kenapa tiba-tiba mengirim pesan supaya aku dan Rasya bertukar tempat?” tanya Jay. Jay tidak tahu alasannya tapi ia hanya mengandalkan rasa percaya kalau Keysana pasti memiliki alasan yang tidak sepele.“Sa
Tap... Tap... Tap... Jay naik ke lantai atas. Ia berjalan dengan lesu. Langkahnya pun maju dengan enggan. 'Apa Kaira juga tahu?' batin Jay. Saat Jay membuka pintu, Kaira sedang berbincang dengan Tuan Alrecha dan Ziel sudah tertidur dengan pulas. "Jay, sudah pulang?" "Sudah, Pa." "Kai, Papa turun dulu. Jay juga sudah pulang." "Iya, Pa!" Jawab Kaira. Tuan Alrecha sudah keluar dan menutup pintu kamar. Jay langsung memeluk Kaira. Kaira hanya diam tanpa membalas pelukannya. Jay memang sudah terbiasa manja tapi Kaira bisa membedakan saat Jay dalam kondisi biasa atau sedang memiliki masalah. "Sayang, apa ada masalah di kantor?
Rasya memperhatikan penampilannya di dalam cermin. Ia berulang kali mengganti pakaiannya sampai hampir dari setengah isi lemarinya keluar dan membuat pakaiannya berantakan menumpuk di atas ranjang. Rasya juga sudah bolak balik duduk di atas toilet karena ia terlalu gugup sampai gemetaran menunggu moment yang baru kali akan terjadi dalam hidupnya. Selama 35 tahun hidup, moment mendekati wanita baru ia lakukan. Ia sudah 10 tahun bekerja untuk Jay. Pekerjaan pertama dan tidak pernah ia ragukan apalagi berfikir untuk mengganti atasan. Rasya akhirnya memutuskan untuk memakai celana hitam dan kemeja maroon. Dasinya bercorak yang sesuai dengan tampilannya. Sebelum itu, ia sudah memotong rambutnya yang memanjang hampir menutupi matanya.“Kalau dilihat-lihat, aku tampan juga. Kira-kira, apa yang akan Nona Key p
Jay mengatakan kalau alkohol yang paling Rasya sukai namun sebenarnya, Rasya paling lemah terhadap alkohol. Mau itu tipe alkohol rendah atau tinggi. Rasya selalu menghindari alkohol. Ia tidak ingin dan tidak terbiasa. Permintaan Keysana tidak mungkin ia tolak. Tapi Rasya juga diambang kebimbangan. Hal itu membuat Rasya diam dengan tangan yang menggenggam wine. “Apa tipe yang saya tuangkan tidak sesuai selera Tuan Rasya?” “Ah— Sebenarnya saya...” Ragu tapi Rasya ingin mengatakannya. “Saya suka semua merk alkohol yang ada.” Pada akhirnya Rasya tidak mengatakan yang sebenarnya. “Ternyata Tuan memang pecinta alkohol. Apa Tuan mau mendengarkan cerita saya?” “Ceritalah. Bicara dan lakukan yang Nona Key suka.” Hahhhhhh... Entah apa yang akan Keysana ceritakan. Ia menghela nafasnya, meletakkan wine yang belum ia teguk ke atas meja. Lalu, mata Rasya mendelik. Keysana me
Ziel mengusap-usap matanya. Pendengarannya sangat tajam. Memang sudah waktunya makan malam jadi Ziel terbangun karena lapar tapi suara aneh dan asing terdengar olehnya. Itu faktor utama yang membuat Ziel membuka matanya. Cukup lama Ziel menunggu tapi suara-suara itu semakin pekat terdengar. Ziel menunggu Jay atau Kaira memanggil tapi mereka berdua tidak kunjung datang. Ziel semakin penasaran. Ia berjalan mendekati kamar mandi. Tangan Ziel memegang gagang pintu dan siap untuk membukanya.Ceklek!“Ziel!”*** Kaira mendorong Jay supaya Jay berhenti merabanya. Jay sudah mengatakan kalau ia sudah puas tapi sayangnya, kata puas itu ternyata rayuan Jay ingin meminta melakukannya sekali lagi“Jay, hentikan!” pinta Kaira. Jay tidak berhenti. Ia membawa Kaira dalam dekapannya dan memasukkan Kaira ke dal
Sebuah kesepakatan akhirnya terjalin setelah Jay dan Loreta saling berjabat tangan. Rasya bisa menghela napasnya sedikit lega membiarkan Tuannya itu pergi bersama Loreta.Perjanjian itu akan terpenuhi setelah Loreta mempertemukan Jay dan Kaira. Lalu, Jay melepaskan Orthela untuk kembali ke negara asalnya.Perseteruan sudah cukup membuat kacau. Loreta tidak ingin semuanya berlanjut semakin jauh karena banyak hal yang terbengkalai karena masalah yang tidak juga kunjung selesai.Loreta membawa Jay pergi ke tempat pemakaman. Pria tersebut menyipitkan matanya heran sembari melirik curiga ke arah Loreta.“Apa yang kau rencanakan dengan membawaku ke sini?” tanya Jay. Bariton suara yang tegas itu, membuat sekujur tubuh Loreta merinding.“Anda jangan salah paham, Tuan. Saya membawa Anda ke sini bukan tanpa sebab,” ujar Loreta.Dari pandangan yang cukup jauh, terlihat dua orang sedang menghadap ke salah satu makam yang tidak asing. Jay berlari tidak sabar ingin segera memeluk wanita yang be
"Jangan mendekat!" teriak Kaira. Rasanya cukup mengerikan. Kaira menjadi ketakutan. Ia berusaha pergi meski cukup sulit, tapi Orthela sudah lebih dulu memegang kendali kursi rodanya."Kenapa kau tkut? Bukankah aku sudah cukup membuatmu tenang? Kau bahkan sudah melihat bagaimana aku sangat menyesal," kata Orthela. Ia bahkan tidak merubah ekspresinya. Tetap terlihat sangat menyedihkan."Pergi! Aku memiliki keluargaku sendiri, Orthela. Aku tidak akan pernah pergi denganmu. Tidak akan pernah!" teriak Kaira."Bagaimana kalau Ziel sudah bersamaku? Apa kau tetap akan menolakku?""Apa? Kau menyandera Ziel? Orthela, dia tidak tahu apapun. Ziel msih anak-anak." Pada dasarnya, Kaira bukan wanita yang pandai mengumpat atau berkata kasar. Ia hanya berteriak meluapkan emosinya dengan kata-kata yang masih tertata dengan lembut."Aku tahu kalau kau akan menolakku. Maafkan
Tiga hari Kaira menghilang. Orang yang paling tertekan dan hampir gila adalah Jay. Jay yang tidak pernah menggunakan kekuasaannya, sekarang menekan semua orang untuk mencari Kaira sampai Kaira ditemukan. Nyonya Luna membawa Ziel pergi. Ziel yang tidak tahu apa-apa, tidak boleh terkecoh dengan keadaan yang ada. Orthela tidak memiliki niatan buruk. Racun yang sudah masuk ke dalam tubuh Kaira adalah buatan dari orangnya. Meski sudah mendapatkan penawar, tapi masih ada satu penawaran lagi yang harus hati-hati dan perlahan disuntikan ke dalam tubuh Kaira."Ini di mana?" gumam Kaira. Kaira terbangun dari tidurnya yang cukup panjang. Kepalanya terasa berdenyut dan berkunang-kunang. Tempat itu sangat asing, apalagi seseorang yang menatapnya."Kau sudah sadar? Syukurlah. Aku bisa mengembalikanmu tanpa rasa bersalah," ucap Orthela."Kau!" pekik Kaira."Jangan terlalu banyak gerak dan bicar
Kaira belum sadar setelah pengobatan. Tapi, kondisinya berangsur-angsur membaik. Tuan Alrecha dan Nyonya Luna, akhirnya mengetahui kalau keadaan sedang kacau saat ini. Keysana menemani Kaira sembari mengasuh Ziel. Rasya sibuk mengurus gugatan untuk Orthela dan Jay sekeluarga, mengurus pemakaman Grace karena keluarga Grace, semuanya sudah mengakhiri hidupnya sendiri."Grace, sejauh ini..." Jay terdiam dengan kedua matanya yang sembab. "Sejauh ini, aku tidak membencimu. Kau menunjukkan perubahan yang sangat besar. Sebagai rasa terima kasihku, aku akan merawat rumah terakhirmu," lanjutnya. Nyonya Luna mengusap-usap punggung Jay. Jay yang sedang bersimpuh menaburkan bunga di atas gundukan tanah yang masih basah, tangannya terus saja gemetar. Tuan Alrecha tidak banyak bicara. Ia cukup paham dengan perasaa
Jay masuk ke dalam rumah Orthela. Dia menggendong Grace yang sudah tiada. Tidak hanya itu, Paul yang datang berniat membawa Grace tapi dia malah menjadi sasaran utama kemarahan Jay. Jay menarik kerah kemeja yang Paul kenakan. Jay sudah membuat wajah dan tubuh Paul memar, terluka, berdarah, kesakitan, merintih dan memohon.Srek! Srek! Srek! Suara tubuh Paul yang diseret paksa membuat Delon, Orthela dan Loreta terperanjat kaget. Mata mereka terbelalak lebar. Lantai yang Jay lewati, dibanjiri oleh darah yang mengalir dari Paul dan juga Grace. Wajah Jay suram. Sorot matanya begitu tajam. Delon menelan salivanya karena baru kali ini dia melihat ekspresi iblis dari aura Jay. Jay yang ia kenal sebagai suami yang sangat lembut dan hangat tapi kali ini, ekspresinya begitu kejam.“Menarik!” ujar Jay
“Key, Rasya, aku titip Kaira dan Ziel,” ujar Jay.“Kau mau ke mana? Bukankah pengobatan Kaira hampir selesai?” tanya Keysana.“Ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Setelah kembali nanti, aku sendiri yang akan menjelaskannya pada Kaira.” Rasya hanya diam saja. Jay meminta Rasya supaya tetap berada di rumah sakit untuk menjaga situasi di sana. Jay menggenggam erat surat dari Grace yang di dalamnya ternyata ada chip milik Orthela. Jay berfikir kalau ia tidak bisa sepenuhnya lepas tangan dalam masalah ini dan menyerahkannya pada Delon. Kenangan pahit Delon, tragedi, trauma, masih membekas jelas. Jay tidak ingin malah Delon yang terseret lebih dalam lagi. Langkah dan tindakan Jay cepat. Ia berharap kedatangannya jauh lebih dulu dibandingkan Delon di kediaman Orthela.“Delon, aku ber
Brak!“Akh! Uhuk... Uhuk... Uhuk...” Grace memegang perutnya yang ditendang Orthela. Dari mulutnya, keluar darah segar karena ia tempental dan menabrak sisi meja.Plak! Plak! Ortela menarik rambut Grace. Ia menamparnya berkali-kali. Tapi tidak ada rintihan sakit atau permohonan untuk sekedar meminta ampun.“Meski kau sudah menghilangkan semua jejak, apa kau pikir aku tidak tahu kalau kau sudah mengambilnya untuk sample?” gertak Orthela tanpa melepaskan rambut Grace.“Hahahaha... Aku juga sudah tahu akan berakhir seperti ini.”“Aku melepaskanmu, bukankah seharusnya kau membalas budi padaku?” Mata Orthela mendelik, menatap tajam seakan-akan ia akan menelan Grace hidup-hidup. Grace tidak merasa takut karena sejak awal, dia sudah siap.“Apa ini yang kau sebut sebagai kebebasan?&rd
Jay dihubungi oleh rumah sakit untuk segera datang. Ia langsung bergegas, padahal ia baru saja menemukan cara untuk menemukan penawarnya. Hanya saja, Jay lebih mementingkan untuk datang dan mendengarkan apa ucapan Dr. Crombe.“Dokter sudah menunggumu,” ucap Keysana.“Aku langsung ke sana.” Jay langsung berlari dan menuju ruang Dr. Crombe. Ternyata tidak hanya ada Dr. Crombe saja, tapi ada Dr. Sansan.“Anda sudah datang, Tuan. Silahkan duduk!” pinta Dr. Crombe.“Apa ada sesuatu yang—““Anda tenang dulu. Silahkan Anda minum terlebih dahulu.” Dr. Sansan menenangkan Jay yang sangat gelisah. Di atas meja sudah ada sebuah obat. Jay tidak mengetahui obat apa itu. Ia tidak bisa berfikir jernih. Mungkin karena ia belum siap menerima apa yang akan ia dengar.“Se
Grace kembali ke rumah Orthela. Alamat yang sudah Loreta berikan untuknya. Grace datang tanpa persiapan. Ia hanya datang dengan keyakinan sesuai alur yang akan Tuhan takdirkan.“Grace, bukankah ada satu minggu untukmu bebas?” tanya Loreta.“Tidak ada yang ingin aku nikmati,” jawab Grace. Tidak ada siapapun di rumah. Loreta, Paul dan juga Orthela pergi. Grace belum diberi tugas olehnya. Kesempatan bagi Grace untuk menemukan obat penawar. Ia tidak peduli kalau dirinya sedang dalam pengawasan atau Orthela sudah memasang jebakan.Tap... Tap... Tap... Kakinya melangkah cepat memasuki kamar Paul. Sebelum masuk ke dalam neraka, Grace sudah mengetahui keahlian setiap penghuninya. Di dalam kamar paul, Grace mulai mencari formula untuk menetralkan racun yang ada ditubuh Kaira. Grace men