Gadis cantik dengan rambut yang dikepang satu itu terdiam di tempatnya. Ia tentu saja kaget mendengar percakapan antara dua bodyguard tersebut. Entah apa yang sedang mereka bicarakan, namun Kasih merasa bahwa orang yang dimaksud adalah dirinya dan Xavier."Tapi perempuan itu benar-benar protektif. Tuan Muda juga selalu menempel padanya," sahut bodyguard yang lain."Nggak masalah, sih. Kita hanya perlu menahan mereka di sini sampai lebih dari satu bulan.""Perintahnya hilangkan mereka berdua, terutama Tuan Muda. Kita bisa menjadikan perempuan itu kambing hitamnya."Kasih benar-benar kaget mendengar obrolan tersebut. Tak ia sangka bahwa dua bodyguard yang seharusnya melindungi dirinya dan Xavier malah memiliki rencana yang mengerikan.'Tunggu. Mereka kan bodyguard yang diperintahkan oleh Kak Jeremy. Apakah mereka berkhianat? Atau ....' Kasih mulai mengajukan pertanyaan di dalam otaknya. "Sudahlah. Kita awasi mereka saja dulu. Setelah ini baru kita laksanakan rencana itu.""Tapi mereka
"Sisi, katakan sesuatu ...." ucap Xavier karena sang istri diam saja.Kasih sedang mencoba merangkai kata di dalam pikirannya untuk disampaikan pada suami bocahnya. Namun Kasih sama sekali tak tahu bagaimana harus melindungi suami bocahnya itu. "Xavi ...." Gadis itu tiba-tiba memeluk Xavier. Dia benamkan wajahnya pada dada bidang Xavier yang terasa hangat dan nyaman."Sisi ...?" Xavier kaget dan kemudian membalas pelukan istrinya. Pria itu mengusap lembut rambut Kasih."Xavi ...." Kasih mendongak dan mata mereka saling bertemu. Ditatapnya lekat-lekat kedua mata Xavier."Xavi, kita harus kembali ke rumah kamu," ucap Kasih kemudian.Xavier pun menautkan kedua alisnya. "Kenapa? Apakah sudah selesai?" tanya pria itu dengan tatapan polosnya.Kasih menggeleng pelan. "Belum, sih. Aku bahkan belum membantumu mengingat apa pun. Tapi ... Ini lebih penting," jawab gadis itu.Kedua tangannya memeluk erat Xavier seolah tak ingin melepaskan pria bocah itu. Sementara Xavier terdiam, memikirkan ucap
Ponsel Kasih sudah berpindah tangan. Xavier menggenggamnya erat dan menjauhkannya dari jangkauan sang istri."Aku menolak!" tegas Xavier dengan tatapan tajamnya yang nyalang.Kasih membeku di tempatnya. Gadis itu bahkan merasakan aura lain dari suami bocahnya. Saat Xavier menatap kedua matanya dengan tatapan setajam itu, dia merasa pria itu berbeda dan bukan bocah lagi."X-Xavi ...." cicit Kasih mulai takut.Lalu tatapan tajam itu mulai melembut. "Xavi menolak. Xavi nggak mau pisah sama Sisi. Apa pun yang terjadi, Xavi mau sama Sisi terus," tekannya yang malah terdengar seperti sedang merengek.Melihat wajah sedih itu tentu saja Kasih menjadi tak tega. Gadis itu pun sadar jika mengirimkan Xavier kembali menggunakan ojek saja dalam perjalanan yang cukup jauh sangatlah beresiko."Maafkan aku, Xavi ... Aku hanya nggak mau kamu celaka ...." cicit Kasih mulai menangis. Ia memang cukup buruk dalam membuat sebuah keputusan.Xavier meletakkan ponsel Kasih sebelum meraih tubuh mungil itu ke da
"Sisi ... Apa kita nggak cari hotel untuk menginap?" tanya Xavier.Kasih pun menoleh menatap suaminya. Gadis itu kemudian menyerahkan sebotol air mineral pada Xavier yang kehausan."Sudah malam, Xavi. Nggak ada kendaraan yang menuju ke kota," jawab Kasih."Begitu, ya?""Ya." Kasih mengangguk. "Setidaknya kita sudah jauh dari kontrakan. Jika tadi kita berangkat siang, kemungkinan besar mereka akan langsung menemukan kita," gumam gadis itu mengingat bahwa siang tadi dua bodyguard itu membawakan makanan untuk mereka."Sekarang makanlah, Xavi." Kasih menyodorkan roti pada suaminya."Xavi sudah kenyang." Pria itu menolak.Mereka berdua berhasil kabur hingga ke kampung sebelah dengan berjalan kaki. Kini mereka sedang beristirahat di depan sebuah warung makan yang sudah tutup. Dengan hoodienya, Kasih dan Xavier duduk bersembunyi di bawah meja kayu yang ada di sana. Pria bocah itu pun harus menahan diri untuk tidak menyusu di tempat yang cukup terbuka."Maafkan aku, Xavi. Besok kita akan cari
Baik Kasih dan Xavier ikut kaget dengan munculnya seorang gadis manis dengan rambut seleher yang mendapati mereka saat baru saja bangun tidur. Spontan saja Kasih menjauhi suaminya, namun sayangnya dia masih berada di dalam jaket yang sama dengan Xavier sehingga membuat gadis itu tak bisa lepas."Maaf, Mbak ....""Kalian jangan berani-berani berbuat mesum di warungku!" hardik gadis itu sembari menunjuk ke arah Xavier dan Kasih.Cepat-cepat Kasih mencoba melepaskan jaket yang membungkus tubuhnya dan Xavier untuk melindungi mereka dari dinginnya malam. Kini mereka duduk pada bangku kayu yang ada di depan warung."Mbak salah paham. Kami hanya numpang tidur malam tadi." Kasih mencoba menjelaskan keadaannya."Nggak usah banyak alasan! Kalian kan yang kemarin berbuat mesum di tepi sungai?!" hardik gadis itu lagi."Nggak, Mbak. Sudah ku bilang kalau kami sudah menikah," jelas Kasih terlihat panik. Ia tak mau para warga berdatangan untuk menghakimi dirinya dan Xavier. Apa lagi jika mereka mem
Entah mengapa atmosfer di sekitar Kasih tiba-tiba berubah menjadi tegang. Gadis itu pun melepaskan genggaman tangan pria yang sama sekali tak dia kenal. Sementara Xavier terus memeluknya dari belakang.Sang pria yang berdiri di hadapan mereka pun menaikkan kedua alisnya. Seolah ia tak percaya dengan apa yang saat ini dia lihat."Jangan rebut istri Xavi! Sisi one and only milik Xavi!" Pria bocah itu malah menegaskan kepemilikannya."A-apa?""Mereka bilang mereka sudah menikah. Tapi ... seperti ada yang aneh dengan pria itu, Mas," ucap Sintia sembari menunjuk ke arah Xavier dan Kasih."Suamiku memang seperti ini. Tapi dia baik dan nggak pernah menyakiti siapa pun," tegas Kasih.Pria di hadapannya pun mulai memijit pangkal hidungnya. Lalu ia menoleh menatap Sintia."Sin, izinkan mereka masuk. Mas harus berbicara pada Tuan Xavier dan Kasih," ucap pria itu pada gadis yang berdiri di belakangnya.Kasih kembali kaget. Ia pun mengajak suaminya untuk segera pergi. Namun, Xavier malah malah mas
"Sisi penyelamat Xavi. Dia adalah Ibu Peri yang menyelamatkan Xavi setelah kecelakaan," jawab Xavier sembari menatap wajah Johan.Pria yang merupakan asisten kepercayaannya itu pun terdiam. Jadi karena itulah sang Tuan Muda menikahi gadis yang ia nodai. Sungguh Johan merasa lega sekaligus khawatir.'Dari penjelasan Tuan Xavier tadi, ini menandakan bahwa Kasih belum tahu soal malam panas di hotel itu ....' pikir Johan sembari mengamati dua orang di hadapannya.Kasih menatap ke arah Johan dengan masih menaruh rasa curiga."Jadi begitu, ya? Saya benar-benar menyesal ...." cicit Johan sembari menundukkan kepalanya lagi."Maaf, aku juga mau bertanya pada Kak Johan," ucap Kasih kemudian."Apa itu?""Jika Kak Johan sudah sembuh, kenapa Kak Johan nggak kembali ke rumah Tuan Xavier dan membantunya?" tanya gadis itu dengan kedua alis saling bertaut.Johan terdiam. "Sudah aku katakan sebelumnya bahwa aku ingin mencari tahu soal penyebab kecelakaan itu. Lagi pula jika aku muncul tiba-tiba, maka k
Setelah berbicara serius dengan Johan dan Sintia, Kasih dan Xavier mulai membersihkan diri. Sintia mengizinkan kedua tamunya itu untuk beristirahat di rumahnya."Maaf mengganggu, Mbak. Tapi kami berdua butuh waktu satu minggu sebelum kembali," ucap Kasih merasa tak enak hati. Gadis cantik dengan rambut panjang yang digelung itu terlihat segar setelah selesai mandi. Kini gantian Xavier yang sedang membersihkan diri.Dengan tatapan matanya, Sintia seolah memindai gadis remaja yang berdiri di hadapannya. "Nggak masalah, sih. Asalkan Mas Jo nggak disakiti lagi," sahutnya.Kasih tersenyum. "Tentu saja, Mbak. Bagaimana pun juga Kak Johan kan temannya Xavi."Sintia menaikkan sebelah alisnya. "Tapi masa kamu manggil suami kamu langsung dengan namanya? Sepertinya dia seusia dengan Mas Jo. Apa nggak masalah kalau nanti Tuan Xavier sudah mendapatkan ingatannya kembali dan kamu manggil dia begitu?" tanya gadis itu.Kasih terperangah. Ia setuju dengan ucapan Sintia. "Tapi ... Aku pernah memanggil
"Sayang ...." Sapaan lembut itu menyadarkan Kasih dari lamunannya. Wanita itu pun menoleh dan mendapati sang suami yang sudah kembali."Ah, Xavi ...." sahut Kasih yang terlihat gugup."Ada apa?" tanya pria itu.Xavier kembali duduk di samping Kasih, ia menaikkan sebelah alisnya, saat menyadari ada yang aneh dengan istrinya. Namun, Kasih hanya tersenyum."Ada apa? Apakah ada yang mengganggumu? Katakan siapa dan bagaimana orangnya?" tanya Xavier sembari meraih tangan Kasih dan menggenggamnya dengan lembut.Kasih menggeleng. "Nggak ada apa-apa, kok. Nggak ada yang menggangguku juga," jawabnya sembari tersenyum lagi."Benarkah?""Iya, Xavi. Sudahlah sebaiknya kamu makan dulu," ucap Kasih sembari menunjuk piring suaminya yang masih penuh."Baiklah kalau kamu bilang begitu." Xavier menurut dan segera menyantap makanannya.Sementara itu, di dalam hati Kasih ingin menanyakan sejuta pertanyaan mengenai hubungan Xavier dan Erika sebelumnya. Ia menikah dengan Xavier karena perjanjian dan berlanj
Seorang wanita cantik yang seusia dengan Xavier tersenyum ramah. Wanita itu menatap Xavier dan juga wanita cantik bertubuh mungil yang menggandeng tangan direktur Zeen Corporation."Erika," sahut Xavier dengan ekspresi datarnya yang khas. Memang senyumannya khusus diberikan pada Kasih saja.Kasih pun mengangguk sopan untuk menyapa. Gerakannya sungguh terlihat anggun. Erika kemudian memerhatikan wanita cantik yang tampak masih begitu muda."Selamat datang, kamu pasti istrinya Xavier," ucap Erika ramah."Iya ...." jawab Kasih sembari tersenyum manis.Erika membalas senyuman Kasih. Lalu wanita itu mengulurkan tangan kanannya. "Aku Erika, dulu aku temannya suamimu," ucapnya ramah.Kasih menyambut uluran tangan tersebut. "Saya Kasih," ucapnya."Nama yang bagus. Kamu benar-benar pintar memilih istri, Xavier. Tapi kenapa kalian nggak mengadakan pesta?" tanya Erika yang kemudian menarik tangannya kembali."Ah ... Itu ...." Kasih bingung memberikan jawabannya."Kami hanya mengadakan intimate w
Beberapa hari telah berlalu. Di kediaman Xavier dan Kasih sudah mulai kembali tenang. Kali ini Xavier tak akan membiarkan siapa pun menyentuh keluarganya."Kakek dengar kamu diculik, Kasih. Bagaimana keadaanmu?" tanya Wibowo di sela-sela makan malam yang diadakan di kediaman Xavier."Aku baik-baik saja, Kek," sahut Kasih sembari tersenyum."Benarkah?""Iya. Kakek jangan khawatir. Xavi selalu menjagaku dengan baik. Bahkan pelakunya sudah ditangkap," jawab wanita cantik itu."Syukurlah kalau begitu." Wibowo terlihat lega mendengarnya. Pria itu kemudian menatap sang cucu."Kakek tidak perlu khawatir. Orang-orang yang telah berani menyentuh Kasih sudah berada di tempat yang benar," ujarnya dengan tatapan tegasnya.Wibowo mengangguk. "Kakek percaya padamu, Xavier. Kamu ternyata benar-benar mirip dengan ayahmu. Sampai akhir hayat pun William melindungi ibumu dengan baik. Meski akhirnya takdir berkata lain dan Tuhan mempersatukan mereka di tempat yang baru," paparnya teringat dengan sang put
Xavier pulang dari kantornya dengan ekspresi lesu. Pria itu langsung mencari sang istri yang tengah duduk di taman belakang, menikmati suasana sore yang indah."Sayang," panggil Xavier yang berjalan mendekati istrinya."Ah ... Xavi ...." sahut Kasih dengan senyuman cerah yang langsung menghangatkan hati sang pria dingin."Aku mencarimu, ternyata kamu di sini," ucap pria tampan itu yang kemudian duduk di sebelah Kasih."Aku hanya sedang menikmati waktu senggang ku, Xavi. Dan kamu sudah mandi?""Kenapa? Apa kamu mau memandikanku?" goda Xavier. Pria itu kemudian memeluk dan mencium pipi Kasih dengan lembut."Haha. Kamu kan sudah besar, Xavi.""Iya, iya. Aku sudah besar. Dan sebentar lagi aku akan memiliki anak denganmu," bisiknya sembari mengusap lembut perut Kasih yang terasa semakin membesar."Iya. Semoga anak kita sehat, ya, Xavi?""Aamiin."Kasih menoleh menatap wajah suaminya. "Tapi sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa wajahmu terlihat murung?" tanyanya sembari mengusap pipi Xavier d
Kejadian penculikan tersebut membuat Xavier semakin posesif pada istrinya. Pria itu kini meminta orang kepercayaannya untuk mengawasi Kasih di mana pun wanita itu berada."Pokoknya jangan sampai kalian mengalihkan perhatian kalian dari istriku! Kalian harus bisa melindunginya! Aku juga sudah membayar kalian untuk bekerja dengan benar!" tegas Xavier sebelum pria itu memasuki mobilnya."Baik, Tuan," jawab dua orang bodyguard yang diberi tugas dengan patuh."Xavi ... Apakah masih lama?" tanya Kasih yang sudah duduk menunggu di dalam mobil."Ah. Tidak. Aku segera ke sana," ucap Xavier. Lalu pria itu kembali menatap kedua bodyguard-nya. "Dan satu hal lagi. Tangkap orang yang bekerja sama dengan perempuan kurang ajar itu!""Baik, Tuan."Setelah mendengar jawaban dari dua bodyguard-nya, Xavier segera masuk ke dalam mobil. Pria itu akan memastikan istrinya baik-baik saja saat tiba di kampus. Untuk sementara, Xavier masih mencari keberadaan pelaku lain di balik penculikan istrinya. Setidaknya
Kasih mencoba melepaskan ikatannya. Sejak tadi ia tidak melawan karena takut pada keadaan kehamilannya. Namun ternyata Arina memilih nekat."Jangan macam-macam!" seru Kasih."Kenapa? Kamu takut? Nyatanya suami kamu nggak dateng, tuh. Lagian ... Siapa juga yang mau sama cewek bekas," cela Arina merendahkan sepupu tirinya lagi."Ughhh ...."Gadis itu berjalan semakin mendekat. Saat itu juga, tanpa mereka berdua sadari, datanglah segerombolan orang."Berhenti di situ!" Suara tegas dan dingin itu terdengar dari arah pintu masuk.Xavier datang tepat waktu. Pria itu pun berlari menerjang Arina dan berhasil menjauhkannya dari Kasih yang masih terikat."Argh!" Arina memekik kesakitan saat tubuhnya yang lebih kecil didorong dengan kuat. Lalu datanglah beberapa orang lagi yang mulai menangkapnya."Lepas!" teriaknya mencoba melepaskan diri.Sementara Xavier berhasil melepaskan istrinya dan segera menggendong wanita itu dengan kedua tangannya."Bawa dia dan kita akan memberikan hukuman yang setim
"Tahan Nona Kasih dan mintalah orang di rumah untuk membawakan mobil lain ...." pinta sang sopriypribadi Xavier. Dari suaranya terdengar ia sedang kesakitan."A-apa?! Jadi yang barusan ...." gumam sang bodyguard mulai panik. "Sial!" umpatnya."Selamatkan Nona Kasih ...." ucap sang sopir lagi."Baiklah. Kamu juga bertahanlah dan minta bantuan yang lain. Aku akan segera menghubungi yang lainnya untuk mencari mobil itu dan menyelamatkan Nona!" serunya.Setelah mendapatkan laporan tersebut, mereka segera mencari keberadaan mobil sang Nona Muda. Laporan pun terdengar sampai ke telinga Xavier dengan cepat."Berengsek! Aku tidak akan mengampuni siapa pun yang melukai istriku! Segera tangkap orang itu!" titah Xavier dengan amarah yang memuncak.Pria tampan itu segera bangkit dari tempat duduknya untuk ikut mencari keberadaan Kasih. Beberapa anak buahnya pun dikerahkan untuk mencari keberadaan mobil yang ditugaskan untuk menjemput sang istri."Sialan! Bagaimana bisa kalian kecolongan seperti i
"Sisi, ini hari terakhir kamu ujian, kan?" tanya Xavier saat dia dan Kasih sedang bersiap di dalam kamar."Iya. Kenapa?" tanya wanita itu sembari mengepang rambutnya yang panjang dan hitam.Xavier berjalan mendekat. Pria itu kemudian berlutut di samping sang istri yang sedang duduk di depan meja rias."Nanti malam kita makan di restoran biasa, ya?" ajak pria itu dengan senyuman lembut yang memesona.Kasih segera memasang pita merah muda di ujung rambutnya. Wanita itu pun tersenyum tak kalah manis. "Iya.""Bagus." Xavier meraih tangan sang istri dan menempelkannya pada salah satu pipi. Diciumnya telapak tangan yang halus itu dengan lembut."Xavi ... Kamu kebiasaan, deh," protes Kasih merasa geli. Ada rasa basah di telapak tangannya."Memangnya kenapa? Aku hanya melakukan ini denganmu," sahut Xavier yang kemudian mencium punggung tangan istrinya."Dasar, Om!" ejek wanita itu.Salah satu alis Xavier terangkat. "Apa maksudmu meledekku lagi, ha? Apa kamu sengaja mau dihukum pagi ini dan ng
"Tapi harganya ...." gumam Kasih, tak bisa berhenti memikirkan harga perhiasan yang baru saja diberikan suaminya. Dia merasa takut karena perhiasan itu terlalu mahal baginya.Xavier hanya terkekeh melihat reaksi istri kecilnya yang terlihat begitu lucu dalam kebingungan. "Jangan khawatir, Sayang," ujarnya dengan lembut. "Aku tidak akan jatuh miskin hanya dengan membelikanmu kalung dan anting ini. Lagi pula, perhiasan ini sebenarnya tak ada apa-apanya dibanding jasamu yang telah menyelamatkan nyawaku sebanyak dua kali."Terbayanglah dalam benak Kasih saat ia memberanikan diri menolong Xavier dari kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya. Serta saat ia dengan nekat merebut racun pada minuman Xavier dan meneguknya."Tapi aku ikhlas melakukannya ...." sahut Kasih. Dia tak suka jika suaminya hanya berbuat baik karena ingin membalas budi saja."Iya, aku mengerti. Jadi jangan sungkan, Sisi. Mintalah padaku apa pun yang kamu mau. Aku pasti akan menurutinya," ucap Xavier sembari memeluk Kasih