Terkejut, Kasih membulatkan kedua matanya. "A-apa?""Xavi ingin Sisi," jawab Xavier dengan suara beratnya yang terdengar menggelitik telinga gadis dalam kungkungannya."Kita pacaran, kan?" tanya pria itu kemudian.Kasih hanya diam. Entah mengapa suami bocahnya itu saat ini terlihat berbeda. Tatapan Xavier yang biasanya polos, terlihat begitu dewasa dan memang seolah ingin memangsanya. Kasih pun mulai merasa gugup. Jantungnya berdegup kencang mendapatkan tatapan seintens itu dari suaminya."Xavi hanya ingin Sisi jadi milik Xavi," bisik pria itu mulai mendekatkan wajahnya. Xavier berbisik tepat di telinga kanan sang istri.Kasih yang masih bingung sekaligus tak percaya dengan tindakan suami bocahnya pun mencoba menahan dada bidang yang menghimpitnya dengan kedua tangannya. Xavier benar-benar berat dengan ukuran tubuhnya yang jauh lebih besar dari Kasih.CupTiba-tiba saja Xavier mencium pipi Kasih dengan lembut. Kasih yang kaget menoleh menatapnya dengan tatapan bingung. Sementara Xavie
Tangan Kasih bergetar saat menyadari apa yang telah ia lakukan. Baru saja dia menampar wajah suaminya dengan cukup kuat. Menimbulkan rasa perih baik di telapak tangannya maupun di pipi Xavier.Namun Kasih tentu saja tak melakukannya semata-mata tanpa alasan. Baru saja sekelebat ingatan mengenai malam panasnya yang bergairah dan telah menghancurkannya muncul. Membuat Kasih tak menikmati ciuman dengan suami bocahnya."Ahhh ...." Gadis itu mulai merasa bersalah.Xavier masih saja diam. Pria itu kemudian menatap Kasih sembari memundurkan tubuhnya. Ekspresi kaget pria itu masih terlihat jelas. Lalu Xavier menatap Kasih dengan tatapan kecewa."Ahh. Xavi ... Aku nggak ...." Gadis itu kehilangan kata-katanya. Ia tentu saja takut ketika harus mengungkapkan ketakutan terbesarnya. Namun Xavier yang merupakan suami sahnya kini menatap sedih padanya."Kenapa Sisi menampar Xavi? Apakah Sisi nggak suka Xavi?" tanya pria itu dengan tatapan polos.Kasih menelan ludahnya. Xavier pun berguling ke sampin
Malam itu Kasih duduk di atas tempat tidurnya. Sementara Xavier baru saja keluar dari kamar mandi. Pria itu berjalan pelan mendekati sang istri.Dengan warna piyama yang serasi dengan Kasih, pria itu duduk di salah satu sisi tempat tidur."Ada apa, Xavi?" tanya Kasih saat suaminya menoleh menatapnya.Xavier diam sejenak kemudian menaikkan kedua kakinya ke atas kasur. Dia meraih bantal guling dan meletakkannya di tengah-tengah. Lalu dengan gerakan cepat tanpa menjawab pertanyaan Kasih, Xavier memindahkan tubuh ramping itu pada salah satu sisi ranjang."Sisi bobok di sini, Xavi di sini. Jangan lewati bantal guling ini," tegasnya.Kasih menautkan kedua alisnya. "Kamu ... yakin?"Xavier menjawab dengan anggukan. "Tapi ... Bukannya kamu selalu minta peluk kalau tidur?" tanya Kasih khawatir.Xavier diam sejenak. "Iya, sih ... Tapi Sisi kan takut sama laki-laki. Xavi nggak mau menakuti Sisi," gumamnya dengan bibir mengerucut.Ternyata pria bocah itu khawatir pada istrinya. Kasih pun terseny
Setelah mengajukan pertanyaan, Xavier menunggu Kasih memberikan jawabannya. Gadis itu pun mengangguk setuju, membuat suami bocahnya tersenyum senang."Makasih, Sisi. Xavi akan pelan," ucap pria tampan itu yang kini kembali duduk.Xavier menatap Kasih yang sudah berbaring di hadapannya dengan pasrah. Pria bocah itu pun mulai menjulurkan kedua tangannya dan kini menarik kain terakhir yang menutupi dada sintal yang indah itu.Kedua alis Xavi terangkat saat melihat hal yang pernah ia sentuh sebelumnya dan membuatnya terkena tamparan keras dari Kasih. "Ja-jangan melihatnya seperti itu ...." cicit Kasih malu dengan wajah merah padamnya.Xavier menatap wajah Kasih yang merah itu. "Tapi susu Sisi bagus," ucapnya takjub, membuat Kasih semakin malu. Ingin rasanya Kasih menghilang dari hadapan suami bocahnya yang bodoh itu. Tak ia sangka bahwa Xavier bisa mengatakan hal seperti itu padanya."Omong kosong!" sahut Kasih sembari memalingkan wajahnya.Xavier pun terdiam. Membuat Kasih kembali menat
"Xavi, aku harus segera berangkat," ucap Kasih yang kini duduk sembari memangku Xavier yang kembali menyusu padanya."Puahhh. Sebentar, Sisi ...." jawab pria itu sembari membuka mulutnya sejenak, lalu kembali menghisap payudara sekal Kasih lagi seperti bayi."Tapi aku ada kelas, Xavi," ucap Kasih sembari memeriksa jam pada ponselnya.Sudah beberapa hari ini Xavier terus saja meminta menyusu padanya. Padahal gadis itu sama sekali tak mengeluarkan asi. Xavier hanya mencari kenyamanan dalam pelukan Kasih dan bermanja-manja pada gadis cantik itu."Ayolah, Xavi. Kita lanjutkan nanti saja," bujuk Kasih sembari menarik kepala suaminya agar melepas hisapan di dadanya."Akh!" Gadis itu malah terpekik pelan saat merasakan sedikit sakit pada pucuk dadanya yang dihisap cukup kuat oleh Xavier."Uhhh. Sakit?" tanya pria itu mulai panik.Kasih mengangguk sembari menutupi dadanya dengan tangan."Maaf ... Habisnya Sisi tiba-tiba menarik Xavi," cicit pria itu sembari mengerucutkan bibirnya."Soalnya ka
"A-apa, Kek?" Kasih terkejut mendengar permintaan pria tua di hadapannya. Ia sendiri tahu bagaimana sulitnya untuk membuat suaminya mengingat masa lalunya. Mengapa tiba-tiba Wibowo memintanya mempercepat kepulihannya?"Maaf jika permintaan Kakek terkesan memaksa, Kasih. Tapi hanya padamu Xavier menurut. Kakek berharap banyak padamu," pinta Wibowo lagi dengan tatapan sendu."Bukannya saya nggak mau, Kek. Tapi Kakek tahu sendiri bagaimana Xavier. Dia akan marah jika saya memaksanya. Bahkan ... dia bisa pingsan karena sakit kepala saat kita memaksa dia mengingat masa lalunya," jelas Kasih merasa keberatan.Wibowo diam sejenak. Lalu pria tua itu membuang napasnya. "Kakek mengerti. Hanya saja ... Jika kita tidak bisa mempercepat kepulihannya, maka dalam waktu dekat perusahaan yang telah lama dibangun oleh kedua orang tua Xavier bisa colaps," paparnya.Mendengar penjelasan dari kakek mertuanya, Kasih merasa tertekan. Akan tetapi ia juga merasa kasihan pada Xavier. Zeen Corporation merupakan
Kabar kebangkrutan Zeen Corporation membuat Kasih tak bisa tidur. Malam itu setelah berhasil membuat Xavier terlelap, gadis itu memilih bangun kembali dan duduk pada meja kerja yang ada di kamar Xavier.Dalam kesunyian malam, Kasih mencari tahu soal perusahaan yang telah dipimpin oleh suaminya. Berbagai informasi yang ada di meja kerja Xavier ia baca dengan saksama. Berharap dirinya bisa membantu dalam memulihkan ingatan Xavier dan juga menjaga agar perusahaan suaminya tidak colaps."Aku benar-benar nggak ngerti. Ini masih cukup asing bagiku ... Tapi ... Xavier benar-benar hebat bisa menjalankan perusahaan milik kedua orang tuanya di usianya yang masih sangat muda," puji Kasih dengan berbisik pelan sembari menatap ke arah tempat tidur di mana suaminya sudah terlelap dibuai mimpi.Gadis itu kagum dengan prestasi suaminya. Tak dia sangka, Xavier pernah menimba ilmu di luar negeri. Bahkan pria itu menjadi lulusan terbaik seangkatannya. Pantas saja pria itu bisa memimpin per
Tubuh Kasih tiba-tiba menggigil saat membaca tulisan tangan Xavier. Tulisan itu terlihat semakin menebal di paragraf terakhirnya. Terlihat penuh emosi dan amarah."Ya ampun ... Apakah benar seperti ini?" gumam Kasih sembari menutup mulutnya dengan salah satu tangan agar ia tak memekik.Dada Kasih merasa sesak seketika. Tulisan Xavier seperti menunjukkan kemarahan yang tak tertahan. Bahkan tulisan itu berubah menjadi semakin tak rapi.[PAPAH DAN MAMAH MENINGGAL KARENA DIBUNUH]"Ya Tuhan ...."Kasih membuka lembaran selanjutnya. Di sana ada beberapa foto kecelakaan mobil yang disimpan. Berikut dengan data tulisan Xavier. Kini gadis itu tahu jika kedua mertuanya tiada saat Xavier berusia lima tahun. Dan catatan itu dibuat ketika Xavier masih remaja. Nampaknya pria itu mulai curiga setelah mengerti sesuatu.Tangan Kasih mulai dingin karena membaca kejadian tak menyenangkan itu. Di sana hanya ada data-data kecelakaan kedua mertuanya yang kurang lengkap. Dan kemung
Seorang wanita cantik yang seusia dengan Xavier tersenyum ramah. Wanita itu menatap Xavier dan juga wanita cantik bertubuh mungil yang menggandeng tangan direktur Zeen Corporation."Erika," sahut Xavier dengan ekspresi datarnya yang khas. Memang senyumannya khusus diberikan pada Kasih saja.Kasih pun mengangguk sopan untuk menyapa. Gerakannya sungguh terlihat anggun. Erika kemudian memerhatikan wanita cantik yang tampak masih begitu muda."Selamat datang, kamu pasti istrinya Xavier," ucap Erika ramah."Iya ...." jawab Kasih sembari tersenyum manis.Erika membalas senyuman Kasih. Lalu wanita itu mengulurkan tangan kanannya. "Aku Erika, dulu aku temannya suamimu," ucapnya ramah.Kasih menyambut uluran tangan tersebut. "Saya Kasih," ucapnya."Nama yang bagus. Kamu benar-benar pintar memilih istri, Xavier. Tapi kenapa kalian nggak mengadakan pesta?" tanya Erika yang kemudian menarik tangannya kembali."Ah ... Itu ...." Kasih bingung memberikan jawabannya."Kami hanya mengadakan intimate w
Beberapa hari telah berlalu. Di kediaman Xavier dan Kasih sudah mulai kembali tenang. Kali ini Xavier tak akan membiarkan siapa pun menyentuh keluarganya."Kakek dengar kamu diculik, Kasih. Bagaimana keadaanmu?" tanya Wibowo di sela-sela makan malam yang diadakan di kediaman Xavier."Aku baik-baik saja, Kek," sahut Kasih sembari tersenyum."Benarkah?""Iya. Kakek jangan khawatir. Xavi selalu menjagaku dengan baik. Bahkan pelakunya sudah ditangkap," jawab wanita cantik itu."Syukurlah kalau begitu." Wibowo terlihat lega mendengarnya. Pria itu kemudian menatap sang cucu."Kakek tidak perlu khawatir. Orang-orang yang telah berani menyentuh Kasih sudah berada di tempat yang benar," ujarnya dengan tatapan tegasnya.Wibowo mengangguk. "Kakek percaya padamu, Xavier. Kamu ternyata benar-benar mirip dengan ayahmu. Sampai akhir hayat pun William melindungi ibumu dengan baik. Meski akhirnya takdir berkata lain dan Tuhan mempersatukan mereka di tempat yang baru," paparnya teringat dengan sang put
Xavier pulang dari kantornya dengan ekspresi lesu. Pria itu langsung mencari sang istri yang tengah duduk di taman belakang, menikmati suasana sore yang indah."Sayang," panggil Xavier yang berjalan mendekati istrinya."Ah ... Xavi ...." sahut Kasih dengan senyuman cerah yang langsung menghangatkan hati sang pria dingin."Aku mencarimu, ternyata kamu di sini," ucap pria tampan itu yang kemudian duduk di sebelah Kasih."Aku hanya sedang menikmati waktu senggang ku, Xavi. Dan kamu sudah mandi?""Kenapa? Apa kamu mau memandikanku?" goda Xavier. Pria itu kemudian memeluk dan mencium pipi Kasih dengan lembut."Haha. Kamu kan sudah besar, Xavi.""Iya, iya. Aku sudah besar. Dan sebentar lagi aku akan memiliki anak denganmu," bisiknya sembari mengusap lembut perut Kasih yang terasa semakin membesar."Iya. Semoga anak kita sehat, ya, Xavi?""Aamiin."Kasih menoleh menatap wajah suaminya. "Tapi sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa wajahmu terlihat murung?" tanyanya sembari mengusap pipi Xavier d
Kejadian penculikan tersebut membuat Xavier semakin posesif pada istrinya. Pria itu kini meminta orang kepercayaannya untuk mengawasi Kasih di mana pun wanita itu berada."Pokoknya jangan sampai kalian mengalihkan perhatian kalian dari istriku! Kalian harus bisa melindunginya! Aku juga sudah membayar kalian untuk bekerja dengan benar!" tegas Xavier sebelum pria itu memasuki mobilnya."Baik, Tuan," jawab dua orang bodyguard yang diberi tugas dengan patuh."Xavi ... Apakah masih lama?" tanya Kasih yang sudah duduk menunggu di dalam mobil."Ah. Tidak. Aku segera ke sana," ucap Xavier. Lalu pria itu kembali menatap kedua bodyguard-nya. "Dan satu hal lagi. Tangkap orang yang bekerja sama dengan perempuan kurang ajar itu!""Baik, Tuan."Setelah mendengar jawaban dari dua bodyguard-nya, Xavier segera masuk ke dalam mobil. Pria itu akan memastikan istrinya baik-baik saja saat tiba di kampus. Untuk sementara, Xavier masih mencari keberadaan pelaku lain di balik penculikan istrinya. Setidaknya
Kasih mencoba melepaskan ikatannya. Sejak tadi ia tidak melawan karena takut pada keadaan kehamilannya. Namun ternyata Arina memilih nekat."Jangan macam-macam!" seru Kasih."Kenapa? Kamu takut? Nyatanya suami kamu nggak dateng, tuh. Lagian ... Siapa juga yang mau sama cewek bekas," cela Arina merendahkan sepupu tirinya lagi."Ughhh ...."Gadis itu berjalan semakin mendekat. Saat itu juga, tanpa mereka berdua sadari, datanglah segerombolan orang."Berhenti di situ!" Suara tegas dan dingin itu terdengar dari arah pintu masuk.Xavier datang tepat waktu. Pria itu pun berlari menerjang Arina dan berhasil menjauhkannya dari Kasih yang masih terikat."Argh!" Arina memekik kesakitan saat tubuhnya yang lebih kecil didorong dengan kuat. Lalu datanglah beberapa orang lagi yang mulai menangkapnya."Lepas!" teriaknya mencoba melepaskan diri.Sementara Xavier berhasil melepaskan istrinya dan segera menggendong wanita itu dengan kedua tangannya."Bawa dia dan kita akan memberikan hukuman yang setim
"Tahan Nona Kasih dan mintalah orang di rumah untuk membawakan mobil lain ...." pinta sang sopriypribadi Xavier. Dari suaranya terdengar ia sedang kesakitan."A-apa?! Jadi yang barusan ...." gumam sang bodyguard mulai panik. "Sial!" umpatnya."Selamatkan Nona Kasih ...." ucap sang sopir lagi."Baiklah. Kamu juga bertahanlah dan minta bantuan yang lain. Aku akan segera menghubungi yang lainnya untuk mencari mobil itu dan menyelamatkan Nona!" serunya.Setelah mendapatkan laporan tersebut, mereka segera mencari keberadaan mobil sang Nona Muda. Laporan pun terdengar sampai ke telinga Xavier dengan cepat."Berengsek! Aku tidak akan mengampuni siapa pun yang melukai istriku! Segera tangkap orang itu!" titah Xavier dengan amarah yang memuncak.Pria tampan itu segera bangkit dari tempat duduknya untuk ikut mencari keberadaan Kasih. Beberapa anak buahnya pun dikerahkan untuk mencari keberadaan mobil yang ditugaskan untuk menjemput sang istri."Sialan! Bagaimana bisa kalian kecolongan seperti i
"Sisi, ini hari terakhir kamu ujian, kan?" tanya Xavier saat dia dan Kasih sedang bersiap di dalam kamar."Iya. Kenapa?" tanya wanita itu sembari mengepang rambutnya yang panjang dan hitam.Xavier berjalan mendekat. Pria itu kemudian berlutut di samping sang istri yang sedang duduk di depan meja rias."Nanti malam kita makan di restoran biasa, ya?" ajak pria itu dengan senyuman lembut yang memesona.Kasih segera memasang pita merah muda di ujung rambutnya. Wanita itu pun tersenyum tak kalah manis. "Iya.""Bagus." Xavier meraih tangan sang istri dan menempelkannya pada salah satu pipi. Diciumnya telapak tangan yang halus itu dengan lembut."Xavi ... Kamu kebiasaan, deh," protes Kasih merasa geli. Ada rasa basah di telapak tangannya."Memangnya kenapa? Aku hanya melakukan ini denganmu," sahut Xavier yang kemudian mencium punggung tangan istrinya."Dasar, Om!" ejek wanita itu.Salah satu alis Xavier terangkat. "Apa maksudmu meledekku lagi, ha? Apa kamu sengaja mau dihukum pagi ini dan ng
"Tapi harganya ...." gumam Kasih, tak bisa berhenti memikirkan harga perhiasan yang baru saja diberikan suaminya. Dia merasa takut karena perhiasan itu terlalu mahal baginya.Xavier hanya terkekeh melihat reaksi istri kecilnya yang terlihat begitu lucu dalam kebingungan. "Jangan khawatir, Sayang," ujarnya dengan lembut. "Aku tidak akan jatuh miskin hanya dengan membelikanmu kalung dan anting ini. Lagi pula, perhiasan ini sebenarnya tak ada apa-apanya dibanding jasamu yang telah menyelamatkan nyawaku sebanyak dua kali."Terbayanglah dalam benak Kasih saat ia memberanikan diri menolong Xavier dari kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya. Serta saat ia dengan nekat merebut racun pada minuman Xavier dan meneguknya."Tapi aku ikhlas melakukannya ...." sahut Kasih. Dia tak suka jika suaminya hanya berbuat baik karena ingin membalas budi saja."Iya, aku mengerti. Jadi jangan sungkan, Sisi. Mintalah padaku apa pun yang kamu mau. Aku pasti akan menurutinya," ucap Xavier sembari memeluk Kasih
"Jadi ... Kita mau ke mana?" tanya Kasih saat dalam perjalanan pulangnya dari kampus. Sang suami dengan sengaja menjemputnya."Ikut saja," jawab Xavier dengan sebuah senyuman misterius.Kasih menaikkan kedua alisnya. "Baiklah. Aku akan menurut saja," sahutnya.Mobil membawa keduanya ke sebuah toko perhiasan terbesar di kota. Kasih menoleh menatap sang suami saat mobil sudah mulai memasuki area parkir."Beli perhiasan?" tanya Kasih.Xavier menjawab dengan anggukan. "Ya. Ayo!" ajaknya sembari mengulurkan tangannya.Pasangan itu kembali menjadi pusat perhatian ketika berjalan memasuki toko perhiasan. Sambutan hangat pun diterima mulai dari pintu depan."Salamat datang, Tuan dan Nona," sambut sang manajer toko."Hm." Xavier membalas dengan anggukan."Silakan. Ada yang bisa saya bantu?" ucap pria berusia sekitar empat puluh tahunan itu dengan ramah."Aku mau membelikan perhiasan untuk istriku," jawab Xavier yang seperti biasa, selalu tegas dan dingin pada orang lain."Anda tepat sekali dat