Kabar kebangkrutan Zeen Corporation membuat Kasih tak bisa tidur. Malam itu setelah berhasil membuat Xavier terlelap, gadis itu memilih bangun kembali dan duduk pada meja kerja yang ada di kamar Xavier.
Dalam kesunyian malam, Kasih mencari tahu soal perusahaan yang telah dipimpin oleh suaminya. Berbagai informasi yang ada di meja kerja Xavier ia baca dengan saksama. Berharap dirinya bisa membantu dalam memulihkan ingatan Xavier dan juga menjaga agar perusahaan suaminya tidak colaps."Aku benar-benar nggak ngerti. Ini masih cukup asing bagiku ... Tapi ... Xavier benar-benar hebat bisa menjalankan perusahaan milik kedua orang tuanya di usianya yang masih sangat muda," puji Kasih dengan berbisik pelan sembari menatap ke arah tempat tidur di mana suaminya sudah terlelap dibuai mimpi.Gadis itu kagum dengan prestasi suaminya. Tak dia sangka, Xavier pernah menimba ilmu di luar negeri. Bahkan pria itu menjadi lulusan terbaik seangkatannya. Pantas saja pria itu bisa memimpin perTubuh Kasih tiba-tiba menggigil saat membaca tulisan tangan Xavier. Tulisan itu terlihat semakin menebal di paragraf terakhirnya. Terlihat penuh emosi dan amarah."Ya ampun ... Apakah benar seperti ini?" gumam Kasih sembari menutup mulutnya dengan salah satu tangan agar ia tak memekik.Dada Kasih merasa sesak seketika. Tulisan Xavier seperti menunjukkan kemarahan yang tak tertahan. Bahkan tulisan itu berubah menjadi semakin tak rapi.[PAPAH DAN MAMAH MENINGGAL KARENA DIBUNUH]"Ya Tuhan ...."Kasih membuka lembaran selanjutnya. Di sana ada beberapa foto kecelakaan mobil yang disimpan. Berikut dengan data tulisan Xavier. Kini gadis itu tahu jika kedua mertuanya tiada saat Xavier berusia lima tahun. Dan catatan itu dibuat ketika Xavier masih remaja. Nampaknya pria itu mulai curiga setelah mengerti sesuatu.Tangan Kasih mulai dingin karena membaca kejadian tak menyenangkan itu. Di sana hanya ada data-data kecelakaan kedua mertuanya yang kurang lengkap. Dan kemung
Mendengar bisikan yang tak biasa dari Xavier, perasaan Kasih berubah seketika. Pelukannya mengendur, dan matanya menatap wajah Xavier yang tak asing itu dengan heran."Barusan kamu bilang apa?" tanya Kasih terbata, tangisannya terhenti seketika oleh rasa ingin tahu dan kebingungan yang muncul tiba-tiba.Xavier balas menatap wajah Kasih yang basah oleh air mata. Dengan lembut, pria itu mengusap wajah Kasih dan berkata, "Kasih Rahayu ... Itu kan nama Sisi?"Kasih terdiam, kedua matanya kini tergenang oleh air mata yang terhenti. Sejenak, baru saja ia mengira Xavier telah berhasil mengingat kembali masa lalunya. Gadis itu segera menyeka air matanya yang jatuh, berusaha menahan harap yang telah tumbuh di dadanya."Ahhh. Ya. Itu nama lengkapku," kata Kasih mengangguk pelan.Xavier ikut mengangguk sambil meraih tangan ramping Kasih dan menggenggamnya erat. "Nama Sisi bagus, kok. Jadi, jangan sedih, ya?" Namun, kemudian sorot matanya berubah, dan pria itu menaikkan kedua alisnya sambil membe
Xavier ikut kaget mendengar teriakan istrinya. Pria itu pun mendongak dan mulai menyentuh lutut Kasih."Maaf kalau Xavi ngagetin Sisi," cicit pria itu merasa bersalah.Kasih mengusap dadanya, ingin meredakan debaran di dalam jantungnya yang berdetak begitu cepat seolah ingin keluar dari rongga dadanya."Kamu benar-benar ...."Xavier pun berdiri. Pria itu meraih buku catatan Kasih yang berada di atas meja."Eh?" Kasih terkejut dan berusaha merebut kembali buku catatannya. Akan tetapi gerakan Xavier lebih cepat dan pria itu lebih tinggi dari Kasih.Kedua alis pria itu saling bertaut ketika membaca tulisan rapi Kasih. Ia kemudian menatap Kasih. "Sisi ... Apa benar kedua orang tua Xavi dibunuh?" tanya pria itu.Kasih tersentak mendengarnya. Lalu ia teringat bahwa catatan itu dibuat oleh Xavier ketika pria itu beranjak dewasa. Xavier yang sudah bisa mengolah informasi dengan akurat, mulai curiga dengan kematian kedua orang tuanya."Ah ....""Benarkah itu, Sisi?" tanya Xavier sembari menata
Kasih terdiam mendengar pertanyaan beruntun yang diajukan oleh suami bocahnya. Gadis itu memalingkan wajah karena tak bisa menjawab. Jujur saja ia pasti akan sedih jika Xavier melupakannya. Tapi itu semua sesuai dengan perjanjian yang pernah dibuat dengan Kakek Wibowo."Ya, aku akan bahagia, Xavi. Aku akan menerima Xavi apa adanya ...." Jawaban Kasih hanyalah dusta. Ia yang sudah jatuh cinta pada suami bocahnya mana mungkin bisa bahagia jika pria itu melupakannya. Namun ia sangat sadar diri karena dia akan segera bercerai setelah Xavier mendapatkan ingatannya kembali.Xavier menatap kedua mata Kasih. Pria itu terdiam lalu melepaskan genggaman tangannya. "Baiklah ...."Suasana tiba-tiba menjadi canggung. Xavier sepertinya terlihat tidak puas."Eummm. Xavi ... Untuk mengembalikan ingatan kamu, bagaimana kalau kita pergi ke kampung lamaku?" usul Kasih sembari menatap suaminya lagi.Xavier kembali menoleh. "Ke kampung lama Sisi?""Iya." Kasih mengangguk.Pria itu terlihat memikirkan sesua
Kasih terkesiap ketika merasakan tangan Xavier tiba-tiba menyelinap dan bergerak lincah di bawah sana. Dia tentu saja terkejut, sebab tindakan tersebut sungguh tak terduga dan tidak biasa dari suami bocah yang selama ini dia anggap polos itu. "Xa-Xavi ...." bisik Kasih lemah, merasa campur aduk antara malu, kaget, dan penasaran seiring tangan Xavier mulai meraba dengan lembut bagian bokongnya. 'Kenapa Xavier seperti ini? Apakah di baru saja menonton film romantis dewasa lagi? Atau dia menonton video porno!' gumam Kasih dalam hati, mencoba mencari tahu alasan di balik perubahan tindakan Xavier yang belum pernah ia alami sebelumnya.Xavier sekali lagi mencium bibir Kasih dengan penuh gairah sebelum gadis itu mendorongnya menjauh. Pria bocah itu seperti sedang merasakan tubuhnya yang bergelora saat ia berusaha untuk bertindak lebih jauh. Namun, ada sesuatu yang membuatnya merasa tidak nyaman. Tangannya yang bergerak menaikkan rok panjang Kasih sampai telapak tangan menyentuh kulit paha
"Ahhhh." Xavier mendesah dengan mata tertutup saat merasakan kenikmatan dari kedua tangan istrinya."Ahhhhhhh ...." desahnya panjang.Setelah beberapa menit merasakan sensasi yang mendebarkan tersebut, akhirnya Xavier melepaskan apa yang sedari tadi tertahan di dalam dirinya. Tangan Kasih pun terlepas dari pusakanya setelah berhasil mengeluarkan cairan hangat yang terasa lengket.Pria itu mengatur napasnya. Wajahnya merah sempurna. Sementara Kasih memundurkan tubuhnya menjauh dari Xavier.Duk"Aduh!" pekik gadis itu saat kepalanya terbentur salah satu sisi meja kerja. Xavier spontan mendekatinya dan menarik pelan tubuh Kasih. Ia usap pelan bagian belakang kepala Kasih yang baru saja terbentur. Membuat ikatan dasinya mengendur dan terlepas."Sisi nggak papa?" tanya pria itu dengan tatapan lembutnya.Kasih terpaku menatap wajah merah Xavier yang telihat seksi dan dewasa. Pria itu menatap intens pada mata bening Kasih yang tertuju padanya."Ah. Ya. Aku nggak papa," jawab Kasih yang ters
"Kamu dengar tadi? Kita akan pergi ke kampungku. Jadi kita harus bersiap, Xavi. Kakek juga sudah membantuku membuat izin untuk cuti selama satu minggu di sana," papar Kasih saat gadis itu duduk dipeluk Xavier di dalam mobil."Ke rumah Sisi?" tanya pria itu dengan wajah polosnya.Kasih terdiam. Andai saja ia masih punya rumah, mungkin saja benar Xavier akan diajaknya ke sana. Namun, rumah itu sudah direbut oleh keluarga bibi tirinya yang licik."Ah. Bukan, Xavi. Aku sudah nggak punya rumah," cicit Kasih terdengar sedih."Kenapa Sisi nggak punya rumah?" tanya pria itu penasaran.Kasih tersenyum simpul. Lalu gadis itu mengusap lembut pipi suaminya. "Memang sudah nggak punya," jawabnya enggan bercerita. Baginya mungkin sulit Xavier memahami ceritanya dengan pikiran anak kecilnya yang polos.Xavier pun diam. Pria itu memilih menyandarkan dagunya pada bahu Kasih."Uh. Geli ... Kamu kayanya harus cukur kumis sama jenggot dulu, deh," ucap Kasih merasakan geli lagi pada lehernya."Cukurin Sisi
Kasih menghela napas pelan, mencoba meredakan perasaan tidak nyaman yang menyelimuti hatinya. "Sabarlah, Xavi. Kita tinggal di sini kan nggak lebih dari satu minggu," ucapnya dengan lembut.Xavier menoleh ke arah Kasih, dan tampaklah wajahnya yang cemberut. Kasih bisa merasakan bahwa Xavier jelas tidak senang dengan keadaan yang mereka hadapi saat ini.'Dia mungkin merasa terlalu jauh dari zona nyamannya, karena sudah terbiasa hidup dalam kemewahan,' pikir Kasih dalam hati. Tempat tinggal yang mereka huni saat ini memang jauh dari kata mewah. Namun, apa boleh buat, mereka hanya bisa tinggal di sana untuk sementara waktu setelah Kasih menolak tawaran Kakek Wibowo untuk tinggal di hotel."Lihatlah. Nggak ada tempat tidurnya, Sisi! Cuma kasur begitu. Gimana nanti Xavi nyusu!" protes pria itu.Kasih mulai memahami apa yang sebenarnya menjadi permasalahan. Ternyata bukan ukuran rumahnya yang kecil, tapi soal kenyamanan si pria itu untuk 'menyusu'. Gadis itu merasa sedikit kesal dengan keeg
Seorang wanita cantik yang seusia dengan Xavier tersenyum ramah. Wanita itu menatap Xavier dan juga wanita cantik bertubuh mungil yang menggandeng tangan direktur Zeen Corporation."Erika," sahut Xavier dengan ekspresi datarnya yang khas. Memang senyumannya khusus diberikan pada Kasih saja.Kasih pun mengangguk sopan untuk menyapa. Gerakannya sungguh terlihat anggun. Erika kemudian memerhatikan wanita cantik yang tampak masih begitu muda."Selamat datang, kamu pasti istrinya Xavier," ucap Erika ramah."Iya ...." jawab Kasih sembari tersenyum manis.Erika membalas senyuman Kasih. Lalu wanita itu mengulurkan tangan kanannya. "Aku Erika, dulu aku temannya suamimu," ucapnya ramah.Kasih menyambut uluran tangan tersebut. "Saya Kasih," ucapnya."Nama yang bagus. Kamu benar-benar pintar memilih istri, Xavier. Tapi kenapa kalian nggak mengadakan pesta?" tanya Erika yang kemudian menarik tangannya kembali."Ah ... Itu ...." Kasih bingung memberikan jawabannya."Kami hanya mengadakan intimate w
Beberapa hari telah berlalu. Di kediaman Xavier dan Kasih sudah mulai kembali tenang. Kali ini Xavier tak akan membiarkan siapa pun menyentuh keluarganya."Kakek dengar kamu diculik, Kasih. Bagaimana keadaanmu?" tanya Wibowo di sela-sela makan malam yang diadakan di kediaman Xavier."Aku baik-baik saja, Kek," sahut Kasih sembari tersenyum."Benarkah?""Iya. Kakek jangan khawatir. Xavi selalu menjagaku dengan baik. Bahkan pelakunya sudah ditangkap," jawab wanita cantik itu."Syukurlah kalau begitu." Wibowo terlihat lega mendengarnya. Pria itu kemudian menatap sang cucu."Kakek tidak perlu khawatir. Orang-orang yang telah berani menyentuh Kasih sudah berada di tempat yang benar," ujarnya dengan tatapan tegasnya.Wibowo mengangguk. "Kakek percaya padamu, Xavier. Kamu ternyata benar-benar mirip dengan ayahmu. Sampai akhir hayat pun William melindungi ibumu dengan baik. Meski akhirnya takdir berkata lain dan Tuhan mempersatukan mereka di tempat yang baru," paparnya teringat dengan sang put
Xavier pulang dari kantornya dengan ekspresi lesu. Pria itu langsung mencari sang istri yang tengah duduk di taman belakang, menikmati suasana sore yang indah."Sayang," panggil Xavier yang berjalan mendekati istrinya."Ah ... Xavi ...." sahut Kasih dengan senyuman cerah yang langsung menghangatkan hati sang pria dingin."Aku mencarimu, ternyata kamu di sini," ucap pria tampan itu yang kemudian duduk di sebelah Kasih."Aku hanya sedang menikmati waktu senggang ku, Xavi. Dan kamu sudah mandi?""Kenapa? Apa kamu mau memandikanku?" goda Xavier. Pria itu kemudian memeluk dan mencium pipi Kasih dengan lembut."Haha. Kamu kan sudah besar, Xavi.""Iya, iya. Aku sudah besar. Dan sebentar lagi aku akan memiliki anak denganmu," bisiknya sembari mengusap lembut perut Kasih yang terasa semakin membesar."Iya. Semoga anak kita sehat, ya, Xavi?""Aamiin."Kasih menoleh menatap wajah suaminya. "Tapi sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa wajahmu terlihat murung?" tanyanya sembari mengusap pipi Xavier d
Kejadian penculikan tersebut membuat Xavier semakin posesif pada istrinya. Pria itu kini meminta orang kepercayaannya untuk mengawasi Kasih di mana pun wanita itu berada."Pokoknya jangan sampai kalian mengalihkan perhatian kalian dari istriku! Kalian harus bisa melindunginya! Aku juga sudah membayar kalian untuk bekerja dengan benar!" tegas Xavier sebelum pria itu memasuki mobilnya."Baik, Tuan," jawab dua orang bodyguard yang diberi tugas dengan patuh."Xavi ... Apakah masih lama?" tanya Kasih yang sudah duduk menunggu di dalam mobil."Ah. Tidak. Aku segera ke sana," ucap Xavier. Lalu pria itu kembali menatap kedua bodyguard-nya. "Dan satu hal lagi. Tangkap orang yang bekerja sama dengan perempuan kurang ajar itu!""Baik, Tuan."Setelah mendengar jawaban dari dua bodyguard-nya, Xavier segera masuk ke dalam mobil. Pria itu akan memastikan istrinya baik-baik saja saat tiba di kampus. Untuk sementara, Xavier masih mencari keberadaan pelaku lain di balik penculikan istrinya. Setidaknya
Kasih mencoba melepaskan ikatannya. Sejak tadi ia tidak melawan karena takut pada keadaan kehamilannya. Namun ternyata Arina memilih nekat."Jangan macam-macam!" seru Kasih."Kenapa? Kamu takut? Nyatanya suami kamu nggak dateng, tuh. Lagian ... Siapa juga yang mau sama cewek bekas," cela Arina merendahkan sepupu tirinya lagi."Ughhh ...."Gadis itu berjalan semakin mendekat. Saat itu juga, tanpa mereka berdua sadari, datanglah segerombolan orang."Berhenti di situ!" Suara tegas dan dingin itu terdengar dari arah pintu masuk.Xavier datang tepat waktu. Pria itu pun berlari menerjang Arina dan berhasil menjauhkannya dari Kasih yang masih terikat."Argh!" Arina memekik kesakitan saat tubuhnya yang lebih kecil didorong dengan kuat. Lalu datanglah beberapa orang lagi yang mulai menangkapnya."Lepas!" teriaknya mencoba melepaskan diri.Sementara Xavier berhasil melepaskan istrinya dan segera menggendong wanita itu dengan kedua tangannya."Bawa dia dan kita akan memberikan hukuman yang setim
"Tahan Nona Kasih dan mintalah orang di rumah untuk membawakan mobil lain ...." pinta sang sopriypribadi Xavier. Dari suaranya terdengar ia sedang kesakitan."A-apa?! Jadi yang barusan ...." gumam sang bodyguard mulai panik. "Sial!" umpatnya."Selamatkan Nona Kasih ...." ucap sang sopir lagi."Baiklah. Kamu juga bertahanlah dan minta bantuan yang lain. Aku akan segera menghubungi yang lainnya untuk mencari mobil itu dan menyelamatkan Nona!" serunya.Setelah mendapatkan laporan tersebut, mereka segera mencari keberadaan mobil sang Nona Muda. Laporan pun terdengar sampai ke telinga Xavier dengan cepat."Berengsek! Aku tidak akan mengampuni siapa pun yang melukai istriku! Segera tangkap orang itu!" titah Xavier dengan amarah yang memuncak.Pria tampan itu segera bangkit dari tempat duduknya untuk ikut mencari keberadaan Kasih. Beberapa anak buahnya pun dikerahkan untuk mencari keberadaan mobil yang ditugaskan untuk menjemput sang istri."Sialan! Bagaimana bisa kalian kecolongan seperti i
"Sisi, ini hari terakhir kamu ujian, kan?" tanya Xavier saat dia dan Kasih sedang bersiap di dalam kamar."Iya. Kenapa?" tanya wanita itu sembari mengepang rambutnya yang panjang dan hitam.Xavier berjalan mendekat. Pria itu kemudian berlutut di samping sang istri yang sedang duduk di depan meja rias."Nanti malam kita makan di restoran biasa, ya?" ajak pria itu dengan senyuman lembut yang memesona.Kasih segera memasang pita merah muda di ujung rambutnya. Wanita itu pun tersenyum tak kalah manis. "Iya.""Bagus." Xavier meraih tangan sang istri dan menempelkannya pada salah satu pipi. Diciumnya telapak tangan yang halus itu dengan lembut."Xavi ... Kamu kebiasaan, deh," protes Kasih merasa geli. Ada rasa basah di telapak tangannya."Memangnya kenapa? Aku hanya melakukan ini denganmu," sahut Xavier yang kemudian mencium punggung tangan istrinya."Dasar, Om!" ejek wanita itu.Salah satu alis Xavier terangkat. "Apa maksudmu meledekku lagi, ha? Apa kamu sengaja mau dihukum pagi ini dan ng
"Tapi harganya ...." gumam Kasih, tak bisa berhenti memikirkan harga perhiasan yang baru saja diberikan suaminya. Dia merasa takut karena perhiasan itu terlalu mahal baginya.Xavier hanya terkekeh melihat reaksi istri kecilnya yang terlihat begitu lucu dalam kebingungan. "Jangan khawatir, Sayang," ujarnya dengan lembut. "Aku tidak akan jatuh miskin hanya dengan membelikanmu kalung dan anting ini. Lagi pula, perhiasan ini sebenarnya tak ada apa-apanya dibanding jasamu yang telah menyelamatkan nyawaku sebanyak dua kali."Terbayanglah dalam benak Kasih saat ia memberanikan diri menolong Xavier dari kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya. Serta saat ia dengan nekat merebut racun pada minuman Xavier dan meneguknya."Tapi aku ikhlas melakukannya ...." sahut Kasih. Dia tak suka jika suaminya hanya berbuat baik karena ingin membalas budi saja."Iya, aku mengerti. Jadi jangan sungkan, Sisi. Mintalah padaku apa pun yang kamu mau. Aku pasti akan menurutinya," ucap Xavier sembari memeluk Kasih
"Jadi ... Kita mau ke mana?" tanya Kasih saat dalam perjalanan pulangnya dari kampus. Sang suami dengan sengaja menjemputnya."Ikut saja," jawab Xavier dengan sebuah senyuman misterius.Kasih menaikkan kedua alisnya. "Baiklah. Aku akan menurut saja," sahutnya.Mobil membawa keduanya ke sebuah toko perhiasan terbesar di kota. Kasih menoleh menatap sang suami saat mobil sudah mulai memasuki area parkir."Beli perhiasan?" tanya Kasih.Xavier menjawab dengan anggukan. "Ya. Ayo!" ajaknya sembari mengulurkan tangannya.Pasangan itu kembali menjadi pusat perhatian ketika berjalan memasuki toko perhiasan. Sambutan hangat pun diterima mulai dari pintu depan."Salamat datang, Tuan dan Nona," sambut sang manajer toko."Hm." Xavier membalas dengan anggukan."Silakan. Ada yang bisa saya bantu?" ucap pria berusia sekitar empat puluh tahunan itu dengan ramah."Aku mau membelikan perhiasan untuk istriku," jawab Xavier yang seperti biasa, selalu tegas dan dingin pada orang lain."Anda tepat sekali dat