Kasih mencoba mengatur napasnya. Ia harus segera pergi dari tempat yang penuh tekanan itu. Sementara Arina masih tertawa senang karena berita tentang skandal Kasih sebelum hari kelulusannya telah tersebar dengan baik. Perlahan Arina melangkah mendekati Kasih. "Kamu nggak pantes kuliah di sini. Sebaiknya pergi dengan sugar daddy mu itu," bisiknya dengan sebuah seringaian.Kedua tangan Kasih mengepal erat. Gadis itu pun menoleh menatap wajah sepupunya. "Jaga ucapanmu, Arina. Aku yakin kamu yang akan hancur karena telah menjebakku," sahutnya.Arina mendorong tubuh Kasih dan membuat gadis cantik itu terhuyung. "Duh. Jangan ajak aku open BO, dong! Aku nggak mau ...!" serunya dengan sengaja sehingga orang-orang yang menyaksikannya merasa bersimpati."Kamu benar-benar keterlaluan, Arina!" geram Kasih dengan kedua alis saling bertaut. Ternyata sepupunya itu kini menunjukkan secara terang-terangan sifat buruknya."Ya ampun, Arina." Teman-teman satu geng Arina mulai mendekatinya. Mereka menata
"Apakah benar ini foto kamu?"Pertanyaan Wibowo membuat jantung Kasih berdegup kencang. Kengerian menyelimuti pikirannya saat kakek mertuanya itu mulai menyerahkan ponselnya.Di dalam ruang tengah, Wibowo duduk di hadapan Kasih dan Xavier. Dengan ketegangan yang tiba-tiba tercipta."Apa itu, Kek?" tanya Xavier dengan polosnya. Namun Wibowo seolah mengabaikannya dan membiarkan Kasih yang melihat sesuatu di dalam ponselnya lebih dulu.Kasih merasa bingung dan takut secara bersamaan. Ia bertanya-tanya dalam hati mengenakan apa yang sebenarnya terjadi. Lalu pikirannya melayang menuju ke sebuah pertanyaan, apakah kakek mertuanya sudah menemukan foto-foto lama yang seharusnya tidak dilihat siapa pun? Atau mungkin ada sesuatu yang lebih buruk? Ketakutan itu berkecamuk di dalam pikirannya. Kasih ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, tapi ia juga tak ingin mengecewakan Xavier yang selama ini selalu mempercayai dirinya.Kasih terkesiap saat kakek mertuanya tiba-tiba menyerahkan ponsel
Xavier ambruk begitu saja di ruang tengah. Tubuhnya yang tinggi beruntungnya dapat ditahan oleh Kasih agar tak jatuh tersungkur. Dengan sekuat tenaga Kasih menarik tubuh tinggi dan besar itu agar dapat berbaring di atas sofa."Xavi ... Kenapa kamu tiba-tiba pingsan?" gumam Kasih merasa bersalah. Gadis itu duduk di sebelah tubuh suaminya yang berbaring memejamkan kedua matanya rapat-rapat.Keringat dingin ia lihat jatuh mengucur membasahi tubuh tinggi besar itu. Menunjukkan bahwa Xavier benar-benar merasakan kesakitan yang tak tertahan."Xavi ...." panggil Kasih dengan lembut sembari menyeka keringat suaminya."Biar Kakek panggilkan dokter," ucap Wibowo segera menghubungi seorang dokter.Kini Kasih duduk di samping suaminya. Tepatnya duduk di bawah, beralaskan karpet tebal sembari terus mengusap peluh yang keluar dari tubuh suaminya.Xavier memejamkan kedua matanya rapat-rapat. Seolah pria itu merasakan sakit kepala yang tak tertahankan. Deru napasnya pun kembali mulai beraturan. Sejen
Setelah sedikit lebih tenang, Kasih melepaskan pelukannya. "Makasih, Kek ....""Sama-sama. Lalu apa yang akan kamu lakukan selanjutnya, Kasih?" tanya Wibowo.Gadis itu diam sejenak memikirkan jawabannya. "Saya akan berhenti kuliah supaya tidak mempermalukan Kakek dan Xavi ...." cicit Kasih dengan suara sedikit terisak.Wibowo duduk di samping cucu menantunya. "Kamu nggak perlu melakukannya. Tetaplah kuliah seperti biasa," ucap pria tua itu dengan suara tenang.Kasih menatap heran pada sang kakek mertua. "Tapi, Kek. Meski foto-foto itu hasil jebakan dari Arina, tapi di dalam foto itu benar-benar saya, Kek ....""Kalau begitu biarkan sepupumu yang bernama Arina itu yang berhenti kuliah. Kakek akan meminta orang untuk menyelidikinya dan menghentikan masalah ini," tegas Wibowo."Ta-tapi, Kek ...."Pria tua itu tersenyum lembut kemudian mengusap bahu Kasih. "Tenang saja. Semuanya akan segera berakhir. Orang jahat harus dihentikan. Bahkan kita masih punya tugas untuk mencari tahu siapa yang
Xavier sudah sadar. Pria itu mengerjapkan kedua matanya dengan gerakan pelan. Rasa sakit di kepalanya masih terasa berdenyut-denyut namun tak separah tadi setelah Xavier melihat foto-foto lama Kasih.Perlahan pria itu menoleh dan mendapati seorang gadis cantik yang tertidur di sampingnya. Wajah Kasih yang mulus benar-benar terlihat lesu. Gadis itu kelelahan setelah mengalami masalah yang cukup berat.Tangan kekar Xavier bergerak dan meraih pipi halus Kasih. Dengan lembut pria itu mengusap pipi Kasih. Merasakan kehangatan dari tubuh gadis cantik itu. Dengan suasana yang sunyi dan tenang, Xavier merasakan kedamaian. Sebuah senyuman pun muncul di wajahnya.'Cantik ....' gumam pria tampan itu dalam hati. Dadanya langsung bergemuruh. Ada rasa lega, sedih, dan juga marah yang menjadi satu."Ahhhh." Xavier mendesah pelan sembari kembali memegangi kepalanya. Pria itu memeluk selimut dan kemudian mengamati tangannya."Hmmmm?" Gadis yang tertidur di sampingnya bergumam pelan. Lalu perlahan mata
"Pelan-pelan, Sisi!" seru Xavier sembari mengambil gelasnya kembali dan meletakkannya di atas meja.Kasih masih terbatuk-batuk dengan hebat. Seolah air tehnya sudah masuk memenuhi paru-parunya. Xavier pun tak tinggal diam, pria itu mengusap punggung Kasih dengan lembut karena ingin menghentikan Kasih yang tersedak."Astaga ...." Kasih memegangi dadanya setelah ia tenang. Lalu Xavier menatap sang istri yang matanya sudah berair."Sisi nggak papa?" tanya pria itu dengan polosnya.Kasih menatap gemas ke arah suaminya. Memangnya gara-gara siapa dia jadi tersedak hebat seperti itu?"Aku nggak papa.""Beneran?""Iya.""Tapi kenapa Sisi tersedak? Apakah minuman itu beracun?" tanya pria itu dengan kedua alis saling bertaut."Nggak, Xavi. Minuman ini nggak beracun.""Terus kenapa Sisi tersedak?" Pria itu masih saja mengejar Kasih agar memberikannya jawaban.Kasih pun menautkan kedua alisnya. Lalu gadis itu mencubit pelan kedua pipi Xavier. "Memangnya gara-gara siapa? Ini gara-gara kamu, Xavi."
Xavier malah terkekeh pelan melihat kepanikan istri kecilnya. Sementara Kasih mulai mengomeli suaminya yang selalu bertingkah seenaknya.Kini setelah beberapa drama, Xavier akhirnya memakai pakaiannya dengan lengkap. Pria itu pun duduk di salah satu sisi tempat tidur sembari menghadap Kasih yang tengah berkacak pinggang di depannya."Sisi jangan marah ...." cicit pria itu."Habisnya ... Kamu bilang kamu udah gede, harusnya kamu paham kalau kamu nggak boleh telanjang seperti itu," omel Kasih lagi."Tapi kan ini kamarku, Sisi. Biasanya juga nggak masalah, kan?" Xavier masih saja pintar menjawab."Astaga ...." Kasih menggeleng pelan. Meski tingkah Xavier yang seperti itu sering dilakukan, namun Kasih tak ingin terus-menerus menyaksikan tubuh kekar Xavier yang telanjang."Ya udah, maaf, deh. Tapi kan Xavi suami Sisi." Pria itu mengerucutkan bibirnya."Tapi malu, Xavi ...." Kasih kembali gemas."Jangan malu, Sisi ....""Ihhh. Nggak ngerti juga.""Enggak. Hehehe." Pria itu malah terkekeh la
Hari itu Kasih kembali masuk kuliah. Entah ia harus merasa senang atau malu dan tak enak hati setelah tahu bahwa keluar suaminya memang bukanlah dari keluarga sembarangan."Sisi mau kuliah? Ikut, ya?" Pagi-pagi Xavier sudah mulai merengek minta ikut.Kasih menoleh menatap suaminya. "Nggak boleh, Xavi. Kamu di rumah saja, ya? Kaya biasanya. Lagian aku pulangnya nggak lama, kok," bujuk gadis itu.Xavier mengerucutkan bibirnya. Membuat sang istri menghela napas panjang. Perlahan Kasih mendekati suaminya."Nanti setelah aku pulang, kita main, deh," bujuk gadis itu lagi.Xavier terdiam sejenak seolah sedang memikirkan sesuatu. Lalu pria itu pun tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Oke. Xavi nurut, deh. Tapi nanti mainnya beda, ya?" ujar peiabiru dengan senyuman lebar penuh arti."Asal jangan kuda-kudaan aja," sahut Kasih."Hahaha. Ya enggak, lah. Pokoknya rahasia," ucap Xavier sembari tertawa.*Saat Kasih kembali berkuliah, reaksi teman-temannya langsung berubah. Mereka bahkan tiba-ti
Beberapa hari telah berlalu. Di kediaman Xavier dan Kasih sudah mulai kembali tenang. Kali ini Xavier tak akan membiarkan siapa pun menyentuh keluarganya."Kakek dengar kamu diculik, Kasih. Bagaimana keadaanmu?" tanya Wibowo di sela-sela makan malam yang diadakan di kediaman Xavier."Aku baik-baik saja, Kek," sahut Kasih sembari tersenyum."Benarkah?""Iya. Kakek jangan khawatir. Xavi selalu menjagaku dengan baik. Bahkan pelakunya sudah ditangkap," jawab wanita cantik itu."Syukurlah kalau begitu." Wibowo terlihat lega mendengarnya. Pria itu kemudian menatap sang cucu."Kakek tidak perlu khawatir. Orang-orang yang telah berani menyentuh Kasih sudah berada di tempat yang benar," ujarnya dengan tatapan tegasnya.Wibowo mengangguk. "Kakek percaya padamu, Xavier. Kamu ternyata benar-benar mirip dengan ayahmu. Sampai akhir hayat pun William melindungi ibumu dengan baik. Meski akhirnya takdir berkata lain dan Tuhan mempersatukan mereka di tempat yang baru," paparnya teringat dengan sang put
Xavier pulang dari kantornya dengan ekspresi lesu. Pria itu langsung mencari sang istri yang tengah duduk di taman belakang, menikmati suasana sore yang indah."Sayang," panggil Xavier yang berjalan mendekati istrinya."Ah ... Xavi ...." sahut Kasih dengan senyuman cerah yang langsung menghangatkan hati sang pria dingin."Aku mencarimu, ternyata kamu di sini," ucap pria tampan itu yang kemudian duduk di sebelah Kasih."Aku hanya sedang menikmati waktu senggang ku, Xavi. Dan kamu sudah mandi?""Kenapa? Apa kamu mau memandikanku?" goda Xavier. Pria itu kemudian memeluk dan mencium pipi Kasih dengan lembut."Haha. Kamu kan sudah besar, Xavi.""Iya, iya. Aku sudah besar. Dan sebentar lagi aku akan memiliki anak denganmu," bisiknya sembari mengusap lembut perut Kasih yang terasa semakin membesar."Iya. Semoga anak kita sehat, ya, Xavi?""Aamiin."Kasih menoleh menatap wajah suaminya. "Tapi sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa wajahmu terlihat murung?" tanyanya sembari mengusap pipi Xavier d
Kejadian penculikan tersebut membuat Xavier semakin posesif pada istrinya. Pria itu kini meminta orang kepercayaannya untuk mengawasi Kasih di mana pun wanita itu berada."Pokoknya jangan sampai kalian mengalihkan perhatian kalian dari istriku! Kalian harus bisa melindunginya! Aku juga sudah membayar kalian untuk bekerja dengan benar!" tegas Xavier sebelum pria itu memasuki mobilnya."Baik, Tuan," jawab dua orang bodyguard yang diberi tugas dengan patuh."Xavi ... Apakah masih lama?" tanya Kasih yang sudah duduk menunggu di dalam mobil."Ah. Tidak. Aku segera ke sana," ucap Xavier. Lalu pria itu kembali menatap kedua bodyguard-nya. "Dan satu hal lagi. Tangkap orang yang bekerja sama dengan perempuan kurang ajar itu!""Baik, Tuan."Setelah mendengar jawaban dari dua bodyguard-nya, Xavier segera masuk ke dalam mobil. Pria itu akan memastikan istrinya baik-baik saja saat tiba di kampus. Untuk sementara, Xavier masih mencari keberadaan pelaku lain di balik penculikan istrinya. Setidaknya
Kasih mencoba melepaskan ikatannya. Sejak tadi ia tidak melawan karena takut pada keadaan kehamilannya. Namun ternyata Arina memilih nekat."Jangan macam-macam!" seru Kasih."Kenapa? Kamu takut? Nyatanya suami kamu nggak dateng, tuh. Lagian ... Siapa juga yang mau sama cewek bekas," cela Arina merendahkan sepupu tirinya lagi."Ughhh ...."Gadis itu berjalan semakin mendekat. Saat itu juga, tanpa mereka berdua sadari, datanglah segerombolan orang."Berhenti di situ!" Suara tegas dan dingin itu terdengar dari arah pintu masuk.Xavier datang tepat waktu. Pria itu pun berlari menerjang Arina dan berhasil menjauhkannya dari Kasih yang masih terikat."Argh!" Arina memekik kesakitan saat tubuhnya yang lebih kecil didorong dengan kuat. Lalu datanglah beberapa orang lagi yang mulai menangkapnya."Lepas!" teriaknya mencoba melepaskan diri.Sementara Xavier berhasil melepaskan istrinya dan segera menggendong wanita itu dengan kedua tangannya."Bawa dia dan kita akan memberikan hukuman yang setim
"Tahan Nona Kasih dan mintalah orang di rumah untuk membawakan mobil lain ...." pinta sang sopriypribadi Xavier. Dari suaranya terdengar ia sedang kesakitan."A-apa?! Jadi yang barusan ...." gumam sang bodyguard mulai panik. "Sial!" umpatnya."Selamatkan Nona Kasih ...." ucap sang sopir lagi."Baiklah. Kamu juga bertahanlah dan minta bantuan yang lain. Aku akan segera menghubungi yang lainnya untuk mencari mobil itu dan menyelamatkan Nona!" serunya.Setelah mendapatkan laporan tersebut, mereka segera mencari keberadaan mobil sang Nona Muda. Laporan pun terdengar sampai ke telinga Xavier dengan cepat."Berengsek! Aku tidak akan mengampuni siapa pun yang melukai istriku! Segera tangkap orang itu!" titah Xavier dengan amarah yang memuncak.Pria tampan itu segera bangkit dari tempat duduknya untuk ikut mencari keberadaan Kasih. Beberapa anak buahnya pun dikerahkan untuk mencari keberadaan mobil yang ditugaskan untuk menjemput sang istri."Sialan! Bagaimana bisa kalian kecolongan seperti i
"Sisi, ini hari terakhir kamu ujian, kan?" tanya Xavier saat dia dan Kasih sedang bersiap di dalam kamar."Iya. Kenapa?" tanya wanita itu sembari mengepang rambutnya yang panjang dan hitam.Xavier berjalan mendekat. Pria itu kemudian berlutut di samping sang istri yang sedang duduk di depan meja rias."Nanti malam kita makan di restoran biasa, ya?" ajak pria itu dengan senyuman lembut yang memesona.Kasih segera memasang pita merah muda di ujung rambutnya. Wanita itu pun tersenyum tak kalah manis. "Iya.""Bagus." Xavier meraih tangan sang istri dan menempelkannya pada salah satu pipi. Diciumnya telapak tangan yang halus itu dengan lembut."Xavi ... Kamu kebiasaan, deh," protes Kasih merasa geli. Ada rasa basah di telapak tangannya."Memangnya kenapa? Aku hanya melakukan ini denganmu," sahut Xavier yang kemudian mencium punggung tangan istrinya."Dasar, Om!" ejek wanita itu.Salah satu alis Xavier terangkat. "Apa maksudmu meledekku lagi, ha? Apa kamu sengaja mau dihukum pagi ini dan ng
"Tapi harganya ...." gumam Kasih, tak bisa berhenti memikirkan harga perhiasan yang baru saja diberikan suaminya. Dia merasa takut karena perhiasan itu terlalu mahal baginya.Xavier hanya terkekeh melihat reaksi istri kecilnya yang terlihat begitu lucu dalam kebingungan. "Jangan khawatir, Sayang," ujarnya dengan lembut. "Aku tidak akan jatuh miskin hanya dengan membelikanmu kalung dan anting ini. Lagi pula, perhiasan ini sebenarnya tak ada apa-apanya dibanding jasamu yang telah menyelamatkan nyawaku sebanyak dua kali."Terbayanglah dalam benak Kasih saat ia memberanikan diri menolong Xavier dari kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya. Serta saat ia dengan nekat merebut racun pada minuman Xavier dan meneguknya."Tapi aku ikhlas melakukannya ...." sahut Kasih. Dia tak suka jika suaminya hanya berbuat baik karena ingin membalas budi saja."Iya, aku mengerti. Jadi jangan sungkan, Sisi. Mintalah padaku apa pun yang kamu mau. Aku pasti akan menurutinya," ucap Xavier sembari memeluk Kasih
"Jadi ... Kita mau ke mana?" tanya Kasih saat dalam perjalanan pulangnya dari kampus. Sang suami dengan sengaja menjemputnya."Ikut saja," jawab Xavier dengan sebuah senyuman misterius.Kasih menaikkan kedua alisnya. "Baiklah. Aku akan menurut saja," sahutnya.Mobil membawa keduanya ke sebuah toko perhiasan terbesar di kota. Kasih menoleh menatap sang suami saat mobil sudah mulai memasuki area parkir."Beli perhiasan?" tanya Kasih.Xavier menjawab dengan anggukan. "Ya. Ayo!" ajaknya sembari mengulurkan tangannya.Pasangan itu kembali menjadi pusat perhatian ketika berjalan memasuki toko perhiasan. Sambutan hangat pun diterima mulai dari pintu depan."Salamat datang, Tuan dan Nona," sambut sang manajer toko."Hm." Xavier membalas dengan anggukan."Silakan. Ada yang bisa saya bantu?" ucap pria berusia sekitar empat puluh tahunan itu dengan ramah."Aku mau membelikan perhiasan untuk istriku," jawab Xavier yang seperti biasa, selalu tegas dan dingin pada orang lain."Anda tepat sekali dat
Sebuah helaan napas terdengar dari mulut Xavier. Dia sadar bahwa sudah tidak ada jalan keluar selain jujur pada kakeknya."Itu benar, Kek," ucapnya dengan suara yang berat, tanpa berani menatap bola mata Wibowo yang tajam. Dia tahu betul bahwa kebenaran ini akan melukai hati kakeknya. Tapi, apa daya? Xavier tak ingin terus menyimpan rahasia dan berbohong pada orang yang telah membesarkannya semenjak kedua orang tuanya tiada.Sementara itu, Wibowo tampak kaget mendengar pengakuan dari cucunya. Namun, pria tua itu mencoba untuk tidak kehilangan kendali dan berusaha tetap tenang di hadapan Xavier."Jadi, apa yang sebenarnya terjadi dan di mana wanita itu? Apa benar dia kekasihmu?" tanya sang kakek lagi terdengar pilu.Xavier lagi-lagi menghela napas. Pria itu menatap layar tablet sang kakek lalu menggeser pada foto sprei yang terdapat noda merah."Dia bukan kekasihku ... Di waktu itu ...." jawabnya.Kedua alis Wibowo saling bertaut. "Apa maksud kamu?"X