Share

Chapter 7 Main Dukun

Penulis: Cahaya Alfatih
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-30 00:32:31

Nud...nud... Alvendra nampak cemas dan menunggu Martini mengangkat telponnya.

"Hallo ada apa Alvendra?" Jawab Martini di seberang sana.

"Mah, Zee hamil" Jawab Alvendra singkat.

"Hamil? Bagus dong. Berati sebentar lagi kau akan menjadi Ayah."

"Masalahnya aku belum siap jadi ayah mah. Aku takut diganggu oleh banyak orang"

"Ssttt gak boleh ngomong gitu. Kamu kan masih punya pegangan dari mbah Tukiem. Gini saja, kamu carikan gunting dan jarum peniti lalu kau berikan kepada istrimu. Kau minta istrimu untuk membawa ke manapun gunting dan jarum itu?"

"Untuk apa semua ini mah?"

"Dasar bodoh! Ya untuk melindunginya dari serangan-serangan ghoib!"

"Oh ya. I know." Jawab Alvendra sambil menggaruk-garukkan kepala yang sebenarnya tidak gatal.

"Lalu kau cari dua telur ayam kampung beserta bunga tujuh rupa yang direndam di atas air seperti biasanya, dan kau letakkan di bawah tempat tidur kamar kalian." Tambah Martini di ujung telpon.

"Oke Mah akan segera kusiapkan semua itu." Jawab Alvendra singkat sebelum menutup telponnya.

Ritual-ritual semacam itu merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh keluarga besar Alvendra. Bahkan untuk memajukan perusahaan pun Alvendra meminta aji-aji atau jimat kepada mbah Tukiem selaku orang yang dianggap pintar oleh keluarganya.

"Assalamualaikum." Ujar Zee sambil membawa keranjang belanjaannya.

"Waalaikum salam." Jawab Kinasih sambil merapikan horden di ruang tamu.

"Loh Zee, kau ke pasar naik ojek? Kenapa bukan Alvendra yang mengantarmu?" Tanya Kinasih heran.

"Gak papa bu, kasian mas Alvendra kecapean baru pulang tadi pagi."

"Baru pulang?" Tanya Kinasih sambil mengerutkan kening.

"Ah sudahlah Bu. Siang ini aku ingin makan kepiting asam pedas. Aku sudah membeli kepiting di pak Yos tadi." Jawab Zee mengalihkan pembicaraan.

Huekkkk Tiba-tiba Zee merasa disambut oleh kunang-kunang. Rasa mual yang begitu hebat menyertainya saat itu.

"Zee, kamu kenapa? Alvendra Alvendra, sini Alvendra, istrimu pingsan." Teriak Kinasih.

Kemana lagi si anak itu. Dipanggil-panggil gak nyaut. Gerutu Kinasih dalam hati. Sia-sia ia memanggil Alvendra yang tak kunjung hadir. Akhirnya Kinasih berusaha sendiri untuk membaringkan Zee di sofa ruang tamu karena kamar Zee berada di lantai dua tentu Kinasih tak sanggup menggendongnya seorang diri.

"Assalamualaikum. Loh Zee kenapa Bu?" Tanya Alvendra di ambang pintu dan kemudian langsung lari menghampiri Zee yang sedang tak berdaya.

"Zee pingsan pulang dari pasar. Lagian kamu kenapa sih tidak menemani Zee ke pasar? Habis dari mana kau?" Tanya Kinasih kesal.

"Aku habis beli pulsa bu."Jawab Alvendra tenang.

"Beli pulsa kau bilang? Kenapa gak sekalian kau antar Zee ke pasar? Kasian dia, pulang-pulang malah pingsan"

"Ibu tenang aja. Zee pingsan mungkin karena dia sedang hamil." Jawab Alvendra santai seolah tak merasa bersalah.

"Apa? Hamil? Kamu ini gimana Alvendra. Sudah tau istri hamil kenapa tidak kau antar atau kau larang saja supaya tidak pergi ke pasar?!" Bentak Kinasih geram. Sementara Alvendra hanya terdiam sambil memberikan minyak kayu putih di hidung Zee.

Aduh... Zee mengaduh.

"Kau sudah siuman sayang, kamu kenapa tadi gak minta aku untuk mengantarkanmu ke pasar? Tau gitu aku saja yang ke pasar. Diminum dulu ni air putihnya." Ujar Alvendra sambil mengelus kepala Zee.

Apa perlu aku bilang ke kamu? Harusnya tadi kamu mengejarku. Mana rasa pengertianmu Alvendra. Gumam Zee dalam hati sambil menengguk segelas air putih.

"Zee, mulai sekarang kamu jangan terlalu lelah ya... kau harus menjaga baik-baik kandunganmu." Ujar Kinasih.

"Ibu sudah tau kalo aku hamil?"

"Alvendra yang memberi tau ibu tadi. Ya sudahlah biar kepitingnya ibu yang memasak. Kau istirahat saja." Ujar Kinasih sambil menahan kesal.

"Sayang, aku gendong kamu ke kamar ya. Supaya kamu bisa istirahat dengan tenang." Alvendra menggendong Zee.

Sesampainya mereka di kamar, Zee nampak kebingungan dengan buntelan plastik yang di bawa oleh Alvendra.

"Mas, apa yang kau bawa?" Tanya Zee sambil berbaring di tempat tidur.

"Oh, ini telur ayam kampung."

"Untuk apa? Aku tak pernah memintanya."

"Sudahlah, kau diam saja dulu Zee. Istirahat saja." Jawab Alvendra sambil menyiapkan rajahan yang disarankan Martini.

Astaghfirullohaladzim... bunga tujuh rupa direndam bersama telur. Untuk apa semua ini? Gumam Zee dalam hati. Sementara Alvendra sedang sibuk berkomat kamit membaca mantra yang entah apa artinya.

"Mas, untuk apa semua ini?"

"Untuk melindungi kita dari serangan-serangan setan."

"Astaghfirullohaladzim. " Jawab Zee setengah menjerit.

"Mas, ini semua berbuatan musrik. Sangat dibenci oleh Allah."

“Tau apa kau soal musrik Zee! Ini aku lakukan supaya kau dan calon anak kita dilindungi.”

“Dilindungi siapa mas? Justru ini akan membahayakan kita karena kita menyekutukan Allah.”

“Diam Zee!!!” Bentak Alvendra keras. Beruntung kamar Zee berada di lantai dua sehingga Kinasih jarang mendengar pertengkaran mereka karena Kinasih dan Dika lebih nyaman di lantai satu. Lelah kata mereka jika harus naik turun tangga.

“Mas, istighfar, aku tak menyangka kau sepicik ini menyekutukan Allah. Kembalilah ke jalan Allah mas. Mana Alvendra yang aku kenal dulu? Apakah semenjak kau operasi dan wajahmu berubah lalu kau juga merubah keyakinanmu kepada Allah? Sosok Alvendra alias Bagas yang aku kenal dulu adalah sosok laki-laki yang ta’at.” Jelas Zee sambil menitikkan air mata.

“Hahaha, asal kau tau Zee, perusahaanku bisa berdiri tegak dan sukses karena apa? Karena ini... pegangan yang diberikan oleh mbah Tukiyem.” Jawab Alvendra sambil menunjukkan buntelan hitam dari dompetnya.

“Astagfirullohaladzim, siapa mbah Tukiyem?” Tanya Zee lirih.

“Mbah Tukiyem adalah orang pintar yang selama ini melindungi keluargaku.” Jawab Alvendra sambil membereskan bunga-bunga yang sudah ia tenggelamkan dalam toples beserta telur ayam kampung di dalamnya.

“Sudahlah Zee, surga itu selain ada di bawah telapak kaki Ibu, tapi juga berada di bawah telapak kaki suami. Kau harus patuh kepada suami!” Jawab Alvendra singkat.

Surga memang di bawah telapak kaki Ibu, namun apakah jika sang Ibunda mengajari kita hal yang tidak baik harus dituruti juga? Zee masih diam membisu, terpaku dan terbelenggu. Tak disangka bahwa suaminya ternyata penganut kepercayaan-kepercayaan ghoib. Ya Allah aku mohon beri aku kekuatan dan ketegaran untuk melewati ini semua.

Beberapa menit berlalu... Zee memilih untuk keluar dari kamarnya dan menuju lantai satu. Tentu sekedar untuk menonton TV atau menikmati secangkir teh. Barang kali bisa sedikit memecahkan rasa gundah yang terus menyelubungi hati Zee.

Aduh... aaaaaaaa tiba-tiba Zee mengaduh kesakitan, ada rasa ngilu di perutnya. Rasa sakit yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

“Zee, kamu kenapa?” Tanya Dika panik.

“Gak tau pak, perut ku sakit sekali.” Jelas Zee sambil menahan sakit.

“Alvendra!! Alvendra!!” Dika berteriak memanggil Alvendra.

“Ada apa pak?” Tanya Alvendra sambil berlarian menuju ruang tengah.

“Perut Zee sakit, tolong kamu bawa ke bidan terdekat.” Pinta Dika.

Tanpa pikir panjang Alvendra segera menggendong Zee memasuki mobil dan membawanya ke Bidan Dini, bidan terdekat dari rumahnya.

Sesampai di tempat praktik bidan, Zee sudah tak sadarkan diri, beberapa perawat terlihat keluar masuk dari ruang praktik seraya menangani Zee. Sesaat setelah beberapa suster keluar masuk dengan membawa alat-alat medis, Bidan Dini keluar dan memanggil Alvendra.

“Adakah keluarga dari Ibu Zee di sini?” Tanya bu bidan di bibir pintu ruang praktik.

“Saya suaminya bu.” Jawab Alvendra santai.

“Silahkan masuk pak, ada yang ingin saya sampaikan.” Pinta Bidan Dini.

“Apa sebelumnya istri bapak jatuh atau terpeleset?” Tanya Bidan Dini sambil memeriksa buku riwayat ibu hamil milik Zee.

“Tidak Bu.” Jawab Alvendra.

“Apakah selama ini bu Zee rajin kontrol ke dokter kandungan atau mengikuti posyandu?” Tanya Bidan Dini lagi.

“Semenjak istri saya mengetahui kehamilannya ia selalu rajin untuk check up bu.” Jelas Alvendra. 

“Hemmmmmmm” Bidan Dini terlihat sedang memikirkan sesuatu.

“Lalu apakah bu Zee selama ini terlalu lelah atau banyak pikiran?”

Sambung Bidan Dini sambil menatap Alvendra dalam-dalam.

“Saya rasa tidak Bu, istri saya hanya mengajar di Madrasah dekat rumah, dan saya lihat dia sangat menikmati profesi ini. Sebenarnya apa yang terjadi pada istri saya Bu?” Tanya Alvendra dengan nada yang serius.

“Begini Pak, kandungan istri Anda sangat lemah terlebih masih dalam trimester pertama. Usia kandungan istri Anda baru 3 minggu. Sehingga perubahan-perubahan hormon pasti mempengaruhi kondisi baik psikis  maupun fisiknya. Istri Anda mengalami pendarahan. Beruntung segera dibawa ke sini sehingga tadi sudah saya beri obat penguat kandungan. Namun lebih baik, Anda membawa bu Zee ke dokter spesialis kandungan untuk menindaklanjuti hal ini. Karena jika tidak, nyawa istri Bapak dan calon janin yang dikandung istri Bapak bisa terancam.” Jelas Bidan Dini.

“Lalu apa yang harus saya lakukan Bu?

“Ini saya beri surat rujukan untuk ke RS Bunda, di sana ada dokter spesialis kangungan yang terkenal bagus. Biasanya jam segini praktik sudah ditutup tapi Anda tidak perlu khawatir, setelah ini saya akan menelpon suster di sana supaya istri Anda diperbolehkan mendaftar. Sesampai disana Anda cukup menunjukkan surat rujukan ini.” Jelas Bidan Dini sambil memberikan selembar kertas rujukan.

“Baik Bu. Terima kasih. Kira-kira apakah istri saya harus dirawat inap?” Tanya Alvendra.

“Maaf Pak, saya tidak bisa memastikan. Yang terpenting adalah sekarang juga Anda harus membawa istri Anda ke RS tersebut.” Jelas Bidan Dini.

“Baik bu. Terima kasih.”

“Mbak, tolong ambilkan kursi roda untuk bu Zee.” Pinta Bidan Dini kepada salah satu perawatnya.

“Baik bu.” Jawab Aqila singkat.

“Mbak tolong antarkan istri saya ke mobil saya. Saya akan menelpon orang rumah dulu.” Pinta Alvendra sambil menunjuk mobilnya di pojok parkiran.

“Baik Pak.” Jawab Aqila sambil menganggukkan kepala.

Nuudddddd... belum ada satu orang pun yang menjawab telpon Alvendra.

"Hallo Alvendra. Bagaimana dengan Zee?" Tanya kinasih panik saat menerima telpon dari Alvendra.

Bidan menyarankan Zee untuk di rujuk ke RS Bunda bu, di sana ada dokter spesialis kandungan. Aku sudah diberi surat rujukan oleh bidan. Sekarang juga aku akan membawa Zee ke sana. Jelas Alvendra.

"Apa?!!!! Rumah Sakit?!!! Memangnya kenapa Zee? Apakah harus dirawat inap?" Tanya Kinasih sambil menahan isak tangis.

“Belum tau bu... mohon doa terbaiknya saja. Tapi aku minta tolong untuk disiapkan baju ganti dan segala keperluan lainnya karena barang kali Zee harus diopname. Sesampai di sana nanti aku segera memberi tau Ibu. Udah dulu ya bu aku buru-buru.” Jelas Alvendra.

"Baiklah... hati-hati Al." Tanpa menjawab perkataan kinasih Alvendra segera menutup telpon.

“Mbak terimakasih sudah mengantarkan istri saya.” Ujar Alvendra sambil menggendong Zee ke dalam mobil.

“Sama-sama pak.” Jawab Aqila singkat.

Tanpa basa-basi lagi Alvendra segera menstater mobilnya dan melaju ke Rumah Sakit Sejahtera. Sementara Zee hanya bisa terkulai lemas dan bersandar di kursi mobil sambil memegangi perutnya.

“Kenapa sayang?” Tanya Alvendra sambil memegang tangan Zee.

Sementara Zee hanya menggelengkan kepala sambil menahan sakit dan nyeri di perutnya.

“Sabar ya sayang, kamu pasti kuat.” Ujar Alvendra sambil mengelus perut Zee. Semoga dengan adanya dukungan spiritual ini calon janinnya bisa merasakan bahwa kedua orang tuannya begitu menunggu kehadirannya di dunia.

Tepat pukul 16.00 WIB Alvendra dan Zee sampai di Rumah Sakit tersebut. Dengan sigap Alvendra segera mencari kursi roda atau dlakbar supaya Zee bisa segera dibawa ke IGD. Sementara satpam yang bertugas saat itu langsung membantu Alvendra.

Begitu sampai di IGD suster segera memasang infus di tangan kiri Zee yang sudah sangat terkulai lemas dan setengah tak sadarkan diri.

“Ini sus, surat rujukan atas nama pasien Zee Bungawijaya.” Ujar Alvendra sambil memberikan surat rujukan kepada suster.

“Oh ya, tadi bu Dini sudah memberi tau lewat telpon. Kalo begitu langsung saja masuk ke ruang praktik dokter Pak. Nanti akan dibantu oleh Suster Laila.” Jelas Suster Citra.

“Suster Laila, tolong bawa pasien ini ke ruang praktik Dokter Afandi sekarang juga karena keadaannya cukup gawat.” Pinta suster Citra.

Sementara suster Laila segera mendorong dlakbar menuju ruang Dokter Afandi. Harap-harap cemas sambil komat kamit entah apa yang dilantunkan di bibir Alvendra, doa ataukah mantra yang jelas Alvendra terlihat sangat tegang saat mengikuti suster Laila menuju ruangan Dokter Afandi.

“Permisi dok, ini pasien atas nama Zee Bungawijaya yang mendapat surat rujukan dari Bidan Dini.” Jelas suster Laila.

“Assalamualaikum ibu, perkenalkan saya Dokter Afandi. Apakah ibu bisa mendengar suara saya?” Tanya dokter sambil memeriksa Zee.

Sementara Zee hanya mengangguk pelan sedangkan matanya masih tertutup rapat.

“Suster tolong ambilkan minum untuk ibu Zee.” Pinta Dokter Afandi kepada suster Lila.

“Ini dok, ” Suster Laila segera mengambilkan segelas air putih dan memberikannya kepada Dokter Afandi.

“Biar saya saja dok.” Pinta Alvendra saat dokter hendak memberikan minum kepada Zee.

“Ibu, coba Ibu buka matanya.” Pinta Dokter Afandi.

“Apa yang tejadi bu? Kenapa Ibu sampai bisa pendarahan? Apakah Ibu terlalu lelah?”

“Entahlah dok, bagaimana dengan kandungan saya?” Tanya Zee dengan nada yang sangat lirih.

“Ibu coba lihat layar USG, saya periksa dulu ya.” Ujar Dokter Afandi sambil mempersiapkan peralatan.

“Kandungan Ibu masih sangat lemah. Usianya baru 3 minggu. Artinya Ibu masih berada pada trimester pertama, sehingga hal ini sangat rawan sekali terjadi pendarahan. Oleh sebab itu orang hamil itu harus bahagia, tak boleh sedih, tidak boleh terlalu lelah dan harus makan makanan yang bergizi.” Jelas Dokter Afandi.

“Tapi perut saya sangat kram dok, terlebih saya mengalami pendarahan. Apakah artinya kandungan saya nyaris keguguran dok?” Tanya Zee cemas.

“Sebelumnya apakah Ibu habis jatuh atau terpeleset atau perutnya terbentur?” Tanya dokter sebelum menjawab pertanyaan Zee.

“Tidak dok, namun dari kemarin perut saya memang mengalami kram yang luar biasa.” Jelas Zee.

“Apakah Ibu sedang mengalami banyak masalah? Atau banyak memikirkan sesuatu?” Tanya Dokter Afandi.

“Ah tidak dok, saya rasa istri saya selalu bahagia. Setiap hari saya memanjakan dan memperhatikan dia. Sayapun membantu pekerjaan-pekerjaan istri saya baik pekerjaan di rumah maupun dikantornya.” Jelas Alvendra santai.

Enak sekali kau mengatakan seperti itu mas Alvendra. Tak kusangka jika kau sepicik itu, padahal aku belum sempat menjawab pertanyaan dari dokter. Gumam Zee dalam hati.

“Baguslah pak. Alangkah baiknya menjadi suami siaga, karena kandungan istri Bapak sangat lemah. Sehingga butuh dukungan moril dari lingkungan sekitar. Jangan biarkan istri Bapak terlalu banyak pikiran apalagi sampai sakit hati karena hal ini akan mempengaruhi kandungan istri Bapak.” Jelas Dokter Afandi.

“Tentu dok, saya akan menjadi suami siaga, karena saya sangat mencintai istri saya.” Jawab Alvendra sambil menguntai senyum.

“Bagaimana Bu, apakah ada hal yang ingin disampaikan lagi?” Tanya Dokter Afandi kepada Zee.

“Tidak dok, terima kasih.” Jawab Zee singkat.

“Kalo begitu saya berikan resep obat penguat kandungan, kalau ada keluhan lagi bisa segera dibawa ke sini ya.” Jelas Dokter Afandi sambil menyerahkan selembar kertas berisikan resep.

“Terima kasih dok. Kami permisi.” Ujar Alvendra sambil merangkul Zee.

Bab terkait

  • Menikah karena Orang Ketiga   Chapter 8 Bermuka Dua

    Klinik praktik Dokter Afandi memang sangat luas, terdapat kolam ikan di tengah-tengah ruang tunggu pasien, percikan air dan ikan-ikan emas koi yang terus saling mengejar satu sama lain cukup menghibur hati pasien di sela-sela menunggu antrean periksa.Zee masih duduk termenung mengamati ikan-ikan dalam kolam tersebut. Air terjun di tengah kolam menambah keindahan dan kesejukan bagi siapa pun yang melihatnya. Pandangannya menerobos menerawang jauh, menerka-nerka apa yang telah terjadi. Merangkum kembali semua memori dan membungkusnya dalam ingatan secara sangat rapi. Namun semakin Zee merangkum memori-memori tersebut terlebih saat mengingat kenangan-kenangannya bersama Alvendra sebelum menikah, hal itu justru semakin membuat Zee merasa sakit hati. Ia hanya tertegun saat mendengar kata-kata Alvendra tadi di depan Dokter Afandi.Perasaannya seolah hanyut bersama percikan air yang mengalir di dalam kolam ikan. Terlebih saat angin sepoi-sepoi turut menghampiri dedaunan, karen

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-03
  • Menikah karena Orang Ketiga   Chapter 9 Cinta yang Tertinggal

    Angin kencang begitu menusuk tulang. Biasanya pukul tujuh malam Alvendra masih di kantor, karena usai jam kerja Alvendra biasa lembur dengan tim kerjanya. Alvendra memang sosok pekerja keras, dia rela melakukan apapun demi mendapatkan uang. Makanya tak heran jika dia bisa membeli apa saja yang dia mau.Zee memang terbiasa melakukan apa-apa sendiri, sekalipun ia sedang hamil. Hingga saat ia terkaparpun Alvendra justru meninggalkan Zee, demi apa? Ya tentu saja demi ibunda tercintanya. Selama ini Alvendra memang selalu mengagung-agungkan jika surga di bawah telapak kaki ibu. Namun apakah ia akan tetap mencium bau surga jika ia selalu menyakiti istrinya?“Assalamualaikum.” Ujar Alvendra sambil membuka pintu rumah. Sontak Alvendra kaget melihat Keke yang sudah duduk di samping Martini.“Keke ngapain kamu di sini?” Tanya Alvendra kaget.“Duduk dulu Alvendra.” Pinta Martini.“Hai Alvendra, ” Sapa Keke sambil melempar senyum. Semenjak kejadian malam itu, malam

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-03
  • Menikah karena Orang Ketiga   Chapter 10 Parfum Misterius

    Jarum jam semakin menunjukkan angka tertingginya. Namun sampai detik ini belum ada tanda-tanda kehadiran Alvendra. Malam semakin senyap, sambil menatap lentera di pojok teras, Zee nampak cemas menunggu Alvendra. Gejolak tak menentu sesekali hadir dalam benaknya. "Apa aku telpon mas Al aja ya..." Tanya Zee kepada dirinya sendiri sambil melirik handphonenya."Tapi kalo aku telpon nanti mas Al marah-marah lagi karena merasa diganggu." Jawabnya lagi."Tapi ini kan udah jam 11 malam. Masa mas Al ga pulang lagi si." Bantahnya lagi."Ya udah aku telpon sekarang aja deh." Jawabnya lagi sambil meraih handphone di mejanya. Setelah melewati perdebatan dengan diri sendiri, Zee memutuskan untuk menghubungi Alvendra. Nud nud nud... nomor yang Anda tuju tidak bisa dihubungi. Terdengar suara operator di seberang sana. Zee semakin cemas, detak jantungnya tak menentu. Namun tiba-tiba terdengar suara mobil di depan gerbang. Yups. Tak salah lagi, mobil Alvendra

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-06
  • Menikah karena Orang Ketiga   Chapter 11 Keputusan Sepihak

    "Mas, ini tehnya." Zee menyodorkan secangkir teh celup. "Gimana kabar mamah sama papah?" Tanya Zee mencoba memecah suasana."Mereka baik." Jawab Alvendra datar sambil menyeruput kopinya."Lantas Rio gimana, aku dengar dia udah punya pacar ya?" Tanya Zee lagi sambil tersenyum tipis."Ya begitulah, namanya Dina." Jawab Al sambil menengguk tehnya lagi."Wah, Dina mantan sekretaris Rio ya?" Zee nampak terkejut saat mendengar nama kekasih Rio."Yups.""Ya ampun... Dina kan baik banget mas. Cantik, pintar, seksi lagi. Ga nyangka ya mereka bisa jadian. Hihihi" Jawab Zee sambil tertawa geli."Bagaimana bisa kau kenal dengan Dina?" Tanya Alvendra heran."Kamu lupa? Saat kamu kecelakaan dan dinyatakan meninggal, Rio yang mengambil alih perusahaan. Rio juga yang menggantikan posisimu. Saat itu, Rio keresafel sejumlah karyawan dan memilih Dina sebagai sekretarisnya." Jelas Zee sambil melempar senyum."Wait, jangan-jangan Dina yang w

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-06
  • Menikah karena Orang Ketiga   Chapter 12 Tak Ada Pilihan Lain

    Bunga kian bermekaran, mereka mulai menampakkan keceriaannya terlebih saat embun melewati pori-pori dan setiap sudut dedaunan. Lebih lengkap lagi karena sinar mentari mulai menampakkan keberadaannya. Angin sepoi-sepoi menyapa wajah Zee dan memainkan rambut hitamnya.Pagi itu terlihat sangat cerah. Namun sepertinya tak secerah hati Zee. Bagaimana tidak? 'Besok aku akan membuatkan surat pengunduran diri untukmu' kata-kata Alvendra semalam masih sangat terngiang.Sesekali ingatan Zee kembali mencuak. Terputar kembali saat-saat kebersamaannya dengan Andrea, Cika, Doni, dan si kembar Rara Rere. Ya... merekalah murid terdekat Zee. Tak jarang Zee mendengar curhatan-curhatan mereka."Bunda Zee, cantik deh. Aku minta maaf ya Bunda." Terngiang kembali kata-kata rayuan khas Andrea jika ia melakukan kesalahan."Bunda kenapa? Bunda lelah? Sini Rara bantu." Atau tingkah si kembar yang baik hati. Dan,,, ahhh masih banyak lagi kenangan-kenangan yang pastinya

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-06
  • Menikah karena Orang Ketiga   Chapter 13 Ku Lepas dengan Ikhlas

    "Assalamualaikum." Alvendra mengetuk pintu kepala sekolah. "Waalaikum salam. Silahkan masuk." Terdengar suara serak-serak basah dari dalam ruangan. "Wah, mas Al, mba Zaifa. Silahkan duduk." Ucap pak Dody sambil beranjak dari tempat duduknya. Pak Dody merupakan kepala sekokah di Madrasah tempat Zee mengajar. Sekilas tampangnya terlihat sangar, kumisnya menjulang nampak seperti pak raden, hihihi. Bodynya kekar, berjalannyapun tegap. Tapi jangan salah, beliau ini pandai sekali memainkan alat musik. Terlebih jika beliau menyanyi... uwwwhhh suaranya gak kalah kaya Pasha Ungu. Hahaha "Ada apa mas Al? Tumben datang kemari?" Tanya Pak Dody sambil membuka tutup toples dan menyuguhkan air mineral yang selalu ready di mejanya. "Silahkan diminum dulu mas, mba" "Terimakasih Pak." Jawab Zee singkat sambil menengguk air putih. Berharap air ini dapat mencairkan suasana hatinya, mendinginkan pikirannya dan menenangkan suasana. "Jadi begini pak, maksud dan tuju

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-06
  • Menikah karena Orang Ketiga   Chapter 14 Taman Wangi Asri

    Kebersamaan Zee bersama rekan kerjanya kini hanya tinggal kenangan. Sepertinya sulit bagi Zee untuk menemukan kenyamanan seperti itu lagi. Zee masih duduk terbelenggu. Sementara Alvendra asyik mendengarkan musik jazz kesukaannya. Sambil sesekali memencet tlakson mobil. Sepanjang perjalanan menuju rumah orang tua Alvendra, Zee hanya diam. "Mas, kita bisa berhenti sebentar gak di taman depan?" Pinta Zee sambil menunjuk taman di pinggir lampu merah. "Hah? Berhenti? What for?" Tanya Alvendra heran. "Aku mohon mas." Zee menempelkan kedua telapak tangannya serya memohon. Sebetulnya Alvendra malas untuk menuruti keinginan Zee, namun apa boleh buat. "Oke, tapi jangan lama-lama." Jawab Alvndra singkat sambil memarkirkan mobilnya. "Terimaksih mas." Ucap Zee sambil melepaskan sabuk pengamannya. "Ayok mas, temani aku sebentar." "Aduh, apalagi sih Zee." Al nampak begitu kesal. Tsngannya mengepal sambil memukul setir mobil. "Sebentar... saja

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-07
  • Menikah karena Orang Ketiga   Chapter 15 Gadis Bergaun Putih

    I think I'm in love for the first timeAnd it's making my heart confusedTell me what exactly happenedHow I wonder it will beYou're touching my heart and my soulWhile your hands in my hands indeedTell me what exactly happenedMakes me feel I'm drowning too deepSeems weird for meI will never let this feeling coldIf You were mineSharing all ups and downsI'm gonna be aroundAnd forever it would beCause I'm falling in loveI'm falling in loveYes, I'm falling in loveI'm falling in loveYes, I'm falling in loveIm falling in love with youYou're touching my heart and my soulWhile your hands in my hands indeedTell me what exactly happenedMakes me feel I'm drowning too deepSeems weird for meI will never let this feeling coldIf You were mineSharing all ups and downsI'm gonna be aroundAnd forever ...Cause I'm fa

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-07

Bab terbaru

  • Menikah karena Orang Ketiga   Chapter 29 Pilihan Sulit

    Derap langkah Alvendra kian terdengar. Alvendra terhenti sejenak melihat pemandangan di meja makan. "Ini ada apa, kok kalian malah berpelukan?" Raut muka Alvendra terlihat begitu heran. "Udah kaya teletubies aja." Sambung Alvendra sambil tertawa geli. "Al, sejak kapan kau berdiri disitu?" Tanya Keke sambil menghapus air matanya. "Sejak mamah dan kamu menangis dan berpelukan. Kalian kenapa si?" Tanya Alvendra sambil mengusap air mata Keke. "Keke, apa kamu masih mencitai Alvendra?" Tanya Martini dengan wajah serius. "Mencintai? Apa maksud tante?" "Ayolah Keke, jawab jujur. Tante melihat ada cinta yang tertinggal di sorot matamu." "Mah, tolonglah jangan desak Keke." "Mamah gak mendesak Keke. Dulu dia meninggalkanmu karena terdesak oleh keadaan. Bukan karena dia tak mencintaimu lagi kan?" "Tapi mah, semua sudah berlalu. Sekarang juga aku sudah menikah dengan Zee." "Mamah punya solusinya. Mamah hanya ingin anak

  • Menikah karena Orang Ketiga   Chapter 28 Maafkan Keke

    Rio masih membereskan percahan beling yang sempat tertunda. Sementara Keke hanya diam sambil mengunyah makanannya, kehadiran Zee di tengah suasana dinner kala itu memang membuat Keke terkejut sekaligus geram. "Mbak Zee itu rajin sekali, dalam kondisi sakit seperti tadipun ia masih bisa masak ini semua." Rio menggerutu sambil berjalan membuang percahan beling. "Beruntungnya Mas Alvendra punya istri kayak Mbak Zee. Udah rajin, pinter masak, pinter cari duit, cantiknya alami lagi." Rio melirik tajam Keke. "Gak kaya si onoh, cantiknya karena di touch up." "Apa maksudmu Rio." Keke meletakkan sendok dan garpu di atas piringnya sambil melipatkan tangan di dadanya. Rio duduk sambil meneruskan makan. "Gak ada maksud." Ujar Rio sambil mengunyah makananya. Martini mengatupkan rahangnya. "Sudah-sudah, Rio kalau kamu disini hanya akan merusak suasana mending kamu segera selesaikan..." "Selesaikan makan terus beranjak dari sini?" Rio menatap tajam Mar

  • Menikah karena Orang Ketiga   Chapter 27 Persaingan Sengit

    Meskipun angin diluar nampak ganas, namun tak menjadi penghalang dalam suasana di meja makan malam itu. "Mamah seneng deh ngliat kalian begini. Coba dulu kalian...." Cetar...Tak sengaja tangan kanan Rio menjatuhkan gelas. Kejadian ini justru membuat Zee kaget. Padahal dari tadi ia terkulai lemah di kamar. "Suara apa itu ya." Zee berusaha bangun sambil memegangi kepalanya. "Astaga sudah pukul 8 lewat. Kira-kira mas Al udah pulang belum ya. Berati dari tadi aku ketiduran." Zee berusaha beranjak dari tempat tidurnya. "Rio. Apa-apaan si kamu?" "Maaf mah gak sengaja." Jawab Rio singkat sambil membereskan percakan-percakan beling. "Keke, maafin Rio ya. Ya udah biarin Rio membereskannya. Ayo kita lanjut makan." "Gak apa-apa tante." "Keke..." Tangan Alvendra membersihkan kecap yang terselip di bibir Keke. Mungkin tadi dia kaget karena Rio memecahkan gelas sehingga membuat kecap itu menghampiri bibir sexynya.

  • Menikah karena Orang Ketiga   Chapter 26 Undangan Dinner

    "Zee! Zee!"Teriakan Martini membuat Rio kaget. Segeralah ia mematikan kran dan sower. Tanpa ia sadari kamar mandi sudah sangat becek. Air dimana-mana, belum lagi percikan air di wastafel yang membasahi cermin karena sangkin derasnya ia memuar air kran."Sial! Kenapa aku harus melamun disini sih? Kaya orang bego aja." Rio menggerutu sambil mematikan kran dan sower."Ada apa si mah?" Rio keluar dari kamar mandi dan segera menghampiri Martini."Mana kakak iparmu? Kenapa meja makan masih kosong?""Ya ampun aku lupa, harusnya tadi aku membereskan meja makan. Astaga..." Rio menepuk jidatnya."Apa? Apa maksudmu? Kemana Zee?""Tenang mah tenang. Mbak Zee tadi nyaris pingsan. Perutnya kram lagi jadi aku bawa dia ke kamar biar istirahat." Jelas Rio sambil mengelus pundak Martini."Bagaimana bisa tenang? Sebentar lagi tamu mamah mau datang.""Sebenernya tamu siapa si mah? Gak biasanya mamah perfect seperti ini menyiapkan semuanya de

  • Menikah karena Orang Ketiga   Chapter 25 Karyawan Baru

    Rio memilih untuk ke toilet terlebih dahulu sebelum memenuhi permintaan Zee. Nampaknya air yang mengalir dari kran yang cukup deras membuat tak seorangpun mengetahui gerutu geram Rio. Ia mengatupkan muka dengan kedua tangannya. Aaahhhhh Belinda Idelina Zaifa! Hhhhhh Tak hanya sekali dua kali ia menyebut-nyebut nama Zee. Sesekali ia menatap wajahnya di depan cermin. Ia marah, ia geram, kecewa, sedih. Namun untuk apa? Nasi sudah menjadi bubur. "Andai saja saat itu aku lebih cepat mengutarakan perasaanku sebelum Mas Al kembali..." Ungkap Rio dengan penuh sesal. "Come on Rio! Move on!" Rio berkata kepada dirinya sendiri di depan cermin. "Tapi aku tak dapat memungkiri bahwa kini aku.... aaaahhhh sial! Kenapa kamu harus jadi istri kakakku Zee!" Kini Rio tak hanya menyalakan kran, tetapi juga menyalakan sower. Sehingga siapapun mengira bahwa Rio sedang mandi. Rio duduk tersungkur di pojok toilet. Sambil menatap wajahnya sesekali

  • Menikah karena Orang Ketiga   Chapter 24 Pesona Kakak Ipar

    Aduh...Zee mengaduh sambil memegangi perutnya. Ini bukan kali pertama Zee merasakan kram hebat di perutnya. Sejenak ia menyandarkan tubuhnya di kursi, tepatnya sambil setengah berbaring. Zee mengatur nafas dan memejamkan mata. Menahan rasa nyeri yang melanda begitu hebat."Mbak Zee kenapa?" Tanya Rio panik. Entah datang dari mana dan sejak kapan, yang jelas Rio kini sudah duduk di samping Zee. Sementara Zee hanya menggelengkan kepala, kedua tangannya memegangi perut sambil sesekali menggigit bibirnya sendiri."Mungkin mbak keleleahan. Ayok aku antar ke kamar.""Tapi... aku belum selesai merapikan dapur dan menata meja makan.""Ah, itu urusan gampang mbak. Aku juga bisa kok. Ayok mbak istirahat dulu. Masih kuat jalan?"Zee mengangguk pelan dan mencoba berusaha berdiri.AauuuuhhKakinya terasa ngilu, kaku, gemetar. Keringat panas dingin mulai bercucuran. Rio tak tega melihat kakak iparnya menahan sakit. Terlebih

  • Menikah karena Orang Ketiga   Chapter 23 Cah Brokoli

    Zee masih tak percaya dan sesekali cerita Parman terngiang kembali. Sesampainya di rumah Zee tak segera menuju kamar mandi namun ia justru terkulai lemas di sofa ruang tengah."Zee, kamu baru pulang?" Tanya Martini mengagetkan lamunan Zee."Iya mah." Jawab Zee sambil menyandarkan tubuhnya di sofa."Sendirian?" Zee hanya tersenyum tipis. "Loh, kok gak bareng Al? Kemana dia?""Mas Al belum pulang?" Tanya Zee sambil mengerutkan kening."Kok kamu malah balik tanya mamah? Istri macam apa kamu? Udah pulang terlambat, udah gitu gak tau lagi suami ada dimana. Padahal kalian sekantor." Ujar Martini sambil tersenyum pait. Nada bicaranya memang tak setinggi biasanya. Namun tersirat kebencian yang sangat jelas."Udahlah mah, gak usah mengintrogasi Mbak Zee begitu. Mungkin Mas Al lagi kejebak macet, atau mendadak ada urusan lain." Rio menenangkan Mantini sambil mendorong kursi ibunya.Hufthhh...Nampaknya Zee begitu lelah. Hari ini cukup meng

  • Menikah karena Orang Ketiga   Chapter 22 Kesempatan dari Allah

    Kecelakaan pesawat? UhukkkkZee tersedak. "Kenapa bu? Silahkan minumnya bu." Parman memberikan segelas air putih untuk Zee. "Tidak apa-apa pak. Saya hanya kaget mendengar cerita bapak. Jadi akibat kecelakaan itu bapak harus kehilangan tangan kanan bapak?" "Betul bu. Saat itu saya sempat dinyatakan meninggal karena seluruh awak pesawat jatuh berkeping-keping di tengah hutan. Namun qodarulloh... Allah masih memberikan kesempatan saya untuk hidup." Parman membuka tas kecilnya dan menunjukkan selembar foto kepada Zee. "Saat itu saya diterima kerja di perusahan ekspor impor yang terdapat di Singapura. Baru seminggu bekerja disana saya mendapatkan kabar jika istri saya mengalami sakit kanker otak stadium akhir. Sontak saya segera mengajukan cuti. Beruntung atasan saya orang asli Indonesia yang sudah menetap disana. Sehingga tak sulit bagi saya untuk mengambil hati beliau." Jelas Parman dengan mata yang berkaca-kaca. Astaga...pesawat

  • Menikah karena Orang Ketiga   Chapter 21 Pertemuan Jingga di Sudut Trotoar

    Langit berubah menjadi jingga, cahayanya kian menghiasi langit-langit di ufuk barat, seakan melukiskan ketenangan bagi siapapun yang melihatnya. Cahaya redup senja tak begitu menyilaukan, tak begitu menyengat bahkan terlihat anggun dan menawan. Usai jam kerja, Zee yang biasanya pulang bersama Alvendra kini memilih untuk pulang seorang diri. Berjalan menyusuri koridor, langkahnya gontai pikirannya terus berpusat pada tawaran yang diberikan oleh mertuanya. TeeetttSesekali supir taxi mengagetkan lamunan Zee."Bu, mari saya antar...""Bu, taxi bu...""Bu mau kemana?" Tak hanya satu dua kali taxi yang sudah berhenti dan memberikan tawaran untuk Zee. Namun tetap saja selalu ia tolak. Bukannya ia akan melakukan kekonyolan belaka, pulang ke rumah dengan berjalan kaki saja. Namun kali ini Zee benar-benar membutuhkan waktu untuk sendiri. Ya, barang kali cahaya senja dapat sedikit memberikan ketenangan untuknya. Tak jauh dari pandangan Zee terdapat

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status