Damian mengambil ponsel tersebut lalu melihat siapa yang tengah menghubunginya. Hanya menatapnya sebab tidak mau menjawab bila ada nomor baru yang menghubunginya, tapi tidak ada konfirmasi melalui pesan tersebut siapa orang tersebut.
“Kenapa nggak dijawab? Siapa tahu penting,” ucap Indi kemudian.
Damian menggeleng pelan. “Males. Mending tidur sama kamu.”
Indi lantas menyunggingkan bibirnya. “Kapan, mulai ngantor?” tanyanya ingin tahu.
“Setelah selesai menyenangkan kamu yang sudah dua bulan lamanya ini dengan setia menjaga dan merawat aku dengan baik hingga aku sembuh total. Terbukti sekarang, sehabis bercinta nggak ada drama pingsan lagi.”
“Tepatnya kapan, Damian? Aku pengen tahu karena nanti aku mau menyibukkan diri lagi dengan kerjaan aku.”
Dam
Tiga hari berlalu ….Indi dan Damian sudah tiba di Jakarta setelah puas berlibur di sebuah pantai di mana mereka menjalin hubungan untuk pertama kalinya.“Mau ke mana lagi kita, Damian?” tanya Indi yang sepertinya tidak ada kata lelah bila sudah merujuk pada liburan.Damian yang tengah membuka kausnya itu lantas menghampiri Indi yang tengah berdiri di samping tempat tidur. “Kita berangkat besok siang. Hari ini aku mau ke kantor dulu, ada urusan mendadak. Tapi, nggak akan lama. Hanya dua sampai tiga jam saja. Kamu bisa packing dulu aja apa yang mau kamu bawa.”Indi mengerucutkan bibirnya lalu menganggukkan kepalanya. “Ya udah. Emang ada urusan apa lagi? Bukannya kamu masih libur?”“Sedikit problem yang nggak bisa diselesaikan oleh Diego, Sayang. Aku harus ke sana sebel
“Apaan?” tanya Manda ingin tahu.Indi mengendikan bahunya lalu mengembungkan pipinya. “Gue juga nggak tahu. Tapi, kayak ada yang janggal aja. Udah ah, pusing gue mikirin kayak gitu. Masak aja udah, aah!”Manda lantas menyunggingkan bibirnya. “Elo sendiri yang bahas, elo juga yang marah-marah. Emang makhluk aneh elo tuh!” sengal Manda kemudian.“Aneh juga banyak yang suka.” Indi menjulurkan lidahnya kepada Manda lalu kembali memotong beberapa sayuran yang akan dibuat capcay sembari menunggu Bi Inah kembali ke rumah dengan membawa pesanan yang diminta oleh Indi tadi.**Waktu sudah menunjuk angka tujuh malam.Dari jam lima sore tadi, Damian pergi ke kantor dan baru sampai ke rumah bersama dengan Diego. Keduanya duduk di sofa ruang tengah sementara Indi tengah menyelesaikan acara mandinya.“Udah pada balik rupanya.” Manda menghampiri Damian dan Diego. “Udah kelar, masalahnya?”Damian mengangguk pelan. “Udah. Besok siang, gue berangkat liburan lagi. Sampai sepuluh hari ke depan. Jangan ne
Damian terkekeh pelan sembari mengusap wajahnya pelan. “Biarkan jadi kenangan saja. Yang jelas, aku sangat bahagia saat itu. Tidak bisa diucapkan dengan kata-kata. Hanya perasaan yang bisa merasakan itu semua.”Indi lantas menghela napasnya pelan seraya menatap sang suami dengan lekat. “Ya sudah. Tapi, saat itu aku juga bahagia, kan?”Damian menganggukkan kepalanya. “Ya. Sangat bahagia. Kita sama-sama bahagia. Membelah malam sambil memandang darah keperawanan kamu.” Damian lalu mengibaskan tangannya, tak ingin membahasnya lagi.“Kenapa sih, setiap cerita masa itu, kamu selalu menghindar? Tapi, tadi bilang katanya mau ngasih tahu bagaimana kita dulu. Aneh!” Indi mencurigai Damian.Pria itu menghela napasnya dengan pelan. “Kamu selalu bilang, ada yang janggal dalam masa lalu itu. Apa yang kamu pikirkan selain hubungan intim itu, Indi?” tanyanya seraya menatap Indi dengan lekat.Indi menelan saliva dengan pelan. “Aku nggak yakin itu apa. Hanya saja, apa ini ada hubungannya dengan Daniel?
Damian langsung menarik tangan Indi dan membawanya ke dalam kamar mereka. Indi yang diseret itu lantas terkekeh dengan tingkah laku suaminya itu.“Damian. Aku yang mau, kenapa kamu yang semangat?” kata Indi mengejek Damian.“Karena aku pun sangat mau. Kemarin malam sengaja libur dulu karena aku ingin menghabiskan kamu di sini,” ucap Damian lalu menjatuhkan tubuh Indi ke atas tempat tidur.Setelahnya, ia membuka kaus yang ia kenakan lalu tubuhnya merayap ke atas tubuh Indi sembari menyeringai bak iblis yang siap menyantap hidangannya. Mulutnya langsung mengunci bibir Indi, meraupnya dengan sangat lihai hingga membuat Indi mengeluarkan desahan pelan kala berciuman itu.Tangan Damian masuk menyelinap ke dalam kaus kebesaran yang dikenakan oleh Indi. Lalu, membuka pengait bra dan mengeluarkannya sebab kala itu Indi mengenakan bra tanpa tali. Sehingga memudahkan Damian untuk melepaskannya.“Kamu sengaja, pakai baju tipis seperti ini dengan bra yang mudah untuk aku lepaskan, heum?” kata Dam
Hanya mengenakan bra dan panty, Indi bangun dari tidurnya lalu menatap laut biru di balik jendela. Mengulas senyum tipis pertanda ia tengah bahagia karena sedang berada di dalam kapal pesiar mewah bersama orang yang dia cintai.Damian datang menghampiri istrinya sembari memeluknya dari belakang. Bibirnya menciumi bahu telanjang itu hingga menjalar ke leher. “Sudah bangun, heum?” bisik Damian lembut.Indi mengulas senyum lalu mengangguk dengan pelan. “Ya. Meski sedang berada di tengah laut, suara bising ombak tidak terdengar, yaa.”Damian terkekeh pelan. “Tidak akan, Honey. Kapal ini dilengkapi dengan kedap suara. Kamu berteriak sesuka hati pun tidak akan terdengar. Suara desahan kamu saja tidak terdengar ke luar.”Indi lalu tersenyum tipis. “Begitu rupanya. Sudah berapa kali, kamu naik kapal seperti ini?”“Hanya dengan kamu.”Indi terdiam. Ia lalu membalikan tubuhnya dan menatap Damian dengan dalam. “Hanya denganku?” tanyanya kembali.Damian mengangguk. “Ya. Aku tidak pernah mewujudka
Tiga hari kemudian ….Mereka akhirnya tiba di sebuah pulau pribadi yang telah disewa oleh Damian selama empat hari ke depan. Mata Indi langsung disuguhkan oleh pemandangan yang sangat indah di sana. Dengan langkah lebarnya, meninggalkan Damian yang tengah menyeret koper miliknya dan juga Indi.“Woahh! Pemandangannya indah banget,” puji Indi sembari mengedarkan matanya melihat pemandangan yang sangat menarik perhatiannya itu.“Damian. Berapa lama, kita menghabiskan waktu di sini?” tanya Indi kepada suaminya itu.“Hanya empat hari, Sayang. Perjalanan pulang dari sini ke pelabuhan membutuhkan waktu tiga hari. Nanti kapan-kapan kita ke sini lagi kalau kamu memang menyukainya,” ucap Damian lalu mengusapi ujung kepala Indi sembari mengulas senyumnya.Indi membalas senyum itu tipis. Ada rasa sedih karena hanya bisa tinggal selama empat hari saja di sana. Namun demikian, Indi harus tahu siapa suaminya itu. Dia adalah pebisnis muda yang memiliki segudang pekerjaan yang harus dia selesaikan."A
Waktu sudah menunjuk angka delapan malam. Keduanya tengah makan malam sembari menikmati hamparan ombak yang menggulung sebab dalam keadaan pasang."Ceritanya, dinner outdoor nih?" kata Indi kepada sang suami.Damian mengulas senyum lalu mengangguk. "Iya, Sayang. Belum pernah kan, dinner di pinggir pantai?"Indi terkekeh pelan lalu menggelengkan kepalanya. "Damian?" panggilnya kemudian."Heum? Kenapa, Sayang?"Indi menatap Damian dengan sangat lekat. "Apa lagi yang kamu sembunyikan dari aku? Dari ucapan kamu tadi ke Diego, kayaknya hidup kamu penuh dengan masalah semenjak memilih bersama denganku."Damian menatap Indi lekat. "Memilih kamu untuk menjadi pasanganku itu adalah pilihanku. Tidak ada hubungannya dengan pelik yang aku alami hanya karena saat bersama kamu.""Sekarang aku mau kamu jujur sama aku. Jangan ada lagi yang kamu sembunyikan dari aku, Damian. Dari obrolan kamu tadi dengan Diego, aku bisa menyimpulkan kalau mani kamu encer karena ada sesuatu yang kamu konsumsi ataupun k
"Heum? Mama mau nanya apa?" kata Indi. Ia juga penasaran apa yang ditanyakan oleh mamanya itu kepadanya.Ayu menarik napasnya dalam-dalam kemudian mengeluarkannya kembali. "Kamu ... dulu, kamu hanya pacaran sama Damian, kan?" tanya Ayu dengan pelan.Indi mengerutkan dahi. Bingung dengan pertanyaan yang ditanyakan oleh mamanya itu kepadanya. "Mana aku tahu, Ma. Mama kan, tahu kalau aku amnesia.""Oh iya. Mama lupa, Nak. Maafkan Mama." Ayu tampak merasa bersalah atas pertanyaannya tadi.Indi kemudian mengembuskan napasnya. "Emangnya kenapa, Mama nanya kayak gitu ke aku?" tanya Indi lagi."Tidak ada. Mama hanya penasaran saja. Karena kita tidak tahu di luaran sana saat kalian menjalin hubungan. Banyak yang tidak suka dengan kalian terlebih Damian dulu banyak yang menyukai. Kamu juga sama, ada yang suka sama kamu dan sekarang orangnya tidak pernah muncul apalagi berani mendekati kamu."Mama hanya berpikir kalau Damian pernah dijebak atau memang sengaja ada yang ingin melukai Damian dengan
Satu minggu kemudianIndi sudah merasakan mulas yang tidak biasa. Setiap sepuluh menit sekali, la merasakan nyeri itu di perutnya.Waktu sudah menunjuk angka dua pagi. Damian yang baru masuk ke dalam kamar langsung menghampiri Indi yang tengah meringis kesakitan sembari memegang perutnya"Sayang. Damian memegang tangan Indi."Damian kayaknya aku mau lahiran deh. Perut aku sakit banget, lirih Indi lalu meringis kembali."Heeuh?" Damian tampak linglung dan juga panik. Ia kemudian menghubungi sopir untuk membawa mereka ke rumah sakit"Ketuban kamu kayaknya udah pecah juga. Sayang. Kita ke rumah sakit sekarang juga. Damian lalu menggendong tubuh Indi dan membawanya masuk ke dalam mobil"Ke rumah sakit sekarang juga!" titah Damian kepada sopirnya itu.Ia lalu menghubungi Ayu untuk memberi tahu kalau Indi akan melahirkan sekarang juga"Regina. Indi mau lahiran. Tadi gue lihat air ketuban dia udah pecah." Damian menghubungi Regina untuk mempersiapkan ruang persalinan untuk Indi.Oke, oke. Gu
Damian lalu menerima panggilan tersebut meski hatinya sudah was-was khawatir pihak kepolisian tahu siapa yang telah menyebabkan kematian Daniel"Selamat malam, Pak Damian. Mohon maaf telah mengganggu waktu Anda di malam-malam begini," ucap kepala polisi-Iman di seberang sana."Malam. Ada apa ya, Pak?" tanyanya dengan suaranya yang terdengar begitu santai. Padahal jantungnya berirama dengan cukup kencang."Jadi begini, Pak Damian. Kami mendapat laporan dari tetangga sebelah rumah yang ditempati oleh Saudara Daniel dan Pak Pradipta. Ada jasad yang dikubur di belakang rumah. Setelah diidentifikasi, ternyata mayat tersebut adalah Pak Pradipta dengan luka bekas tembak di bagian kepalanya."Kami pun melakukan memeriksa rekaman CCTV di rumah itu, dan yang telah membunuh beliau adalah anaknya sendiri yaitu Saudara Daniel. Untuk itu, besok pagi dimohon untuk membuat laporan pengambilan jenazah agar dimakamkan dengan layak. Juga dengan jasadnya Saudara Daniel yang masih ada di ruang jenazah."D
Indi menerbitkan sentumnya dengan lebar lalu menganggukkan kepalanya. "Yuk! Aku juga kepengen."Damian lantas terkekeh mendengarnya. Ia kemudian menarik tangan Indi dan membawanya masuk ke dalam kamar yang tak jauh dari tempat di mana mereka mengobrol.Setibanya di dalam kamar. Indi memilih untuk membuka bra-nya terlebih dahulu karena bra yang ia kenakan cukup susah dibuka bila selagi bercinta itu akan dilakukan.Sementara Damian membuka jam tangan lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci miliknya terlebih dahulu."Damian memang rajin. Kalau mau bercinta, pasti dicuci dulu." Indi geleng-geleng kepala lalu tersenyum tipis.Sembari menunggu Damian selesai, Indi memilih untuk membuka ponselnya dan memainkannya sebentar.Sampai akhirnya Damian pun masuk kembali ke dalam kamar. Hanya mengenakan handuk yang dia lingkarkan di pinggangnya lalu menghampiri Indi dan menautkan bibirnya dengan lembut. Tangannya menyusup di balik dress yang Indi gunakan. Mengusapi paha mulus Indi dengan lembu
Satu minggu berlaluDamian sudah diperbolehkan pulang setelah kondisinya membaik. Kini, mereka sudah berada di rumah bersama Diego dan juga Manda. Sementara Arnold tengah menyelesaikan masalahnya dengan keluarga besarnya"Ngapain juga lo harus pulang. Minggu depan juga ke rumah sakit lagi. Pan Indi mau lahiran. Udah ngos-ngosan tuh orangnya. Udah gak kuat kayaknya pengen ngeluarin tuh hasil keringat kalian." Diego menunjuk Indi yang tengah duduk menyandar di sandaran sofa.Ia lalu menoleh pada Diego dan mengusapi perut buncitnya itu. "Kayaknya nggak akan sampai seminggu deh. Dua sampai tiga hari juga udah mau bro jol Ini anak. Punggung gue udah kerasa panas soalnya," ucap Indi memprediksi kalau la akan lahiran dalam hitungan hari."Aku akan ambil cuti sampai kamu melahirkan, Sayang. Sesuai janjiku, akan menemani kamu saat lahiran nanti." Damian lalu mengulas senyumnya. Mengusapi perut buncit istrinya dengan lembut."Iya, Damian. Ternyata kamu nggak jadi pengangguran karena papa kamu m
Arnold merelakan jabatan serta statusnya demi menyelamatkan Damian agar jangan sampai diusik oleh keluarganya yang kini sudah mengetahui bila Damian adalah anak kandungnya.Sekali pun Bara tidak pernah keluar dari rumahnya padahal berita itu sudah surut karena permintaan dari Arnold. Sudah satu minggu berlalu, semuanya menjadi normal kembali setelah Arnold menyatakan yang sebenarnya tentang Damian."Jadi, Papa sama istri Papa mau udahan?" tanya Indi sembari menemani mertuanya itu makan siang di kantin rumah sakit.Arnold mengangguk. "Dan Papa tidak perlu harus ke pengadilan lagi. Karena Papa tidak akan mencari pasangan lagi. Selama ini, Papa hanya mencintai mamanya Damian, Kiran. Hanya dia satu-satunya perempuan yang mengisi hidup Papa."Indi manggut-manggut dengan pelan. "Tahu begini mah, kenapa nggak dari dulu, yaa." Indi meringis pelan menahan malu.Arnold terkekeh pelan. "Karena Om Ferdy baru kasih tahu kalau dia ternyata bukan anak kandung dari istrinya Kakek Bara. Makanya Papa t
Damian sudah dipindahkan ke ruang rawat VIP. Banyaknya media yang berdatangan ke rumah sakit untuk meminta penjelasan kepada Damian lantas membuat Indi geram."Hhh! Sialan bener ini media. Nggak tahu aра, kalau ini rumah sakit. Pengen gue bogem satu- satu kayaknya ini orang!"Indi lalu beranjak dari duduknya."Indi, Indi. Indiraaaaa!!" Bahkan Damian tidak mencegah istrinya yang ingin melabrak awak media."Heh!" Indi sudah tidak tahan lagi dan akhirnya keluar dari ruang rawat suaminya itu. "Kalian tahu privasi orang, nggak? Suami saya masih sakit! Nggak bisa diganggu apalagi ditanyakan dengan pertanyaan konyol kalian!"Semua awak media lantas terdiam mendengar Indi yang marah-marah sembari berkacak pinggang sebab kesal."Kalau memang benar suami saya adalah anaknya Pak Arnold, kalian mau apa? Mau ngantre j
Bugh!"Berita konyol apa ini, Arnold? Bahkan sudah tersebar dua hari yang lalu, hanya saja kami baru tahu sekarang! Beritanya baru saja ramai sekarang!" pekik Bara-sang papa yang begitu marah melihat berita tersebut.Arnold hanya diam. la pun bingung kenapa berita itu bisa tersebar dan orang yang menyebarkannya adalah Daniel-orang yang hampir membunuh anaknya itu."Katakan, Arnold!" pekik Bara lagi. "Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga kita! Semua orang membicarakan kamu karena hal bodoh yang sudah kamu lakukan ini, Arnold!"Bugh!Sekali lagi, lelaki berusia tujuh puluh lima tahun itu memukul wajah Arnold yang tidak mau berucap sepatah kata pun.Tak lama setelahnya, Lyra-istrinya Arnold yang tak
Dua hari berlaluPerlahan, mata Damian terbuka. la lalu mengedarkan pandangannya di seluruh sudut ruangan tersebut. Hanya terdengar suara dari monitor detak jantungnya saja. Tidak ada suara apa pun di sana.Baru saja Indi masuk ke dalam sana, ia lantas terkejut kala melihat mata Damian yang akhirnya terbuka. Dengan langkah lebarnya, ia kemudian menghampiri Damian dan menggenggam tangannya."Damian. Akhirnya kamu siuman juga," lirih Indi lalu mencium tangan suaminya itu.Damian mengulas senyum tipis. Kondisinya masih sangat lemas belum bisa berucap sepatah kata pun. Hanya menatap Indi yang tengah memanggil Dokter Ryan menggunakan tombol di sana."Lihat kamu udah buka mata kayak gini buat aku lega, Damian. Itu artinya kamu sudah
Hampir dua jam lamanya proses operasi pengambilan peluru yang menancap di dalam perut. Damian akhirnya selesai dilakukan.Damian dibawa ke dalam ruang ICU untuk dilakukan pemulihan pascaoperasi."Proses operasinya berjalan dengan lancar Beruntung, peluru itu tidak masuk ke bagian yang paling dalam. Dalam dua sampai tiga hari, Pak Damian pasti akan sluman," tutur Dokter Ryan menjelaskan kondisi Damian setelah operasiIndi meme jamkan matanya, lega mendengar ucapan Dokter Ryan karena operasi berjalan dengan baik. "Dokter gak bohong, kan? Suami saya tidak mengalami hal yang buruk, kan?" tanya Indi memastikan kembali kepada Dokter Ryan.Pria itu menganggukkan kepalanya dengan yakin. "Tentu saja. Bu Indi. Kami tidak pernah memberikan keterangan palsu bila mengenai kondisi pasien. Pak Damian hanya mengalami kritis pascaoperasi saja.