Tiga hari berlalu ….
Indi dan Damian sudah tiba di Jakarta setelah puas berlibur di sebuah pantai di mana mereka menjalin hubungan untuk pertama kalinya.
“Mau ke mana lagi kita, Damian?” tanya Indi yang sepertinya tidak ada kata lelah bila sudah merujuk pada liburan.
Damian yang tengah membuka kausnya itu lantas menghampiri Indi yang tengah berdiri di samping tempat tidur. “Kita berangkat besok siang. Hari ini aku mau ke kantor dulu, ada urusan mendadak. Tapi, nggak akan lama. Hanya dua sampai tiga jam saja. Kamu bisa packing dulu aja apa yang mau kamu bawa.”
Indi mengerucutkan bibirnya lalu menganggukkan kepalanya. “Ya udah. Emang ada urusan apa lagi? Bukannya kamu masih libur?”
“Sedikit problem yang nggak bisa diselesaikan oleh Diego, Sayang. Aku harus ke sana sebel
“Apaan?” tanya Manda ingin tahu.Indi mengendikan bahunya lalu mengembungkan pipinya. “Gue juga nggak tahu. Tapi, kayak ada yang janggal aja. Udah ah, pusing gue mikirin kayak gitu. Masak aja udah, aah!”Manda lantas menyunggingkan bibirnya. “Elo sendiri yang bahas, elo juga yang marah-marah. Emang makhluk aneh elo tuh!” sengal Manda kemudian.“Aneh juga banyak yang suka.” Indi menjulurkan lidahnya kepada Manda lalu kembali memotong beberapa sayuran yang akan dibuat capcay sembari menunggu Bi Inah kembali ke rumah dengan membawa pesanan yang diminta oleh Indi tadi.**Waktu sudah menunjuk angka tujuh malam.Dari jam lima sore tadi, Damian pergi ke kantor dan baru sampai ke rumah bersama dengan Diego. Keduanya duduk di sofa ruang tengah sementara Indi tengah menyelesaikan acara mandinya.“Udah pada balik rupanya.” Manda menghampiri Damian dan Diego. “Udah kelar, masalahnya?”Damian mengangguk pelan. “Udah. Besok siang, gue berangkat liburan lagi. Sampai sepuluh hari ke depan. Jangan ne
Damian terkekeh pelan sembari mengusap wajahnya pelan. “Biarkan jadi kenangan saja. Yang jelas, aku sangat bahagia saat itu. Tidak bisa diucapkan dengan kata-kata. Hanya perasaan yang bisa merasakan itu semua.”Indi lantas menghela napasnya pelan seraya menatap sang suami dengan lekat. “Ya sudah. Tapi, saat itu aku juga bahagia, kan?”Damian menganggukkan kepalanya. “Ya. Sangat bahagia. Kita sama-sama bahagia. Membelah malam sambil memandang darah keperawanan kamu.” Damian lalu mengibaskan tangannya, tak ingin membahasnya lagi.“Kenapa sih, setiap cerita masa itu, kamu selalu menghindar? Tapi, tadi bilang katanya mau ngasih tahu bagaimana kita dulu. Aneh!” Indi mencurigai Damian.Pria itu menghela napasnya dengan pelan. “Kamu selalu bilang, ada yang janggal dalam masa lalu itu. Apa yang kamu pikirkan selain hubungan intim itu, Indi?” tanyanya seraya menatap Indi dengan lekat.Indi menelan saliva dengan pelan. “Aku nggak yakin itu apa. Hanya saja, apa ini ada hubungannya dengan Daniel?
Damian langsung menarik tangan Indi dan membawanya ke dalam kamar mereka. Indi yang diseret itu lantas terkekeh dengan tingkah laku suaminya itu.“Damian. Aku yang mau, kenapa kamu yang semangat?” kata Indi mengejek Damian.“Karena aku pun sangat mau. Kemarin malam sengaja libur dulu karena aku ingin menghabiskan kamu di sini,” ucap Damian lalu menjatuhkan tubuh Indi ke atas tempat tidur.Setelahnya, ia membuka kaus yang ia kenakan lalu tubuhnya merayap ke atas tubuh Indi sembari menyeringai bak iblis yang siap menyantap hidangannya. Mulutnya langsung mengunci bibir Indi, meraupnya dengan sangat lihai hingga membuat Indi mengeluarkan desahan pelan kala berciuman itu.Tangan Damian masuk menyelinap ke dalam kaus kebesaran yang dikenakan oleh Indi. Lalu, membuka pengait bra dan mengeluarkannya sebab kala itu Indi mengenakan bra tanpa tali. Sehingga memudahkan Damian untuk melepaskannya.“Kamu sengaja, pakai baju tipis seperti ini dengan bra yang mudah untuk aku lepaskan, heum?” kata Dam
Hanya mengenakan bra dan panty, Indi bangun dari tidurnya lalu menatap laut biru di balik jendela. Mengulas senyum tipis pertanda ia tengah bahagia karena sedang berada di dalam kapal pesiar mewah bersama orang yang dia cintai.Damian datang menghampiri istrinya sembari memeluknya dari belakang. Bibirnya menciumi bahu telanjang itu hingga menjalar ke leher. “Sudah bangun, heum?” bisik Damian lembut.Indi mengulas senyum lalu mengangguk dengan pelan. “Ya. Meski sedang berada di tengah laut, suara bising ombak tidak terdengar, yaa.”Damian terkekeh pelan. “Tidak akan, Honey. Kapal ini dilengkapi dengan kedap suara. Kamu berteriak sesuka hati pun tidak akan terdengar. Suara desahan kamu saja tidak terdengar ke luar.”Indi lalu tersenyum tipis. “Begitu rupanya. Sudah berapa kali, kamu naik kapal seperti ini?”“Hanya dengan kamu.”Indi terdiam. Ia lalu membalikan tubuhnya dan menatap Damian dengan dalam. “Hanya denganku?” tanyanya kembali.Damian mengangguk. “Ya. Aku tidak pernah mewujudka
Tiga hari kemudian ….Mereka akhirnya tiba di sebuah pulau pribadi yang telah disewa oleh Damian selama empat hari ke depan. Mata Indi langsung disuguhkan oleh pemandangan yang sangat indah di sana. Dengan langkah lebarnya, meninggalkan Damian yang tengah menyeret koper miliknya dan juga Indi.“Woahh! Pemandangannya indah banget,” puji Indi sembari mengedarkan matanya melihat pemandangan yang sangat menarik perhatiannya itu.“Damian. Berapa lama, kita menghabiskan waktu di sini?” tanya Indi kepada suaminya itu.“Hanya empat hari, Sayang. Perjalanan pulang dari sini ke pelabuhan membutuhkan waktu tiga hari. Nanti kapan-kapan kita ke sini lagi kalau kamu memang menyukainya,” ucap Damian lalu mengusapi ujung kepala Indi sembari mengulas senyumnya.Indi membalas senyum itu tipis. Ada rasa sedih karena hanya bisa tinggal selama empat hari saja di sana. Namun demikian, Indi harus tahu siapa suaminya itu. Dia adalah pebisnis muda yang memiliki segudang pekerjaan yang harus dia selesaikan."A
Waktu sudah menunjuk angka delapan malam. Keduanya tengah makan malam sembari menikmati hamparan ombak yang menggulung sebab dalam keadaan pasang."Ceritanya, dinner outdoor nih?" kata Indi kepada sang suami.Damian mengulas senyum lalu mengangguk. "Iya, Sayang. Belum pernah kan, dinner di pinggir pantai?"Indi terkekeh pelan lalu menggelengkan kepalanya. "Damian?" panggilnya kemudian."Heum? Kenapa, Sayang?"Indi menatap Damian dengan sangat lekat. "Apa lagi yang kamu sembunyikan dari aku? Dari ucapan kamu tadi ke Diego, kayaknya hidup kamu penuh dengan masalah semenjak memilih bersama denganku."Damian menatap Indi lekat. "Memilih kamu untuk menjadi pasanganku itu adalah pilihanku. Tidak ada hubungannya dengan pelik yang aku alami hanya karena saat bersama kamu.""Sekarang aku mau kamu jujur sama aku. Jangan ada lagi yang kamu sembunyikan dari aku, Damian. Dari obrolan kamu tadi dengan Diego, aku bisa menyimpulkan kalau mani kamu encer karena ada sesuatu yang kamu konsumsi ataupun k
"Heum? Mama mau nanya apa?" kata Indi. Ia juga penasaran apa yang ditanyakan oleh mamanya itu kepadanya.Ayu menarik napasnya dalam-dalam kemudian mengeluarkannya kembali. "Kamu ... dulu, kamu hanya pacaran sama Damian, kan?" tanya Ayu dengan pelan.Indi mengerutkan dahi. Bingung dengan pertanyaan yang ditanyakan oleh mamanya itu kepadanya. "Mana aku tahu, Ma. Mama kan, tahu kalau aku amnesia.""Oh iya. Mama lupa, Nak. Maafkan Mama." Ayu tampak merasa bersalah atas pertanyaannya tadi.Indi kemudian mengembuskan napasnya. "Emangnya kenapa, Mama nanya kayak gitu ke aku?" tanya Indi lagi."Tidak ada. Mama hanya penasaran saja. Karena kita tidak tahu di luaran sana saat kalian menjalin hubungan. Banyak yang tidak suka dengan kalian terlebih Damian dulu banyak yang menyukai. Kamu juga sama, ada yang suka sama kamu dan sekarang orangnya tidak pernah muncul apalagi berani mendekati kamu."Mama hanya berpikir kalau Damian pernah dijebak atau memang sengaja ada yang ingin melukai Damian dengan
Liburan telah berakhir ….Sudah dua minggu lamanya mereka menikmati masa liburan setelah Damian meliburkan diri selama dua bulan untuk penyembuhan pascaoperasi.Saat ini, Indi tengah duduk di sofa kamarnya. Memandang beberapa foto yang sudah dia cetak selama dua minggu berada di luar untuk liburan. Lalu mengulas senyumnya kala melihat beberapa foto tersebut.“Hei!” Damian menghampiri Indi saat setelah menyelesaikan acara mandinya.Indi menoleh kepada sang suami lalu mengulas senyumnya. “Bagus-bagus fotonya. Pengen aku pajang semuanya, jadinya.”Damian tersenyum tipis lalu mengambil beberapa foto tersebut. “Badan kamu, tampak berisi. Makan berapa kali, dalam sehari selama dua minggu ini, heum?” tanya Damian menggoda istrinya itu.Indi mengerutkan keningnya lalu menatap ke bawah. Melihat tubuhnya yang katanya tampak berisi. “Perasaan kamu aja, kali. Perasaan segini-gini aja, deh. Mana ada berisi.”“Memangnya sudah kamu timbang?” tanya Damian lagi.“Belum sih. Tapi, emangnya kenapa kalau