Tiga hari kemudian ….Mereka akhirnya tiba di sebuah pulau pribadi yang telah disewa oleh Damian selama empat hari ke depan. Mata Indi langsung disuguhkan oleh pemandangan yang sangat indah di sana. Dengan langkah lebarnya, meninggalkan Damian yang tengah menyeret koper miliknya dan juga Indi.“Woahh! Pemandangannya indah banget,” puji Indi sembari mengedarkan matanya melihat pemandangan yang sangat menarik perhatiannya itu.“Damian. Berapa lama, kita menghabiskan waktu di sini?” tanya Indi kepada suaminya itu.“Hanya empat hari, Sayang. Perjalanan pulang dari sini ke pelabuhan membutuhkan waktu tiga hari. Nanti kapan-kapan kita ke sini lagi kalau kamu memang menyukainya,” ucap Damian lalu mengusapi ujung kepala Indi sembari mengulas senyumnya.Indi membalas senyum itu tipis. Ada rasa sedih karena hanya bisa tinggal selama empat hari saja di sana. Namun demikian, Indi harus tahu siapa suaminya itu. Dia adalah pebisnis muda yang memiliki segudang pekerjaan yang harus dia selesaikan."A
Waktu sudah menunjuk angka delapan malam. Keduanya tengah makan malam sembari menikmati hamparan ombak yang menggulung sebab dalam keadaan pasang."Ceritanya, dinner outdoor nih?" kata Indi kepada sang suami.Damian mengulas senyum lalu mengangguk. "Iya, Sayang. Belum pernah kan, dinner di pinggir pantai?"Indi terkekeh pelan lalu menggelengkan kepalanya. "Damian?" panggilnya kemudian."Heum? Kenapa, Sayang?"Indi menatap Damian dengan sangat lekat. "Apa lagi yang kamu sembunyikan dari aku? Dari ucapan kamu tadi ke Diego, kayaknya hidup kamu penuh dengan masalah semenjak memilih bersama denganku."Damian menatap Indi lekat. "Memilih kamu untuk menjadi pasanganku itu adalah pilihanku. Tidak ada hubungannya dengan pelik yang aku alami hanya karena saat bersama kamu.""Sekarang aku mau kamu jujur sama aku. Jangan ada lagi yang kamu sembunyikan dari aku, Damian. Dari obrolan kamu tadi dengan Diego, aku bisa menyimpulkan kalau mani kamu encer karena ada sesuatu yang kamu konsumsi ataupun k
"Heum? Mama mau nanya apa?" kata Indi. Ia juga penasaran apa yang ditanyakan oleh mamanya itu kepadanya.Ayu menarik napasnya dalam-dalam kemudian mengeluarkannya kembali. "Kamu ... dulu, kamu hanya pacaran sama Damian, kan?" tanya Ayu dengan pelan.Indi mengerutkan dahi. Bingung dengan pertanyaan yang ditanyakan oleh mamanya itu kepadanya. "Mana aku tahu, Ma. Mama kan, tahu kalau aku amnesia.""Oh iya. Mama lupa, Nak. Maafkan Mama." Ayu tampak merasa bersalah atas pertanyaannya tadi.Indi kemudian mengembuskan napasnya. "Emangnya kenapa, Mama nanya kayak gitu ke aku?" tanya Indi lagi."Tidak ada. Mama hanya penasaran saja. Karena kita tidak tahu di luaran sana saat kalian menjalin hubungan. Banyak yang tidak suka dengan kalian terlebih Damian dulu banyak yang menyukai. Kamu juga sama, ada yang suka sama kamu dan sekarang orangnya tidak pernah muncul apalagi berani mendekati kamu."Mama hanya berpikir kalau Damian pernah dijebak atau memang sengaja ada yang ingin melukai Damian dengan
Liburan telah berakhir ….Sudah dua minggu lamanya mereka menikmati masa liburan setelah Damian meliburkan diri selama dua bulan untuk penyembuhan pascaoperasi.Saat ini, Indi tengah duduk di sofa kamarnya. Memandang beberapa foto yang sudah dia cetak selama dua minggu berada di luar untuk liburan. Lalu mengulas senyumnya kala melihat beberapa foto tersebut.“Hei!” Damian menghampiri Indi saat setelah menyelesaikan acara mandinya.Indi menoleh kepada sang suami lalu mengulas senyumnya. “Bagus-bagus fotonya. Pengen aku pajang semuanya, jadinya.”Damian tersenyum tipis lalu mengambil beberapa foto tersebut. “Badan kamu, tampak berisi. Makan berapa kali, dalam sehari selama dua minggu ini, heum?” tanya Damian menggoda istrinya itu.Indi mengerutkan keningnya lalu menatap ke bawah. Melihat tubuhnya yang katanya tampak berisi. “Perasaan kamu aja, kali. Perasaan segini-gini aja, deh. Mana ada berisi.”“Memangnya sudah kamu timbang?” tanya Damian lagi.“Belum sih. Tapi, emangnya kenapa kalau
“Elo tahu, risiko apa yang akan Damian hadapi saat semua orang tahu? ELO PASTI UDAH TAHU APA YANG AKAN TERJADI, DIEGO!” pekik Indi begitu marah kepada sahabat dari suaminya itu.Indi geleng-geleng kepala. Kecewa kepada Diego yang rupanya gampang terhasut hingga akhirnya menyebabkan apa yang selama ini tengah diperjuangkan oleh Damian dan juga Indi, harus ketahuan oleh semua orang yang seharusnya tidak berhak tahu kekurangan itu.“Sekali lagi gue minta maaf, Indi,” ucap Diego dengan sangat pelan. Bahkan matanya tidak sanggup menatap mata Indi yang tengah mengeluarkan sinar laser, begitu tajam dan siap menghunusnya.“Memangnya elo bisa mengembalikan semuanya setelah minta maaf, huh? Orang kayak elo seharusnya diasingkan di Nusakambangan sana! Goblok dipelihara!” umpat Indi kembali.Perempuan itu kemudian menatap Diego kembali. “Jangan goblok jadi orang tuh, Diego. Damian lagi berusaha, lagi berobat. Dia bukan mandul, tapi hanya bermasalah di kesuburannya.”Diego menelan salivanya dengan
Damian tersenyum miring lalu menghela napasnya dengan panjang. “Kalau dia berani pulang ke Indonesia, sama artinya dengan dia mengantarkan nyawanya. Selama ini gue tahan karena Indi nggak tahu apa-apa. Tapi, sekali lagi dia hancurin gue, jangan harap nyawanya masih ada di kerongkongan!”Mata Damian memicing tajam dengan tangan mengepal. Tidak akan ia biarkan Daniel merusak hubungannya dengan Indi lagi.Damian kemudian menoleh kepada Diego yang kini tengah menatapnya. “Seharusnya Cindy berhenti ngejar gue karena tahu kekurangan gue. Tapi, apa yang dikatakan oleh Indi ada benarnya. Bisa jadi kekurangan ini akan jadi salah satu senjata buat dia melakukan apa yang ingin dia lakukan.”Damian mengusap wajahnya dengan pelan lalu mengembuskan napasnya dengan panjang. “Pulang, Diego. Udah malam. Gue mau makan malam sama Indi. Biar dia bisa sedikit lebih tenang. Gue akan selalu ada di sisinya. Nggak aka nada hal yang bisa buat kami pisah apa pun itu.”Namun, baru saja Diego hendak pamit, Manda
Pagi hari telah tiba ....Kondisi Indi masih sama seperti semalam. Demam itu masih belum turun sehingga membuat Damian enggan untuk meninggalkannya."Damian. Ada Bi Inah, Bi Sumi dan Manda juga yang akan nenemin aku. Kamu ke kantor aja. Lagi pula ini cuma demam doang, bukan apa-apa." Indi meminta Damian agar tetap masuk ke kantor saja dan jangan hiraukan dia meski badannya masih demam."Namanya minum obat baru dua kali sama ini, nggak akan langsung berefek karena bukan makan cabe yang mana langsung kerasa pedesnya," ucap Indi lagi.Damian menghela napas kasar. "Mana bisa fokus kalau kamu masih sakit, Sayang. Aku ingin menemani kamu di sini sampai kondisi kamu membaik." Damian bersikeras untuk menemani Indi di rumah dan libur kembali.Indi lantas mengembuskan napasnya pelan sembari melirik ke arah Damian."Aku akan work from home. Nanti Diego atau Risa akan kirim surel, file yang harus cek," ucap Damian agar Indi berhenti memintanya untuk tetap berangkat ke kantor.Indi menatap Damian
Satu minggu berlalu ….Indi yang sudah sembuh dari demamnya akhirnya bisa beraktivitas seperti semula. Kini, perempuan itu tengah memoles wajahnya untuk pergi menemani Damian melakukan pemeriksaan rutin pascaoperasi.“Indi?” panggil Damian menghampiri sang istri.Perempuan itu lalu menoleh kepada Damian. “Kenapa, Damian?” tanyanya kemudian.Damian menghela napas kasar seraya menatap Indi lekat. “Aku sudah baik-baik saja. Sebaiknya aku nggak perlu periksa lagi dan lanjut berobat kesuburan aku.”Indi menghela napasnya dengan panjang. “Kepala atas sama kepala bawah memang sama-sama penting. Tapi, pengobatan kepala bawah masih bisa dilakukan bulan depan, Damian. Tinggal dua kali pemeriksaan lagi kok. Nggak usah banyak tingkah! Aku yang kamu hamilin aja santai kok, nggak usah terburu-buru.“Ingat pesan Mama dulu. Jangan terburu-buru untuk memiliki keturunan. Nikmati saja dulu masa pacaran sebelum nanti ada si buah hati yang akan menjadi prioritas utama kita. Jadi, lebih baik lanjutkan peme
Satu minggu kemudianIndi sudah merasakan mulas yang tidak biasa. Setiap sepuluh menit sekali, la merasakan nyeri itu di perutnya.Waktu sudah menunjuk angka dua pagi. Damian yang baru masuk ke dalam kamar langsung menghampiri Indi yang tengah meringis kesakitan sembari memegang perutnya"Sayang. Damian memegang tangan Indi."Damian kayaknya aku mau lahiran deh. Perut aku sakit banget, lirih Indi lalu meringis kembali."Heeuh?" Damian tampak linglung dan juga panik. Ia kemudian menghubungi sopir untuk membawa mereka ke rumah sakit"Ketuban kamu kayaknya udah pecah juga. Sayang. Kita ke rumah sakit sekarang juga. Damian lalu menggendong tubuh Indi dan membawanya masuk ke dalam mobil"Ke rumah sakit sekarang juga!" titah Damian kepada sopirnya itu.Ia lalu menghubungi Ayu untuk memberi tahu kalau Indi akan melahirkan sekarang juga"Regina. Indi mau lahiran. Tadi gue lihat air ketuban dia udah pecah." Damian menghubungi Regina untuk mempersiapkan ruang persalinan untuk Indi.Oke, oke. Gu
Damian lalu menerima panggilan tersebut meski hatinya sudah was-was khawatir pihak kepolisian tahu siapa yang telah menyebabkan kematian Daniel"Selamat malam, Pak Damian. Mohon maaf telah mengganggu waktu Anda di malam-malam begini," ucap kepala polisi-Iman di seberang sana."Malam. Ada apa ya, Pak?" tanyanya dengan suaranya yang terdengar begitu santai. Padahal jantungnya berirama dengan cukup kencang."Jadi begini, Pak Damian. Kami mendapat laporan dari tetangga sebelah rumah yang ditempati oleh Saudara Daniel dan Pak Pradipta. Ada jasad yang dikubur di belakang rumah. Setelah diidentifikasi, ternyata mayat tersebut adalah Pak Pradipta dengan luka bekas tembak di bagian kepalanya."Kami pun melakukan memeriksa rekaman CCTV di rumah itu, dan yang telah membunuh beliau adalah anaknya sendiri yaitu Saudara Daniel. Untuk itu, besok pagi dimohon untuk membuat laporan pengambilan jenazah agar dimakamkan dengan layak. Juga dengan jasadnya Saudara Daniel yang masih ada di ruang jenazah."D
Indi menerbitkan sentumnya dengan lebar lalu menganggukkan kepalanya. "Yuk! Aku juga kepengen."Damian lantas terkekeh mendengarnya. Ia kemudian menarik tangan Indi dan membawanya masuk ke dalam kamar yang tak jauh dari tempat di mana mereka mengobrol.Setibanya di dalam kamar. Indi memilih untuk membuka bra-nya terlebih dahulu karena bra yang ia kenakan cukup susah dibuka bila selagi bercinta itu akan dilakukan.Sementara Damian membuka jam tangan lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci miliknya terlebih dahulu."Damian memang rajin. Kalau mau bercinta, pasti dicuci dulu." Indi geleng-geleng kepala lalu tersenyum tipis.Sembari menunggu Damian selesai, Indi memilih untuk membuka ponselnya dan memainkannya sebentar.Sampai akhirnya Damian pun masuk kembali ke dalam kamar. Hanya mengenakan handuk yang dia lingkarkan di pinggangnya lalu menghampiri Indi dan menautkan bibirnya dengan lembut. Tangannya menyusup di balik dress yang Indi gunakan. Mengusapi paha mulus Indi dengan lembu
Satu minggu berlaluDamian sudah diperbolehkan pulang setelah kondisinya membaik. Kini, mereka sudah berada di rumah bersama Diego dan juga Manda. Sementara Arnold tengah menyelesaikan masalahnya dengan keluarga besarnya"Ngapain juga lo harus pulang. Minggu depan juga ke rumah sakit lagi. Pan Indi mau lahiran. Udah ngos-ngosan tuh orangnya. Udah gak kuat kayaknya pengen ngeluarin tuh hasil keringat kalian." Diego menunjuk Indi yang tengah duduk menyandar di sandaran sofa.Ia lalu menoleh pada Diego dan mengusapi perut buncitnya itu. "Kayaknya nggak akan sampai seminggu deh. Dua sampai tiga hari juga udah mau bro jol Ini anak. Punggung gue udah kerasa panas soalnya," ucap Indi memprediksi kalau la akan lahiran dalam hitungan hari."Aku akan ambil cuti sampai kamu melahirkan, Sayang. Sesuai janjiku, akan menemani kamu saat lahiran nanti." Damian lalu mengulas senyumnya. Mengusapi perut buncit istrinya dengan lembut."Iya, Damian. Ternyata kamu nggak jadi pengangguran karena papa kamu m
Arnold merelakan jabatan serta statusnya demi menyelamatkan Damian agar jangan sampai diusik oleh keluarganya yang kini sudah mengetahui bila Damian adalah anak kandungnya.Sekali pun Bara tidak pernah keluar dari rumahnya padahal berita itu sudah surut karena permintaan dari Arnold. Sudah satu minggu berlalu, semuanya menjadi normal kembali setelah Arnold menyatakan yang sebenarnya tentang Damian."Jadi, Papa sama istri Papa mau udahan?" tanya Indi sembari menemani mertuanya itu makan siang di kantin rumah sakit.Arnold mengangguk. "Dan Papa tidak perlu harus ke pengadilan lagi. Karena Papa tidak akan mencari pasangan lagi. Selama ini, Papa hanya mencintai mamanya Damian, Kiran. Hanya dia satu-satunya perempuan yang mengisi hidup Papa."Indi manggut-manggut dengan pelan. "Tahu begini mah, kenapa nggak dari dulu, yaa." Indi meringis pelan menahan malu.Arnold terkekeh pelan. "Karena Om Ferdy baru kasih tahu kalau dia ternyata bukan anak kandung dari istrinya Kakek Bara. Makanya Papa t
Damian sudah dipindahkan ke ruang rawat VIP. Banyaknya media yang berdatangan ke rumah sakit untuk meminta penjelasan kepada Damian lantas membuat Indi geram."Hhh! Sialan bener ini media. Nggak tahu aра, kalau ini rumah sakit. Pengen gue bogem satu- satu kayaknya ini orang!"Indi lalu beranjak dari duduknya."Indi, Indi. Indiraaaaa!!" Bahkan Damian tidak mencegah istrinya yang ingin melabrak awak media."Heh!" Indi sudah tidak tahan lagi dan akhirnya keluar dari ruang rawat suaminya itu. "Kalian tahu privasi orang, nggak? Suami saya masih sakit! Nggak bisa diganggu apalagi ditanyakan dengan pertanyaan konyol kalian!"Semua awak media lantas terdiam mendengar Indi yang marah-marah sembari berkacak pinggang sebab kesal."Kalau memang benar suami saya adalah anaknya Pak Arnold, kalian mau apa? Mau ngantre j
Bugh!"Berita konyol apa ini, Arnold? Bahkan sudah tersebar dua hari yang lalu, hanya saja kami baru tahu sekarang! Beritanya baru saja ramai sekarang!" pekik Bara-sang papa yang begitu marah melihat berita tersebut.Arnold hanya diam. la pun bingung kenapa berita itu bisa tersebar dan orang yang menyebarkannya adalah Daniel-orang yang hampir membunuh anaknya itu."Katakan, Arnold!" pekik Bara lagi. "Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga kita! Semua orang membicarakan kamu karena hal bodoh yang sudah kamu lakukan ini, Arnold!"Bugh!Sekali lagi, lelaki berusia tujuh puluh lima tahun itu memukul wajah Arnold yang tidak mau berucap sepatah kata pun.Tak lama setelahnya, Lyra-istrinya Arnold yang tak
Dua hari berlaluPerlahan, mata Damian terbuka. la lalu mengedarkan pandangannya di seluruh sudut ruangan tersebut. Hanya terdengar suara dari monitor detak jantungnya saja. Tidak ada suara apa pun di sana.Baru saja Indi masuk ke dalam sana, ia lantas terkejut kala melihat mata Damian yang akhirnya terbuka. Dengan langkah lebarnya, ia kemudian menghampiri Damian dan menggenggam tangannya."Damian. Akhirnya kamu siuman juga," lirih Indi lalu mencium tangan suaminya itu.Damian mengulas senyum tipis. Kondisinya masih sangat lemas belum bisa berucap sepatah kata pun. Hanya menatap Indi yang tengah memanggil Dokter Ryan menggunakan tombol di sana."Lihat kamu udah buka mata kayak gini buat aku lega, Damian. Itu artinya kamu sudah
Hampir dua jam lamanya proses operasi pengambilan peluru yang menancap di dalam perut. Damian akhirnya selesai dilakukan.Damian dibawa ke dalam ruang ICU untuk dilakukan pemulihan pascaoperasi."Proses operasinya berjalan dengan lancar Beruntung, peluru itu tidak masuk ke bagian yang paling dalam. Dalam dua sampai tiga hari, Pak Damian pasti akan sluman," tutur Dokter Ryan menjelaskan kondisi Damian setelah operasiIndi meme jamkan matanya, lega mendengar ucapan Dokter Ryan karena operasi berjalan dengan baik. "Dokter gak bohong, kan? Suami saya tidak mengalami hal yang buruk, kan?" tanya Indi memastikan kembali kepada Dokter Ryan.Pria itu menganggukkan kepalanya dengan yakin. "Tentu saja. Bu Indi. Kami tidak pernah memberikan keterangan palsu bila mengenai kondisi pasien. Pak Damian hanya mengalami kritis pascaoperasi saja.