Di kediaman Kevin.Malam ini adalah malah ketujuh acara tahlilan Desi. Jasmine dan beberapa perempuan tengah sibuk mempersiapkan bingkisan untuk nanti malam.“Jasmine, Sayang. Jangan terlalu capek, yaa. Mama takut kamu kenapa-napa. Biar yang lain aja yang menyiapkan segala sesuatunya, oke.”Ranti mengusapi punggung Jasmine agar perempuan itu berhenti banyak gerak dalam menyiapkan semuanya untuk nanti malam.“Saya nggak apa-apa kok, Ma. Kata Dokter Felix, malah harus banyak gerak agar persalinannya dilancarkan.” Jasmine menerbitkan senyumnya kepada sang mertua.Ranti menghela napasnya. “Iya, sih. Tapi, hati-hati juga. Jangan semuanya ingin kamu kerjakan.”Jasmine menganggukkan kepalanya. “Iya, Ma. Ini juga hanya memasukkan kue ke dalam dus. Sambil duduk juga. Setelah ini, saya mau mandi dulu.”“Ya sudah. Mama mau ke dapur dulu.”“Iya, Ma.”Jasmine kembali melakukan aktivitasnya. Menyiapkan bingkisan, memasukkan beberapa kue ke dalam dus.Kevin, yang baru selesai meeting melalui video c
Jasmine memutar bola matanya dengan malas. “Menyesal karena tidak kena pada Mas Kevin. Coba kalau Mas Kevin yang kena, mau dipenjara seumur hidup pun tidak akan menyesal.”Kevin menganggukkan kepalanya. “Pinter!”Jasmine menyunggingkan bibirnya. “Dasar! Ya sudah sana, Mas. Jam berapa sidangnya?”“Jam dua, Sayang. Sabar, yaa. Saya masih ingin menemani kamu. Khawatir nanti perutnya mulai mulas.”“Ada Mama juga yang menemani saya, Mas. Nanti Mama telepon Mas Kevin. Jangan khawatir dilupakan. Mas ini papanya si bayi. Mana mungkin tidak diberi tahu.”Kevin menerbitkan senyumnya dengan lebar. “Kenapa istriku cerewet sekali. Masih kesal, pada Gemma?”Jasmine menggeleng. “Memang sifat asli saya cerewet. Mas Kevin aja yang baru sadar,” ucapnya ketus.“Iya, iya. Saya memang baru menyadari semuanya.”**Di kantor. Justin tengah mengecek semua dokumen yang diberikan oleh Selena padanya. Ada beberapa dokumen yang harus ditandatang ulang oleh Justin dari Kevin.“Pak Justin?” panggil Selena kemudian
Selena menyunggingkan bibirnya. “Selalu dibalas dengan jawaban bukan urusan kamu. Baiklah kalau begitu. Saya tidak akan bertanya lagi.”“Bagus!”Perempuan itu kehabisan kata-kata. Untuk kali ini, Justin mengalahkan Selena setelah dua bulan lamanya menjadi sekretaris. Justin baru bisa mengalahkan Selena.“Semoga Jasmine dan bayinya baik-baik saja. Semuanya selamat, tidak ada yang kurang sedikit pun.” Justin berdoa untuk keselamatan Jasmine.“Aamiin.” Hanya itu yang diucapkan oleh Selena.Kevin sudah tiba di rumah sakit. Dengan langkah lebarnya, pria itu menghampiri Jasmine yang sudah berada di dalam ruang operasi.“Ma!” Kevin menghampiri Ranti yang tengah menunggu di luar ruang operasi. “Aku boleh masuk, ke dalam?” tanya Kevin dengan wajah cemasnya.Ranti mengangguk. “Kamu diminta masuk ke dalam jika sudah sampai.”Kevin menganggukkan kepalanya dengan cepat. Kemudian masuk ke dalam setelah menggunakan baju steril.Dokter Felix menghampiri Kevin yang sudah berdiri di belakang kepala Jas
Kevin bangun dari duduknya kemudian memukul mulut Justin. “Berisik, setan! Anak gue lagi tidur. Emangnya elo mau, kalau dia bangun terus nyari sumber susunya. Mau … ngasih ASI ke dia?”Justin menggelengkan kepalanya. “Gue gak punya ASI, Vin. Noh! Punya Selena gede. Pasti ASI-nya melimpah.”Plak!Kevin berhasil memukul kepala Justin dengan sangat keras. “Kalau punya otak dipake, Justin! Punya Selena udah kodratnya dari sananya udah gede. Elo isep sampe pagi pun gak akan keluar tuh ASI!”Selena menganga mendengar perdebatan Justin dan Kevin yang membahas buah dadanya. Dengan spontan perempuan itu menutup dadanya dengan kedua tangannya.“Kenapa kalian bahas buah dada Selena, sih?” Ranti geleng-geleng kepala pada kedua pria di depannya ini.“Kevin yang mulai, Tante. Masa nyuruh aku kasih ASI ke anaknya. Aku emang punya, tapi gak ada isinya.”Justin—dengan polosnya berucap seperti itu kepada Ranti.“Jelas nggak akan ada, Justin. Laki-laki mana bisa menyusui. Jangan aneh-aneh deh, kalian in
Satu tahun berlalu.Menjalani hidup penuh dengan perasaan campur aduk. Bisa dibilang terlalu cepat untuk waktu 365 hari ini. Justin dilanda kebingungan. Sudah tiba di tahun ini, di mana dirinya akan menemukan jodohnya. Namun, nyatanya masih belum menemukan.Di dalam ruang pimpinan. Justin tengah menimbang-nimbang ucapan Kevin mengenai Selena. Ia adalah jodoh yang Tuhan berikan padanya. Sembari menangkup dagu, Justin menatap jarum jam yang berdetak, yang menempel di dinding berwarna putih itu.Tok tok tok!Selena datang sambil membawa sebuah undangan di tangannya."Selamat siang, Pak Justin. Ada undangan pernikahan di hari Minggu ini," kata Selena sembari memberikan undangan tersebut kepada Justin.Pria itu mengambilnya. Tak bertanya, dia langsung membukanya. Mata melotot kala melihat nama yang tertera di sana."Diandra mau nikah?" ucapnya dengan terkejut.Selena mengangguk pelan. "Iya, Pak. Bu Diandra akan segera menikah, di hari Minggu ini. Enam bulan pacaran, mungkin sudah cukup bag
Pikiran Justin sudah mulai berkeliaran. Kembali pria itu menggelengkan kepalanya. "Argghh! Otak, kali-kali mikirnya yang sehat-sehat. Jangan penyakit mulu yang elo pikirin."Selena kembali ke kamar Justin setelah selesai mengganti gaun yang menurutnya lebih sopan ia kenakan."Yuk! Acara resepsinya sudah mulai." Selena menganga kala melihat sinyal Justin terpancar di bawah sana. "Pak Justin. Anda habis ngapain? Kenapa itu sinyal mentereng begitu?"Justin lantas membalikkan tubuhnya lantaran Selena menangkap basah miliknya yang masih bangun.Selena lantas menyunggingkan bibirnya. "Gara-gara saya pakai gaun kurang bahan tadi, kan? Anda saja terangsang. Apalagi para lelaki hidung belang di luaran sana, Pak. Jangan aneh-aneh makanya.""Iya, iyaa. Saya mau menidurkan adik saya dulu.""Haah? Gimana caranya, Pak?" Selena tampak bingung dengan ucapan bosnya itu.Justin menghentikan langkahnya. Kemudian menatap Selena dengan lekat. "Sama kamu aja deh. Sini! Biar cepet."“Nggak, nggak! Enak aja.
Perasaannya sedari tadi tidak enak. Hatinya terus menerus memikirkan Diandra. Semakin buyar perasannya saat tahu Diandra menikah dengan pria yang Justin kenal dulu.“Anda tidak perlu tahu, Pak Justin. Diandra akan bahagia dengan suaminya. Begitu juga dengan Anda. Semoga segera melupakan Diandra, dan bahagia dengan Selena.” Andrian mengulas senyumnya.Seakan-akan tidak terjadi apa-apa pada adik semata wayangnya itu. Sementara Justin menatap Diandra yang tengah berbincang dengan Giandra.Ada senyum sendu di sana. Seperti tak ikhlas menerima ucapan yang diucapkan oleh suaminya itu. Justin menelan salivanya dengan pelan.‘Ada apa dengan kamu, Diandra? Setahun menghilang, tiba-tiba nyebar undangan.’ Justin menoleh kembali pada Andirian. “Kata Selena, mereka sudah pacaran sejak enam bulan yang lalu. Benar, begitu?”Andrian mengangguk ragu dan kembali mengulas senyumnya. “Iya. Mereka sudah saling mengenal sejak enam bulan yang lalu.”Justin mengerutkan keningnya. “Bohong! Kamu sedang memboho
Selena memalingkan wajahnya setelah memberi tahu syarat untuk Justin. Pria itu menatap Selena dengan lekat. Kemudian mengulas senyumnya dengan lebar.“Karena kamu takut, saya berpaling? Kamu sudah menganggap kalau kita sedang pacaran? Ya udah, kita pacaran aja deh kalau gitu. Gimana?”Selena kembali menatap Justin. “Ma—maksud Anda?” Selena tak paham.“Kalau menikah kan masih lama. Kita pacaran aja dulu. Sambil menumbuhkan perasaan kamu ke saya. Biar sama-sama saling jatuh cinta, kemudian menikah.”Selena menaikkan alisnya sebelah. “Memangnya Pak Justin sudah jatuh cinta, pada saya?”Justin mengusapi lehernya yang terasa pegal itu. “Seperti yang kamu ketahui. Perasaan saya selalu bercabang. Ada dua nama lagi di hati saya. Kamu … dan Diandra.”Semakin tak yakin lah Selena menerima Justin. Apalagi sampai menjadikan pria itu sebagai suaminya.“Pak Justin sulit dipercaya. Saya tidak yakin, bisa mencintai Anda dalam waktu dekat. Sepertinya sulit untuk menerima Anda menjadi suami saya,” ujar