Justin rasa, ia tak perlu memberi tahu hal itu setelah mendengar ucapan Selena. Ia tak perlu mengumbar aibnya sendiri kepada calon istrinya itu.'Gak perlu kayaknya, kasih tahu Selena. Toh, Desi juga udah pergi, Grace udah nikah sama lakinya, dan yang lainnya pun udah gak tahu ke mana.' Justin berucap dalam hati."Kamu mau ngomong apa sih, Mas?" tanya Selena kembali.Justin menghela napasnya dengan pelan. "Aku ... aku pernah pacaran sama Desi."Mata Selena membola mendengarnya. "Pa-pacaran sama Bu Desi? Kapan?""Sebelum pacaran sam Kevin. Hanya itu.""Jadi, waktu kamu tampung dia di rumah kamu, mau kerja sama dengan dia, itu karena kamu pernah menjalin hubungan dengan dia?"Justin mengangguk pelan. "Iya. Hanya itu yang ingin aku kasih tahu ke kamu."Selena manggut-manggut dengan pelan. "Dan Pak Kevin gak tahu, kalau kamu pernah pacaran dengan Bu Desi?"Justin menggeleng pelan. "Nggak tahu. Hanya kamu yang tahu karena memang mereka saling kenal karena aku pernah kenal dengan Desi. Kami
Selena: [Pak! Saya akan memberi tahu Pak Justin kalau kondisinya udah sehat. Sekarang jangan dulu, please! Dia lagi butuh perawatan. Soal tadi saya minta maaf. Janji deh, gak akan ikut campur lagi.]Kevin menggaruk hidungnya dengan pelan kemudian menyimpan ponselnya kembali.“Kevin? Elo mau ngomong apaan soal Andrian?” tanya Justin lagi.“Gue nggak bisa nyari sekretaris yang lebih baik dari Andrian. Elo keberatan nggak, kalau Diandra gue jadikan sekretaris? Kita kan sering banget ketemuan,”Yang ingin dibahas oleh Kevin di luar ekspetasi Selena. Meskipun ia masih bisa menghela napas lega, tetap saja membuatnya merasa tidak nyaman karena Kevin meminta Diandra menjadi pengganti Andrian.“Emangnya boleh, Bu?” tanya Selena kepada Jasmine.Perempuan itu menoleh ke arah Selena dengan pelan. “Boleh-boleh aja kalau Mbak Diandra-nya mau. Kalau nggak mau, yaa harus nyari yang lain.”Selena manggut-manggut. ‘Pak Kevin beneran lagi bahas sekretarisnya atau emang menuruti permohonan aku, yaa? Kok
Tiga minggu kemudian.Justin sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah semakin membaik. Walaupun harus tetap melakukan pemeriksaan rutin setiap satu minggu sekali, minum obat khusus dan segala hal yang harus Justin lakukan agar tetap sehat.Sudah berada di rumah Justin. Rosita dan Antony memilih untuk tinggal dengan anaknya itu sampai nanti mereka menikah.“Jadi kapan, kalian akan menikah?” tanya Rosita kemudian.Selena menoleh kepada Justin yang tengah menyandarkan punggungnya di sandaran sofa. “Secepatnya. Aku juga udah gak tahan, pengen nikah.”“Nggak tahan apanya, Justin?” tanya Rosita penuh curiga.Tak menjawab pertanyaan Rosita, pria itu memilih mengusapi pucuk rambutnya sembari menatap Selena yang terlihat grogi.“Biasa aja, Sayang. Relax. Kata Mama, nggak sakit, kok. Sakit hanya sebentar, setelahnya hanya kenikmatan yang akan kamu rasakan,” kata Justin kemudian menaikturunkan alisnya.“Kapan Mama ngomong kayak gitu ke kamu, Justin? Mama yang mana yang kamu tanya seper
Justin—pulang ke rumah dengan membawa segala ucapan yang dilontarkan oleh Diandra kepadanya. Begitu tegas hingga membuat Justin tak bisa berkutik lagi.Pun dengan Selena. Mereka sama-sama terdiam. Memandang tembok dengan tatapan kosong—di dalam kamar duduk di tepi tempat tidur.“Gak nyangka banget Andrian bisa menyembunyikan perasaannya. Begitu tertutupnya sampai-sampai kamu aja nggak menyadari kalau Andrian suka sama kamu,” kata Justin berucap dengan pelan.Selena menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Iya, Mas. Bener-bener nggak sadar walaupun pada saat itu kita belum saling mencintai.”Justin menghela napasnya dengan pelan. “Andrian. Aku tahu ini konyol. Tapi, kamu udah bikin aku merasakan karma yang begitu nyata.“Kamu sengaja mendonorkan jantung kamu untukku agar Selena mencintai dua orang sekaligus. Aku ngomong apa adanya 'kan, Sayang?”Justin bertanya dengan keputusasaannya.Selena mengendikan bahunya. “Aku gak tahu, Mas. Soalnya aku nggak ada rasa sama sekali ke Pak Andrian. Y
Malam hari tiba.Selesai dinner, Justin membawa Selena ke tempat di mana ia akan melamar sang pujaan hati di tempat terindah yang ada di kota Paris.Kini, keduanya tengah memandang pemandangan indah di sana. Melihat lampu kelap-kelip di depan mereka, terlihat begitu sempurna keindahan Paris di malam hari.Justin lantas menggenggam tangan Selena dengan mata fokus menatap Selena dengan lekat."Kamu pasti sudah tahu, apa tujuan sebenarnya kita ada di sini," kata Justin kemudian.Selena hanya menatap mata Justin, tak bersuara sedikit pun.Tak lama setelahnya, suara kembang api muncul di langit malam yang begitu indah. Selena memandang pemandangan yang luar biasa itu penuh dengan kekaguman."So beautiful," ucap Selena dengan pelan.Hingga kembang api yang terakhir dinyalakan oleh petugas yang ada di sana. Berbentuk tulisan 'i love you, Selena' hingga membuat perempuan itu menutup mulutnya karena terperangah kaget melihat tulisan di atas langit itu.Lalu, 'will you marry me' dari letusan ke
Grace mengulas senyumnya kembali. “Sedang menenangkan diri di sini. Eh, malah ketemu kalian.” Grace kemudian menoleh kepada Justin. “Nggak denger kabar apa pun, yaa? Dua bulan yang lalu.”Justin mengerutkan keningnya kemudian menggelengkan kepalanya karena memang ia tak mendengar kabar apa pun selain Andrian meninggal dunia.“Nggak ada kabar yang aneh-aneh. Kenapa emang?”Grace kembali tersenyum pasi. “Aku dan William udahan.”Justin menganga, pun dengan Selena. Kemudian tersenyum miris sembari menggaruk alisnya dan menatap Grace dengan lekat.“Aku udah kasih tahu kamu berkali-kali, tapi kamunya gak percaya. Ya udah. Turut berduka cita atas hilangnya suami tercinta kamu itu.”Selena memukul lengan Justin kemudian memelototi calon suaminya itu agar jangan menghancurkan mood Grace yang sedang bersedih itu.Grace tertawa lirih kemudian menganggukkan kepalanya. “Dia emang brengsek. Sama, kayak orang-orang terdahulu yang pernah singgah di hati aku.”Justin sudah tahu arah pembicaraan Grace
Namun, perempuan itu tetap membuang muka. Tak ingin melihat wajah memelas yang sedang Justin perlihatkan padanya.“Oke, kalau kamu nggak mau lihat aku. Aku mau minta maaf. Aku memang laki-laki brengsek yang ingin memiliki perempuan baik seperti kamu.“Tapi, itu hanya masa lalu aku. Semua orang punya masa lalu dan tidak semua orang memiliki masa lalu yang indah. Aku mencintai semua yang ada dalam diri kamu.“Menerima kamu apa adanya walaupun aku tahu status dan derajat kita jauh berbeda. Tapi, apa aku mempermasalahkannya? Nggak, Selena.“Jadi, please. Aku mohon sama kamu, tolong lupakan masa lalu aku yang buruk itu. Cukup menatap masa depan kita akan seperti apa.“Aku nggak punya anak atau apa pun itu. Orang yang udah tidur denganku pun sudah punya hidup masing-masing.”“Tapi Grace tadi. Dia baru cerai sama suaminya, Mas,” ucap Selena seperti ketakutan jika Grace akan mengambil Justin darinya.Justin berdiri dan menarik tubuh Selena. Memeluknya dengan erat, tak ingin Selena pergi jauh
Selena mengembuskan napasnya dengan panjang. “Kamu tahu, definisi cinta itu bodoh? Ya. Aku sedang berada di fase itu. Terlalu mencintaimu, dan masa bodoh dengan masa lalu kamu.“Aku tahu, ucapanku tadi terlalu menyedihkan untuk kamu dengar. Hanya saja, kecewa seorang perempuan tidak bisa melakukan apa pun selain tetap bertahan karena orang yang aku cinta pun sudah minta maaf.“Asalkan jangan pernah mengulangi kesalahan itu lagi, aku akan menerima kamu dan mencintai kamu sampai kapan pun. Hanya itu saja pesanku ke kamu, Mas Justin.”Selena berucap tanpa menatap Justin agar pria itu tahu, kebohongan bisa membuat semua orang kecewa bahkan akan sulit bisa percaya lagi di setiap dia berucap.Justin kembali menelan salivanya kemudian menunduk. Merasa bersalah dan menyesal atas perbuatannya dulu. Seandainya dia bisa menjaga dirinya dengan baik, Selena tak akan pernah bersikap seenaknya padanya.Selena tak akan pernah membalas setiap ucapan yang dia lontarkan. Akan menjadi istri yang lebih ba
Justin mengangguk setuju. “Kamu bener, Jasmine. Si Kevin bakal rugi kalau nggak mau Gita dijodohin sama anakku. Orang ganteng-ganteng gini. Iya, nggak?”Jasmine terkekeh sembari menganggukkan kepalanya. “Yang ini namanya siapa, Pak? Kan, sudah ada di sini.”“Anak yang pertama yang mana, yaa?” tanya Justin. Ia pun bingung mana anak pertama dan anak kedua.“Yang pertama yang sedang diberi ASI, Pak. Yang ini anak kedua,” kata perawat memberi tahu Justin.“Awas! Jangan sampai keliru. Wajahnya nggak mirip banget kok, Mas. Yang pertama lebih mirip kamu.”Justin menggaruk rambutnya kembali. Ia masih belum bisa membedakan kedua anaknya itu. Kemudian memberikan cengiran kepada istrinya itu.“Nanti beli baju dikasih nama masing-masing. Pesan dua ratus jenis baju beda-beda. Terus border, biar nggak keliru. Aku belum bisa membedakan mana yang pertama dan mana yang kedua,” ucapnya jujur.Selena menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah kocak suaminya itu. “Terserah kamu aja!”Justin kembali m
Rosita menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Iya, Pa. Semoga nggak gila kayak papanya aja.”Kini, Antony tak bisa menahan tawanya. Mentertawakan Justin, kapan lagi. Sementara orang yang sedang mereka bicarakan tidak peduli bahkan tidak menyadari.“Justin!” panggil Antony kemudian.Justin menatap sang papa dengan malas. “Ada apa sih, Pa?” tanyanya dengan lemas.“Nama anak-anak kamu, sudah kamu siapkan?”Justin mengangguk pelan. “Udah. Kasih tau kalau Selena udah bangun.”“Dua jam lagi bangun, Justin. Kamu hitung saja. Tebakan Papa pasti bener.”Justin tak peduli. Yang ia pedulikan kini menatap Selena agar tidak tertinggal saat Selena membuka matanya.Kevin dan Jasmine baru saja tiba di rumah sakit setelah mendengar kabar dari orang tua Justin mengenai Selena yang sudah melahirkan kedua anaknya itu. Sementara orang tua Selena masih di jalan menuju rumah sakit."Belum sadar juga?" tanya Kevin kepada ada kedua orang tua Justin. Karena ia tahu Justin tidak akan menjawab pertanyaannya.Ros
Pria itu lantas mengecup kening sang istri. “Kita akan segera melihat bayi-bayi kita. Walaupun harus melakukan perawatan terlebih dahulu di ikubator. “Selena mengulas senyum tipis. “Jangan ke mana-mana, Mas. Temani aku saat operasi nanti.”“Of course, Sayang. Aku akan menemani kamu sampai si twins keluar. Kamu jangan khawatir. Sebelum kamu meminta, aku sudah berniat akan menemani kamu.”Hati Selena sangat tenang mendengarnya. Ia kemudian menjatuhkan kepalanya di bahu Justin. “Terima kasih untuk cinta dan sayang kamu, Mas Justin. Kamu adalah alasan aku untuk bertahan dan berjuang untuk bayi kembar kita.”Justin mengusapi perut buncit Selena dengan lembut. “Anak-anak, Papa. Kita akan segera bertemu. Jangan buat Mama sakit lagi ya, Sayang-sayangnya Papa.”Selena mengulas senyum tipis kala mendengar percakapan Justin dengan bayi-bayi di dalam perutnya.“Maaf ya, Mas. Aku hanya bisa memberi kamu dua anak. Nggak akan bisa lagi kasih kamu anak lagi,” ucap Selena dengan pelan.Justin terseny
Justin menutup wajahnya dengan kedua tangannya sembari menangis sesenggukan. Pun dengan Selena. Lebih berduka karena kehilangan Diandra yang belum sempat berbaikan itu.“Justin! Selena! Di mana Diandra?”Kevin dan Jasmine baru tiba di rumah sakit setelah mendengar kabar dari Selena.“Kenapa kalian menangis? Apa yang terjadi dengan Diandra?” tanya Kevin kembali. Kemudian menoleh ke arah Dokter Felix. “Ada apa dengan Diandra, Dok?”Dokter Felix menghela napas pelan. “Bu Diandra sudah pergi menyusul kakaknya, Pak Kevin.”Kevin menganga. Begitu juga dengan Jasmine. Kevin tersenyum pasi seolah tak percaya dengan ucapan Dokter Felix.“Anda sedang bercanda? Diandra baik-baik saja, Dok! Mana mungkin pergi!” ucap Kevin tak percaya.Dokter mengangguk-anggukan kepalanya. “Saya paham. Kalian semua pasti tidak akan percaya dengan ucapan saya jika tidak melihat langsung jasad Bu Diandra yang masih berada di dalam.”Kevin menoleh ke arah pintu ruang operasi. Kemudian masuk ke dalam dengan tergesa-ge
Justin mengendikan bahunya. "Hanya Giandra yang tahu. Walaupun aku bilang nggak siap, ternyata Giandra siap. Mungkin bisa kamu tanyakan saja pada Giandra langsung.""Nggak mau!""Ya udah kalau nggak mau. Aku gak maksa juga."Selena mengerucutkan bibirnya kemudian menoleh ke arah Diandra. Perempuan itu ternyata melihat kehadiran mereka. "Mas?" panggilnya kemudian."Heung? Kenapa, Sayang?"Selena menunjuk Diandra. "Dia sudah terlanjur melihat kita. Sebaiknya kita masuk ke dalam, Mas. Setidaknya memberi semangat untuk perjuangannya."Justin menoleh ke arah Diandra kemudian menatap Selena kembali. "Ayok!" Justin menggenggam tangan Selena lalu masuk ke dalam ruangan persalinan Diandra.Pria itu menepuk bahu Giandra yang tengah duduk di samping Diandra. "Udah bukaan berapa?" tanya Justin kemudian."Baru dua," ucapnya dengan pelan.Justin manggut-manggut. Sementara Selena menghampiri Diandra yang tengah menahan rasa sakit. Namun, tak bersuara sedikit pun. Hanya mengulas senyumnya kepada Sele
Giandra menghela napas pelan. "Dari mamanya. Amanda datang ke rumah gue sambil bawa Gino. Kasih tau ke Diandra kalau itu anak gue. Bahkan, dia berani tes DNA kalau gue gak mau mengakuinya."Justin menaikkan alisnya sebelah. "Apa maksudnya si Amanda datang ke rumah? Elo gak pernah nengokin anak elo sih! Jadi marah kan, si Amanda."Giandra menelan salivanya. "Gue gak pernah tengok Gino karena ada Fery. Dia yang bilang kalau gue udah gak punya urusan lagi sama Gino. Ya udah, gue menuruti perintah si Fery. Tapi, ternyata dia jebak gue."Justin manggut-manggut. Ia paham maksud arti dari kata menjebak. Karena pada akhirnya Amanda datang ke rumahnya, membawa Gino yang akhirnya membuat Diandra murka karena tidak tahu menau perihal Giandra memiliki anak dari perempuan lain."Terus, kondisi rumah tangga elo gimana sekarang?" tanya Justin kembali.Giandra mengendikan bahunya. "Dari awal Diandra memang gak pernah cinta sama gue. Gue yang udah jatuh cinta sama dia. Bisa dianggap kalau cinta itu be
Kevin memiringkan kepalanya menatap Justin. “Ketemu Diandra di toko donnut? Beliin Selena?”Justin mengangguk. “Iyalah. Buat siapa lagi!”Kevin tersenyum miring. “Ketemu Diandra, terus nyapa elo? Biasanya gak pernah nyapa sama sekali bahkan kata elo udah kayak warga negara asing? Cukup aneh. Mau minta maaf kali, ke elo.”“Minta maaf kok gak bilang waktu ketemu.”“Siapa tahu lupa.”“Mana mungkin lupa. Minta maaf itu harus pake niat. Otomatis pasti akan keinget terus.”“Ya udah. Gue juga gak tahu alasannya kenapa. Yang penting elo bersikap biasa aja sama Diandra.”Justin menghela napas pelan. “Kalau dia mau damai sama gue, semuanya selesai. Tapi, kalau damainya karena lagi berantem sama Giandra, patut dicurigai.”“Pinter! Jangan sampai elo tergoda oleh bujuk rayunya Diandra. Selena jauh lebih baik dari dia. Diandra juga baik. Tapi, istri elo saat ini Selena, bukan Diandra. Dia hanya masa lalu elo. Jangan goyah hanya karena tahu Diandra lagi marahan sama lakinya.”Justin menganggukkan ke
Kini, kondisi Selena sudah terlihat sedikit lebih baik. Hanya main sekali tidak masalah menurutnya.Selena menganggukkan kepalanya. “Silakan, Mas Justin!” ucapnya dengan lembut.Justin lantas mengecup kening Selena dan mengulas senyumnya. “Terima kasih, Sayang. Aku janji, hanya kelembutan yang akan aku lakukan padamu.”Selena mengangguk. “I trust you!”Justin pun memulainya. Membuka seluruh pakaian yang ia kenakan. Kemudian pakaian Selena. Penetrasi terlebih dahulu tentunya. Walau sinyal itu sudah terpancar begitu terang, Justin tidak akan selonong boy begitu saja.Memanjakan istri juga harus. Agar menggapai kenikmatan masing-masing. Tak ingin egois adalah salah satu sikap Justin yang paling baik jika dalam hal berhubungan intim.**Pagi hari telah tiba. Terik matahari mulai menyinari bumi. Mengintip di balik tirai jendela, mencoba masuk ke dalam tirai jendela kamar. Tidur terlelap setelah pergumulan semalam yang menurut Selena begitu indah.Penuh dengan kelembutan sesuai dengan janji
Justin menghela napasnya. “Surat ini … sengaja dia kasih ke kamu agar kamu membalas cinta dia? Selama ini kamu pura-pura cinta sama aku, padahal mencintai Andrian. Begitu?”Jelas perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tangannya beradu karena harus mencari alasan yang logis agar Justin tidak marah padanya.“Lalu apa, Selena?” tanya Justin dengan suara menekan.Selena menghela napas pelan. “Maaf, Mas. Aku hanya ingin menyimpannya sebagai kenang-kenangan dari dia. Nggak ada lagi selain itu. Soal cinta, aku hanya mencintai kamu. Nggak ada lagi selain kamu.”Selena menatap Justin agar pria itu tahu, dia sedang berbicara dengan serius. Agar Justin paham dan mengurungkan niatnya untuk memarahinya.Justin memang tak berani memarahi Selena dalam keadaan hamil seperti ini. Yang dia lakukan hanya memutus kalung tersebut kemudian membuangnya dengan kasar ke lantai.Mata Selena hanya bisa menatap kalung yang kini sudah hancur itu. Sementara Justin pergi dari kamar tersebut. Namun, saa