Halo~ Maaf, jika baru dilanjutkan ceritanya. Semoga masih mampir. terima kasih :)
“Namanya orang lagi patah hati, apa pun terasa hambar. Apa pun malas dikerjakan.”“Seperti mendengar kabar Bu Diandra akan menikah. Sama galaunya saat pertama kali ditinggal pergi olehnya ke luar negeri.”Justin mengusap rambut belakangnya. “Kamu belum dapat informasi mengenai pernikahan mereka, kan?”“Belum lah, Pak. Dicari juga belum. Ketemu sama Pak Andrian juga belum.”“Ngapain ketemu sama Andrian. Tidak boleh!” Seketika Justin mengeluarkan emosinya saat mendengar nama Andrian.“Memangnya kenapa sih? Kenapa Anda terlihat tidak senang pada Pak Andrian? Beliau baik, kok. Orangnya santai, murah senyum dan saya senang dengan karakternya.”Justin lantas menatap dengan tajam wajah Selena. Memperlihatkan kecemburuannya lantaran perempuan itu membahas pria lain di depannya.“Kenapa, Pak Justin? Cemburu ya, bahas pria lain di depan Anda? Begitulah kira-kira kalau orang yang kita cinta, membahas pria lain. Membahas kebaikan orang lain.”Justin memutar bola matanya dengan pelan. “Kamu selalu
Selena tersenyum mendengarnya. Tampak bingung dengan pertanyaan bosnya itu. “Untuk apa, Pak? Hanya sekadar kenalan?”Justin mengangguk. “Sekalian mau kasih tahu, kalau saya mencintai anak bungsunya. Ingin menjadikan dia sebagai istri saya. Siapa tahu papa kamu menyegerakan pernikahan kita.”Selena berdecak kesal. “Pak Justin! Saya belum mau ya, menikah dengan Anda. Beri saya waktu atau Anda bersedia menerima penolakan dari saya? Permanen!”Justin menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Nggak mau. Oke, saya akan menunggunya. Tapi, jangan lama-lama. Nanti keburu expired. Kayak sabun yang kamu kenakan tadi pagi. Nggak enak kan, dipakenya?”“Makanya jangan macem-macem. Pak Justin jangan terlalu berhalusinasi, yaa. Kita belum tentu jo—““Tapi saya sudah yakin kalau kamu jodoh saya.” Justin memotong ucapan Selena.Perempuan itu mengembungkan pipinya kemudian membuang napas. “Terserah Pak Justin aja deh! Saya bukan Tuhan. Mana tahu berjodoh dengan siapa.”Justin menyandarkan punggungnya denga
Ada rasa yang aneh saat Justin bersikap seperti itu. Padahal, Selena sendiri yang menginginkan agar Justin berhenti mengatakan cinta padanya. Selena tidak ingin mendengar bualan mulut buaya Justin. Sebab itu ia meminta Justin agar berhenti.Namun, yang ia rasakan seperti kehilangan. Perubahan Justin membuatnya malah terngiang-ngiang. Selena bingung sendiri. Kemudian mengembuskan napasnya dengan panjang."Oke, Selena! Kamu yang meminta agar Pak Justin berhenti bersikap layaknya hanya aku yang dia cinta. Dia sudah melakukannya. So, kamu tidak boleh merasa ada yang hilang dari Pak Justin."Selena mengingatkan dan menasihati dirinya sendiri."Selena?" Kevin datang dan memanggil perempuan itu.Ia sempat kaget karena sedang melamun. Kemudian bangun dari duduknya dan menyapa Kevin. "Selamat pagi, Pak Kevin. Ada yang bisa saya bantu?""Justin, ada di dalam?"Selena mengangguk. "Ada, Pak. Silakan masuk."Kevin menganggukkan kepalanya. "Terima kasih."Perempuan itu mengangguk sembari mengulas s
Justin mengangguk pelan. “Gue emang brengsek, Vin. Belum berubah, dari dulu hingga sekarang.”“Elo udah mengakuinya kalau elo brengsek. Tinggal diubah aja. Tinggalkan sifat brengsek elo itu. Mulai hidup baru dengan Selena. Cintai dia setulus hati elo. Jangan oleng.“Nyesel datangnya belakangan. Kalau duluan, orang gak akan ada yang patah hati. Dengerin kalau gue ngomong. Ini demi kebaikan elo. Karena Diandra udah nikah, jangan coba-coba elo hancurin kayak ngancurin gue!”Kevin kembali menyinggung masa lalunya. Di mana Justin terus menerus berusaha merusak rumah tangganya. Hingga akhirnya ia sadar dan melupakan Jasmine.Tapi, sekarang malah cinta pada Diandra. Orang yang sedang berusaha berhenti mencintainya.‘Apa jadinya kalau elo tahu Diandra menikah dengan Giandra karena mendengar dari Andrian, elo udah pacaran sama Selena. Nggak mau ganggu hubungan elo. Dan memilih menerima lamaran Giandra.‘Gue harap, semuanya diam. Diandra harus pergi jauh dari elo. Agar kalian sama-sama saling m
Waktu sudah menunjuk angka lima sore.Justin dan Selena sudah tiba di rumah. Perempuan itu membuka blazer dan menyimpannya di sofa dengan tasnya. Mulai packing keperluan Justin selama tiga di hari di Malang dua hari yang akan datang.“Kalau seandainya saya sudah menikah, kamu pasti tidak perlu menyiapkan keperluan saya lagi,” kata Justin sembari membuka jas kerjanya.Melemparnya dengan asal ke atas tempat tidur, kemudian menghampiri selena yang tengah mengemas pakaian miliknya.Selena mengulas senyum tipis. “Tentu saja, Pak Justin. Yang ada nanti saya kena semprot istri Anda kalau berani menyiapkan keperluan Anda.”Justin memudarkan senyumnya. Niat hati ingin memberi kode pada Selena, perempuan itu malah membalasnya dengan jawaban yang tak ingin ia dengar.‘Gak peka amat sih jadi cewek. Aku tuh pengen kamu jawab gini, Selena. Bukannya kamu menginginkanku jadi istri kamu. Ini malah dijawab kena semprot.’Justin geleng-geleng kepala. Kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.“Pa
Justin menundukkan wajahnya. Memulai aksinya dengan mengelabui Selena. Omong kosong itu Justin utarakan agar Selena mau memaafkan dan mau membuka hati untuknya.'Maafkan saya, Selena. Saya sudah berbohong pada kamu. Ini semua saya lakukan agar kamu mau menerima saya sebagai suami kamu. Agar saya bisa segera menghapus perasaan itu ke Diandra. Tolong bantu saya, Selena. Maafkan saya dan menikahlah denganku,' ucapnya dalam hati.Justin benar-benar sudah kehabisan akal. Sampai tega membohongi Selena, mengikuti ajaran sesat Kevin untuk mengelabui Selena hanya karena Justin sudah tak tahu lagi harus berbuat apa."Tapi, Pak. Kenapa bisa secepat ini?" tanya Selena akhirnya bersuara.Justin menelan saliva dengan pelan. "Setiap malam saya selalu merenung, Selena. Memikirkan perasaan Diandra yang saya anggap masih mencintai saya. Saat tahu tadi Kevin bilang kalau Diandra sudah melupakan saya, saat itu juga saya berhenti berharap."Selena tertawa dengan pengakuan Justin. "Bodoh! Satu kata untuk P
Selena menghentikan acara makannya. Matanya menatap manik mata Justin yang begitu teduh. Kemudian menghela napasnya dengan panjang."Pak Justin. Sudah yakin, dengan perasaan Anda itu? Sudah siap, menerima kekurangan dan kelebihan saya?"Justin mengangguk mantap. "Sudah, Selena. Saya sudah menerima semuanya. Maka dari itu, saya berucap kembali dan memohon sama kamu agar mau menerima pinangan saya." Justin menerbitkan senyumnya dengan lebar.Selena tersenyum miris. "Saya belum, Pak. Sudah saya katakan, tunggu dua bulan lagi. Okay! Kalau tidak bisa menunggu, silakan cari yang lain. Gampang kok, nggak ribet. Gitu aja udah."Andrian lantas terkekeh mendengarnya. "Ya sudah. Kalau memang Selena inginnya dua bulan lagi, Anda harus menahannya. Dua bulan bukan waktu yang lama kok," ucapnya sembari menepuk-nepuk bahu Justin.Pria itu mengembuskan napasnya dengan kasar. "Ya udah. Tunangan aja dulu kalau gitu. Setidaknya kamu tidak bisa lari ke pelukan orang lain. Oke?"Selena menggelengkan kepala
Selena mengangguk pelan. "Ya. Terlebih Anda tidak bisa menyimpan hanya satu nama perempuan di hati Anda." Selena menelan salivanya dengan pelan. "Rasa cinta, perasaan itu ada dalam diri saya. Hanya saja saya tidak percaya diri dengan perasaan itu."Makanya saya membuangnya lagi dan lagi jika rasa itu masuk ke dalam hati saya. Waktu yang kita lewati selama setahun itu mustahil jika saya tidak ada perasaan pada Anda."Terlebih sikap Anda yang selalu baik pada saya. Tulus membantu saya. Munafik rasanya jika saya tidak memiliki perasaan pada Anda. Tapi, semuanya kalah oleh keadaan kita. Anda seorang playboy, dan saya seorang wanita biasa."Justin mendekatkan dirinya kepada Selena. Memeluk perempuan itu sembari menjatuhkan kepalanya di bahu Selena. Justin paham dengan apa yang dikatakan oleh Selena.Perempuan itu takut hatinya patah lantaran Justin bukan pria baik-baik. Justin paham akan hal itu sehingga ia harus lebih memperhatikan perasaan Selena, menghargai Selena dan berjanji akan menc
Justin mengangguk setuju. “Kamu bener, Jasmine. Si Kevin bakal rugi kalau nggak mau Gita dijodohin sama anakku. Orang ganteng-ganteng gini. Iya, nggak?”Jasmine terkekeh sembari menganggukkan kepalanya. “Yang ini namanya siapa, Pak? Kan, sudah ada di sini.”“Anak yang pertama yang mana, yaa?” tanya Justin. Ia pun bingung mana anak pertama dan anak kedua.“Yang pertama yang sedang diberi ASI, Pak. Yang ini anak kedua,” kata perawat memberi tahu Justin.“Awas! Jangan sampai keliru. Wajahnya nggak mirip banget kok, Mas. Yang pertama lebih mirip kamu.”Justin menggaruk rambutnya kembali. Ia masih belum bisa membedakan kedua anaknya itu. Kemudian memberikan cengiran kepada istrinya itu.“Nanti beli baju dikasih nama masing-masing. Pesan dua ratus jenis baju beda-beda. Terus border, biar nggak keliru. Aku belum bisa membedakan mana yang pertama dan mana yang kedua,” ucapnya jujur.Selena menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah kocak suaminya itu. “Terserah kamu aja!”Justin kembali m
Rosita menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Iya, Pa. Semoga nggak gila kayak papanya aja.”Kini, Antony tak bisa menahan tawanya. Mentertawakan Justin, kapan lagi. Sementara orang yang sedang mereka bicarakan tidak peduli bahkan tidak menyadari.“Justin!” panggil Antony kemudian.Justin menatap sang papa dengan malas. “Ada apa sih, Pa?” tanyanya dengan lemas.“Nama anak-anak kamu, sudah kamu siapkan?”Justin mengangguk pelan. “Udah. Kasih tau kalau Selena udah bangun.”“Dua jam lagi bangun, Justin. Kamu hitung saja. Tebakan Papa pasti bener.”Justin tak peduli. Yang ia pedulikan kini menatap Selena agar tidak tertinggal saat Selena membuka matanya.Kevin dan Jasmine baru saja tiba di rumah sakit setelah mendengar kabar dari orang tua Justin mengenai Selena yang sudah melahirkan kedua anaknya itu. Sementara orang tua Selena masih di jalan menuju rumah sakit."Belum sadar juga?" tanya Kevin kepada ada kedua orang tua Justin. Karena ia tahu Justin tidak akan menjawab pertanyaannya.Ros
Pria itu lantas mengecup kening sang istri. “Kita akan segera melihat bayi-bayi kita. Walaupun harus melakukan perawatan terlebih dahulu di ikubator. “Selena mengulas senyum tipis. “Jangan ke mana-mana, Mas. Temani aku saat operasi nanti.”“Of course, Sayang. Aku akan menemani kamu sampai si twins keluar. Kamu jangan khawatir. Sebelum kamu meminta, aku sudah berniat akan menemani kamu.”Hati Selena sangat tenang mendengarnya. Ia kemudian menjatuhkan kepalanya di bahu Justin. “Terima kasih untuk cinta dan sayang kamu, Mas Justin. Kamu adalah alasan aku untuk bertahan dan berjuang untuk bayi kembar kita.”Justin mengusapi perut buncit Selena dengan lembut. “Anak-anak, Papa. Kita akan segera bertemu. Jangan buat Mama sakit lagi ya, Sayang-sayangnya Papa.”Selena mengulas senyum tipis kala mendengar percakapan Justin dengan bayi-bayi di dalam perutnya.“Maaf ya, Mas. Aku hanya bisa memberi kamu dua anak. Nggak akan bisa lagi kasih kamu anak lagi,” ucap Selena dengan pelan.Justin terseny
Justin menutup wajahnya dengan kedua tangannya sembari menangis sesenggukan. Pun dengan Selena. Lebih berduka karena kehilangan Diandra yang belum sempat berbaikan itu.“Justin! Selena! Di mana Diandra?”Kevin dan Jasmine baru tiba di rumah sakit setelah mendengar kabar dari Selena.“Kenapa kalian menangis? Apa yang terjadi dengan Diandra?” tanya Kevin kembali. Kemudian menoleh ke arah Dokter Felix. “Ada apa dengan Diandra, Dok?”Dokter Felix menghela napas pelan. “Bu Diandra sudah pergi menyusul kakaknya, Pak Kevin.”Kevin menganga. Begitu juga dengan Jasmine. Kevin tersenyum pasi seolah tak percaya dengan ucapan Dokter Felix.“Anda sedang bercanda? Diandra baik-baik saja, Dok! Mana mungkin pergi!” ucap Kevin tak percaya.Dokter mengangguk-anggukan kepalanya. “Saya paham. Kalian semua pasti tidak akan percaya dengan ucapan saya jika tidak melihat langsung jasad Bu Diandra yang masih berada di dalam.”Kevin menoleh ke arah pintu ruang operasi. Kemudian masuk ke dalam dengan tergesa-ge
Justin mengendikan bahunya. "Hanya Giandra yang tahu. Walaupun aku bilang nggak siap, ternyata Giandra siap. Mungkin bisa kamu tanyakan saja pada Giandra langsung.""Nggak mau!""Ya udah kalau nggak mau. Aku gak maksa juga."Selena mengerucutkan bibirnya kemudian menoleh ke arah Diandra. Perempuan itu ternyata melihat kehadiran mereka. "Mas?" panggilnya kemudian."Heung? Kenapa, Sayang?"Selena menunjuk Diandra. "Dia sudah terlanjur melihat kita. Sebaiknya kita masuk ke dalam, Mas. Setidaknya memberi semangat untuk perjuangannya."Justin menoleh ke arah Diandra kemudian menatap Selena kembali. "Ayok!" Justin menggenggam tangan Selena lalu masuk ke dalam ruangan persalinan Diandra.Pria itu menepuk bahu Giandra yang tengah duduk di samping Diandra. "Udah bukaan berapa?" tanya Justin kemudian."Baru dua," ucapnya dengan pelan.Justin manggut-manggut. Sementara Selena menghampiri Diandra yang tengah menahan rasa sakit. Namun, tak bersuara sedikit pun. Hanya mengulas senyumnya kepada Sele
Giandra menghela napas pelan. "Dari mamanya. Amanda datang ke rumah gue sambil bawa Gino. Kasih tau ke Diandra kalau itu anak gue. Bahkan, dia berani tes DNA kalau gue gak mau mengakuinya."Justin menaikkan alisnya sebelah. "Apa maksudnya si Amanda datang ke rumah? Elo gak pernah nengokin anak elo sih! Jadi marah kan, si Amanda."Giandra menelan salivanya. "Gue gak pernah tengok Gino karena ada Fery. Dia yang bilang kalau gue udah gak punya urusan lagi sama Gino. Ya udah, gue menuruti perintah si Fery. Tapi, ternyata dia jebak gue."Justin manggut-manggut. Ia paham maksud arti dari kata menjebak. Karena pada akhirnya Amanda datang ke rumahnya, membawa Gino yang akhirnya membuat Diandra murka karena tidak tahu menau perihal Giandra memiliki anak dari perempuan lain."Terus, kondisi rumah tangga elo gimana sekarang?" tanya Justin kembali.Giandra mengendikan bahunya. "Dari awal Diandra memang gak pernah cinta sama gue. Gue yang udah jatuh cinta sama dia. Bisa dianggap kalau cinta itu be
Kevin memiringkan kepalanya menatap Justin. “Ketemu Diandra di toko donnut? Beliin Selena?”Justin mengangguk. “Iyalah. Buat siapa lagi!”Kevin tersenyum miring. “Ketemu Diandra, terus nyapa elo? Biasanya gak pernah nyapa sama sekali bahkan kata elo udah kayak warga negara asing? Cukup aneh. Mau minta maaf kali, ke elo.”“Minta maaf kok gak bilang waktu ketemu.”“Siapa tahu lupa.”“Mana mungkin lupa. Minta maaf itu harus pake niat. Otomatis pasti akan keinget terus.”“Ya udah. Gue juga gak tahu alasannya kenapa. Yang penting elo bersikap biasa aja sama Diandra.”Justin menghela napas pelan. “Kalau dia mau damai sama gue, semuanya selesai. Tapi, kalau damainya karena lagi berantem sama Giandra, patut dicurigai.”“Pinter! Jangan sampai elo tergoda oleh bujuk rayunya Diandra. Selena jauh lebih baik dari dia. Diandra juga baik. Tapi, istri elo saat ini Selena, bukan Diandra. Dia hanya masa lalu elo. Jangan goyah hanya karena tahu Diandra lagi marahan sama lakinya.”Justin menganggukkan ke
Kini, kondisi Selena sudah terlihat sedikit lebih baik. Hanya main sekali tidak masalah menurutnya.Selena menganggukkan kepalanya. “Silakan, Mas Justin!” ucapnya dengan lembut.Justin lantas mengecup kening Selena dan mengulas senyumnya. “Terima kasih, Sayang. Aku janji, hanya kelembutan yang akan aku lakukan padamu.”Selena mengangguk. “I trust you!”Justin pun memulainya. Membuka seluruh pakaian yang ia kenakan. Kemudian pakaian Selena. Penetrasi terlebih dahulu tentunya. Walau sinyal itu sudah terpancar begitu terang, Justin tidak akan selonong boy begitu saja.Memanjakan istri juga harus. Agar menggapai kenikmatan masing-masing. Tak ingin egois adalah salah satu sikap Justin yang paling baik jika dalam hal berhubungan intim.**Pagi hari telah tiba. Terik matahari mulai menyinari bumi. Mengintip di balik tirai jendela, mencoba masuk ke dalam tirai jendela kamar. Tidur terlelap setelah pergumulan semalam yang menurut Selena begitu indah.Penuh dengan kelembutan sesuai dengan janji
Justin menghela napasnya. “Surat ini … sengaja dia kasih ke kamu agar kamu membalas cinta dia? Selama ini kamu pura-pura cinta sama aku, padahal mencintai Andrian. Begitu?”Jelas perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tangannya beradu karena harus mencari alasan yang logis agar Justin tidak marah padanya.“Lalu apa, Selena?” tanya Justin dengan suara menekan.Selena menghela napas pelan. “Maaf, Mas. Aku hanya ingin menyimpannya sebagai kenang-kenangan dari dia. Nggak ada lagi selain itu. Soal cinta, aku hanya mencintai kamu. Nggak ada lagi selain kamu.”Selena menatap Justin agar pria itu tahu, dia sedang berbicara dengan serius. Agar Justin paham dan mengurungkan niatnya untuk memarahinya.Justin memang tak berani memarahi Selena dalam keadaan hamil seperti ini. Yang dia lakukan hanya memutus kalung tersebut kemudian membuangnya dengan kasar ke lantai.Mata Selena hanya bisa menatap kalung yang kini sudah hancur itu. Sementara Justin pergi dari kamar tersebut. Namun, saa