Melody buru-buru menghapus air mata yang entah sejak kapan membasahi wajahnya. Khaysan yang mengiranya menangis karena kesakitan sudah nyaris menggendongnya beranjak dari tempat tidur. “Tunggu dulu! Aku baik-baik saja. Kita tidak perlu menemui dokter.”“Jangan menyepelekan masalah kecil. Lebih baik kita periksa kandunganmu dulu supaya jelas. Kamu sampai menangis, pasti sangat sakit. Apa aku terlalu keras menekan perutmu?” Khaysan menyingkap kasar selimut yang menggulung di kaki Melody dan bersiap menggendong wanita itu, namun Melody kembali menghalanginya. “Tidak ada yang sakit. Aku baik-baik saja. Tadi aku hanya kelilipan, aku tidak berbohong,” alibi Melody cepat. Tak ingin kepanikan Khaysan akhirnya membuat mereka menjadi tontonan di lorong rumah sakit. Melody tak mungkin mengatakan dengan gamblang jika dirinya terharu karena tindakan Khaysan barusan. Lelaki itu akan menertawakannya dan besar kepala. Ia sendiri tak sadar mengapa dirinya sampai menangis hanya karena perlakuan se
“Jangan sembarangan memanggil orang dengan sebutan seperti itu, Nathan lupa kata-kata Daddy?” Sembari mengeratkan genggaman pada sang putra yang akan berlari ke arah David. Sedangkan matanya menyorot tajam nan membunuh ke arah tamu tak diundang itu. “Maaf, Daddy,” gumam Nathan dengan bibir mengerucut. Sebenarnya bocah itu tak setuju dengan larangan daddy-nya, namun tidak berani melontarkan protes. Melody meringis pelan di tempatnya berdiri. Walaupun tak bisa melihat ekspresi sang suami yang berdiri di depannya. Ia tahu lelaki itu marah besar. Melody tak tahu kalau David akan datang, lelaki itu tidak memberi kabar sama sekali. Melody juga tidak memberitahu David jika Nathan masuk rumah sakit lagi. Sudah lama mereka tidak saling berkomunikasi. Terakhir kali Melody dan David bertukar pesan adalah ketika David mengatakan tak jadi menemui Nathan saat di villa waktu itu karena harus pulang lebih awal. “Jadi, begitu caramu mengajari anak, dengan mengancamnya agar menuruti perintahmu?” sin
“Maksudnya kamu punya utang pada David? Bagaimana bisa? Kapan kalian pernah berkomunikasi dengan benar sampai kamu berutang padanya?” Pertanyaan yang sedari tadi mengganjal di dadanya langsung Melody keluarkan begitu mobil yang dikendarai suaminya berhenti. Sejak Khaysan mengatakan akan membayar utang, Melody sudah ragu. Tak percaya suaminya memiliki utang. Kalaupun ada kaitannya dengan perusahaan, pasti tidak langsung diurus oleh lelaki itu sendiri. Apalagi sampai mengajaknya ikut serta juga. Melody semakin dibuat terkejut ketika mengetahui jika tempat yang dituju suaminya adalah kantor di mana David berada. Dibanding ingin membayar utang, sepertinya lebih masuk akal jika Khaysan ingin melabrak David. Kalau tahu Khaysan akan mengajaknya ke kantor David, Melody tidak akan ikut. Terserah jika keduanya akan bertengkar atau apa pun, yang terpenting dirinya tidak ikut campur. Namun, Khaysan malah memaksanya ikut juga. “Aku memilikinya dan akan aku bayar sekarang juga. Turun, kamu juga
Kekhawatiran kembali menyergap dada Melody. Bahkan, lebih besar dibanding sebelumnya. “Antar aku padanya sekarang!” ucapnya dengan nada khawatir. Ia sampai lupa menanyakan apa yang menyebabkan suaminya masuk rumah sakit. Melody langsung mengambil dompet dan tasnya dengan tergesa. Di saat yang sama, Nathan keluar dari toilet. Wanita itu spontan berusaha menetralkan kekhawatirannya agar tidak tertangkap oleh sang putra. “Mommy mau ke mana? Mommy mau pergi lagi? Nathan boleh ikut?” berondong Nathan dengan beberapa pertanyaan sekaligus. “Mommy memang harus pergi ke suatu tempat. Tapi, Nathan di rumah saja ya? Nathan baru sembuh dan sebentar lagi juga harus minum obat. Mommy janji tidak akan lama. Lain kali, Mommy pasti mengajak Nathan. Mommy tinggal dulu tidak apa-apa ya?” jawab Melody sembari menyentuh wajah putranya. Nathan pasti khawatir dan memaksa ingin ikut jika tahu Khaysan berada di rumah sakit. Bocah itu masih dalam masa pemulihan, Melody tak mau putranya drop lagi karena kele
Ekspresi Melody menjadi tertekuk setelah Khaysan memilih pulang bersama Rosetta. Dirinya yang menemani lelaki itu nyaris 24 jam di rumah sakit. Namun, Rosetta yang baru datang langsung menghancurkan segalanya. Kalau bukan karena ada ayah dari wanita itu juga, Melody tak peduli sekalipun Rosetta akan memohon dengan cara apa pun. Ia hanya ingin menghargai ayah wanita itu yang sudah menyempatkan datang dan katanya ingin membahas urusan bisnis dengan Khaysan. Melody menatap mobil yang membawa Khaysan, Rosetta, juga ayah wanita itu dengan sorot kesal. Wanita itu melipat kedua tangan di depan dada dengan kening berkerut. Setelah mobil itu benar-benar pergi barulah Melody beranjak dan menghampiri mobil jemputannya. “Mommy, kenapa Daddy malah pergi bersama Tante yang waktu itu? Kenapa Mommy tidak ikut bersama Daddy?” Nathan yang sedari tadi turut memperhatikan dari mobil langsung memberondong Melody dengan berbagai pertanyaan. Melody terlonjak. Ia hampir lupa kalau Nathan akan ikut menjemp
“Mommy, Daddy datang bersama tante baru lagi!” seru Nathan sembari menarik-narik ujung baju Melody. “Mommy harus lihat! Ayo, Mommy!” “Tante baru? Bukan tante yang pernah datang waktu itu dan yang di rumah sakit?” tanya Melody bingung. Ia memang tak sempat melihat wajah wanita yang datang bersama suaminya. Ia pikir Khaysan pasti datang bersama Rosetta. Nathan langsung menggeleng. “Bukan, Mommy! Makanya Mommy harus lihat! Ayo keluar, Mommy!” Bocah itu menarik tangan Melody, memaksa sang mommy yang masih duduk manis di pinggir ranjang agar segera beranjak. Meski sebenarnya malas, Melody akhirnya mengikuti keinginan Nathan agar suara bocah itu tak memancing keributan. Tentu saja Melody tidak langsung menghampiri Khaysan dan wanita yang ternyata hanya berperawakan mirip dengan Rosetta itu. Sebab, jika wanita itu adalah salah satu rekan kerja Khaysan, keberadaannya dan Nathan hanya akan menjadi masalah. Khaysan yang sedang berbincang dengan wanita itu lebih dulu menyadari keberadaan Melo
Melody memacu langkah mendekat ke kamarnya. Menyusul si guru les aneh yang entah sedang apa di depan kamarnya. “Miss Lidya? Apa yang Miss lakukan di sini? Apa pembelajaran Nathan sudah selesai?” tanyanya tanpa basa-basi. Melody langsung menutup pintu kamarnya yang lupa ia tutup. Biasanya pun pintu kamarnya jarang tertutup. Sebab, di rumah ini banyak orang berkeliaran hanya di waktu tertentu saja. Terutama di area kamarnya dan kamar Nathan, tak banyak pekerja yang berkeliaran di sini. Lidya yang sedang melirik-lirik bagian dalam kamar Melody spontan menegakkan tubuhnya. “Maaf, Nyonya. Saya sedang mencari toilet, tapi saya malah tersesat di sini. Rumahnya sangat luas, saya agak kebingungan.” “Oh, toilet?” sahut Melody sembari mengangguk. “Padahal ada banyak toilet di lantai bawah. Kalau Miss bertanya pada Nathan, anak saya pasti langsung memberitahu. Kalau perlu langsung diantar juga, supaya tidak tersesat seperti ini.” “Untung saja Miss Lidya tidak salah masuk ruangan. Mari, saya an
“Aku ada meeting siang ini. Sepertinya aku tidak bisa menemani Nathan check up. Atau aku akan mengusahakan datang setelah meeting selesai,” ucap Khaysan pada Melody yang sedang mematut diri di depan cermin. Melody menghentikan pergerakannya yang sedang memulas makeup. “Tidak apa-apa. Kamu fokus saja dengan pekerjaanmu. Kalau waktunya terlalu sempit, lebih baik tidak usah memaksakan datang. Aku pasti memberitahu hasil check up Nathan nanti.” Melody tahu Khaysan harus menghadiri meeting siang ini karena tak sengaja mendengar percakapan lelaki itu dengan sang asisten. Itulah yang membuatnya berani mengajak David bertemu. Sebab, jika dirinya tiba-tiba pergi padahal tidak ada agenda di luar, pasti anak buah Khaysan akan melapor macam-macam. Sebenarnya Melody juga tidak mau mencari masalah dengan bertemu David. Akan tetapi, kekesalan yang berkumpul di dadanya sudah tak terbendung lagi. Ia hanya ingin mencurahkan isi hatinya karena hanya David yang mau mendengar keluh kesahnya selama ini.
“Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu bisa ada di sini? Siapa yang memberitahumu?” tanya Melody yang menatap David dengan sorot tak percaya. Melody merasa tak pernah memberitahu lokasinya pada David. Sebab, Khaysan pasti semakin kesal jika ia sampai berani memberitahu David di mana lokasi mereka. Tidak mungkin lelaki itu tiba-tiba mengetahui di mana keberadaannya. “Melody, bisakah kamu membantuku agar boleh masuk? Anak buah suamimu ini sangat menyebalkan!” gerutu David yang sedang berusaha melepaskan diri dari kedua anak buah suaminya yang menghadangnya. “Nathan yang memberitahuku tempatnya berada. Kebetulan aku ada waktu luang, jadi aku menyempatkan datang.”Melody semakin terkejut dan panik. Setelah memberikan ponselnya pada Nathan, ia tidak terlalu mendengarkan apa saja obrolan putranya dengan David. Dirinya tidak menyadari kapan Nathan memberitahu lokasi mereka dan kapan David menjanjikan akan datang kemari. Kemarin Melody membiarkan Nathan yang mematikan telepon tersebut. Seanda
Mata Melody terasa panas melihat pemandangan yang tersaji tepat di depan matanya. Kejadian beberapa bulan lalu kembali terulang. Di mana Lusy dengan begitu percaya dirinya langsung memeluk Khaysan tanpa basa-basi di depannya. Saat itu mungkin Lusy memang belum mengetahui jika dirinya adalah istri Khaysan. Akan tetapi, sekarang berbeda. Jelas-jelas wanita itu tahu dan baru saja melewati Melody yang membukakan pintu. Menyebabkan Melody agak meneysak telah membukakan pintu. Padahal seharusnya tidak perlu. Melody berdeham agak keras, sengaja ingin mengalihkan atensi Lusy yang masih menempeli suaminya. Ia tahu suaminya juga risih dengan pelukan mendadak itu, tetapi Lusy tak akan mengerti jika tidak diberi ultimatum secara langsung. Melody tak akan bertindak bodoh dengan meninggalkan mereka berduaan seperti tempo hari. Tungkai jenjang Melody bergerak mendekati ranjang suaminya. Tanpa basa-basi, ia langsung menarik paksa Lusy dari sisi suaminya. “Maaf sekali, tapi suamiku sedang sakit, ja
“Eh, bagaimana, Sayang?” Melody berbalik bertanya, takut salah dengar. Sebenarnya Melody sudah mendengar dengan jelas tentang permintaan Nathan barusan. Akan tetapi, ia tidak bisa serta merta mengikuti keinginan sang putra. Jika Nathan meminta seperti ini di tahun-tahun sebelumnya, ia pasti langsung menuruti. Sedangkan sekarang ada Khaysan yang terang-terangan tidak menyukai apa pun yang berhubungan dengan David. Sudah lama sekali Nathan tidak menanyakan tentang David. Apalagi berkomunikasi secara langsung. Namun, hanya berselang beberapa jam setelah bocah itu sadarkan diri dari tidur panjangnya, permintaan pertamanya malah seperti ini. Sepertinya Nathan sangat merindukan David karena biasanya anaknya selalu bergantung pada lelaki itu. “Nathan boleh video call sama Uncle Dave sebentar saja? Biasanya Uncle Dave yang video call duluan, tapi sekarang sudah tidak pernah lagi. Apa Uncle Dave sangat sibuk?” Nathan kembali mengulang permintaannya dengan ekspresi agak cemberut seolah kesal
Mata Melody terasa panas melihat pemandangan yang tersaji tepat di depan matanya. Kejadian beberapa bulan lalu kembali terulang. Di mana Lusy dengan begitu percaya dirinya langsung memeluk Khaysan tanpa basa-basi di depannya. Saat itu mungkin Lusy memang belum mengetahui jika dirinya adalah istri Khaysan. Akan tetapi, sekarang berbeda. Jelas-jelas wanita itu tahu dan baru saja melewati Melody yang membukakan pintu. Menyebabkan Melody agak meneysak telah membukakan pintu. Padahal seharusnya tidak perlu. Melody berdeham agak keras, sengaja ingin mengalihkan atensi Lusy yang masih menempeli suaminya. Ia tahu suaminya juga risih dengan pelukan mendadak itu, tetapi Lusy tak akan mengerti jika tidak diberi ultimatum secara langsung. Melody tak akan bertindak bodoh dengan meninggalkan mereka berduaan seperti tempo hari. Tungkai jenjang Melody bergerak mendekati ranjang suaminya. Tanpa basa-basi, ia langsung menarik paksa Lusy dari sisi suaminya. “Maaf sekali, tapi suamiku sedang sakit, ja
Meja makan yang tadinya dilingkupi oleh suasana hangat itu berubah menjadi penuh dengan kepanikan. Apalagi ketika Nathan nyaris terjatuh dari kursi karena pingsan. Untung saja Khaysan yang juga duduk bersebelahan dengan sang putra dengan sigap mengangkat bocah itu ke gendongannya. “Kita ke rumah sakit sekarang!” seru Melody panik. Mereka bergegas keluar rumah dan langsung kembali memasuki mobil yang tadi mereka tumpangi saat pulang dari rumah sakit. Kali ini Bagas lah yang mengemudi sementara Melody dan Khaysan duduk di belakang menemani Nathan yang sudah tidak sadarkan diri. Melody dan Khaysan terus berusaha membangunkan sang putra. Akan tetapi, tak ada respon sama sekali dari bocah itu. Semuanya semakin panik, apalagi mulut Nathan juga tidak berhenti mengeluarkan darah. Khaysan juga terus meminta papanya mengendarai mobil lebih cepat. Begitu sampai di rumah sakit, Khaysan langsung turun dari mobil dan melangkah cepat memasuki area rumah sakit dan berseru meminta tolong pada pet
Meja makan yang tadinya dilingkupi oleh suasana hangat itu berubah menjadi penuh dengan kepanikan. Apalagi ketika Nathan nyaris terjatuh dari kursi karena pingsan. Untung saja Khaysan yang juga duduk bersebelahan dengan sang putra dengan sigap mengangkat bocah itu ke gendongannya. “Kita ke rumah sakit sekarang!” seru Melody panik. Mereka bergegas keluar rumah dan langsung kembali memasuki mobil yang tadi mereka tumpangi saat pulang dari rumah sakit. Kali ini Bagas lah yang mengemudi sementara Melody dan Khaysan duduk di belakang menemani Nathan yang sudah tidak sadarkan diri. Melody dan Khaysan terus berusaha membangunkan sang putra. Akan tetapi, tak ada respon sama sekali dari bocah itu. Semuanya semakin panik, apalagi mulut Nathan juga tidak berhenti mengeluarkan darah. Khaysan juga terus meminta papanya mengendarai mobil lebih cepat. Begitu sampai di rumah sakit, Khaysan langsung turun dari mobil dan melangkah cepat memasuki area rumah sakit dan berseru meminta tolong pada pet
Melody memilih menebalkan wajah dengan kembali ke rumah sakit menemui suaminya. Tanpa memedulikan segala risiko yang mungkin terjadi. Meskipun ada kemungkinan dirinya akan kembali diusir, baik itu secara halus maupun secara kasar. Ia sudah tidak memedulikan itu lagi. Di sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit tadi, Melody tak berhenti menyakinkan dirinya sendiri. Sekalipun Khaysan mengusirnya atau meminta anak buah lelaki itu yang mengusirnya secara paksa, ia tidak akan pergi. Ia akan tetap berada di sini hingga dirinya sendiri lah yang ingin pergi. Keputusan ini membuatnya nyaris tak bisa tidur semalaman. Sebab nyatanya, meski sebelumnya Khaysan telah melontarkan kalimat pedas yang menyakiti hatinya, ia malah terus kepikiran pada lelaki di hadapannya ini. Dirinya merasa lebih tenang jika berada tepat di hadapan Khaysan walaupun risikonya akan dibuat semakin sakit hati. “Silakan kalau kamu ingin mengusirku atau memerintah siapa pun untuk mengusirku. Tapi, aku tidak akan pergi
Melody memilih menebalkan wajah dengan kembali ke rumah sakit menemui suaminya. Tanpa memedulikan segala risiko yang mungkin terjadi. Meskipun ada kemungkinan dirinya akan kembali diusir, baik itu secara halus maupun secara kasar. Ia sudah tidak memedulikan itu lagi. Di sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit tadi, Melody tak berhenti menyakinkan dirinya sendiri. Sekalipun Khaysan mengusirnya atau meminta anak buah lelaki itu yang mengusirnya secara paksa, ia tidak akan pergi. Ia akan tetap berada di sini hingga dirinya sendiri lah yang ingin pergi. Keputusan ini membuatnya nyaris tak bisa tidur semalaman. Sebab nyatanya, meski sebelumnya Khaysan telah melontarkan kalimat pedas yang menyakiti hatinya, ia malah terus kepikiran pada lelaki di hadapannya ini. Dirinya merasa lebih tenang jika berada tepat di hadapan Khaysan walaupun risikonya akan dibuat semakin sakit hati. “Silakan kalau kamu ingin mengusirku atau memerintah siapa pun untuk mengusirku. Tapi, aku tidak akan pergi se
Mata Melody terasa panas melihat pemandangan yang tersaji tepat di depan matanya. Kejadian beberapa bulan lalu kembali terulang. Di mana Lusy dengan begitu percaya dirinya langsung memeluk Khaysan tanpa basa-basi di depannya.Saat itu mungkin Lusy memang belum mengetahui jika dirinya adalah istri Khaysan. Akan tetapi, sekarang berbeda. Jelas-jelas wanita itu tahu dan baru saja melewati Melody yang membukakan pintu. Menyebabkan Melody agak meneysak telah membukakan pintu. Padahal seharusnya tidak perlu.Melody berdeham agak keras, sengaja ingin mengalihkan atensi Lusy yang masih menempeli suaminya. Ia tahu suaminya juga risih dengan pelukan mendadak itu, tetapi Lusy tak akan mengerti jika tidak diberi ultimatum secara langsung. Melody tak akan bertindak bodoh dengan meninggalkan mereka berduaan seperti tempo hari.Tungkai jenjang Melody bergerak mendekati ranjang suaminya. Tanpa basa-basi, ia langsung menarik paksa Lusy dari sisi suaminya. “Maaf sekali, tapi suamiku sedang sakit, jadi