"Buka! "
"Buka atau kami dobrak pintu ini!"Sautan demi sautan terdengar riuh di depan pintu. Keempat laki-laki segera berlari kocar kacir ke segala arah."Lari...lari... lari..." seru mereka kompak.Sedangkan salah satu laki-laki lainnya merasa kebingungan."Brengsek!"Tanpa ba bi bu, segera ia benahi pakaian sebelum orang-orang diluar berhasil masuk.Sedangkan seorang perempuan terlihat merenung dengan tatapan kosong.Kenapa? Kenapa semua ini bisa terjadi padanya? Salah apa sebenarnya dirinya selama ini hingga orang-orang tega melakukan hal sekotor ini terhadapnya?Pintu sudah berhasil didobrak. Laki-laki yang terjebak itu kini hanya bisa pasrah dengan masa depannya. Beberapa orang yang berhasil masuk menganga tak percaya dengan apa yang mereka lihat.Seorang perempuan yang terlihat mengenaskan beruraian air mata disana. Tubuhnya terlihat memar dan kotor. Sedangkan di sampingnya ada seorang laki-laki sedang berusaha mengenakan pakaian.Bugh bugh bugh...Suara pukulan silih berganti menghajar laki-laki tersebut."Kita arak mereka!""Bakar saja! Bakar! Bisa sial desa ini kalau kita biarkan mereka!""Tenang Bapak-bapak, ibu-ibu semua! Tenang! Kita selesaikan ini semua dengan kepala dingin!" seru seorang pria paruh baya mencoba menenangkan warganya yang sepertinya sudah tersulut emosi."Ngga bisa pak Lurah. Ini hinaan besar buat desa kita. Jangan biarkan anak-anak terkutuk ini bebas begitu saja!" bantah yang lainnya kembali."Iya. Saya tau. Namun, apakah dengan bertindak anarkis, kita semua bisa tenang? Belum tentu. Maka dari itu, lebih baik kalau mereka kita nikahkan saja?" nasehat seseorang yang dipanggil pak lurah."Ngga... Ngga bisa! Bukan saya yang melakukannya!" seru pemuda yang dijadikan tersangka oleh warga.Kontan saja kepalanya ditoyor dari belakang."Kalau bukan kamu, terus siapa? Apa kamu pikir mata kami semua buta? Jelas-jelas disini hanya ada kamu!" teriak seorang ibu yang ikut geram karena anak laki-laki tersebut tak mau mengakui kesalahannya."Memang benar bukan saya! Tadi banyak kawan saya disini," kilah pemuda tersebut yang membuat warga tersentak kaget."Astagfirullah""Menurut saya, mbak ini kayak terguncang jiwanya. Mungkin memang mbak ini dipaksa untuk melakukan itu," ungkapan dari seorang dokter yang kebetulan ikut dalam penggrebekan itu membuat warga semakin kaget."Ap... Apa benar yang dibilang nak Radit?" tanya ibu itu kembali kepada pemuda di hadapannya itu. Hatinya merasa kasihan pada seorang gadis yang dari tadi hanya diam membisu diatas papan hanya berbalutkan selimut.Pemuda itu perlahan menganggukkan kepalanya." Astagfirullah..."" Sudah, begini saja. Kau harus menikahi perempuan itu. Entah nanti dia hamil atau tidak, Kau yang wajib bertanggung jawab. Kau tadi sebut banyak kawanmu yang melakukan itu kan?" tegas pak Lurah yang dibalas bengong remaja tersebut."Kenapa harus saya?" bantah remaja itu kembali. Tentu saja dia tak terima jika dia sendiri yang harus tanggung jawab.'Masuk saja belum kok dah disuruh tanggung jawab. Rugi bandar dong!' batinnya." Karena yang kita tau saat gerebek ini ya cuma kamu. Kalau mau cari kawan-kawanmu, sampai kapan kasus ini akan selesai? Apa dipikir kita tidak punya pekerjaan lain apa? "ketus salah satu warga." Atau kau pilih kasus ini diusut polisi? Mungkin Kau tak akan sendirian di penjara. Akan tetapi, kawan Kau juga akan menemani. Bagaimana? "tukas pak Lurah.Pemuda itu pun menjadi ketar-ketir. Dia adalah mahasiswa beasiswa. Kalau beasiswanya dicabut, sebenarnya bukan masalah besar untuknya. Orang tuanya lebih dari mampu untuk membiayai kuliah hukumnya. Tetapi, menjadi mahasiswa karena beasiswa, dapat menaikkan sedikit kesombongannya. Toh, tinggal selesaikan skripsi, dah lulus.Namun kini, belum juga dapat sombong, sudah mendapat malu karena penggrebekan. Andai dia menolak menikahi gadis tersebut, dia pasti dipenjara, dan sudah pasti masa depannya akan hancur. Tetapi kalau diterima???" Baiklah. Saya lebih baik menerima tawaran bapak untuk menikahi Dia." putus pemuda tersebut pada akhirnya."Namamu siapa?" tanya pak Lurah kembali."Dirgantara Wisesa!" jawab remaja itu tegas."Dia?" Kembali pak Lurah bertanya yang dibalas kebingungan dari Dirga."Kenapa?" tanya warga yang lain karena melihat kebingungan di wajah Dirga."Saya ngga kenal." jawab Dirga dengan cengengesan."Astagfirullah..."Seluruh warga seperti memendam emosi kepada remaja kriminal tersebut. Andai tidak merasa kasihan kepada gadis yang masih membisu tersebut, tentu para warga lebih setuju menjadi menjebloskan Dirga ke dalam penjara."Namamu siapa, cantik?" tanya seorang ibu kepada gadis malang tersebut.Gadis yang dari tadi diam membisu itu, kini malah berubah jadi histeris."Jangan,,, jangan,,, saya mohon jangan! Ngga mau! Ngga mau! Sakit!" teriak gadis itu yang membuat situasi semakin pilu.Gadis itu kini berteriak menolak semua orang yang mendekatinya. Hingga seorang ibu memaksa meraih tubuhnya ke dalam pelukan. Awal dalam rengkuhan, gadis itu masih menolak, namun usapan lembut wanita yang memeluknya itu, lama-lama membuatnya tenang."Ngga apa-apa. Semua sudah selesai. Ibu ada disini. Nama ibu, Lasmi. Nama kamu siapa?" tanya bu Lasmi kepada gadis korban kekerasan di hadapannya itu.Gadis itu masih memandang ibu dihadapannya dengan cucuran air mata. Bu Lasmi kembali memeluk gadis itu. Mengusap punggungnya dengan penuh sayang." Karamel. Karamel Nandhita." jawab gadis itu lirih namun masih dapat didengar oleh orang-orang di dekatnya."KARAMEL!!!"Sebuah teriakan mengagetkan semua orang yang ada di rumah yang hampir roboh itu.Karamel hanya mampu memejamkan matanya. Dunianya sudah runtuh sekarang.Seorang lelaki paruh baya merangsek masuk ke dalam rumah yang dijadikan penggrebekan itu. Dengan beringas dia menampar pipi Karamel dengan kasar."Kau memang kebanggaan kami. Tetapi bukan berarti kau dapat berbuat sesuka hati hingga melempar kotoran ke muka kami, Kara!" ucap lelaki yang bernama Santoso itu."Pak...!" para warga mencoba menghalangi Pak Santoso yang sepertinya sudah dikuasai emosi tersebut."Dari kecil Kau kami besarkan bukan untuk menjadi pelacur seperti ini, Kara. Bapak malu, Kara! Malu!"TesAir mata Kara kembali menetes. Sebegitu cepatkah aibnya kini terbongkar?"Bapak jangan gegabah, Pak! Belum tentu Kara yang salah." ucap seorang ibu yang sepertinya istri dari pak Santoso."Mau mengelak seperti apa lagi sih, Bu! Video tadi sudah menjelaskan semuanya. Betapa anakmu sangat murahan dalam video tadi, Bu. Bagaimana kalau sampai itu tersebar? Apakah kita masih punya muka lagi, Bu?" teriak Pak Santoso dengan frustasi.Benar! Mereka kesini karena ada yang mengirim video asusila Kara yang sedang diper**** beberapa laki-laki. Bahkan alamat ini pun di dapat dari orang yang mengirim pesan tersebut.Dirga yang mendengar tentang video pun menjadi terbelalak. Apakah dari salah satu temannya ada yang sudah merekam video tadi? Bisa gawat ini kalau sampai tersebar!Tanpa menunggu lama, Dirga segera mengirim pesan kepada para sahabatnya. Setidaknya mereka harus bisa prepare sebelum video itu benar-benar tersebar."Apa Bapak yakin kalau itu adalah sebuah tindakan suka rela atau paksaan, Pak? Apakah Bapak tidak melihat betapa putri Bapak sangat hancur? Radit adalah dokter di kampung ini. Dia sudah bilang kalau putri Bapak baru saja mengalami hal buruk." Jelas pak Lurah yang membuat pasangan orang tua itu terperangah." Mak... Maksudnya, putri kami baru saja diper****?" tanya Lastri istri dari pak Santoso sekaligus ibu dari Karamel.Melihat semua orang mengangguk, hati Lastri seolah hancur. Ibu mana yang tak sakit hati kala melihat putrinya baru saja diper**** oleh beberapa laki-laki?Lastri seketika pingsan. Situasi pun semakin riuh tak kondusif. Pak Santoso pun hanya bisa melemas tak percaya apa yang terjadi pada keluarganya kini. Apa salah dan dosa keluarganya hingga kesialan seperti ini harus menimpa keluarganya?Sedangkan Karamel hanya mampu melihat sedih semua kejadian di depan matanya itu. Dia sendiri bingung harus apa dan bagaimana. Dia pun tak pernah menginginkan ini semua."Saya harus bagaimana sekarang? Saya tak punya uang untuk membawa para ba****** itu ke kantor polisi. Tetapi saya juga tak mau kalau para ba****** itu lepas begitu saja." lirih pak Santoso.Pak Lurah yang melihat orang tua Kara pun ikut merasakan terluka. Dia lalu menghampiri pak Santoso dan memeluknya." Bapak jangan khawatir. Salah satu dari tersangka itu ada disini. Dia yang akan kita minta untuk bertanggung jawab pada masa depannya Karamel."Perkataan pak Lurah membuat pak Santoso memandang tajam pada sang empunya suara. Emosi yang tadi sempat teredam pasrah, kini bergejolak kembali.Salah satu ba****** itu ada disini. Setidaknya Dia harus mendapatkan balasan yang setimpal meskipun tidak mampu menyeretnya ke dalam penjara."Siapa laki-laki ba****** yang telah merusak putri kesayanganku, Pak? Siapa?" teriak Pak Santoso dengan penuh emosi.Tanpa di komando semua warga menyingkir menyisihkan seorang pemuda dengan muka yang sudah babak belur karena di massa tadi."Dia""Saya terima nikah dan kawinnya Karamel Nandhita dengan mas kawin uang tunai sebesar 500 ribu rupiah dibayar tunai." ucap Dirga dengan lantang. Dia sudah pasrah menjadi tumbal kenakalannya dan teman-temannya itu."Bagaimana para saksi? Sah?"SahSahSahSuara keriuhan kembali memenuhi ruangan tersebut. Terlihat wajah dari sang pengantin laki-laki yang masam sedangkan dari sang wanita masih menangis sesenggukan.Takdir memang tidak ada yang tahu. Tetapi menikah karena penggrebrekan, ini adalah suatu kesialan.Penjebakan dalam waktu dan tempat yang salah itu yang terjadi.Karamel Nandhita, perempuan 20 tahun yang harus menerima kesialan karena telah dijebak oleh temannya. Sedangkan untuk Dirga, dia terlambat melarikan diri bersama kawan-kawannya tadi."Pernikahan sialan ini akan segera berakhir. Jangan harap Kau akan bisa bahagia setelah ini." lirih Dirga yang membuat Karamel semakin menunduk pasrah.Kara hanya mampu menangisi semuanya. Andai dia tidak percaya omongan sahabatnya, kesial
Setelah mengucapkan ijab qobul, Dirga menghubungi pengacara PUNGGAWA tanpa sepengetahuan keluarga Kara untuk membuat surat perjanjian pernikahan.Pengacara tersebut tentu saja kaget, namun setelah ia jelaskan kronologinya, pengacara tersebut marah-marah namun tetap menjalankan tugasnya dengan cepat.Inti PUNGGAWA adalah kumpulan orang-orang yang berduit. Tentu saja akan banyak orang yang melakukan segala cara. Mungkin dengan penjebakan ini salah satunya. Tidak menutup kemungkinan bukan?Beruntung Dirga mengendarai mobilnya sendiri. Jadi bisa bertemu pengacaranya di sela perjalanan menuju rumah Kara."Lakukan tanda tangan secara cepat. Jangan biarkan racun terlalu lama berada di sekitar kita." pesan pengacaranya yang dibalas anggukan kepala Dirga.Jadi sekaranglah saatnya. Niat awalnya akan dia lakukan di rumah. Tetapi berhubung teman-temannya sudah menemukan pembuat video mereka, dia harus buru-buru ke basecamp setelah ini.Surat Perjanjian Pasca PernikahanPihak Pertama:Nama: Dirgan
Beberapa hari sebelum kejadian..."Sial... sial... sial... lagi-lagi Kara! Lagi-lagi Kara! Kalau seperti ini terus, bonus HP baru dari Daddy ngga akan pernah aku dapatkan!" teriak Amel karena lagi-lagi kalah dari Karamel karena pihak perusahaan lebih memilih Karamel yang lebih mahir dalam segala bidang. Kakinya terus mondar mandir karena lagi-lagi dia kalah dalam seleksi magang. Amelia Christopher. Mahasiswi seangkatan Karamel yang selama ini selalu mencoba untuk melengserkan kedudukan Karamel dalam segala bidang. Kedudukannya yang selalu nomor 2 setelah Karamel membuatnya membenci sosok jenius di kampusnya itu. Beberapa hari yang lalu, ada tawaran dari sebuah perusahaan yang menawarkan pekerjaan sebagai seorang karyawan lepas di sebuah perusahaan bonafit. Tentu saja tawaran tersebut seperti angin segar untuk sebagian mahasiswa yang ingin berkembang. Namun sepertinya menembus lowongan itu akan sangat sulit apabila Karamel turut bertanding. Dan inilah kenyataannya, benar-benar Kara
Suasana privat cafe yang biasa menjadi tempat tongkrongan para pemuda elit itu kini semakin mencekam karena dedengkotnya tak melepas wajah seramnya semenjak kemarin."Arrrgggghhhh... Mau sampai kapan Ringgo ngga bisa diharapkan kayak gini sih?" jerit Rama yang dibalas kekehan kecil dari para sahabatnya."Sabarlah, Bos! Baru juga 2 hari. Kalau sampai dia ketahuan polisi, bukan tidak mungkin kita juga ikut tersangkut. Toh kita juga sering pesan barang sama dia kan?" jelas David meredam ketua PUNGGAWA tersebut.Flasback 2 hari yang lalu"Halo, Bang Ringgo!" sapa Kevin kepada seseorang di seberang telepon."Halo, ada apa? Kalau mau pesan barang? Pending dulu! Gue lagi ribet melarikan diri ini. Polisi kayaknya sudah mencurigai usaha gue." balas Ringgo tanpa basa-basi yang membuat Kevin susah menelan ludah."Ck... ngga bisa diusahakan apa, Bang? Tau sendiri kalau Rama yang minta, susah buat diredamnya," sahut Kevin kembali.Jujur sebenernya dia takut kalau sampai Rama tantrum karena keingina
Dirga memasuki basecamp PUNGGAWA dengan sedikit emosi. Kesialan ini mereka buat bersama-sama, tetapi kenapa hasil akhirnya hanya dia sendiri yang harus bertanggung jawab? Pintu yang terbuka dengan kasar tak sedikit pun membuat anggota PUNGGAWA yang lain panik. Malah mereka tertawa terkikik mengingat kesialan yang kini menimpa salah satu sahabatnya tersebut. "Setan ya lo semua!" teriak Dirga penuh emosi tetapi malah dibalas tertawa terbahak oleh para sahabatnya. Bantal sofa basecamp sudah dia lemparkan ke arah para sahabatnya dengan penuh emosi. Gila saja mereka membiarkan dirinya terjebak sendirian ditengah warga yang tengah emosi. "Sorry, Bro! Kita juga cari aman!" tukas Prabu dengan santainya. Sedangkan di sisi lain, Rama mengulurkan sebotol minuman dingin untuk Dirga. "Aman kalian, sedangkan gue? Dah kayak ayam oon yang harus diadili sendirian. Padahal yang sudah eksekusi kalian, gue kena getah doang belum sempat eksekusi!" serunya sembari menaruh bokongnya diatas sofa. "Dim
Pov Karamel"Turun!"Ucapan Kesya membuatku terperanjat. Mobil pun telah berhenti di tepi jalan yang sangat sepi. 'Apa maksudnya?' batinku bertanya-tanya. Ini hanya jalanan kosong. Bahkan sangat sepi. Dari tadi hanya beberapa motor saja yang melintas sedari tadi."Apa maksudmu, mbak? Ini hanya jalanan kosong. Ngga mungkin kan rumah Dirga ada di tengah-tengah hutan sana?" tanyaku yang kebingungan dengan ulah kakakku kali ini.Memang dia sering bertingkah menjengkelkan. Tetapi meninggalkan aku di jalanan sepi tak bertetangga seperti ini, menurutku, ini sangat keterlaluan." Yang mau mengantarmu ke rumah Dirga siapa? Kau pikir aku akan membiarkanmu hidup enak tak kekurangan seperti nyonya besar Dirga? Oh, tidak! Aku yang akan menggantikan posisimu sebagai nyonya Dirga disana." ucap Kesya dengan penuh percaya diri. Luar biasa heran aku sekarang. Dahiku mengernyit bingung. Apa kakakku ini sudah gila? Aku yang dinikahi. Tetapi kenapa enteng sekali Kesya bilang akan menggantikan posisiku
Bau obat-obatan yang menyengat mulai membangunkan tubuh Kara. Terlihat dari segala arah, semua serba krem. Tangannya pun terpasang selang infus. Ada selimut yang menyelimuti tubuh sampai ke dada.'Ini di mana?' batin Kara mulai bertanya-tanya. Seingatnya, sepertinya dia pingsan di pinggir jalan. Lalu kenapa bisa sampai disini? Siapa yang telah menolongnya?CeklekTerdengar pintu terbuka. Terlihat seorang gadis yang mungkin seusia Kara terlihat disana."Sudah enakan?" tanya gadis itu. Kara pun menjawab dengan menganggukkan kepalanya. "Aku Asri. Perempuan yang membawamu kesini. Apakah ada nomor keluarga yang kamu ingat? Karena dari tadi kami mencari kartu identitasmu tapi tak ketemu." lanjut Asri kembali.Kara hanya menggeleng sebagai jawaban. Bukan tak ingat. Hanya tak ingin kembali menjadi beban untuk mereka. Kejadian hari ini sudah membuat beban yang sangat berat untuk mereka. Apakah Kara juga tega menambah beban dengan mengatakan bahwa dirinya terdampar disini karena dibuang kakak
Kehidupan berlalu begitu cepat, hingga waktu 3 bulan sudah dilalui Kara di daerah ini. Hidup sebagai penjaga los pakaian dengan gaji 35 ribu sehari menjadi andalan tumpuan hidup Kara waktu itu. Karena kini, Kara menjadi pengangguran karena suatu insiden. Flasback on"Yu Tarni, tak kasih tau, Yu! Sadar ngga kalau belakangan ini los kita sepi? Ternyata ada yang kerja nyambi dodolan. Ish... mengerikan!" ucap tetangga Los pakaian Kara. Kara yang mendengar nya hanya cukup mengelus dada. Dia tahu, dialah sasaran sindiran tersebut. " Lha iyo tow, Nah! Mosok sepi kok nganti babar blas raenek sing takon. Nek ngene terus yo kelakon tutup tenan iki, Nah! " balas orang disapa Yu Tarni tersebut. "Lha pye? Saingane cah kota, jek cilik, tapi mbangetke kok, Yu! Lak yo sing tuo ngene kie ra payu nuw!" cerca perempuan di depannya lagi. Kara yang sudah jengah dengan pembicaraan mereka berdua segera menghampiri setelah selesai melayani pelanggan los nya. "Sebenarnya masalah ibu-ibu dengan saya itu
Semenjak penculikan Dewi, dunia kami sudah berubah. Aku pun tak tau lagi meski bagaimana. Dewi sudah seperti mayat hidup yang diam dalam pandangan kosong. Tidak ada yang mampu kami tanyakan. Apalagi setelah mama tahu kalau aku sudah mengetahui hubungan kami. "Seharusnya kamu tidak usah bertemu dengan kami. Aku tak pernah meminta kamu untuk kemari. Aku hanya ingin hidup kami tenang," ucap mama. Sederhana tetapi membuat sesak napas ini. "Mama tidak menyayangiku? Apa aku salah jika aku pun ingin merasakan bagaimana rasanya dicintai mama kandung aku sendiri?" rintihku. Tidak diharapkan oleh kedua ibu membuatku berpikir, apakah aku tidak pantas dicintai? "Mama bukan tidak mencintaimu. Hidupmunsudah terlalu nyaman dengan banyaknya kasih sayang dan harta di sekitarmu. Tetapi bagaimana dengan adikmu? Kelahirannya saja papanya tidak tahu. Jangankan harta, bahkan sedari kecil Dewi sudah terbiasa untuk bekerja." Aku hanya mampu mendengar segala keluh kesah dari ibu kandungku ini. " D
Dewi berjalan perlahan ke arahku. Dengan sigap kubekap mulutnya agar tak berteriak. Tentu saja tubuhnya meronta minta dilepaskan. Tapi tak ku gubris semua itu. Satu persatu masalahku harus terselesaikan."Ehm... Ehm..." tubuh Dewi terus meronta namun tetap kuseret menjauh dari rumah ibuku."Ini Kevin." Setelah aku jujur, rontaan Dewi mulai melemah. Kubalik tubuhnya dan kuberikan pelukan."Maaf baru sadar kalau kamu adikku. Tetapi kenapa selama ini diam saja?" ucapku seraya menatap wajah adik yang selama 16 tahun ini tak pernah kuketahui.Dewi malah mengacuhkan aku. Bibirnya berdecih seolah tak percaya apa yang aku ucapkan barusan. Kedua tangannya menghempas kedua tanganku yang masih memeluknya. "Ck... Emang kalau aku bilang, kakak bakal percaya? Bukankah membully ku sudah menjadi kebahagian tersendiri buat kalian?"Aku menghela nafas pelan. Mungkin jika aku tak mendengar pembicaraan antara mama Siwi dan anaknya waktu itu, aku belum tentu percaya jika Dewi mengatakan kalau dia adalah
Masih POV Kevin GalendraMencari data masa lalu pernikahan kedua orang tuanya ternyata tak sulit. Papanya tak pernah menyembunyikan pernikahannya. Bahkan selama ini, masih hanya nama Adam Galendra dan Asma. Bukan dengan mama Siwi. Yang selama ini kuanggap Mamaku dan istri Papa.Bodohnya aku selama ini yang tak pernah mencari tau siapa nama Mamaku di dalam buku raport atau identitasku yang lain. Karena biasanya semua urusan administrasi mengenai aku, diurus Mama Siwi dan orang kepercayaan Papa."Om Refan, apa Papa selama ini tidak pernah menikah lagi setelah Mama Asma pergi?" tanyaku pada pengacara yang biasa menangani segala kenakalanku.Om Refan adalah sahabat Papaku dari dulu. Bahkan mungkin dari kecil, mereka sudah bersahabat.Om Refan memandangku menyelidik. Entah apa yang ada dipikirannya. Berkas yang sedari tadi dibacanya, dihempaskan begitu saja diatas meja. " Kau baru menanyakan ini setelah sekian tahun? Ckckck... Dimana rasa pekamu selama ini?" Aku menaikkan dahi heran dengan
Pov Kevin GalendraNamaku Kevin Galendra. Sedari kecil, aku hanya mengenal Adam Galendra dan Siwi sebagai orang tuaku. Meskipun ibuku terlalu sayang padaku, namun ada sisi hatiku yang kosong. Entah lah, aku pun bertanya-tanya, apa yang kurang dari mama Siwi?Uang saku, berlebih. Aku meminta apapun, selalu diberi. Tak ada yang tidak kudapatkan sedari dulu. Semua ada di genggamanku. Hingga akhirnya, saat aku tertangkap polisi karena tawuran, Papa marah besar padaku. Tetapi Mamaku, tidak!Sama sekali tidak marah! Bahkan membelaku dihadapan Papa. Sebagai bahan pembelaannya, katanya, aku baru dalam masa pencarian jati diri.Seharusnya,,, seharusnya aku senang. Tapi tidak! Aku merasa, Mamaku terlalu membiarkanku melakukan kesalahan. Darimana aku tahu? Karena cara Mama membimbingku, berbeda kala Mama mendidik Evan. Satu-satunya adikku."Evan, jam berapa ini baru pulang sekolah? Jangan terbiasa pulang telat! Ada banyak les yang harus kamu ikuti. Jangan malas!" teriak Mama suatu ketika karena E
Sebulan kemudian suasana rumah Prabu penuh aura permusuhan. Kevin terlihat sudah babak belur tanpa satu orang pun berani buat menolong. "Seharusnya hal yang seperti ini ngga perlu ada dalam persahabatan kita, Kev!" Rama yang terkejut akan kematian adik sepupu sahabatnya, semakin terkejut saat tiba di rumah Prabu, Kevin sudah babak belur dihajar Prabu dan David. Sedangkan Dirga, masih bingung mau berbuat apa, hanya diam memandang kedua sahabatnya menghajar Kevin. " Apa yang ada di otak Lo hingga kepikiran untuk merusak Mecha, Kev! Dia adik Gue! Adik yang paling gue sayang! Aaa...." Prabu kembali menghajar Kevin hingga Kevin semakin tersungkur. Dari tadi, tak sekalipun Kevin membalas. Seolah dia sudah paham akan apa yang terjadi setelah menolak bertanggung jawab tentang kehamilan Mecha. " Lo tau gue menaruh hati dari lama sama dia, Kev! Lo tau segala hal sudah gue lakukan untuk menarik perhatian dia. Tetapi pada akhirnya, dia malah jadian sama Lo. Jujur, gue sakit hati. Tapi, Gue me
" Kalau tak mau hamil, jangan lakukan hubungan enak-enak. Ngga pinter menyiasati, tapi main api. Giliran terbakar,bukannya memadamkan malah hanya teriak-teriak. Bodoh itu namanya!" teriak tetangga kos Kara yang mungkin merasa terganggu dengan teriakan kedua orang ini." Tau apa kamu soal hidup saya, Mbak? Dijebak sahabat sendiri, dilecehkan, dibuang kakak kandung kandung sendiri, dan kini malah hamil. Apa Mbak tau bagaimana kehidupan saya sebelum ini?" tanya Kara yang merasa direndahkan oleh tetangga kos nya tersebut."Yang pasti sama-sama menderita bukan? Hidup macam apa yang sahabat sendiri malah khianat? Saudara sendiri membuang? Yakin sebelum ini kamu bahagia?"Pertanyaan tetangga kosnya tersebut membuat Kara mengingat hidupnya selama ini. Bapak dan ibunya hanya mementingkan Kesya. Sekolah bahkan sampai kuliah, selalu disambinya bekerja. Selalu ikut event untuk menambah uang tabungan. Tak ada waktu bersenang-senang. Benar! Hidupnya sungguh miris. Apalagi sahabat karibnya sedari k
"Bagaimana bisa pernikahan yang seharusnya hanya siri diubah jadi pernikahan yang sah? Lo jangan mau dibohongi, Dir!" Rama yang kini tak bersama keempat kawannya pun ikut risau.Masalah ini timbul karena dia yang lagi stres. Sedangkan keempat kawannya hanya ikut menikmati. Dan kini faktanya, salah satu kawannya harus menjadi tumbal." Gue sudah ambil surat nikahnya. Mereka benar-benar mengurus pernikahan gue. Bahkan mertua gue yang menyelesaikan semuanya. Ini gila! Benar-benar gila, Ram!" Dirga diseberang telepon pun menjadi panik.Kalau sudah sah dalam hukum dan negara, dia harus mengurus perceraian ini lewat pengadilan. Dan sudah otomatis, status dia juga akan berubah." Apa acuan bokap mertua lo pengajuan nikah secara hukum? Secara semua itu mendadak. Ngga mungkin cukup waktu untuk mengurus secara sah bukan?" Rama masih mencoba mengulas masalah ini secara rinci.Siapa tahu masih ada cela untuk membatalkan status pernikahan sahabatnya itu." Bukti rekaman waktu gue nikah siri sama a
Waktu perjanjian sudah tiba. Hari ini, tepat 3 bulan usia pernikahan Kara dan Dirga. Hari ini pula, keputusan pernikahan mereka akan berhenti atau bertahan 9 bulan ke depan. Dirga, David, Prabu dan Kevin serempak pergi ke tempat Kara seharusnya tinggal. Sedangkan sang kepala suku, sudah tidak bisa berkumpul bebas karena sudah mempunyai istri hasil pernikahan bisnis. Inginnya mereka segera menyelesaikan urusan pernikahan yang tak diinginkan. Tapi ternyata... "Lho? Ini siapa, Dir?" tanya Prabu yang terkejut ada sosok perempuan lain di rumah sang sahabat."Ngapain lo disini?" tanya Dirga tak kalah terkejut dengan kehadiran kakak iparnya. "Siapa, Dir?" kehadiran Kesya yang tak disangka-sangka tentulah membuat keempat PUNGGAWA terkejut. Apalagi mereka sudah celingukan, tapi tetap juga tak terlihat istri dari sang sahabat. "Calon mantan kakak ipar gue!" jawab Dirga. "Dimana dia?" ucapan lirih penuh ancaman membuat tubuh Kesya meremang. Sungguh tak pernah dia sadari kalau adik iparnya i
Kehidupan berlalu begitu cepat, hingga waktu 3 bulan sudah dilalui Kara di daerah ini. Hidup sebagai penjaga los pakaian dengan gaji 35 ribu sehari menjadi andalan tumpuan hidup Kara waktu itu. Karena kini, Kara menjadi pengangguran karena suatu insiden. Flasback on"Yu Tarni, tak kasih tau, Yu! Sadar ngga kalau belakangan ini los kita sepi? Ternyata ada yang kerja nyambi dodolan. Ish... mengerikan!" ucap tetangga Los pakaian Kara. Kara yang mendengar nya hanya cukup mengelus dada. Dia tahu, dialah sasaran sindiran tersebut. " Lha iyo tow, Nah! Mosok sepi kok nganti babar blas raenek sing takon. Nek ngene terus yo kelakon tutup tenan iki, Nah! " balas orang disapa Yu Tarni tersebut. "Lha pye? Saingane cah kota, jek cilik, tapi mbangetke kok, Yu! Lak yo sing tuo ngene kie ra payu nuw!" cerca perempuan di depannya lagi. Kara yang sudah jengah dengan pembicaraan mereka berdua segera menghampiri setelah selesai melayani pelanggan los nya. "Sebenarnya masalah ibu-ibu dengan saya itu