Sudah dua malam ini tidurku tidak tenang karena laki-laki sombong itu. Penghancur masa depanku, perusak mimpi, dan pengekang kebebasanku. Aku bisa melakukan apa saja yang aku mau tetapi aku harus mempertimbangkan reputasinya. Itu sama saja dengan aku tidak bisa melakukan apa pun sesukaku. Kalimatnya semalam hanya membuatku tambah pusing.
Belum lagi ciumannya membuatku kesal. Aku terbayang-bayang pada rasa yang ditinggalkannya pada bibirku. Apakah karena ini pertama kalinya aku dicium oleh laki-laki atau ada alasan lain? Ukh! Aku benar-benar ingin menarik-narik kedua pipinya, menarik-narik kedua telinganya sampai rasa kesalku hilang. Dan senyumnya. Senyum licik penuh kemenangannya setiap kali berhasil menciumku, aku tidak suka melihat senyum itu muncul berulang kali di kepalaku.
Ah, sudahlah. Untuk apa aku membuang-buang waktu berhargaku untuk memikirkan laki-laki yang tidak tahu diri itu. Di satu sisi dia begitu sopan, perhatian, tetapi di sisi lain dia berlaku seena
Hai, teman-teman pembaca. Terima kasih masih setia mengikuti kisah Jonah dan Celeste, ya. Aku usahakan mengunggah bab lanjutannya setiap hari. ^^ Salam sehat dan bahagia selalu, Meina H.
Kembali ke mobil, Jonah menggandeng tanganku lagi. Aku bersyukur bahwa kami datang pada saat jam kuliah sedang berlangsung. Jadi hanya ada beberapa mahasiswa saja yang terlihat duduk di bangku yang disediakan di koridor atau berjalan dari satu gedung ke gedung lain yang ada di fakultas kami. Tidak banyak yang mengarahkan pandangan matanya kepada kami.“Ini untukmu,” ucap Jonah saat dia menghentikan mobilnya tepat di depan rumah kami. Dia memberikan sebuah kotak beludru kepadaku. Aku menatapnya dengan heran. “Bukalah.”Aku membukanya dan menemukan sebuah batu permata berwarna biru langit berbentuk tetesan air mata. Ini adalah nilam, batu permata kelahiranku. Aku mengeluarkannya dan ternyata itu adalah liontin yang dihubungkan dengan rantai kalung yang berwarna putih. Aku tidak yakin Jonah akan memberiku kalung emas putih. Rantai ini pasti terbuat dari bahan metal yang mahal.“Hari ini bukan hari ulang tahunku,” ucapku bingung.
Gadis ini benar-benar menguji kesabaranku. Pertama, dia memasuki ruang makan di mana para pelayan bisa masuk kapan saja untuk melayani tuan rumah dengan memakai pakaian yang minim. Piyama bagian atasnya bukan masalah sekalipun berlengan pendek. Tetapi celana yang dipakainya terlalu pendek sehingga dia terkesan tidak mengenakan apa pun pada bagian bawah tubuhnya karena ujung piyamanya lebih panjang dari celananya.Apakah dia tidak pernah melihat dirinya di cermin? Dia gadis yang sangat cantik. Ditambah lagi dengan pakaian seperti itu, laki-laki yang ada di rumah itu bisa memikirkan yang tidak pantas di kepala mereka. Aku tidak mengkhawatirkan Papa dan Nevan. Aku hanya tidak percaya kepada para pekerja pria yang ada di rumah mereka.Jika Papa dan Nevan sedang berada di luar rumah seperti pada hari ini, lalu dia berada di ruangan yang bisa dimasuki oleh pelayan pria dengan pakaian yang terbuka, hal yang buruk bisa saja terjadi kepadanya. Tidak ada keluarganya yang bisa se
Aku hanya bisa menatap layar ponselku. Hal terbodoh yang pernah aku lakukan dalam hidupku. Aku tidak menyimpan apalagi menghapal nomor ponsel tunanganku sendiri. Bagaimana aku bisa meminta apa pun darinya kalau nomornya saja aku tidak tahu? Aku juga tidak tahu nomor ponsel Om Jarvis atau Tante Inggrid.Papa sedang bekerja, aku tidak bisa memeriksa ponselnya untuk mencari nomor Om Jarvis. Kak Nevan tidak mungkin menyimpan nomor Jonah, kalau pun ada, aku tidak mau mendengar ledekannya karena tidak tahu nomor tunanganku sendiri.Sebenarnya, aku bisa saja meminta nomor Om Jarvis kepada Papa. Tetapi ayah tunanganku itu pasti sedang bekerja. Aku tidak mau mengganggunya sekarang hanya untuk meminta nomor anaknya. Lalu aku harus bagaimana? Mengapa aku bisa sebodoh ini?Ah, sudahlah. Aku sebaiknya mulai belajar saja. Walaupun aku sudah menguasai bahan penelitianku, tidak ada salahnya aku kembali membuka semua data yang sudah aku kumpulkan. Para dosen penguji pasti akan m
Aku memerhatikan foto pada berita tersebut dengan baik. Fotografer yang ditunjuk Ayah sangat berbakat. Dia tahu momen yang tepat untuk menekan tombol pelepas rana. Aku yakin bahwa aku dan Celeste sama-sama dalam keadaan canggung setelah pemasangan cincin tunangan. Tetapi hasil fotonya justru menunjukkan yang sebaliknya. Kami berdua tersenyum bahagia.Berita mengenai pertunangan Jason dan Jovita akhirnya disebar di berbagai media. Ayah hanya perlu memberikan beritanya kepada salah satu wartawan yang adalah sahabat baiknya, maka media lain akan mengejar berita tersebut ke Divisi Humas perusahaan kami.Ayah mengumumkan berita tersebut pada hari ini karena undangan pernikahan Jason sudah siap untuk disebarkan. Jadi, setiap keluarga, sahabat, dan rekan bisnis kami tidak akan terkejut saat menerima undangan tersebut.Berbeda dengan sikap orang lain kepadaku, Ayah bersikap adil kepada kami berdua. Ukuran yang digunakan untuk foto Jason dan Jovita juga digunakan pada fo
Hampir empat jam aku berada di ruangan yang semula aku anggap mengerikan itu, ternyata para dosen penguji membuat suasana terasa santai dan penuh kekeluargaan. Aku tetap merasa gugup saat mempresentasikan penelitianku dan menjawab setiap pertanyaan yang diajukan. Tetapi aku bisa menjawab semuanya dengan baik. Sebagai hasilnya, aku mendapatkan nilai yang memuaskan.Jonah menungguku dengan sabar di luar ruangan. Dia segera berdiri ketika aku dan Nola berjalan mendekatinya. Dia pasti sudah melihat selempang yang aku kenakan. Aku sangat bahagia hari ini! Dan dia menambah kebahagiaanku dengan memberiku sebuah buket bunga mawar dan lili. Cantik sekali! Aku tidak melihat buket itu ada di mobil. Apakah dia meminta kepada pemilik toko untuk mengantarnya ke sini?“Selamat untukmu,” katanya setelah memberikan buket bunga yang disembunyikan di balik tubuhnya tadi.“Terima kasih, Jonah!” ucapku senang. Orang-orang yang masih ada di sekitar kami menggo
Mereka berdua memang mempunyai kualitas yang sama. Hanya berbeda sifat saja. Tetapi jika harus memilih, aku tidak akan mau menikah dengan Jason. Tidak, setelah aku tahu bahwa dia ternyata laki-laki yang hobi tidur dengan banyak perempuan. Aku tidak bisa membayangkan bahwa aku harus berbagi tubuhnya dengan banyak perempuan. Ugh.“Mengapa dibandingkan dengan Jason? Ada banyak pria lain yang lebih baik darimu,” ucap Nola tidak mau kalah. “Cel adalah gadis yang cantik dan cerdas. Ada banyak pemuda yang ingin menjadi pacarnya. Mengapa dia harus puas denganmu jika dia bisa mendapatkan yang lebih baik darimu?”“Kalian sangat naif. Pria sepertiku tidak mudah untuk ditemui di luar sana. Kebanyakan dari mereka adalah pria yang tidak setia. Apa kalian pikir godaan pria sukses tetap setia kepada pasangannya tidak berat?” Jonah melihat ke arahku. “Katakan kepadaku jika kamu menemukan pria yang lebih baik dariku yang kamu cintai. Aku dengan
Gadis bernama Nola itu harus diawasi. Jangan sampai dia memberi pengaruh yang buruk kepada tunanganku. Sembarangan saja dia menganjurkan Celeste untuk mencari pria lain yang lebih baik dariku. Aku tidak pernah mengatakan itu.Aku sadar bahwa Celeste akan bertemu dengan banyak pria di luar sana. Dia akan segera wisuda dan berikutnya adalah mencari pekerjaan. Aku tidak akan menyarankannya untuk melamar pekerjaan di perusahaan kami karena aku tidak mau dia bertemu dengan Jason setiap hari. Aku tidak percaya kepada saudaraku. Aku lebih percaya kepada pria lain.Rekan-rekan kerjanya tidak mungkin hanya perempuan. Dia akan bekerja sama dengan rekan pria juga. Apabila ada di antara mereka yang disukainya, dan pria itu memang lebih baik dariku, aku rela melepaskannya. Aku ingin gadis itu bahagia. Dia tidak akan bahagia dengan Jason karena itu aku langsung mengambil kesempatan untuk menyelamatkannya.Namun jika ada pria lain yang bisa membahagiakan dia melebihi aku, maka
Kembali duduk bersama sahabat dan keluargaku, entah mengapa aku merasa ada yang kurang ketika Jonah tidak lagi duduk di sisiku. Padahal dia tidak banyak bicara atau melakukan sesuatu yang bisa membuatku menyadari kehadirannya. Mungkin aku sudah mulai terbiasa dengan kehadirannya walaupun hanya sekadar duduk diam di sisiku.Papa berulang kali mendapat panggilan telepon atau diminta untuk memeriksa sesuatu di ruang kerjanya. Aku akhirnya memintanya untuk kembali ke pekerjaannya mengurus restoran. Aku merasa kasihan melihatnya harus berbagi perhatian antara makan siang bersamaku dengan pekerjaan. Lagi pula kami sudah selesai makan.Kak Nevan membantu membawakan buket bunga dari Papa dan boneka darinya, sedangkan aku membawa buket bunga dari Jonah. Aku duduk di samping pengemudi, sedangkan Nola duduk di jok belakang menjaga buket bunga dan bonekaku. Aku mengelus-elus perutku yang sangat kenyang. Aku mendengar bunyi gerakan Nola yang memajukan tubuhnya. Dia berada di antara
Pagi hari adalah waktu yang paling berat bagi kami berdua. Celeste sudah sulit bangun sendiri karena kondisi perutnya yang sangat besar. Aku berusaha untuk menolongnya, tetapi apa pun yang aku lakukan selalu salah di matanya. Dan dia sering sekali menangis. Sebentar lagi dia akan melahirkan, hanya itu yang membuatku bisa bertahan. Keadaan ini tidak permanen dan hanya sementara saja, aku selalu mengingatkan diri sendiri mengenai itu. Aku tidak sabar ingin bisa bertengkar lagi dengan istriku yang suka membantah. Hari ini adalah hari peringatan kematian Jason. Satu tahun sudah dia pergi meninggalkan kami dan hidup di keabadian. Tidak banyak yang berubah dalam kehidupan keluarga kami. Ayah dan Bunda sudah tidak sabar menunggu kelahiran cucu pertama mereka. Papa sibuk dengan dua restorannya. Nevan dan Naura belum juga mengalami perkembangan apa pun dalam hubungan mereka. Sembilan bulan lebih menjadi wakil Ayah, aku sangat menikmati pekerjaanku. Aku bahkan bekerja lebih santai dibandingka
Ya, ampun. Ini lebih mendebarkan dari yang aku duga. Dia sudah pernah melakukan lebih dari sekadar mencium leherku, tetapi aku tidak pernah merasakan segugup ini. Saat dia mencium tengkukku tadi, aku refleks menjauh darinya. Tenang, Este. Tenanglah. Ini hanya Jonah. Kekasihmu, cintamu, suamimu … Suamiku. Iya. Dia sudah bukan lagi sekadar tunanganku.Aku sudah terlalu lama berada di kamar mandi, jadi aku menarik napas panjang sebelum memutar kenop pintu. Aku lupa membawa pakaian ganti, maka aku hanya memakai mantel mandi untuk membungkus tubuhku. Jonah tidak bersikap aneh. Dia hanya menoleh ke arahku saat pintu terbuka, lalu dia berjalan melewatiku untuk menggunakan kamar mandi juga.Aku mendesah lega. Koperku sudah diletakkan di sisi tempat tidur. Aku mengambil celana pendek dan sebuah kaus, lalu cepat-cepat mengenakannya. Pemandangan kota pada malam hari dari jendela kamar sangat indah. Aku hanya bisa menatapnya sebentar karena aku merasa haus.
Rumah kami ramai dengan orang-orang yang membantu kami berdandan dan berpakaian dengan benar. Juga ada fotografer dan kamerawan yang mengabadikan setiap hal yang kami lakukan. Wanita yang diutus oleh event organizerlangganan keluarga kami juga datang untuk memastikan setiap persiapan akhir sudah beres.Aku sudah rapi dengan tuksedo hitamku, lengkap dengan semua asesoris yang harus aku kenakan. Aku pergi diam-diam menuju tempat pemakaman umum. Sampai di tempat peristirahatan terakhir saudaraku, aku duduk di makamnya. Korsase mawar putih yang aku bawa aku letakkan di atas kuburannya, dekat dengan nisannya.“Aku tidak mau orang lain yang menjadi pendampingku, jadi kamu harus melakukan tugas itu. Aku tidak peduli bagaimana caranya kamu bisa hadir nanti, kamu harus memakai korsase itu,” ucapku pelan. Aku menyentuh nisannya. “Bagaimana kabarmu di sana? Apakah kamu masih melakukan kebiasaan burukmu? Jangan tidur dengan sembarang perempuan lagi
“Celeste?” tanya Retno dan Sari yang terkejut dengan kedatanganku pada pagi itu. Aku hanya tertawa kecil melihat wajah mereka.“Kamu akan menikah besok, mengapa kamu masih datang?” tanya Sari bingung.“Aku ingin menyelesaikan beberapa pekerjaan agar saat kembali nanti, Tyas tidak sengaja memberi laporan yang menggunung kepadaku.” Atasan kami itu hanya tertawa geli dari meja kerjanya.“Wah, wajah kamu terlihat lebih ceria. Beberapa hari ini kamu seperti orang yang akan menghadiri pemakaman, bukan pernikahanmu sendiri,” kata Retno menggodaku.“Hei, ini tempat kerja. Kalau mau mengobrol, nanti saat istirahat makan siang.” Tyas berseru dari mejanya. Kami tertawa cekikikan, lalu memasuki bilik kerja kami masing-masing.Pada saat istirahat makan siang, aku dan Jonah menjenguk Yosef dan Vita di kantor polisi. Aku membiarkan tunanganku bicara dengan sepupunya tanpa ikut campur. Pria itu sangat men
“Ada apa denganmu?” Aku menguatkan diriku untuk tetap bertahan menghadapinya. Tubuhku masih bergetar akibat kekuatan amarahnya. “Ini rumahku, jadi tolong jaga sikapmu.” “Kamu tidak bisa menikah dengan pria lain.” Dia berdiri dari tempat duduknya. “Apa?” Aku menatapnya tidak percaya. “Memangnya kamu siapa melarangku untuk menikah? Aku yakin Papa dan Kakak akan setuju dengan pria pilihanku. Dan hanya restu dari mereka yang aku butuhkan. Kamu dan aku bukan siapa-siapa lagi. Kita sudah putus, ingat?” “Dan kamu tidak akan mencium pria lain.” Dia berjalan mendekatiku. “Yang benar saja. Mana ada pasangan suami istri yang tidak pernah berciuman.” Aku mendengus mengejeknya. Dia berhenti di depanku dan menarik lenganku sehingga aku berdiri begitu dekat dengannya nyaris menyentuh dadanya. Aku meletakkan kedua tanganku di dadanya memberi jarak di antara kami. “Kamu juga tidak akan bercinta dengan pria lain.” Tangannya melingkari pinggangku dan bibirnya me
Berani-beraninya dia mengakhiri hubungan begitu saja tanpa memberi penjelasan apa pun kepadaku. Aku bicara, berteriak, memohon, tetapi dia hanya mengabaikan aku. Tanpa perasaan sedikit pun, dia melajukan mobilnya pergi dari hadapanku. Dia boleh saja memasang wajah dingin tanpa ekspresinya itu. Tetapi aku tahu bahwa hatinya masih untukku. Dia bisa membohongi semua orang dengan omongan kasarnya, tidak denganku. Aku hanya perlu berusaha lebih keras untuk meyakinkannya lagi. Kami berdua diciptakan untuk bersama. Telepon dariku tidak diacuhkannya sepanjang malam itu. Aku tidak peduli, aku terus mengganggu dia. Jika aku tidak bisa tidur, maka dia juga tidak. Karena apa yang terjadi kepadaku adalah karena ulahnya. Aku hanya membutuhkan penjelasan. Aku berhak diperlakukan lebih baik dari ini. “Mengapa kalian masih mengikuti aku?” tanyaku kepada kedua pengawal yang langsung berjalan di sisiku saat aku keluar dari mobil Jonah. Dia yang menginginkan hubungan kami berakh
Celeste terlihat sangat bahagia saat aku menjemputnya dari tempat kerjanya. Dia tidak berhenti bicara mengenai pekerjaannya, rekan-rekannya, dan berita viral yang mereka bicarakan. Iya, itu adalah berita yang paling menggegerkan sepanjang hari ini. Penangkapan Om Gunawan, Jovita, dan Yosef. Hukuman Jovita akan sangat berat karena aku memberikan rekaman CCTV restoran di mana dia berusaha untuk menyakiti tunanganku. Yang sebentar lagi sudah bukan milikku lagi. Merencanakannya ternyata tidak semudah melakukan. Aku terdiam cukup lama di dalam mobil saat kami sudah sampai di pekarangan rumahnya. Mungkin dia berpikir aku tidak berniat membukakan pintu untuknya sehingga dia mengucapkan selamat malam dan memegang kenop pintu. Tetapi aku memintanya untuk menunggu. Aku hanya berniat untuk menyentuh wajahnya dan melihatnya untuk terakhir kalinya. Sayangnya, tubuhku mempunyai rencananya sendiri. Aku menciumnya seolah-olah itu adalah ciuman terakhir kami. Selamanya aku tidak akan
Semuanya terasa tidak berarti lagi untukku. Mengetahui sebuah fakta dibandingkan dengan mendengar langsung pengakuan dari orang jahat yang telah melakukannya adalah dua hal yang berbeda. Yang satu terlihat tidak nyata, ketika yang satu lagi menyerangmu pada titik yang paling menyakitkan. Jantungmu. Aku hanya bisa diam mendengar alasan yang Jovita ucapkan dan Yosef utarakan sehingga mereka melakukan semua ketidakadilan itu. Cinta, nafsu, harta, kedudukan, apa artinya semua itu jika nurani mati? Mereka tidak hanya mengorbankan masa depan seseorang, tetapi juga nyawanya. Pada Minggu pagi, aku berlari hingga kepalaku berhenti berpikir. Aku tidak bisa memejamkan mata sekejap pun semalam dan tubuh serta jiwaku sangat letih. Rasa sakit saat pertama kali mengetahui Jason pergi tidak seperih ini. Setelah tahu apa yang dialaminya menjelang hari kematiannya membuat rasa kehilangan itu semakin menyakitkan. Paru-paruku terasa begitu sesak dan aku mulai kesulitan bernapas,
Acara menonton itu jadi terasa aneh karena teman-temanku sesekali menoleh ke arah Kak Nevan dan Naura. Mereka berdua duduk dengan tegak dan menjaga jarak, sangat berbeda dengan posisi duduk mereka sebelumnya yang sangat dekat. Hanya aku yang mengetahui mengenai hubungan mereka, jadi wajar jika teman-temanku percaya tidak percaya melihat mereka bersama. Begitu film berakhir, kami keluar bersama melalui pintu keluar. Kakak dan Naura berjalan dengan kaku saat mendekati kami yang menunggu mereka di depan elevator. Tidak ada seorang pun yang bicara, maka aku juga tidak mencoba untuk mencairkan suasana. “Kalau kalian tertarik, bagaimana jika kita ke restoran dan ikut menghabiskan sisa bahan makanan untuk minggu ini?” tanya Nola yang sedang membaca pesan yang ada di ponselnya. “Ayahku mengirim pesan. Dia koki di sana.” Nola menoleh ke arahku. “Tidak hanya makanan berat yang disajikan, ada juga menu makanan ringan. Ayo, kita ke sana,” ajakku. Retno dan Sari menoleh k