Gadis bernama Nola itu harus diawasi. Jangan sampai dia memberi pengaruh yang buruk kepada tunanganku. Sembarangan saja dia menganjurkan Celeste untuk mencari pria lain yang lebih baik dariku. Aku tidak pernah mengatakan itu.
Aku sadar bahwa Celeste akan bertemu dengan banyak pria di luar sana. Dia akan segera wisuda dan berikutnya adalah mencari pekerjaan. Aku tidak akan menyarankannya untuk melamar pekerjaan di perusahaan kami karena aku tidak mau dia bertemu dengan Jason setiap hari. Aku tidak percaya kepada saudaraku. Aku lebih percaya kepada pria lain.
Rekan-rekan kerjanya tidak mungkin hanya perempuan. Dia akan bekerja sama dengan rekan pria juga. Apabila ada di antara mereka yang disukainya, dan pria itu memang lebih baik dariku, aku rela melepaskannya. Aku ingin gadis itu bahagia. Dia tidak akan bahagia dengan Jason karena itu aku langsung mengambil kesempatan untuk menyelamatkannya.
Namun jika ada pria lain yang bisa membahagiakan dia melebihi aku, maka
Kembali duduk bersama sahabat dan keluargaku, entah mengapa aku merasa ada yang kurang ketika Jonah tidak lagi duduk di sisiku. Padahal dia tidak banyak bicara atau melakukan sesuatu yang bisa membuatku menyadari kehadirannya. Mungkin aku sudah mulai terbiasa dengan kehadirannya walaupun hanya sekadar duduk diam di sisiku.Papa berulang kali mendapat panggilan telepon atau diminta untuk memeriksa sesuatu di ruang kerjanya. Aku akhirnya memintanya untuk kembali ke pekerjaannya mengurus restoran. Aku merasa kasihan melihatnya harus berbagi perhatian antara makan siang bersamaku dengan pekerjaan. Lagi pula kami sudah selesai makan.Kak Nevan membantu membawakan buket bunga dari Papa dan boneka darinya, sedangkan aku membawa buket bunga dari Jonah. Aku duduk di samping pengemudi, sedangkan Nola duduk di jok belakang menjaga buket bunga dan bonekaku. Aku mengelus-elus perutku yang sangat kenyang. Aku mendengar bunyi gerakan Nola yang memajukan tubuhnya. Dia berada di antara
Tidak lama kemudian, Pras keluar dari rumah tersebut. Dia menatap kami satu-persatu. Mulai dari Kak Nevan, aku, lalu terakhir Nola. Wajahnya segera tersenyum bahagia melihat sahabatku ada di antara kami. Dia tidak tahu bahwa ada yang tidak beres.“Nola, kamu akhirnya datang ke sini.” Pras membuka pagar dan sebelum dia berhasil melewati Kak Nevan, rambutnya ditarik begitu keras sehingga dia menjerit kesakitan. “Apa ini?!” Aku bergidik membayangkan rasa sakit yang tergambar jelas di wajahnya.“Bagaimana rasanya? Apakah enak? Kamu suka?” tanya Kak Nevan. Dia adalah seorang dokter, tidak seharusnya dia melakukan itu. Tetapi aku bisa apa? Siapa pun yang menyakitiku pasti akan diberi pelajaran olehnya. Banyak mahasiswa yang sudah mengetahui hal itu. Sayangnya, masih ada saja yang berani menggangguku.“Siapa kamu?! Lepaskan!” Pras menyentuh kedua tangan Kak Nevan agar jambakannya tidak terlalu menyakitkan. Melihat pemuda
Seorang wanita yang aku kenal bernama Liana membukakan pintu depan, tetapi aku tidak masuk sampai Celeste datang menyambutku. Gadis itu melompat-lompat menuruni tangga dan mendesah pelan saat melihat ke arahku. Dia berjalan mendekatiku dengan wajah cemberut.“Kamu bisa masuk dan menunggu di dalam. Ada Papa dan Kak Nevan di ruang keluarga. Mengapa harus aku yang menyambut kedatanganmu?” protesnya.“Karena aku datang untukmu.” Aku memberikan buket bunga yang aku bawa kepadanya. Wajahnya segera berubah cerah dan menerima buket tersebut dengan antusias.“Kamu mau pergi sekarang?” tanyanya sambil memberikan buket tersebut kepada Bu Liana. Aku menganggukkan kepalaku. “Ayo, kamu pasti mau pamit kepada Kakak dan Papa.”Aku meraih tangannya sebelum dia melangkah menjauh dariku. Dia menoleh dan melihat ke arah tangan kami. Aku sudah tahu di mana keluarganya berada, maka aku yang membawanya ke ruangan tersebut. Papa da
Hal yang paling aku sukai saat pergi kencan dengan Jonah adalah dia selalu membiarkan aku yang memilih menu makanan kami. Tentu saja aku sudah siap dengan pertanyaan itu. Aku ingin sekali makan daging yang dipanggang langsung di hadapan kami. Kami tidak perlu mengkhawatirkan menu lainnya karena mereka akan memberikan menu tambahan selain daging apabila kami membeli paket.Hal kedua yang aku sukai adalah Jonah tidak pernah berkata tidak untuk apa pun pilihan menuku. Dia tidak akan keberatan makan di restoran yang menunya tidak murah. Keuntungan mempunyai tunangan yang berdompet tebal. Dia bahkan memilih porsi daging yang paling banyak. Aku tidak sabar menunggu melahap habis semua makanan tersebut.Jason dan Jovita tiba-tiba saja datang ke restoran yang sama. Kehadiran mereka benar-benar tidak aku harapkan. Aku tidak suka berbagi makanan kesukaanku dengan siapa pun. Mereka malah memesan satu porsi daging ukuran medium. Semoga saja mereka tidak terlalu lapar hingga mengam
Sudah jauh berjalan, Jonah mengajakku untuk kembali ke arah dari mana kami datang. Pantai itu sudah tidak seramai sebelumnya. Aku melihat ke arah langit, matahari hampir terbenam. Warna langit yang semula biru perlahan-lahan berubah menjadi jingga.Kami berhenti sesaat untuk menikmati fenomena alam yang indah tersebut. Jonah melepaskan tanganku, kemudian tangannya menyentuh bahuku dan merapatkan tubuh kami. Aku melingkarkan tanganku di punggungnya. Bahkan saat melihat pemandangan indah di hadapannya pun wajah Jonah tetap dingin tanpa ekspresi.Menyadari bahwa aku sedang melihat ke arahnya, Jonah menundukkan kepalanya dan menatapku. Matanya yang semula menatap mataku, turun ke bibirku. Dia menurunkan kepalanya dan bibirnya menyentuh bibirku. Aku memejamkan mata saat merasakan dia sedang menciumku. Aku membalas ciumannya. Tangannya membelai pipiku dan dia menjauhkan wajahnya dariku.Aku memerhatikan wajahnya baik-baik. Sudah tidak banyak cahaya yang bisa membantuk
Aku terpaksa pulang lebih cepat dari tempat kerja karena harus menjemput Celeste dari salon sebelum ke rumah keluarga Jovita. Malam ini kami akan menghadiri acara makan malam seluruh keluarga besar sebelum pernikahan mereka besok.Acara yang dinanti-nantikan itu akhirnya tiba juga. Jason tidak lagi bicara tentang membatalkan pernikahannya dengan Jovita atau meminta kembali dinikahkan dengan Celeste. Bukan karena dia sudah bisa menerima pernikahannya dengan Jovita, melainkan karena dia sudah bisa kembali ke kehidupannya semula dan tunangannya tidak terlihat curiga sama sekali.Semoga saja Ayah dan Bunda tidak mengetahuinya. Aku tidak suka melihat mereka kecewa dan terluka dengan tingkah kami, anak-anak mereka sendiri. Aku memang bukan anak yang sempurna, aku juga sering mengecewakan mereka. Tetapi tidak begini. Tidak dengan merusak nama baikku sendiri. Tidak dengan meniduri wanita lain ketika sudah bertunangan dengan seorang wanita.Celeste sudah selesai dirias d
Aku maupun Kak Nevan belum menikah, jadi kami belum pernah mengalami apa yang sedang aku hadiri. Untuk ukuran acara makan malam dua keluarga besar, jumlah tamu undangannya banyak sekali. Karena aku lapar, aku lebih memilih untuk berdiri di sudut bersama Jonah. Aku tidak mau berpapasan dengan siapa pun lalu harus berkenalan dengan banyak orang pada hari ini.Sudah terbiasa dengan pandangan mata laki-laki yang ditujukan kepadaku, aku tidak merasa risih lagi. Bahkan sekalipun mereka memikirkan hal-hal yang tidak sopan, aku hanya mengabaikannya saja. Berbeda jika mereka sudah berani bicara kasar atau menyentuhku. Aku pasti akan bertindak.Jadi apa yang dilakukan Jonah tidaklah perlu. Tidak ada gunanya dia menciumku di tempat ini agar mereka berhenti menatapku. Karena mereka tidak akan memalingkan wajah hanya karena mereka tahu bahwa aku sudah ada yang memiliki. Dia juga tidak perlu khawatir bahwa aku akan tergoda dengan salah satu dari mereka. Aku kehilangan rasa hormat ke
Terdengar ketukan pada pintu kamar mandi. Aku telah memakai pakaianku, jadi aku mempersilakan pelayan untuk membukanya. Jonah berdiri di ambang pintu. Setelah apa yang terjadi, wajahnya tidak terlihat khawatir sedikit pun. Dia masih saja terlihat datar, tanpa emosi. Dia melihat ke arahku yang sedang berdiri di dekat wastafel.“Apakah kamu baik-baik saja?” tanyanya.“Iya. Aku sudah baik-baik saja,” jawabku pelan. Dia juga sudah berganti pakaian. Dia tidak lagi memakai setelan, hanya kemeja dan celana panjang dengan warna yang berbeda dari yang sebelumnya dia kenakan. “Bagaimana denganmu? Apakah kamu baik-baik saja?”“Aku baik-baik saja.” Dia mendekatiku lalu meraih tanganku. “Aku akan mengantarmu pulang. Tempat ini tidak aman untukmu.”Jonah mengajakku kembali ke lantai satu. Melihat aku dan Jonah, Om Jarvis dan Tante Inggrid berjalan mendekati kami. Aku melihat seluruh tamu masih berada di ruang
Pagi hari adalah waktu yang paling berat bagi kami berdua. Celeste sudah sulit bangun sendiri karena kondisi perutnya yang sangat besar. Aku berusaha untuk menolongnya, tetapi apa pun yang aku lakukan selalu salah di matanya. Dan dia sering sekali menangis. Sebentar lagi dia akan melahirkan, hanya itu yang membuatku bisa bertahan. Keadaan ini tidak permanen dan hanya sementara saja, aku selalu mengingatkan diri sendiri mengenai itu. Aku tidak sabar ingin bisa bertengkar lagi dengan istriku yang suka membantah. Hari ini adalah hari peringatan kematian Jason. Satu tahun sudah dia pergi meninggalkan kami dan hidup di keabadian. Tidak banyak yang berubah dalam kehidupan keluarga kami. Ayah dan Bunda sudah tidak sabar menunggu kelahiran cucu pertama mereka. Papa sibuk dengan dua restorannya. Nevan dan Naura belum juga mengalami perkembangan apa pun dalam hubungan mereka. Sembilan bulan lebih menjadi wakil Ayah, aku sangat menikmati pekerjaanku. Aku bahkan bekerja lebih santai dibandingka
Ya, ampun. Ini lebih mendebarkan dari yang aku duga. Dia sudah pernah melakukan lebih dari sekadar mencium leherku, tetapi aku tidak pernah merasakan segugup ini. Saat dia mencium tengkukku tadi, aku refleks menjauh darinya. Tenang, Este. Tenanglah. Ini hanya Jonah. Kekasihmu, cintamu, suamimu … Suamiku. Iya. Dia sudah bukan lagi sekadar tunanganku.Aku sudah terlalu lama berada di kamar mandi, jadi aku menarik napas panjang sebelum memutar kenop pintu. Aku lupa membawa pakaian ganti, maka aku hanya memakai mantel mandi untuk membungkus tubuhku. Jonah tidak bersikap aneh. Dia hanya menoleh ke arahku saat pintu terbuka, lalu dia berjalan melewatiku untuk menggunakan kamar mandi juga.Aku mendesah lega. Koperku sudah diletakkan di sisi tempat tidur. Aku mengambil celana pendek dan sebuah kaus, lalu cepat-cepat mengenakannya. Pemandangan kota pada malam hari dari jendela kamar sangat indah. Aku hanya bisa menatapnya sebentar karena aku merasa haus.
Rumah kami ramai dengan orang-orang yang membantu kami berdandan dan berpakaian dengan benar. Juga ada fotografer dan kamerawan yang mengabadikan setiap hal yang kami lakukan. Wanita yang diutus oleh event organizerlangganan keluarga kami juga datang untuk memastikan setiap persiapan akhir sudah beres.Aku sudah rapi dengan tuksedo hitamku, lengkap dengan semua asesoris yang harus aku kenakan. Aku pergi diam-diam menuju tempat pemakaman umum. Sampai di tempat peristirahatan terakhir saudaraku, aku duduk di makamnya. Korsase mawar putih yang aku bawa aku letakkan di atas kuburannya, dekat dengan nisannya.“Aku tidak mau orang lain yang menjadi pendampingku, jadi kamu harus melakukan tugas itu. Aku tidak peduli bagaimana caranya kamu bisa hadir nanti, kamu harus memakai korsase itu,” ucapku pelan. Aku menyentuh nisannya. “Bagaimana kabarmu di sana? Apakah kamu masih melakukan kebiasaan burukmu? Jangan tidur dengan sembarang perempuan lagi
“Celeste?” tanya Retno dan Sari yang terkejut dengan kedatanganku pada pagi itu. Aku hanya tertawa kecil melihat wajah mereka.“Kamu akan menikah besok, mengapa kamu masih datang?” tanya Sari bingung.“Aku ingin menyelesaikan beberapa pekerjaan agar saat kembali nanti, Tyas tidak sengaja memberi laporan yang menggunung kepadaku.” Atasan kami itu hanya tertawa geli dari meja kerjanya.“Wah, wajah kamu terlihat lebih ceria. Beberapa hari ini kamu seperti orang yang akan menghadiri pemakaman, bukan pernikahanmu sendiri,” kata Retno menggodaku.“Hei, ini tempat kerja. Kalau mau mengobrol, nanti saat istirahat makan siang.” Tyas berseru dari mejanya. Kami tertawa cekikikan, lalu memasuki bilik kerja kami masing-masing.Pada saat istirahat makan siang, aku dan Jonah menjenguk Yosef dan Vita di kantor polisi. Aku membiarkan tunanganku bicara dengan sepupunya tanpa ikut campur. Pria itu sangat men
“Ada apa denganmu?” Aku menguatkan diriku untuk tetap bertahan menghadapinya. Tubuhku masih bergetar akibat kekuatan amarahnya. “Ini rumahku, jadi tolong jaga sikapmu.” “Kamu tidak bisa menikah dengan pria lain.” Dia berdiri dari tempat duduknya. “Apa?” Aku menatapnya tidak percaya. “Memangnya kamu siapa melarangku untuk menikah? Aku yakin Papa dan Kakak akan setuju dengan pria pilihanku. Dan hanya restu dari mereka yang aku butuhkan. Kamu dan aku bukan siapa-siapa lagi. Kita sudah putus, ingat?” “Dan kamu tidak akan mencium pria lain.” Dia berjalan mendekatiku. “Yang benar saja. Mana ada pasangan suami istri yang tidak pernah berciuman.” Aku mendengus mengejeknya. Dia berhenti di depanku dan menarik lenganku sehingga aku berdiri begitu dekat dengannya nyaris menyentuh dadanya. Aku meletakkan kedua tanganku di dadanya memberi jarak di antara kami. “Kamu juga tidak akan bercinta dengan pria lain.” Tangannya melingkari pinggangku dan bibirnya me
Berani-beraninya dia mengakhiri hubungan begitu saja tanpa memberi penjelasan apa pun kepadaku. Aku bicara, berteriak, memohon, tetapi dia hanya mengabaikan aku. Tanpa perasaan sedikit pun, dia melajukan mobilnya pergi dari hadapanku. Dia boleh saja memasang wajah dingin tanpa ekspresinya itu. Tetapi aku tahu bahwa hatinya masih untukku. Dia bisa membohongi semua orang dengan omongan kasarnya, tidak denganku. Aku hanya perlu berusaha lebih keras untuk meyakinkannya lagi. Kami berdua diciptakan untuk bersama. Telepon dariku tidak diacuhkannya sepanjang malam itu. Aku tidak peduli, aku terus mengganggu dia. Jika aku tidak bisa tidur, maka dia juga tidak. Karena apa yang terjadi kepadaku adalah karena ulahnya. Aku hanya membutuhkan penjelasan. Aku berhak diperlakukan lebih baik dari ini. “Mengapa kalian masih mengikuti aku?” tanyaku kepada kedua pengawal yang langsung berjalan di sisiku saat aku keluar dari mobil Jonah. Dia yang menginginkan hubungan kami berakh
Celeste terlihat sangat bahagia saat aku menjemputnya dari tempat kerjanya. Dia tidak berhenti bicara mengenai pekerjaannya, rekan-rekannya, dan berita viral yang mereka bicarakan. Iya, itu adalah berita yang paling menggegerkan sepanjang hari ini. Penangkapan Om Gunawan, Jovita, dan Yosef. Hukuman Jovita akan sangat berat karena aku memberikan rekaman CCTV restoran di mana dia berusaha untuk menyakiti tunanganku. Yang sebentar lagi sudah bukan milikku lagi. Merencanakannya ternyata tidak semudah melakukan. Aku terdiam cukup lama di dalam mobil saat kami sudah sampai di pekarangan rumahnya. Mungkin dia berpikir aku tidak berniat membukakan pintu untuknya sehingga dia mengucapkan selamat malam dan memegang kenop pintu. Tetapi aku memintanya untuk menunggu. Aku hanya berniat untuk menyentuh wajahnya dan melihatnya untuk terakhir kalinya. Sayangnya, tubuhku mempunyai rencananya sendiri. Aku menciumnya seolah-olah itu adalah ciuman terakhir kami. Selamanya aku tidak akan
Semuanya terasa tidak berarti lagi untukku. Mengetahui sebuah fakta dibandingkan dengan mendengar langsung pengakuan dari orang jahat yang telah melakukannya adalah dua hal yang berbeda. Yang satu terlihat tidak nyata, ketika yang satu lagi menyerangmu pada titik yang paling menyakitkan. Jantungmu. Aku hanya bisa diam mendengar alasan yang Jovita ucapkan dan Yosef utarakan sehingga mereka melakukan semua ketidakadilan itu. Cinta, nafsu, harta, kedudukan, apa artinya semua itu jika nurani mati? Mereka tidak hanya mengorbankan masa depan seseorang, tetapi juga nyawanya. Pada Minggu pagi, aku berlari hingga kepalaku berhenti berpikir. Aku tidak bisa memejamkan mata sekejap pun semalam dan tubuh serta jiwaku sangat letih. Rasa sakit saat pertama kali mengetahui Jason pergi tidak seperih ini. Setelah tahu apa yang dialaminya menjelang hari kematiannya membuat rasa kehilangan itu semakin menyakitkan. Paru-paruku terasa begitu sesak dan aku mulai kesulitan bernapas,
Acara menonton itu jadi terasa aneh karena teman-temanku sesekali menoleh ke arah Kak Nevan dan Naura. Mereka berdua duduk dengan tegak dan menjaga jarak, sangat berbeda dengan posisi duduk mereka sebelumnya yang sangat dekat. Hanya aku yang mengetahui mengenai hubungan mereka, jadi wajar jika teman-temanku percaya tidak percaya melihat mereka bersama. Begitu film berakhir, kami keluar bersama melalui pintu keluar. Kakak dan Naura berjalan dengan kaku saat mendekati kami yang menunggu mereka di depan elevator. Tidak ada seorang pun yang bicara, maka aku juga tidak mencoba untuk mencairkan suasana. “Kalau kalian tertarik, bagaimana jika kita ke restoran dan ikut menghabiskan sisa bahan makanan untuk minggu ini?” tanya Nola yang sedang membaca pesan yang ada di ponselnya. “Ayahku mengirim pesan. Dia koki di sana.” Nola menoleh ke arahku. “Tidak hanya makanan berat yang disajikan, ada juga menu makanan ringan. Ayo, kita ke sana,” ajakku. Retno dan Sari menoleh k