Home / Romansa / Mengukir Impian Baru / Bab 34 - Kecelakaan Kecil

Share

Bab 34 - Kecelakaan Kecil

Author: Meina H.
last update Last Updated: 2021-09-07 12:14:18

Aku maupun Kak Nevan belum menikah, jadi kami belum pernah mengalami apa yang sedang aku hadiri. Untuk ukuran acara makan malam dua keluarga besar, jumlah tamu undangannya banyak sekali. Karena aku lapar, aku lebih memilih untuk berdiri di sudut bersama Jonah. Aku tidak mau berpapasan dengan siapa pun lalu harus berkenalan dengan banyak orang pada hari ini.

Sudah terbiasa dengan pandangan mata laki-laki yang ditujukan kepadaku, aku tidak merasa risih lagi. Bahkan sekalipun mereka memikirkan hal-hal yang tidak sopan, aku hanya mengabaikannya saja. Berbeda jika mereka sudah berani bicara kasar atau menyentuhku. Aku pasti akan bertindak.

Jadi apa yang dilakukan Jonah tidaklah perlu. Tidak ada gunanya dia menciumku di tempat ini agar mereka berhenti menatapku. Karena mereka tidak akan memalingkan wajah hanya karena mereka tahu bahwa aku sudah ada yang memiliki. Dia juga tidak perlu khawatir bahwa aku akan tergoda dengan salah satu dari mereka. Aku kehilangan rasa hormat ke

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Mengukir Impian Baru   Bab 35 - Hanya Memar

    Terdengar ketukan pada pintu kamar mandi. Aku telah memakai pakaianku, jadi aku mempersilakan pelayan untuk membukanya. Jonah berdiri di ambang pintu. Setelah apa yang terjadi, wajahnya tidak terlihat khawatir sedikit pun. Dia masih saja terlihat datar, tanpa emosi. Dia melihat ke arahku yang sedang berdiri di dekat wastafel.“Apakah kamu baik-baik saja?” tanyanya.“Iya. Aku sudah baik-baik saja,” jawabku pelan. Dia juga sudah berganti pakaian. Dia tidak lagi memakai setelan, hanya kemeja dan celana panjang dengan warna yang berbeda dari yang sebelumnya dia kenakan. “Bagaimana denganmu? Apakah kamu baik-baik saja?”“Aku baik-baik saja.” Dia mendekatiku lalu meraih tanganku. “Aku akan mengantarmu pulang. Tempat ini tidak aman untukmu.”Jonah mengajakku kembali ke lantai satu. Melihat aku dan Jonah, Om Jarvis dan Tante Inggrid berjalan mendekati kami. Aku melihat seluruh tamu masih berada di ruang

    Last Updated : 2021-09-07
  • Mengukir Impian Baru   Bab 36 - Delusi

    Jantungku nyaris berhenti berdetak ketika pelayan yang oleng menabrak kursi yang diduduki oleh Celeste. Baki yang di atasnya terdapat beberapa mangkuk es krim jatuh tepat di atas meja di depan tunanganku. Secepat mungkin aku bergerak menjadikan tubuhku sebagai tameng dan melindungi wanitaku dari mangkuk yang meluncur bebas tersebut.Aku melihat satu-satunya orang yang tersenyum puas dari kursinya melihat kejadian di hadapannya saat kerabat kami yang lainnya masih sibuk mengobrol dengan satu sama lain. Perempuan yang tidak pernah mengerti kata tidak. Yang hidup dalam delusi karena jatuh cinta kepada sepupunya sendiri sejak kecil.Rasa sakit yang aku rasakan ketika sebuah benda membentur tulang punggungku tidak seberapa dibandingkan rasa takut yang muncul saat aku melihat ekspresi wajah Celeste. Dia sampai tidak bisa mengatakan apa pun. Pada saat dia melihat apa yang telah terjadi lewat pecahan kaca meja dan mangkuk di hadapannya, dia bahkan tidak bisa menggerakkan kakin

    Last Updated : 2021-09-08
  • Mengukir Impian Baru   Bab 37 - Berdua Saja

    Pemberkatan sekaligus resepsi pernikahan Jason diadakan di taman sebuah hotel mewah. Cuaca pada hari ini sangat cerah sehingga pemandangan taman itu sangat indah. Ada beberapa tanaman bunga yang sedang mekar, rumput hijaunya sangat segar, dan langit biru bersih menjadi hiasan alami yang tidak kalah dengan dekorasi apa pun di dalam sebuah gedung gereja.Kursi-kursi ditutupi kain putih dan dihiasi dengan pita berwarna biru. Sepertinya itu warna kesukaan Jason atau Vita. Bunga yang mendominasi dekorasi adalah mawar putih. Altar hanya terdiri dari sebuah tenda kecil dengan atap berwarna putih serta dua pot tinggi berisi mawar putih berada di kanan dan kirinya.Jonah mengajakku duduk di sisinya pada barisan kursi di belakang Om Jarvis dan Tante Inggrid, sedangkan Papa dan Kak Nevan duduk di barisan kursi di samping Tante Inggrid. Pada barisan di sebelah kiri kami adalah untuk keluarga pengantin wanita. Tidak semua kursi dipenuhi dengan kerabat yang datang.Pendeta la

    Last Updated : 2021-09-08
  • Mengukir Impian Baru   Bab 38 - Dansa

    Percakapan kami terhenti sementara ketika pembawa acara meminta perhatian dari kami semua. Kami mendengarkan satu-persatu nasihat yang disampaikan oleh kedua orang tua mempelai untuk kedua pengantin. Om Gunawan dan Om Jarvis yang menjadi perwakilan orang tua. Kemudian diikuti dengan nasihat dari kerabat terdekat, saudara, juga sahabat.Jonah tidak menyampaikan banyak hal ketika gilirannya tiba. Dia hanya mengucapkan selamat dan mendoakan kedua mempelai berbahagia. Benar-benar pria yang tidak banyak bicara. Kami duduk bersama keluarga kami sedari tadi, dia tidak banyak bicara. Tetapi anehnya, dia bisa bicara panjang lebar denganku.“Kami akan pergi berlibur besok pagi. Kamu sudah selesai dengan urusan kuliahmu, apakah kamu mau ikut jalan-jalan dengan kami?” tanya Tante Inggrid kepadaku. Aku melihat ke arah Jonah.“Kamu lihat, Inggrid? Dia tidak melihat ke arahku untuk meminta izinku, tetapi dia melihat ke arah tunangannya,” goda Papa.

    Last Updated : 2021-09-08
  • Mengukir Impian Baru   Bab 39 - Obsesi

    Hari ini akhirnya tiba juga. Jason akan menikah dengan Vita. Aku memulai hariku seperti biasanya. Aku joging mengelilingi rumah, barulah mandi dan mengenakan pakaian santai. Seorang pelayan mengetuk pintu dan memasuki kamarku sambil membawa setelan yang akan aku kenakan sore nanti.Belum ada siapa pun di ruang makan, aku meminta pelayan untuk menyajikan sarapanku. Aku tidak bisa menunggu sampai keluargaku keluar dari kamar mereka masing-masing. Yang pertama datang adalah Ayah dan Bunda, kemudian Jason.Ponselku bergetar dan aku melihat ada pesan masuk dari Celeste. Dia menanyakan keadaanku. Gadis aneh. Sejak kapan dia peduli dengan keadaanku? Aku hanya membalas bahwa aku sehat. Dia kembali bertanya apakah punggungku terasa sakit. Aku menjawab dengan singkat, tidak.“Aku tidak bisa menikahi Vita, Yah,” ucap Jason saat Ayah dan Bunda sedang asyik berbincang.“Omong kosong apa ini?” kata Ayah sambil meletakkan sendok yang dip

    Last Updated : 2021-09-08
  • Mengukir Impian Baru   Bab 40 - Kencan Ketiga

    Jika pada kencan pertama dan kedua aku mengenakan pakaian semi resmi, maka khusus hari ini, aku mengenakan kaus berlengan pendek dan celana santai sedikit di bawah lutut. Aku mengenakan sandal bertali berhak datar agar nyaman saat berada di rumah Jonah nanti.Ponsel, dompet, dan pengisi daya ponsel sudah berada di dalam tas. Untuk berjaga-jaga, aku juga membawa pembalut. Tanda-tanda menstrual sudah mulai terasa. Punggung dan pinggangku agak nyeri dan aku selalu lapar. Tetapi aku masih bisa beraktivitas dengan normal.Papa dan Kak Nevan menatapku penuh arti saat aku masuk ke ruang keluarga. Aku duduk di salah satu sofa tidak jauh dari mereka. Papa pura-pura menonton siaran berita di televisi dan Kak Nevan entah membaca apa pada tabletnya.“Aku dan Jonah tidak akan melakukan apa yang kalian pikirkan,” kataku dengan kesal.“Kamu akan kencan dengan pria tampan yang sekarang menjadi dambaan di kota ini. Mengapa kamu malah marah-marah begitu?&

    Last Updated : 2021-09-09
  • Mengukir Impian Baru   Bab 41 - Bertengkar Lagi

    Jonah mendekatkan wajahnya kepadaku, aku refleks memejamkan kedua mataku. Benar, ‘kan? Dia selalu menggunakan cara ini untuk menghukumku setiap kali aku mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya aku katakan. Aku menunggu beberapa saat tidak terjadi apa pun. Aku membuka salah satu mataku dan melihat dia hanya beberapa senti saja dari wajahku. Apa yang dia lakukan?“Apa yang sebenarnya kamu inginkan? Kamu tidak ingin aku menciummu tetapi kamu berulang kali sengaja memancingku untuk melakukannya,” katanya yang tidak terlihat risih dengan kedekatan fisik kami. Aku tidak bisa memberi respons karena bergerak sedikit saja, bibirku akan menyentuh bibirnya.“Ada apa? Kamu kehilangan kata-kata sekarang? Kamu tidak punya bantahan apa pun lagi?” katanya sedikit mendesak. Ya, sudahlah. Yang terjadi, terjadi saja.“Kamu berdiri terlalu dekat.” Aku sengaja menekan kepalaku ke badan mobil agar tidak ada bagian wajahku yang menyentuhnya.

    Last Updated : 2021-09-09
  • Mengukir Impian Baru   Bab 42 - Pertanyaan Penting

    Berani-beraninya dia berusaha menyerangku. Aku masih bisa menoleransi kata-kata spontan yang sering diucapkannya untuk menantangku. Tetapi menggunakan kekerasan untuk melawanku sudah melewati batas. Sepanjang hari ini aku akan memberitahunya bagaimana seharusnya dia bersikap kepada tunangannya sendiri.Tidak ada satu kata pun di dunia ini yang bisa membuatnya tunduk. Hanya satu. Menikah. Dia begitu ketakutan dan panik setiap kali aku mengancam akan memajukan tanggal pernikahan kami. Aku tidak akan melakukan itu karena aku masih punya banyak rencana dan tidak ingin ada penghalang yang disebut sebagai seorang istri. Tetapi melihatnya bungkam dan tidak berkutik untuk beberapa saat membuatku harus menggunakan hal itu sebagai ancaman.Dia pasti berpikir bahwa aku sama saja seperti laki-laki di luar sana yang menggunakan kekerasan tanpa tahu bagaimana mengantisipasi perlawanan yang datang tiba-tiba. Aku tidak sama sepertinya yang hanya belajar beberapa trik untuk membebaskan

    Last Updated : 2021-09-09

Latest chapter

  • Mengukir Impian Baru   Bab 114 - Memulai Kisah Baru

    Pagi hari adalah waktu yang paling berat bagi kami berdua. Celeste sudah sulit bangun sendiri karena kondisi perutnya yang sangat besar. Aku berusaha untuk menolongnya, tetapi apa pun yang aku lakukan selalu salah di matanya. Dan dia sering sekali menangis. Sebentar lagi dia akan melahirkan, hanya itu yang membuatku bisa bertahan. Keadaan ini tidak permanen dan hanya sementara saja, aku selalu mengingatkan diri sendiri mengenai itu. Aku tidak sabar ingin bisa bertengkar lagi dengan istriku yang suka membantah. Hari ini adalah hari peringatan kematian Jason. Satu tahun sudah dia pergi meninggalkan kami dan hidup di keabadian. Tidak banyak yang berubah dalam kehidupan keluarga kami. Ayah dan Bunda sudah tidak sabar menunggu kelahiran cucu pertama mereka. Papa sibuk dengan dua restorannya. Nevan dan Naura belum juga mengalami perkembangan apa pun dalam hubungan mereka. Sembilan bulan lebih menjadi wakil Ayah, aku sangat menikmati pekerjaanku. Aku bahkan bekerja lebih santai dibandingka

  • Mengukir Impian Baru   Bab 113 - Pilihan Bunda

    Ya, ampun. Ini lebih mendebarkan dari yang aku duga. Dia sudah pernah melakukan lebih dari sekadar mencium leherku, tetapi aku tidak pernah merasakan segugup ini. Saat dia mencium tengkukku tadi, aku refleks menjauh darinya. Tenang, Este. Tenanglah. Ini hanya Jonah. Kekasihmu, cintamu, suamimu … Suamiku. Iya. Dia sudah bukan lagi sekadar tunanganku.Aku sudah terlalu lama berada di kamar mandi, jadi aku menarik napas panjang sebelum memutar kenop pintu. Aku lupa membawa pakaian ganti, maka aku hanya memakai mantel mandi untuk membungkus tubuhku. Jonah tidak bersikap aneh. Dia hanya menoleh ke arahku saat pintu terbuka, lalu dia berjalan melewatiku untuk menggunakan kamar mandi juga.Aku mendesah lega. Koperku sudah diletakkan di sisi tempat tidur. Aku mengambil celana pendek dan sebuah kaus, lalu cepat-cepat mengenakannya. Pemandangan kota pada malam hari dari jendela kamar sangat indah. Aku hanya bisa menatapnya sebentar karena aku merasa haus.

  • Mengukir Impian Baru   Bab 112 - Tidak Menyesal

    Rumah kami ramai dengan orang-orang yang membantu kami berdandan dan berpakaian dengan benar. Juga ada fotografer dan kamerawan yang mengabadikan setiap hal yang kami lakukan. Wanita yang diutus oleh event organizerlangganan keluarga kami juga datang untuk memastikan setiap persiapan akhir sudah beres.Aku sudah rapi dengan tuksedo hitamku, lengkap dengan semua asesoris yang harus aku kenakan. Aku pergi diam-diam menuju tempat pemakaman umum. Sampai di tempat peristirahatan terakhir saudaraku, aku duduk di makamnya. Korsase mawar putih yang aku bawa aku letakkan di atas kuburannya, dekat dengan nisannya.“Aku tidak mau orang lain yang menjadi pendampingku, jadi kamu harus melakukan tugas itu. Aku tidak peduli bagaimana caranya kamu bisa hadir nanti, kamu harus memakai korsase itu,” ucapku pelan. Aku menyentuh nisannya. “Bagaimana kabarmu di sana? Apakah kamu masih melakukan kebiasaan burukmu? Jangan tidur dengan sembarang perempuan lagi

  • Mengukir Impian Baru   Bab 111 - Hari yang Dinanti

    “Celeste?” tanya Retno dan Sari yang terkejut dengan kedatanganku pada pagi itu. Aku hanya tertawa kecil melihat wajah mereka.“Kamu akan menikah besok, mengapa kamu masih datang?” tanya Sari bingung.“Aku ingin menyelesaikan beberapa pekerjaan agar saat kembali nanti, Tyas tidak sengaja memberi laporan yang menggunung kepadaku.” Atasan kami itu hanya tertawa geli dari meja kerjanya.“Wah, wajah kamu terlihat lebih ceria. Beberapa hari ini kamu seperti orang yang akan menghadiri pemakaman, bukan pernikahanmu sendiri,” kata Retno menggodaku.“Hei, ini tempat kerja. Kalau mau mengobrol, nanti saat istirahat makan siang.” Tyas berseru dari mejanya. Kami tertawa cekikikan, lalu memasuki bilik kerja kami masing-masing.Pada saat istirahat makan siang, aku dan Jonah menjenguk Yosef dan Vita di kantor polisi. Aku membiarkan tunanganku bicara dengan sepupunya tanpa ikut campur. Pria itu sangat men

  • Mengukir Impian Baru   Bab 110 - Diciptakan untuk Bersama

    “Ada apa denganmu?” Aku menguatkan diriku untuk tetap bertahan menghadapinya. Tubuhku masih bergetar akibat kekuatan amarahnya. “Ini rumahku, jadi tolong jaga sikapmu.” “Kamu tidak bisa menikah dengan pria lain.” Dia berdiri dari tempat duduknya. “Apa?” Aku menatapnya tidak percaya. “Memangnya kamu siapa melarangku untuk menikah? Aku yakin Papa dan Kakak akan setuju dengan pria pilihanku. Dan hanya restu dari mereka yang aku butuhkan. Kamu dan aku bukan siapa-siapa lagi. Kita sudah putus, ingat?” “Dan kamu tidak akan mencium pria lain.” Dia berjalan mendekatiku. “Yang benar saja. Mana ada pasangan suami istri yang tidak pernah berciuman.” Aku mendengus mengejeknya. Dia berhenti di depanku dan menarik lenganku sehingga aku berdiri begitu dekat dengannya nyaris menyentuh dadanya. Aku meletakkan kedua tanganku di dadanya memberi jarak di antara kami. “Kamu juga tidak akan bercinta dengan pria lain.” Tangannya melingkari pinggangku dan bibirnya me

  • Mengukir Impian Baru   Bab 109 - Bicarakan dengan Baik

    Berani-beraninya dia mengakhiri hubungan begitu saja tanpa memberi penjelasan apa pun kepadaku. Aku bicara, berteriak, memohon, tetapi dia hanya mengabaikan aku. Tanpa perasaan sedikit pun, dia melajukan mobilnya pergi dari hadapanku. Dia boleh saja memasang wajah dingin tanpa ekspresinya itu. Tetapi aku tahu bahwa hatinya masih untukku. Dia bisa membohongi semua orang dengan omongan kasarnya, tidak denganku. Aku hanya perlu berusaha lebih keras untuk meyakinkannya lagi. Kami berdua diciptakan untuk bersama. Telepon dariku tidak diacuhkannya sepanjang malam itu. Aku tidak peduli, aku terus mengganggu dia. Jika aku tidak bisa tidur, maka dia juga tidak. Karena apa yang terjadi kepadaku adalah karena ulahnya. Aku hanya membutuhkan penjelasan. Aku berhak diperlakukan lebih baik dari ini. “Mengapa kalian masih mengikuti aku?” tanyaku kepada kedua pengawal yang langsung berjalan di sisiku saat aku keluar dari mobil Jonah. Dia yang menginginkan hubungan kami berakh

  • Mengukir Impian Baru   Bab 108 - Perjanjian Pranikah

    Celeste terlihat sangat bahagia saat aku menjemputnya dari tempat kerjanya. Dia tidak berhenti bicara mengenai pekerjaannya, rekan-rekannya, dan berita viral yang mereka bicarakan. Iya, itu adalah berita yang paling menggegerkan sepanjang hari ini. Penangkapan Om Gunawan, Jovita, dan Yosef. Hukuman Jovita akan sangat berat karena aku memberikan rekaman CCTV restoran di mana dia berusaha untuk menyakiti tunanganku. Yang sebentar lagi sudah bukan milikku lagi. Merencanakannya ternyata tidak semudah melakukan. Aku terdiam cukup lama di dalam mobil saat kami sudah sampai di pekarangan rumahnya. Mungkin dia berpikir aku tidak berniat membukakan pintu untuknya sehingga dia mengucapkan selamat malam dan memegang kenop pintu. Tetapi aku memintanya untuk menunggu. Aku hanya berniat untuk menyentuh wajahnya dan melihatnya untuk terakhir kalinya. Sayangnya, tubuhku mempunyai rencananya sendiri. Aku menciumnya seolah-olah itu adalah ciuman terakhir kami. Selamanya aku tidak akan

  • Mengukir Impian Baru   Bab 107 - Kenanganmu

    Semuanya terasa tidak berarti lagi untukku. Mengetahui sebuah fakta dibandingkan dengan mendengar langsung pengakuan dari orang jahat yang telah melakukannya adalah dua hal yang berbeda. Yang satu terlihat tidak nyata, ketika yang satu lagi menyerangmu pada titik yang paling menyakitkan. Jantungmu. Aku hanya bisa diam mendengar alasan yang Jovita ucapkan dan Yosef utarakan sehingga mereka melakukan semua ketidakadilan itu. Cinta, nafsu, harta, kedudukan, apa artinya semua itu jika nurani mati? Mereka tidak hanya mengorbankan masa depan seseorang, tetapi juga nyawanya. Pada Minggu pagi, aku berlari hingga kepalaku berhenti berpikir. Aku tidak bisa memejamkan mata sekejap pun semalam dan tubuh serta jiwaku sangat letih. Rasa sakit saat pertama kali mengetahui Jason pergi tidak seperih ini. Setelah tahu apa yang dialaminya menjelang hari kematiannya membuat rasa kehilangan itu semakin menyakitkan. Paru-paruku terasa begitu sesak dan aku mulai kesulitan bernapas,

  • Mengukir Impian Baru   Bab 106 - Sehari Tanpamu

    Acara menonton itu jadi terasa aneh karena teman-temanku sesekali menoleh ke arah Kak Nevan dan Naura. Mereka berdua duduk dengan tegak dan menjaga jarak, sangat berbeda dengan posisi duduk mereka sebelumnya yang sangat dekat. Hanya aku yang mengetahui mengenai hubungan mereka, jadi wajar jika teman-temanku percaya tidak percaya melihat mereka bersama. Begitu film berakhir, kami keluar bersama melalui pintu keluar. Kakak dan Naura berjalan dengan kaku saat mendekati kami yang menunggu mereka di depan elevator. Tidak ada seorang pun yang bicara, maka aku juga tidak mencoba untuk mencairkan suasana. “Kalau kalian tertarik, bagaimana jika kita ke restoran dan ikut menghabiskan sisa bahan makanan untuk minggu ini?” tanya Nola yang sedang membaca pesan yang ada di ponselnya. “Ayahku mengirim pesan. Dia koki di sana.” Nola menoleh ke arahku. “Tidak hanya makanan berat yang disajikan, ada juga menu makanan ringan. Ayo, kita ke sana,” ajakku. Retno dan Sari menoleh k

DMCA.com Protection Status