Share

Bab 8

Penulis: Bintu Hasan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-30 03:13:51

Lepas salat isya Mas Agung baru pulang karena memang ada pengajian rutin sehabis magrib di Masjid Al-Hadid. Akan tetapi, yang membuat penasaran adalah kenapa mereka berdua pulang bersamaan bahkan jam sudah menunjuk angka sembilan malam?

Mas Agung memasang raut terkejut ketika aku panggil sementara Ainun menyapa dengan senyuman sambil berlalu seperti tidak ada yang perlu dia jelaskan juga.

"Kok menunggu di luar?" tanyanya begitu sampai di depanku.

Segera kuhidupkan kembali layar ponsel dan mengarahkan ke wajah Mas Agung. "Lihat, Mas. Kamu salat di mana sebenarnya, masa jam sembilan malam baru tiba di rumah padahal jarak ke masjid cuman seratus meteran?"

Mas Agung menggaruk tengkuknya. "Itu tadi ... Pak Imam musyawarah, Dek. Jadi, gak enak kalau langsung pulang."

"Kok Ainun ikut?"

"Aku nggak tahu, di saja juga ada beberapa ibu-ibu."

"Musyawarah apa, Mas?" telisikku seraya mengekorinya dari belakang.

Nampak sekali kalau Mas Agung tengah berpikir. Dia pasti kesulitan mencari alasan karena kalau masalah biasa tidak mungkin Pak Imam yang membahasnya. Lagipula Mas Agung kan bukan aparat masjid, kenapa harus ikut?

Kebohongan semakin besar, aku meneriakkan luka dalam hati. Kalau saja dulu percaya pada Melinda kalau Mas Agung ini bukan orang benar, pasti tidak akan merasakan sakitnya dikhianati.

Namun, nasi telah menjadi bubur. Aku tidak bisa kembali ke masa lalu untuk memperbaiki semuanya. Ah, ya bahkan walau satu detik pun.

"Musyawarah pergantian bendara masjid, soalnya Pak Erwin mengundurkan diri jadi perlu menunjuk orang baru," jawab Mas Agung dengan terbata.

"Tapi kok perempuan diikutkan rapat juga, Mas?"

"Sudahlah, aku tidak tahu masalah itu. Sekarang mau tidur saja, besok banyak urusan di kantor!" ketus Mas Agung.

Baru terlihat semua sifat aslinya setelah menikah padahal dulu manis bak gulali sekarang pedas melebihi bon cabe. Ada rasa ingin mengulek bibir pembohong itu, tetapi harus sabar sedikit lagi.

"Mas mau tidur dalam keadaan perut kosong? Gak baik loh, Mas. Sejak pulang kantor tadi kamu belum makan apa-apa. Yuk, kita makan sama-sama. Aku sudah masak rendang favoritemu."

"Tadi aku sudah maka ...." Mas Agung meralat ucapannya. "Makan di masjid sehabis pengajian, Dek."

"Lah kan cuman roti, Mas. Ayo kita makan nasi, nanti kamu kena penyakit maag loh. Siapa yang repot, aku juga kan bukan tetangga sebelah rumah?"

"Maksud kamu apa?"

"Gak apa, bercanda doang, Mas. Yuk ah kelamaan!"

Mas Agung melepas peci, lalu mengacak rambutnya. Aku tahu dia pasti ke warung makan tadi bersama Ainun makanya lama dan pulang-pulang sudah langsung mau tidur karena kekenyangan.

Entah alasan apa pula yang disampaikan Ainun pada Mas Haiqal karena telat pulang dari masjid. Huh, mereka berdua memang pandai bersilat lidah.

Nasi yang masih mengepul karena aku panaskan di magic com kini sudah ada di depan Mas Agung. Malam ini dia harus mendapat hukuman karena sudah menipu istri sendiri.

Rendang aku tuang ke piringnya, lalu menambahkan beberapa potong ayam. Tidak lupa kuambilkan sepiring ikan goreng tumis dan meletakkannya di dekat gelas tinggi.

"Makan, Mas. Biasanya kamu doyan makan seperti ini!"

"Mas kayaknya sakit, Dek. Nafsu makan berkurang. Kamu makan sebagian ya?"

Segera aku menempelkan punggung tangan di dahi Mas Agung. "Biasa aja, Mas. Gak panas kok. Udah deh gak usah malu-malu, buruan di makan sebelum dingin. Biasanya juga kamu nambah dua porsi, Mas."

Aku tersenyum melihat Mas Agung meraih sendok dan melahap nasi tersebut. Tepatnya senyum penuh ejekan dan kemenangan. Malam ini pasti perutnya semakin kembung karena kekenyangan.

Begitu nasi Mas Agung hampir habis, aku kembali menambah satu centong. Matanya membulat sempurna, tetapi aku tidak peduli hal itu. Sekarang ikan seekor sudah menghias piringnya.

"Makan, Mas. Biasanya abis makan nasi dengan rendang, kamu suka nambah pakai ikan ini kan?" Aku tersenyum sangat manis.

"Mas kenyang, Dek."

"Kenyang gimana maksudnya, Mas? Sebelum berangkat ke masjid aja aku sempat dengar perut kamu keroncongan. Udah makan, jangan ngandelin roti di masjid aja tadi nanti kurus disangka tetangga sebelah rumah aku gak pandai ngurus suami!" Sengaja aku memanyunkan bibir.

"Kenapa selalu bahas tetangga, Dek? Ainun gak pernah menjelek-jelekkan kamu, loh!" sewot Mas Agung.

"Loh, Mas. Aku kan gak nyebut nama Ainun kenapa kamu bawa-bawa nama dia. Lagian tetangga kita kan bukan cuma Dia. Ada bu Retno juga di samping kiri rumah."

Mas Agung diam, dia mengatup rapat bibir sekilas, kemudian kembali menikmati makanannya. Pasti dia menyesal karena sudah membawa nama Ainun padalah aku memang niat memancing.

"Mas pikir kamu cemburu sama Ainun, Dek. Maaf," lirihnya kemudian.

"Masa aku cemburu jelas aku lebih cantik. Dia juga udah punya suami, gak mungkin suka sama suami orang!"

Ucapanku berhasil membuat Mas Agung tersedak. Segera kusuguhkan segelas air, dia pun meminum hingga tandas. Tidak lama kemudian dia kembali menyantap makanan sampai habis.

Dalam kamar dia bersandar di kepala ranjang sambil terus mengelus perut buncitnya. Baju kaos yang dikenakan pun terlihat ketat sekali.

"Kenyang amat ya, Mas?"

"Iya, abis makan tiga piring!"

"Loh, bukannya dua?"

Mas Agung tertawa kecil. "Iya, dua."

Aku ikut tertawa menyaksikan kebohongannya. Mengingat sebentar mereka akan video call, aku langsung pura-pura menguap. Lampu utama padam menyisakan cahaya remang.

"Mas, aku tidur duluan ya! Ngantuk banget, kayaknya besok subuh telat bangun ini!"

"Iya, tidur yang nyenyak, Istriku!" balasnya.

Aku hanya mengangguk, kemudian memejamkan mata. Mendengar kata 'istriku' di ujung kalimat membuat perut ingin memuntahkan semua isinya.

Waktu terus berputar, sekitar pukul sepuluh malam Mas Agung melakukan panggilan. Lampu kamar dinyalakan, untung saja aku menutup seluruh tubuh dengan selimut.

"Kamu cantik banget, mas jadi kangen sama kamu, Ainun." Rupanya mereka benar-benar melakukan video call.

"Memangnya selama ini mas gak pernah kangen apa?" Suara berujung desahan itu membuatku muak.

"Selalu kangen."

"Kok, kamu telat teleponnya, Mas?"

Mas Agung pun menceritakan perkara tadi ketika aku memaksanya untuk makan dua piring. Ainun tertawa pelan, dia juga bilang bahwa di warung tadi juga makan dua porsi nasi.

Udah b r e n g s e k, rakus pula.

Mereka terus mengobrol dengan suara penuh nafsu. Desahan mereka terdengar sangat menjijikkan. Aku tahu Ainun kini sedang memakai pakaian seksi karena Mas Agung terus memuji dua bukit kembar yang katanya terlihat sangat menantang.

"Gitu ya, Mas?" Aku sengaja bersuara, tetapi dengan mata terpejam.

Selimut ini tersingkap, Mas Agung mencubit pelan pipiku. Setelah itu dia berkata, "Ningsih cuma lagi ngigau, Ai!"

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
istri tolol kebanyakan drama
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
bodoh qm agung bntr lagi kebohongn mu akan terbongkar
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 9

    Mereka kembali melanjutkan perbuatan haram itu. Aku merasa aneh dengan Mas Agung padahal jelas-jelas istri ada di samping malah sibuk video call-an lagian Ainun juga kelewat gatal.Kalau saja boleh, aku lebih memilih hidup dengan Mas Haiqal. Dia itu terkenal sabar dan bertanggung jawab, tetapi Ainun yang bodoh malah membuang suami seperti dia dan memungut sampah di sampingku.Dosa sekarang dianggap manisan yang bisa dinikmati kapan saja. Mas Agung juga bodohnya gak ketulungan, masa iya berani menelepon selingkuhan ketika istrinya juga ada dalam kamar. Apa karena aku memejamkan mata?Kalau mau selingkuh yang pintar dikit, Mas! umpatku dalam hati."Mas, kamu kok sekamar sama Ningsih, sih? Harusnya pisah, cari alasan gitu biar aku gak cemburu!" gerutu Ainun di seberang sana.Tangan terkepal kuat. Dasar wanita penggoda!"Gak apa-apa, Sayang. Toh, mas juga gak ngasih nafkah batin ke Ningsih walau dia selalu merengek minta itu kayak tadi. Cuman mas kepikiran kamu, orang setia!" ucap Mas Agu

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-30
  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 10

    "Kamu ini kenapa sih sama tetangga sendiri judes amat!" tegur Mas Agung.Kelihatan sekali dia tidak suka aku memperlakukan Ainun seperti itu. Perselingkuhan mereka semakin jelas, tetapi aku butuh bukti yang cukup kuat.Tidak perlu menuntut harta gono-gini asalkan bisa lepas dari lelaki mata keranjang seperti Mas Agung. Entah bagaimana awal mula kedekatan mereka hingga berani pergi bersama di hadapanku."Emang Mbak Ainun panas kok, Mas!" protesku."Sorry, ya. Sebenarnya yang panas itu kamu karena Mas Agung mau nganterin aku sekalian. Pergi bersama pulang apalagi!" Ainun tersenyum manis."Tetanggaan juga bangga banget!"Ainun langsung meledakkan tawa mendengar ucapanku. Dia pasti mengira aku tidak tahu kedok mereka yang sebenarnya.Tiba-tiba Mbok Inah dan tiga ibu-ibu lainnya lewat, sepertinya mau ke pasar. Ada ide baru nih kebetulan sekali Mas Agung kalau ke kantor pasti melewati pasar."Sebentar, Mas!" Aku mencekal lengan Mas Agung, lalu memanggil Mbok Inah."Ada apa, Neng?" tanyanya.

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-30
  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 11

    "Dari mana kamu?!" tanya Mas Agung begitu aku tiba di rumah.Memang jam sudah menunjuk angka delapan malam, tetapi di klinik tadi sangat antri. Melinda juga lapar, jadi kami singgah makan tadi khawatir penyakitnya kumat.Namun, aku tidak menyangka kalau Mas Agung akan pulang cepat dariku hari ini. Matanya menampilkan semburat merah tanda marah. Aku bahkan muak melihatnya."Dari klinik, Mas. Kenapa semarah itu? Aku kan sudah minta kamu nganterin, tapi gak bisa karena harus pergi sama teman-teman. Untung ada–""Haiqal?" potong Mas Agung.Seandainya Mas Haiqal tidak akan kena sembur jika aku mengangguk, sudah pasti kulakukan untuk memanas-manasi Mas Agung. Dengan terpaksa aku menggeleng. "Melinda!""Benar?"Aku memutar bola mata malas, melangkah kaki masuk kamar seraya menyindir pedas, "ya iyalah, Mas, sama Melinda masa sama Mas Haiqal. Aku kan gak berani selingkuh sama tetangga sebelah, lagi pula dosa kalau selalu berduaan dengan yang bukan mahram!""Video call aja kami gak pernah loh,

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-01
  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 12

    Sabtu tepat pukul sepuluh pagi, Melinda sudah ada di rumah. Aku sengaja memintanya membawa beberapa buah jambu ke sini sebagai alasan ngidam biar Mas Agung tidak curiga.Kami mengobrol masalah perselingkuhan karena kebetulan Mas Agung sedang berbaring santai di sofa dekat kami duduk. Senyumnya tidak pernah sirna."Serius, Lin? Kok tega ya si Agung selingkuh padahal istrinya itu cantik loh, lagi hamil pula.""Iya, Ning. Aku tuh ya kalau lihat si Agung, pengen kujambak rambutnya," balas Melinda.Kami memang punya teman sekolah dulu, namanya Agung Rifaldi. Cerita sebenarnya adalah teman kami itu menghamili pacarnya kemudian menghilang tanpa jejak.Jadi kalau misal si Buaya yang sedang main hp itu protes, kita bisa menyangkal sambil nunjukin gosip terbaru di grup alumni."Memangnya Agung sekarang secakep apa sih, Lin sampai selingkuh gitu?" Ketika aku melirik sedikit Mas Agung sudah berhenti memainkan benda pipih itu."Ya masih sama kayak dulu. Perutnya buncit, kulit kecokelatan, mukanya

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-01
  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 13

    "Apa kamu sudah memikirkan rencana dengan matang, Lin sampai nekat berbuat seperti tadi?"Melinda mengangguk. Akan tetapi, katanya rencana itu masih rahasia jangan sampai aku mengambil tindakan sendiri berujung gagal.Benar juga, dalam keadaan hati yang patah tentu bisa membuatku salah dalam melangkah apalagi jika sudah tersulut emosi. Tindakan Mas Agung memang sudah melebihi batas."Ingat lagi satu hal, kamu gak boleh lemah. Apa pun yang terjadi nanti, jangan pernah menangis! Biar saja bahkan sangat bagus kalau Mas Agung menceraikan kamu. Lelaki pecundang sepertinya tidak pantas mendapat kesempatan kedua.""Lalu, kapan kuberitahu mertua tentang perselingkuhan Mas Agung?""Di waktu yang tepat.""Jangan sampai Mas Agung malah memfitnahku lebih dulu.""Kan gak ada bukti, Ning. Lagian kamu juga gak selingkuh, kenapa harus takut? Lagian ya jangan sampai kita ngadu ke mertuamu tanpa bukti yang kuat, padahal mereka malah mendukung kedekatan Ainun sama anaknya."Aku mengangguk paham dengan p

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-01
  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 14

    Tepat pukul tiga sore, Mas Agung sudah rapi dengan kemeja kotak dan celana bahannya. Dia beberapa kali menyemprot parfum dan mengubah model rambut. "Mau ke mana sih, sebenarnya?" "Urusan mendadak, pekerjaan kantor. Kamu gak usah nanya, nanti mas pulang agak malem kayaknya, jadi tidur saja!" "Baiklah!" Aku mendesah pelan. Ya mau bagaimana lagi, pasti Mas Agung tetap nekat pergi walau aku berontak sekali pun. Tidak ada niat untuk mengintip lagi karena sudah tahu akan pergi dengan siapa. Sepuluh menit kemudian, deru mobil kembali terdengar memasuki halaman rumah. Anehnya Mas Agung tidak langsung masuk melainkan mengetuk pintu beberapa kali. Dengan penuh rasa malas kulangkahkan kaki ke depan. Begitu daun pintu terbuka lebar, aku memekik dengan suara tertahan. "Mama? Papa?!" "Maaf karena tidak mengabari lebih dulu," kata mama dengan senyum khasnya. Punggung tangan mereka aku cium penuh takzim, kemudian menyilakan masuk rumah dan membawa tas ukuran sedang itu ke kamar kosong depan k

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-01
  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 15

    "Hati-hati, Mas. Mending nikahnya sama yang Mas Darwis kenal lebih dulu. Sekarang perjodohan singkat begitu miris, tidak sedikit dari mereka yang merana karena kurang bahagia!" saranku. "Bagaimana dengan pernikahanmu? Kalian kan kenal cuma sebentar abis itu langsung nikah setahun lalu." Pertanyaan yang bagus, tetapi aku harus tetap berbohong untuk menjatuhkan Mas Agung nanti. Biar saja sekarang terkesan mengalah, aku bahkan tidak peduli kalau dia mengejek dalam hati. "Bahagia, dong, Mas. Apalagi Mas Agung akrab sama tetangga sebelah," sindirku langsung. "Maksudnya?" tanya mama. Sebagai sesama perempuan, dia pasti langsung menaruh curiga. "Mas Haiqal, Ma. Dia akrab banget sama Mas Agung. Mereka sering berbagi cerita dan pengalaman agar rumah tangga bahagia tanpa pelakor!" "Bener, Ma." Mas Agung menambahkan. Aku menoleh menatap wajah yang suka berbohong itu. Huh, apanya yang benar? Nyatanya adalah sering jalan berdua sama Ainun padahal masing-masing sudah punya pasangan. Mereka ti

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-01
  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 16

    "Mas gak berangkat kerja? Kok keasyikan bobo?"Mas Agung menggeliat. Sekarang hari senin dan jam sudah menunjuk pukul tujuh pagi, akan sangat telat kalau baru mau mandi dan bersiap ke kantor apalagi jalanan relatif macet.Berulang kali kupul pelan betisnya supaya mau menjawab. Nihil, dia malah menutupi seluruh tubuh dengan selimut. Sekarang bukan hari libur nasional ketika aku cek kalender tadi."Mas, apa jangan-jangan kamu sengaja mau jadi pengangguran?!" tanyaku sedikit berteriak.Mas Agung membuka mata yang masih lengket itu. "Hari ini libur dulu, aku mengambil cuti karena tidak enak badan."Baru saja aku ingin menempelkan punggung tangan di dahinya, tangan ditepis kasar. Lelaki penipu itu gegas melangkah masuk kamar mandi. Tiba-tiba suara percikan air terdengar mengusik pendengaran.Ponsel yang sedang di-charger aku sambar apalagi sudah penuh sejak tadi malam. Ada beberapa pesan W h a t s A p p. Merasa yakin Mas Agung lagi mandi, aku melakukan cara-cara itu lagi agar bisa membuka

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-01

Bab terbaru

  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 30

    Itu suara ayah mertua. Untung saja Mas Darwis sudah duduk di sisiku. Mereka serentak menjawab salam bersamaan dengan ibu mertua yang keluar membawa Fatir. "Anak siapa itu, mirip sekali sama Agung?" Pertanyaan ayah meyakinkan diri ini kalau dia belum pernah bertemu Fatir atau sekadar mengetahui perselingkuhan anaknya. Memang sejak awal menjadi menantu di rumah ini, ayah bilang sudah menganggap aku sebagai putri sendiri. Terbukti, dia selalu melarangku melakukan pekerjaan rumah dengan dalih seorang putri terkadang harus dimanjakan. Namun, aku hanya menanggapi dengan senyum, lalu membantu ibu di dapur. "Ningsih, datang kenapa gak bilang-bilang? Agung bilang kamu ngidamnya itu tidak mau melihat muka suami, makanya mama sama mas kamu datang. Sekarang sudah rindu?" Ayah mertua bertanya dengan nada menggoda. Sepertinya memang belum tahu keadaan yang sebenarnya. Senyum lelaki berperut besar itu merekah sempurna apalagi setelah melihat perutku. Dia berdoa agar anak ini sehat wal afiat. "M

  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 29

    "Bukan urusan aku?!" Melinda tersenyum sinis. "Sejak sebelum kamu menikahi Ningsih, dia memang sahabat aku. Jadi, urusan dia, urusan aku juga!""Mema–""Bayar duit aku kalau kamu masih punya muka!" kataku ketus.Sekarang bukan masanya menghargai suami yang telah menipu dan menghancurkan masa depan kita. Persetan pula dengan rasa cinta, semuanya sudah lenyap.Aku berusaha kuat bukan karena tidak ingin dikata perempuan lemah dan bodoh, tetapi memang ingin menguak kebenaran. Tidak mungkin kita terus mengagungkan cinta pada lelaki penipu."Beri aku waktu, Ning. Selama ini kan kamu juga menikmati gaji aku," lirih Mas Agung.Aku heran kenapa dia bisa memelankan suara sekaligus merubah ekspresi padahal tadi angkuh sekali. Suara hati menolak tegas untuk mengasihaninya."Aku menikmati uangmu, kamu menikmati tubuhku. Ini bukan tentang pelacuran, tetapi nafkah! Kamu pikir nafkah batin cuma perkara hubungan badan? Hati istri juga harus dipikirin, Mas. Lah gimana kamu mau mikirin istri kalau terny

  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 28

    Ditemani Mas Darwis dan Melinda, aku benar-benar meluncur ke rumah ibu mertua sementara mama menjaga rumah sekaligus mencari tahu info tentang Ainun.Aku sengaja duduk di belakang bersama Melinda agar dia tidak canggung-canggung amat. Dalam perjalanan, kami menonton video di beberapa aplikasi."Viral!" pekik Melinda ketika aku baru saja menoleh ke jendela samping kiri."Apa yang viral?"Melinda tidak menjawab karena bibirnya melengkungkan senyum yang merekah indah. Aku lihat itu postingan Bu Yuyun di Facebo0k waktu di rumah Pak RT tadi.Ada ribuan komentar, ribuan laik bahkan ratusan orang yang share tanpa izin. Beragam kalimat umpatan dan sumpah serapah tertuju pada Ainun dan Mas Agung."Mereka memang pantas mendapatkan itu, Lin," kataku kemudian.Bahkan kalau bisa lebih dari itu. Mas Agung telah berani menghancurkan masa depanku. Sekolah yang aku perjuangkan selama bertahun-tahun terasa sia-sia. Namun, tidak mengapa karena pasti ada hikmah di balik semua ini.Aku harus kuat demi ana

  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 27

    "Kamu menikahi aku dengan pura-pura menjadi laki-laki baik padahal itu semua untuk menutupi aib kamu. Berulang kali aku memergokimu teleponan sama Ainun dan kamu pikir aku gak merekam dan mengambil fotomu, Mas?!" Aku membuang napas perlahan. "Semua bukti ada di ponselku!""Tenang, Bu," kata Pak RT. Kali ini sepertinya dia lebih simpatik sama aku."Berhari-hari aku menyimpan sesak sendirian, Mas. Aku terluka, batinku tersiksa dalam keadaan hamil begini. Kamu itu suami pezina dan tidak pantas punya muka!" teriakku lagi sambil memukul kepalanya."Astagfirullah, ternyata Fatir itu bukan anaknya Haiqal!" tukas Bu Ana.Aku berdiri dari kursi, lalu menunjuk wajah Ainun dan Mas Agung bergantian. "Kalian pikir aku ini bodoh apa?! Setiap Ainun datang ke rumah minta nebeng, aku tahu kalau itu cuma modus. Makanya aku berusaha bersabar. Kalian brengsek!" pekikku.Bu RT langsung membawaku dalam pelukannya meminta agar bisa sedikit tenang apalagi sedang mengandung. Kalau saja tidak berdosa, sudah la

  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 26

    Di rumah Pak RT tidak begitu ramai, hanya ada istrinya juga semua orang yang ada di rumah. Jantung sedikit berdegup lebih cepat ketika melirik pada Ainun yang menajamkan pandangan serupa elang yang mencari mangsa.Aku tidak takut padanya, hanya enggan mencari ribut. Sejak dulu aku benci perdebatan dan juga masalah, tetapi sekarang masalah datang dengan kapasitas yang sangat besar.Sampai aku tidak bisa lari. Sampai aku tidak bisa mengelak. Sampai aku sering merasa kalah."Jadi benar kalau Ningsih selingkuh dengan Haiqal, sementara Agung dengan Ainun?" tanya Pak RT. Dia menatap penuh intimidasi."Ya enggaklah, Pak. Yang bener itu Ningsih berusaha ngerebut suami aku," jawab Ainun dengan tawa meremehkan.Tatapannya yang seperti sedang mengejek semakin membangkitkan rasa semangat dan keberanianku untuk mempermalukan mereka di sini. Biar saja viral karena aku tahu, Bu Yuyun sedang menyalakan kamera."Bohong!" elakku tegas."Tunjukkan bukti-bukti. Kalian tidak bisa menuduh atau mengelak tan

  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 25

    "Menduakan apa? Aku gak ngerti, Gung, kenapa kamu datang dengan muka sepucat itu seperti habis dikejar setan aja!" cebik Mas Darwis. "Eh?" Mas Agung tersentak. Keringat di pelipisnya semakin banyak. Bibir itu gemetar, tetapi berusaha dia tutupi dengan melipatnya kuat-kuat. Aku tertawa pelan melihat reaksi Mas Agung. Dia pasti mengira aku sudah cerita semuanya pada masku. Ya memang belum sih, tetapi tetap saja dia sudah tahu karena mendapat inbox itu. Namun, melihat adegan ini membuatku ragu kalau pemilik akun itu adalah Mas Agung. Tidak mungkin dia sebodoh itu sampai ketar-ketir padahal sudah memberi tahu Mas Darwis. Tersangka selanjutnya adalah Ainun. Ah, entahlah. Bisa jadi perempuan itu sengaja menyewa seseorang untuk memata-matai kami sampai akhirnya bercerai karena diadu domba. "Tadi kamu bilang apa, Mas? Berpaling pada Mas Haiqal?" Aku tersenyum miring. "Sejak kapan aku suka sama suami orang? Aku juga masih punya harga diri." "Memang kamu suka sama Haiqal, kan?" Mas Agung m

  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 24

    "Gak ada bukti?" tanya Melinda dengan tatapan mengejek. "Kalau aku tunjukkan bukti, kamu bakal percaya gak?""Sudah, sudah. Tante percaya sama kamu, Melinda. Bagaimana pun selama ini kamu lah yang menjadi tempat Ningsih berkeluh kesah," sela mama.Mas Darwis yang hendak bicara lagi mendapat cubitan kecil. Aku ingin terbahak, tetapi sungkan juga. Sekalipun kami adalah saudara kandung, entah kenapa aku merasa segan padanya.Ponsel Mas Agung berdering, dia langsung menjauh ketika panggilan itu terhubung. Sementara kami hanya bisa saling diam tanpa kata, mama mengimbangi dengan menyuguhkan roti yang dibeli di perjalanan tadi."Ma, aku pergi sebentar ada urusan mendadak!" pamit Mas Agung tanpa sopan santun.Dia bahkan menghilang sebelum mendapat anggukan dari mertuanya. Aku tersenyum miring mendapati hinaan seperti ini. Siapa lagi yang bisa membuatnya buru-buru seperti itu kalau bukan Ainun.Mas Darwis langsung menghujaniku dengan banyak pertanyaan. Tentang bagaimana bisa aku selingkuh dal

  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 23

    Sesampainya di rumah diantar Melinda, aku terkejut dengan keberadaan Mas Agung di ambang pintu. Dia terlihat marah sekali.Melinda pun tidak jadi pamit dan ingin mampir sebentar, dia khawatir aku disakiti suami seperti kemarin-kemarin apalagi sedang fisik lemah karena mengandung."Ada apa, Mas?""Kenapa Melinda pamit?!" ketusnya."Mas, kita masuk dulu. Gak enak didengar tetangga!" perintahku sambil mendorong tubuhnya ke belakang.Untung saja saat ini dia menurut atau aku akan kecoplosan duluan jika dipermalukan di depan rumah sementara ada tetangga yang suka menguping pembicaraan orang lain until dijadikan bahan gosip."Mas, biar aku yang jelaskan. Aku singgah ke sini jujur karena khawatir kamu memukul Ningsih lagi. Apa kamu lupa kalau kekerasan dalam rumah tangga itu ada jerat hukum sendiri?""Heh, Lin! Mau aku pukul si Ningsih ini, mau aku tendang dia atau habisi nyawanya, itu bukan urusan kamu! Dia istriku dan aku pantas mendidiknya!"Melinda geram mendapat respon demikian. "Jelas

  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 22

    Setelah menunggu selama tiga minggu beriring deraian air mata karana terus menerus dimarahi Mas Agung, akhirnya hasil tes DNA sudah ada di tangan Mas Haiqal. Selama ini aku pura-pura mengalah dan lugu sesuai perintah Melinda apalagi setiap bertemu Mas Haiqal untuk membicarakan rencana selanjutnya, pasti akun fake itu mengambil gambar kami. Pertengkaran pun kerap terjadi ketika aku hilang kesabaran menghadapi Mas Agung yang selalu membahas perselingkuhan dengan suami tetangga. Sore itu tepat tiga hari lalu, aku hampir dipukul pakai sapu kalau saja Mas Haiqal tidak datang menolong. "Sekali lagi kamu ketemu sama Haiqal, aku laporin perselingkuhan ini ke orangtua kamu!" ancam Mas Agung saat itu dengan mata merah penuh amarah. "Jangan, Mas. Aku ndak selingkuh sama Mas Haiqal, cuma temenen doang." "Berani kamu ngelawan?!" bentaknya. Cih, aku tertawa dalam hati melihat Mas Agung marah karena istrinya sering bertemu lelaki lain. Bahkan gajinya pun disimpan sendiri, kebutuhan dapur hanya

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status