Keesokan harinya, Nathan keluar dari kamarnya dengan stelan kerja berwarna navi. namun ada yang berbeda dari tatapan matanya. Wajahnya nampak kusut, jalanya sedikit sempoyongan hingga membuat Sang kepala pelayan sedikit prihatin. "Tuan, Apa anda membutuhkan sesuatu?" Pria itu tak menjawab, Namun ia hanya menggelengkan kepalanya dan terus berjalan melewati meja makan menuju ke arah Pintu keluar. Melihat itu, Sang kepala pelayan tentu saja heran. hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengejar. "Tuan, Apa anda tidak sarapan dulu?" Sontak Nathan menghentikan langkahnya, Tanpa membalikan tubuhnya ia pun menjawab. "Tidak, kalian makan saja sendiri! aku tidak lapar. "Jawabnya, lalu ia kembali melangkahkan kakinya menuju ke arah Mobilnya yang sudah terbuka. karena hari ini ia akan memakai sopir untuk ke kantor. Sang kepala pelayan pun menghela nafasnya panjang. Ia begitu kasihan melihat kondisi tuannya, namun ia juga tidak tega jika Nona Gladisa terus merasa tersiksa jika Haru
Siang itu, nia tengah duduk di depan kedua orang tuanya. tuan Aiden dan nyonya Naira beberapa kali menghela nafanya gusar, karena benar-benar di buat shock setelah mendengar kabar jika Putrinya terlibat dalam kasus menghilang nya Gladisa. Nia yang sejak tadi diam, dengan wajah yang tertunduk lemah malah sibuk meremaa jari-jari tangannya sendiri. "Sampai kapan kau akan diam Nak? Apa daddy menyekolahkan mu tinggi-tinggi hanya untuk menjadi seorang pengecut seperti ini? " Deg Sontak Nathan ia mengangkat wajahnya, lalu menggelengkan wajahnya dengan cepat. "Ampuni aku daddy!" pinta Nia, lalu gadis itu dengan segera bersimpuh memohon ampun di depan ayah dan ibunya. Melihat itu bukannya senang, tuan Aiden malah memutar bola matanya malas di seratai gelengan kepala. "Apa bisa mu hanya meminta maaf tanpa mengakui kesalahamu nona? " Sindir nya telak Nia menggigut bibir bawahnya sejenak sebelum mengumpulkan ke beraninya untuk berkata jujur. "Maafkan aku daddy! saat itu aku pan
"Buka saja, jangan banyak bertanya!"Jawab Tuan Aiden dengan santai, lalu ia melanjutkan duduk si kursinya. menunggu agar putranya membaca apa saja yang tertulis di sana. Asisten Tuan Aiden pun meminta seluruh orang yang ada di ruangan itu untuk keluar, ia pun juga akan ikut keluar untuk membiarkan keluarga itu menyelesaikan masalah mereka sendiri. tidak lupa ia juga mengajak Asisten Yuda untuk ikut dengannya keluar dari ruangan itu juga. "Ayo keluar! Jangan ikut campur pada masalah keluarga atasan kita." Ucap Asisten Hans memperingatiMeskipun Berat, Namun Yuda memilih mengikiti ajakan Seniornya itu, Ia menutup rapat pintu hingga sedikit pun suara tidak akan bisa keluar dari sana. Asisten Hans dan Yuda pun memilih menunggu di depan ruangan itu sampai Tuan mereka selesai berbicara. Sedangkan di dalam sana. Perlahan namun pasti, Nathan Akhir mengambil Berkas itu dan langsung membukanya. ia bembacanya dengan seksama hingga pada dj point tertentu ia menajamkan matanya, hingga berulan
Saat Yuda berhasil masuk ke dalam ruangan itu, Yuda malah menemukan Nathan hanya duduk diam dengan sorot mata kosong menatap ke arah pintu. "Tuan, Are you okay?" Tanya Yuda dengan rasa khawatir yang cukup tinggi. "Bagaimana?" Tanya Nathan pada asisten pribadinya. karena saat ini dirinya sudah benar-benar putus asa setelah kepergian Gladisa. "Apanya yang bagaimana tuan?" jawab Yuda dengan kembali melemparkan pertanyaan yang sama pada atasannya itu. Mendengar jawaban itu membuat Nathan sontak menatap ke arah Yuda. "Apa kau ingin Mati, Hm? Apa kerjamu selama ini jika untuk menemukan Gladisa saja kau tidak bisa?" Nathan bangkit dari posisinya yang sejak tadi duduk berjongkok, kini menjadi berdiri seraya berjalan ke arah Yuda hingga saat ini keduanya berdiri saling berhadapan dengan tatapan tajam Nathan yang membuat Yuda begitu terintimidasi. "Maaf Tuan!" Ucap Yuda, lalu memilih menundukkan kepalanya saat ini. Nathan menghela nafasnya gusar. Lalu kembali mengulang pert
Melihat Nathan terdiam, Yuda berinisiatif untuk mendekat. lalu pria itu menepuk bahu Naghan dengan pelan. "Setidaknya belajarlah dari pengalaman anda Tuan, Bahkan begitu mudah Nona Clara menipu anda selama ini! bisa jadi rasa benci anda pada Nona Gladis tidak berasal juga." Tutur Yuda. Nathan sejenak memejamkan kedua matanya dengan menghela nafasnya panjang. ia sudah tau itu, hanya saja ia tidak mau mengakuinya karena egonya yang terlalu besar sehingga sangat sulit untuk dirinya melepaskan Gladisa. Karena pada dasarnya pria itu mencintai istrinya, hanya saja Sikap Gladis yang begitu cuek membuatnya berfikir jika Gladis sama sekali tak pernah berubah mencintai dirinya meskipun mereka sudah menikah. Apalagi selama ini otak Nathan selalu di cuci oleh Clara yang hampir setiap saat mengatakan jika kakak angkatnya itu wanita dingin yang negitu jahat. Melihat tuannya yang melamun, Yuda kembali mengeluarkan suara. "Pikirkan ini baik-baik Tuan! Lupakan Nona Muda, Biarkan dia bahagi
anakementara itu, Setelah melewatkan beberapa menit sebelum bisa menemui Tuan Aiden. Yuda di paksa menunggu di depan ruang kerja Tuan besarnya karena ternyata rapat tadi di lanjutkan dj ringan kerja itu. Yuda yang panik menatap ke arah pintu dengan berjalan mondar-mandir dan sesekali menatap ke arah jam tangannya. "Ya ampun kenapa lama sekali sih?" Gumam Yuda, namun masih tetap terus berusaha untuk sabar demi bisa menemui Tuan besar Aiden. Tak berselang lama, akhirnya pintu yang menjulang tinggi itu terbuka dan keluarlah satu persatu orang dari sana dengan kasak kusuk yang terjadi di anatara mereka, saat melihat kemunculan Yuda di sana. Namun Yuda tidak perduli, Ia hanya ingin menemui Tuan Aiden Haditama tanpa ada niat lain selain itu. setelah memastikan semua orang sudah keluar, Yuda memutuskan untuk mengetik pintu. "Tok-Tok-tok" "Masuk!" Mendengar pintu yang dk ketuk tentu saja membuat Tuan Aiden langsung mempersilahkan untuk masuk. "Selamat siang Tuan" Sapa Yud
Ditemani rintik hujan, hingga kilat yang beberapa kali menyambar, seorang wanita cantik tenggelam dalam lamunannya yang cukup panjang. Ia berjalan di koridor rumah sakit dengan tatapan mata kosong, membayangkan bagaimana nasibnya ke depannya. "Selamat nona, Anda sedang mengandung, usia kandungan kurang lebih lima minggu. Tolong dijaga kesehatannya, agar janin anda sehat dan berkembang dengan normal." Ucap sang dokter seraya membantu Gladis untuk merubah posisinya menjadi duduk. "Hamil?!" Gladis kaget sekaligus senang, ia tak dapat mempercayainya setelah satu tahun ia menunggu kabar itu. "Mulai sekarang datanglah setiap bulan untuk pemeriksaan runtin. Oh iya, di mana suami anda?" Gladis tidak menjawab pertanyaan dokter itu dan segera pergi setelah mengucapkan terima kasih. Dan sekarang, perkataan sang dokter tadi terus berputar-putar di telinga Gladis saat ini. "Bagaimana nasib bayiku? Nathan... Nathan tidak mungkin menerima kami," pikir Gladis sambil berjalan ke lobby rumah s
"Sayang, sepetinya istri lugumu itu cukup pintar dalam memperbaiki penampilannya. aku tidak menyangka jika kakakku itu bisa berpenampilan sedikit modis. Sepertinya ia benar-benar ingin menggapai cintaimu!" Ucap Clara yang tengah asik menggoyang-goyangkan gelas Wine yang sejak tadi ia pegang. "Stop bicara omong kosong Clara, tidak usah membahas wanitan itu lagi!" sentak Nathan, lalu ia mengambil gelas wine dari tangan Clara dan langsung membuang isinya. "Oh ya ampun, kau ini tidak asik." Sindir gadis itu seraya mengalungkan tangannya ke leher pria itu. "Apa yang kalian lakukan di sini?" Bentak Gladis tak terima. Kini ia berjalan mendekat ke arah Adik dan juga suaminya guna meminta penjelasan. Tanpa Nathan sadari, Gladis melihat dengan jelas jika ia tengah memangku seorang wanita yang tidak lain adalah Adik kandung Istrinya sendiri. Nathan dan Clara sontak menoleh ke arah Sumber suara. Namun siapa sangka, Pria tampan berwajah oriental itu sama sekali tak merasa bersalah. "Sa