Kini pria itu nampak membenahi dasinya yang terlihat berantakan. Dan Clara melihat itu sebagai peluang untuk nya semakin mengambil hati Nathan di depan para pelayan yang pasti juga menyaksikan kelancangan gadis itu. "Sini, biar aku bantu kak!" Clara berusaha membantu Nathan memperbaiki dasinya, namun sepertinya Nathan sadar jika apa yang akan di lakukan gadis itu bisa memancing kontroversi di depan para pelayan di rumahnya. "Tidak Perlu, aku bisa sendiri!" Ucapnya seraya berjalan menuju ke arah meja makan untuk mengambil sehelai roti dan meminum kopi yang sempat di buatkan Gladis untuknya. Namun bukannya Clara orangnya jika mudah menerima penolakan, gadis itu terus berusaha untuk memprovokasi Nathan agar semakin membenci kakaknya. Ia menyusul Nathan duduk di kursi makan bersama Pria itu. gadis itu terlihat menatap Nathan dengan senyum liciknya. "Di mana istrimu itu kak? Kenapa dia tidak melayani selayaknya seorang istri??" Mendengar itu, sontak Nathan langsung menghentikan kun
Keesokan harinya, Gladis memutuskan untuk pergi, bekerja setelah merasa tubuhnya sudah mendingan. Di dalam ruang kerjanya, ia sedang duduk berhadapan dengan seorang pria tampan yang kemarin menawarinya sebuah pertolongan. "Kemarin malam, Clara datang. dia memintaku untuk segera pergi dari rumah!" Ucap Gladis dengan suara yang terdengar sayup-sayup tak bertenaga. "Kalau dia datang, memangnya kenapa? Kalau aku adalah kamu, maka aku tidak akan membiarkannya menganggu hubunganku dengan suamiku. Lagi pula dia dan Nathan bukalah sepasang kekasih sejak dulu, Clara hanya mengklaim Nathan sebagai miliknya, dan Nathan menuruti semua ucapannya." Valdo menghela nafasnya geram. "Kita memang sama dalam urusan cinta Glad, tapi aku dan kamu jelas berbeda. Dulu aku mencintai seorang wanita yang sudah menjadi milik sahabatku, dan aku memilih mundur karena aku tau itu tidak akan mungkin terjadi. sedangkan Kau" Valdo menjeda ucapannya untuk menarik nafasnya dalam-dalam. "Kau adalah Nyonya Natha
Gladis berjalan menuju ke arah parkir mobilnya. Semua ucapan Nia tadi masih berputar-putar dalam otaknya saat ini. "Aku tanyakan padamu Glad. Apakah kau tidak ingin berbicara dari hati ke hati dengan kakakku? semisal meskipun kalian harus berpisah, tapi apakah kalian tidak bisa menjadi sahabat untuk membesarkan anak kalian berdua kelak? Aku tau betul siapa kakakku Glad, dia pria yang baik dan penyayang. Ku rasa sejak lama ia sudah memiliki rasa padamu, hanya saja semua ucapan Clara membuatnya seperti membuat benteng tinggi untuk kalian berdua!" Di sepanjang jalan, Gladis beberapa kali menghela nafasnya gusar. hingga pada akhirnya, ada seseorang yang tiba-tiba bentangkan kaki di depannya. Reflek Gladis menghentikan langkahnya seraya menatap ke arah Seseorang yang berdiri di hadapannya saat ini. "Kau" betapa terkejutnya Gladisa yang melihat Kemunculan Clara di sana. "Hai Glad, apa kabar? Sapa Clara dengan senyum yang nampak menyebalkan diata Gladis. "Maaf, aku sibuk" G
Sesampainya di rumah sakit, Nathan langsung berteriak memanggil para petugas untuk menolong Gladis. Kini pria itu berjalan mondar mandir di depan ruangan UGD, tempat di mana Gladis mendapatkan pertolongan pertama. Pikiran Nathan Kalut membayangkan bagaimana kondisi Gladis dan bayinya di dalam sana. Teriakan Gladis yang terus meraung kesakitan begitu jelas di Telingannya. "Tidak, kalian harus selamat bagaimanapun caranya!!" Gumam Nathan yang masih terlihat Shock. Dari kejauhan Nyonya Naira berlari menuju ke arah Putranya. "Sayang, Ada apa?" tanya Nyonya Naira dengan wajah yang panik. "Kenapa bisa terjadi seperti ini nak?" Imbuhnya. Nathan menggenggam erat tangan Sang Mommy, Ia bingung harus berkata apa? Karena ini juga melibatkan Clara di dalamnya. "Kenapa kau diam Niel? Jawab!" "Mom aku----" "Dia tidak akan bisa menjawabnya Mom." Ucap Nia, ia baru saja tiba dan kini berjalan dengan tergesa mendekat ke arah Mommy dan kakaknya. Ucap Nia jelas menarik perhatian Nath
Siapa sangka, Kejadian barusan di pantau jelas oleh Gladisa yang ternyata Hanya pura-pura tidur saja. Setetes Air mata nampak mengalir di pelipisnya, menandakan betapa hancurnya hati Gladis saat ini. "Sebegitu buruknya kah aku di matamu Kak? Kenapa hanya Clara yang terlihat baik di matamu? Tak bisakah Kau melihat ketulusanku meskipun hanya sedikit saja?" Gumam Gladis, lalu perlahan ia menghapus Air matanya. Tak berselang lama pintu itu kembali terbuka, Gladis yang mengira jika Nathan yang kembali masuk, seketika langsung kembali menutup matanya. "Bagiamana ini Dad? kenapa Gladis tidak bicara pada kita Tentang kehamilannya?" Suara kasak kusuk Kedua mertuanya seketika menyadarkan Gladis, jika itu bukanlah Suaminya yang ia kira akan kembali ke ruangannya. "Mom, Dad" Panggil Gladis tu dengan suara lemah, lalu mengulurkan tangannya ke arah sang Mertua. Sementara Nyonya Naira berjalan mendekat. Tanyanya ikut tersulut menyambut Tangan Gladis yang saat ini menggenggam ta
Sementara itu, Nathan di buat bingung dengan sikap Clara yang sejak tadi menolak untuk di periksa, dengan alasan marah padanya. "Clara, ku mohon dengarkan aku!!" pinta Nathan yang sudah tidak tahan dengan tangis Clara sejak tadi. Sejak tadi Gadis itu terus berating menangis untuk membuat Nathan iba padanya. "Kenapa kak? Kenapa kau tega melakukan ini padaku? Kau bilang sayang padaku, tapi kenapa kau bisa menyentuh wanita lain? sementara denganku, kau bahkan tidak mau menyentuhku padahal aku sudah berusaha untuk memberikan semua untuk mu!! Apa kurangnya aku?" Ucap Clara, lalu ia bergaya seolah-olah sedang menghapus air matanya sembari mengeluarkan ponsel dari Tasnya. "Kau mau apa?" Tanya Nathan yang curiga dengan tingkah Clara yang sudah mengeluarkan ponselnya. "Aku ingin pesan tiket kembali ke Singapura!! Aku akan menerima perjodohanku saja dengan saka." Lagi-lagi Clara mengeluarkan Jurus mautnya untuk mengancam Nathan. Namun aneh, Nathan hanya diam dan tidak sama
Sementara di tempat lain. Pintu lift baru saja terbuka, Nathan keluar dengan cara berlari menuju ke arah ruang rawat Istrinya. Sorot mata Khawatir tergambar jelas dari Wajahnya yang begitu tegang saat ini. BRAK Setelah pintu terbuka dengan begitu kasar, Nathan masuk hingga membuat kedua orang tuanya menatap dengan geram. "Dari mana saja kau?" Tanya tuan Aiden yang sejak tadi memang menunggu kedatangan putranya. "Daddy masih di sini?" Bukanya menjawab pertanyaan Daddy, Nathan malah balik bertanya. Tuan Aiden yang sudah sangat geram sontak berjalan ke arah sang putra dengan membawa berkas pemeriksaan Gladisa yang sudah di siapkan Nia tadi. PLAK "Baca itu!" Dengan sengaja, Tuan Aiden langsung melempar mab itu tepat mengenai wajah Putranya dengan sangat kasar. Reflek nathan memejamkan matanya saat menerima perlakuan kasar dari Daddynya. Setelahnya, ia membuka matanya kembali untuk mengambil mab yang sudah berserakan di atas lantai yang ada di bawah kakinya.
Tiga hari ke kemudian.Gladis sudah di perbolehkan untuk pulang, dan Yang menjemputnya tentu saja Nathan di temani oleh Asisten Yuda.Begitu Gladis tiba di rumah, sang kepala pelayan dengan cemas langsung menyambutnya."Nyonya, anda baik-baik saja? Bagiamana bisa anda mengalami ini semua nona??" Kekhawatiran dari sang kepala pelayan membuang hati Gladisa menghangat. "Aku tidak apa-apa, terimakasih atas perhatiannya Bik" Ucap Gladisa dengan tersenyum senyum tulus. "Baguslah kalau begitu. Saya sangat khawatir dengan kondisi anda." Ucap kepala pelayan itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Setelah memastikan tidak terjadi apa-apa barulah wanita itu bernafas dengan lega. Sementara Nathan dan Yuda sudah masuk ke dalam rumah mereka. Yuda langsung duduk di ruang keluarga, sementara Nathan masuk lebih dulu ke ruang kerjanya untuk mengambil sesuatu yang harus di kerjakan oleh Asisten pribadinya.Setelah masuk ke dalam rumahnya, sang pelayan langsung menyuruh nona mudanya untuk segera i