Share

Godaan 2

Penulis: Centong ajaib
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-03 17:00:00

'Eh!' Govan tersentak kaget saat mata mereka bertemu.

Alih-alih sadar akan sesuatu, Nabila justru tersenyum lebar, lalu menunjukkan layar ponselnya. 

"Om, menurut Om baju ini cocok buat aku gak?" tanya Nabila polos.

Govan menatap layar ponsel. Sebuah crop top. Ia menghela napas pelan. Pakaian itu memang cocok dengan tubuh Nabila yang sekarang. SANGAT COCOK.

"Cocok. Kamu jadi makin cantik kalau pakai itu." Govan mengangguk kecil. 

"Benar kah?" Nabila tersenyum puas, ingin langsung menambahkannya ke keranjang belanja. Tapi, ia masih ragu, masih ingin memilih-milih yang lain.

Melihatnya ragu, Govan akhirnya berkata, "Kalau kamu suka, ambil saja. Nanti Om yang bayar."

Mata Nabila langsung berbinar. Senyum lebarnya semakin mengembang.

"Benar nih, Om? " tanyanya mema
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Menggoda Sang Paman   Berlian

    Pagi itu, matahari masih bersinar hangat ketika Govan dan Nabila berlari-lari kecil di taman dekat rumah mereka. Rambut ekor kuda Nabila berayun mengikuti irama langkahnya, mengiringi tubuh ramping dan proporsionalnya yang kini jauh berbeda dari enam bulan lalu.Tatapan orang-orang di sekitar tak lepas dari sosoknya. Beberapa pria bahkan terang-terangan menatapnya dengan kagum, berbisik-bisik memuji wajah dan tubuhnya."Siapa tuh? Cantik banget.""Body-nya gila... kayak model.""Astaga, idaman banget."Govan yang sejak tadi mendengar celotehan mereka hanya bisa mengerutkan dahi. Rahangnya mengatup, perasaan kesal tiba-tiba menjalari di dadanya.Saat mereka berhenti untuk istirahat sejenak, Nabila membuka botol minumnya dan meneguk air dengan santai. Lagi-lagi, tatapan para pria yang melintas di sekitar mengarah kepadanya."Pakai ini!" Govan melepas jaketnya kesal da

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Menggoda Sang Paman   Janjian

    Setelah kembali dari taman, Govan langsung bergegas ke kamar untuk bersiap-siap ke kantor. Sementara itu, Nabila masuk ke kamar mandi, menikmati air hangat yang mengalir di tubuhnya. Keringat yang menempel setelah berlari tadi benar-benar membuatnya merasa gerah.Selesai mandi, ia mengenakan baju santai—kaos oversized dan celana pendek longgar. Rambutnya yang masih setengah basah ia sisir perlahan di depan cermin.Tiba-tiba, pintu kamarnya diketuk dan terbuka sedikit.“Bil, Om berangkat dulu.” Suara berat Govan terdengar.Nabila menoleh sekilas melihat Govan sudah mengenakan setelan kantornya yang rapi. Dasinya belum terpasang sempurna, menunjukkan betapa buru-burunya dia.“Om pulang jam berapa hari ini?” tanya Nabila basa-basi, tangannya masih sibuk menyisir rambut.“Mungkin agak malam. Kamu jangan tungguin. Kalau lapar, p

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Menggoda Sang Paman   Bertemu lagi

    “Riska!”Keduanya menoleh bersamaan ke arah suara tersebut.Nabila terpaku, jantungnya serasa berhenti berdetak. Matanya membelalak melihat siapa pria itu. Berlian.Pria yang tadi pagi bertabrakan dengannya, kini berdiri tidak jauh dari mereka, menatap dengan ekspresi yang tak kalah terkejut.“Eh, Berlian!” Riska menyapa ceria, seolah ini adalah pertemuan biasa. “Kebetulan banget ketemu di sini. Kenalin, ini temen aku, Nabila.”Berlian masih belum bereaksi. Tatapannya terkunci pada Nabila, seolah ia tengah mencocokkan sesuatu di pikirannya.“Nabila?” Berlian mengulang nama itu pelan, nyaris seperti gumaman.Nabila meneguk ludah. Ia bisa melihat kilatan kebingungan di mata pria itu. Dan entah kenapa, ia mulai merasa tidak nyaman.“Nabila,

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Menggoda Sang Paman   Cemburu kah?

    Nabila melangkah masuk ke dalam rumah dengan hati yang masih berdebar. Namun, baru saja ia menutup pintu, sosok tinggi tegap sudah berdiri di baliknya, dan mengagetkan Nabila, Govan menatapnya dengan sorot mata tajam.“Dari mana kamu?” suara Govan terdengar datar, tapi cukup tajam untuk membuat Nabila menelan ludah.“Aku keluar sama teman.” Nabila menunduk lesuh, tak ingin menatap mata pria itu.“Teman?” Govan menyipitkan mata. “Termasuk pria yang barusan nganterin kamu?”Nabila terdiam, merasa tertangkap basah. Ia mengangkat kepalanya sedikit, menatap Govan yang berdiri dengan tangan terlipat di dada. Aura pria itu terasa dingin, seolah tak menyukai apa yang baru saja ia lihat.“Om… aku nggak sengaja ketemu dia. Aku keluar sama Riska, terus ternyata kami bertemu Berlian... Hanya kebetu

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-05
  • Menggoda Sang Paman   Hari pertama kembali ke kampus

    Nabila berhenti di ambang pintu. Ia berbalik, kembali mendekati Govan yang masih di meja kerjanya.“Kalau Om nggak marah…” Nabila tersenyum manis, tangannya mencubit lengan baju Govan dengan manja. “Bolehkah aku minta kecupan selamat malam?”Govan membeku. Sorot matanya berubah tajam, tapi bukan karena marah, melainkan karena kebingungan dan pergulatan batin yang ia sendiri sulit jelaskan.Urat di lehernya menegang. Dadanya terasa sesak. Tidak, ia tidak bisa melakukan itu lagi.Dengan cepat, ia mengangkat tangannya dan mengetuk kepala Nabila pelan. “Tidur sana. Jangan banyak tingkah.”Nabila cemberut, melipat tangan di dada. “om masih marah, ya?” gumamnya dengan nada kecewa.Govan tidak menjawab. Ia hanya menatap Nabila dalam diam, tak sanggup memberi jawaban yang sebenarnya.Me

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-05
  • Menggoda Sang Paman   Bertemu di kampus

    "Hai, Nabila."Suara seorang pria membuat Nabila dan Wiwin menoleh. Seorang pria berdiri di hadapan mereka dengan senyum tipis yang terukir di wajahnya.Nabila mendongak, dan matanya langsung membesar. Wiwin, yang duduk di sampingnya, melirik pria itu, lalu kembali menatap Nabila, menyadari perubahan ekspresi temannya."Kamu kuliah di sini juga?" tanya pria itu, memasukkan tangannya ke saku celana sambil tetap menatap Nabila."Berlian?" Nabila menelan ludah, seolah baru menyadari sesuatu. Ia benar-benar lupa kalau pria itu satu kampus dengannya."Kalian saling kenal?" Wiwin mengerutkan kening, menatap mereka bergantian."Bisa dibilang begitu." Berlian tersenyum tipis.Nabila hanya bisa menghela napas pelan lalu mengangguk, merasa canggung dengan pertemuan tak terduga ini.Berlian menarik kursi dan duduk be

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-05
  • Menggoda Sang Paman   Pulang Bareng

    "Baik, sampai di sini dulu kelas kita hari ini. Jangan lupa baca materi untuk pertemuan berikutnya. Kalian boleh pergi." Dosen menutup bukunya dan berjalan keluar kelas, menandakan berakhirnya perkuliahan hari ini.Nabila segera merapikan bukunya dengan cepat. Dia berniat langsung pulang sebelum ada hal lain yang menghalangi langkahnya. Namun, saat baru hendak berdiri, matanya menangkap sosok seseorang yang berdiri di ambang pintu kelasnya.Langkahnya terhenti. Jantungnya berdegup sedikit lebih kencang.Orang itu menatapnya dengan ekspresi sulit ditebak, seolah sudah lama menunggunya."Ngapain kak berlian diri di situ?" tanya batin Nabila.Ruang kelas yang awalnya riuh dengan suara obrolan langsung berubah menjadi lebih berisik. Teman-temannya mulai berbisik-bisik, beberapa bahkan terang-terangan menggoda mereka."Cieee, dijemput Ketua DEMA!""Wah, ada yang sp

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • Menggoda Sang Paman   Izin pergi

    Setibanya di rumahNabila merebahkan diri di kasur, menarik napas panjang. Senyum kecil terukir di bibirnya. Hari ini di kampus terasa menyenangkan lebih dari yang ia duga.Namun, pikirannya seketika teralihkan pada Berlian. Ia mengernyit, mencoba menebak-nebak apa yang ingin dikatakan Berlian tadi sebelum ia kabur dari parkiran.Tiba-tiba, suara ponselnya bergetar. Nama 'Govan' muncul di layar. Nabila buru-buru mengangkatnya."Halo, Om!" Nabila menyapa Govan, bangkit dari tiduran."Bil, kamu udah makan?" tanya govan dari seberang sana."Udah dong, tadi di kampus." Nabila jawab dengan senang."Hmmm..." Hening beberapa detik sebelum Govan bertanya kembali, "Hari ini nggak ada yang aneh di kampus?""Aneh gimana?" Nabila mengerutkan kening, merasa aneh dengan pertanyaannya."Nggak ada yan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07

Bab terbaru

  • Menggoda Sang Paman   Mimpi govan

    Musik mengalun santai, lampu-lampu gantung menerangi area dengan cahaya kuning redup yang menciptakan suasana hangat sekaligus menggoda. Gelas-gelas minuman berderet di atas meja. Riska dan Wiwin sudah mulai sedikit mabuk, tertawa-tawa sambil berceloteh tak jelas.Nabila, yang biasanya hanya menyentuh jus, malam ini entah kenapa menuruti ajakan mereka. Satu tegukan, dua… tiga… hingga pipinya mulai memerah, kepalanya ringan, dan suara di sekitarnya terasa mengambang.“Hei, kamu masih kuat?” tanya Berlian sambil tertawa, mencondongkan tubuhnya ke arah Nabila yang sedang menyandarkan dagu ke tangan.“Aku... aku baik-baik aja kok,” jawab Nabila dengan suara yang nyaris seperti bisikan. Matanya mengerjap pelan, fokusnya buyar. “Cuma pusing dikit...”“Kamu gak biasa minum, ya?” Berlian mendekat, wajahnya hanya berjarak beberapa jengkal dari wajah Nabila. “Tapi kamu cantik banget malam ini…”“Hah?” Nabila mengerutkan kening. “Aku serius.” Berlian tersenyum, lalu tangannya terulur menyentuh

  • Menggoda Sang Paman   Makan malam penuh rasa

    Di kamar hotel, lantai delapan.Laras masuk ke dalam kamarnya dengan langkah pelan, namun jantungnya masih berdetak tak beraturan. Seolah udara malam tadi menyisakan sesuatu yang berbeda di dalam dadanya.Tangannya masih menggenggam erat mantel milik Govan yang tebal, hangat, dan wangi. Wangi yang selama ini hanya ia rasakan sekilas saat mereka bekerja bersama, tapi malam ini, terasa jauh lebih dekat… lebih personal.Ia menutup pintu, mematikan lampu utama dan membiarkan lampu meja kecil menyala temaram. Setelah melepas sepatunya, Laras berjalan cepat menuju tempat tidur, seperti sedang menyembunyikan sesuatu dari dirinya sendiri. Ia membenamkan wajah ke dalam mantel itu, menghirup dalam-dalam.“Duh, Pak Govan…” gumamnya pelan, nyaris seperti bisikan rahasia. “Kenapa sih harus sebaik ini…”Ia tertawa pelan, malu sendiri. Jantungnya masih deg-degan. Laras tidak pernah membayangkan akan memiliki momen seperti tadi, makan malam berdua, Govan memberinya perhatian kecil, dan akhirnya menye

  • Menggoda Sang Paman   Obrolan yang ngalir

    Govan melemparkan tubuhnya ke atas kasur hotel yang empuk. AC menyala dingin, menyejukkan udara panas yang menempel di kulitnya sejak tadi. Rambutnya masih basah karena baru saja mandi setelah seharian penuh rapat dengan klien. Kemeja putih santai membalut tubuhnya, dan celana kain longgar memberikan kenyamanan yang telah lama ia rindukan setelah duduk seharian.Ia mengambil ponsel dari atas nakas. Layarnya menyala, ada notifikasi dari WhatsApp.Nabila.Senyum tipis terbit di bibir Govan saat jempolnya menyapu layar. Beberapa foto masuk. Nabila dengan latar pegunungan hijau, danau biru yang tenang, dan satu selfie dengan teman-temannya, termasuk Berlian. “Akhirnya sampai juga! Pemandangannya bener-bener kayak di TV ya, Om! Wish you were here…”Govan menyentuh satu foto lebih lama, memperbesar wajah Nabila yang tersenyum lebar dengan kacamata hitam dan rambut dikuncir ke atas. Bahunya terbuka, terlihat dari tank top putih yang ia kenakan, namun tetap tertutup dengan jaket tipis yang s

  • Menggoda Sang Paman   Sampai di tujuan

    Sinar matahari sore menembus jendela mobil, menciptakan bayangan-bayangan hangat di dashboard. Setelah hampir delapan jam perjalanan, akhirnya mobil yang ditumpangi Nabila dan teman-temannya memasuki kawasan resort pegunungan yang sejuk dan rindang. Jalanan menanjak, diapit pepohonan yang menjulang tinggi dan aroma tanah lembap yang menenangkan.“Wah... tempatnya keren banget!” seru Riska dari kursi belakang, hidungnya nyaris menempel ke jendela.“Kita nginep di sini?” tanya Riska lagi antusias, matanya tak lepas dari bangunan penginapan yang berdiri di tepi tebing, menghadap langsung ke hamparan danau biru yang tenang.“Iya. Aku booking tempat ini karena paling deket sama spot sunrise. View-nya cakep banget,” sahut Nabila .Nabila membuka pintu mobil dan turun perlahan. Angin sejuk langsung menyambutnya, meniup helai-helai rambutnya yang tergerai. Ia mendongak menatap langit, menghirup udara segar dalam-dalam dan tersenyum puas.“Udara di sini seger banget... asli nagih,” gumamnya p

  • Menggoda Sang Paman   Govan pergi

    Langit di bandara dipenuhi warna abu kebiruan, pesawat-pesawat hilir mudik di landasan, sibuk seperti semut-semut raksasa yang tak pernah tidur. Di salah satu ruang tunggu gate keberangkatan, Govan duduk dengan tubuh tegak namun wajah lesu. Koper hitam kecil berada di samping kursinya. Di sebelahnya, Laras sang asisten pribadi tengah sibuk memeriksa email di tablet."Boarding jam berapa?" tanya Govan pelan, suaranya sedikit serak.Laras menoleh, “Sekitar lima belas menit lagi, Pak. Tapi biasanya mereka mulai panggil sepuluh menit sebelumnya.”Govan mengangguk, lalu memalingkan wajah ke jendela besar di hadapannya. Di luar sana, pesawat-pesawat terlihat seperti makhluk asing yang hendak terbang ke dunia lain. Tatapan matanya kosong, namun pikirannya justru penuh. Bayangan wajah Nabila muncul jelas, dia tersenyum, tertawa, marah, hingga manja. Semua campur aduk.Laras melirik pria itu, ragu sejenak sebelum akhirnya bertanya, “Masih kepikiran Nabila, Pak?”“Ya… Gak tahu kenapa rasanya g

  • Menggoda Sang Paman   Nabila pergi

    Pagi itu, rumah masih diselimuti udara dingin sisa embun malam. Matahari baru saja naik, mewarnai langit dengan semburat jingga pucat. Di dalam rumah, suasana sedikit berbeda. Ada aroma harum dari kopi yang baru diseduh, suara langkah kaki yang sibuk di lantai atas, dan sesekali suara resleting koper yang dibuka-tutup tergesa.Govan berdiri di dapur, memegang cangkir kopi yang belum disentuh sejak tadi. Matanya mengarah ke jam dinding—07.49. Lima menit lagi, jemputan Nabila akan datang. Lima menit lagi, rumah akan terasa lebih hening. Dan kosong.“Nabila…” panggilnya, sedikit keras.Dari atas terdengar jawaban, “Iya, Om! Udah mau turun ini!”Beberapa detik kemudian, Nabila turun dari tangga sambil membawa ransel. Koper kecilnya sudah ditinggalkan di dekat pintu.Govan langsung menoleh. Mata laki-laki itu menyapu seluruh penampilan Nabila. Hoodie oversized warna abu, jeans gelap, dan sneakers putih bersih. Rambutnya dikuncir kuda tinggi, wajah tanpa riasan, tapi tetap terlihat segar.“

  • Menggoda Sang Paman   Gak boleh bawa itu

    Malam itu, rumah sudah sepi. Lampu-lampu sebagian besar telah dimatikan, menyisakan cahaya redup dari kamar Nabila yang masih menyala terang. Di balik pintu yang terbuka sedikit, terdengar suara gemerisik kain dan gemerincing resleting koper.Govan yang baru saja keluar dari kamar mandi hendak menuju dapur untuk mengambil air, namun langkahnya terhenti saat melihat pintu kamar Nabila yang terbuka. Rasa penasaran membuatnya mendekat.Saat ia mengintip ke dalam, Nabila terlihat sedang duduk di lantai, dikelilingi tumpukan pakaian. Koper terbuka lebar, dan isinya seperti habis diacak-acak.“Belum tidur?” Govan mengetuk pintu pelan. “Belum. Lagi bongkar ulang koper.” Nabila menoleh. “Bongkar ulang? Bukannya udah siap dari kemarin?”“Iya, tapi temen-temenku katanya kita mau nyesuaiin outfit biar matching buat foto-foto,” jawab Nabila santai, sambil mengangkat sehelai atasan warna pastel. “Jadi aku ubah semua rencananya.”“Banyak banget. Kamu cuma pergi tiga hari, bukan pindahan rumah.” G

  • Menggoda Sang Paman   Jangan terlalu mengekang

    Malam itu, Govan berbaring di tempat tidurnya yang terasa terlalu luas dan terlalu sepi. Lampu kamar sengaja dibiarkan menyala redup, tapi matanya sama sekali tak mau terpejam. Pikirannya terus melayang pada satu nama.Nabila.Wajah kesalnya, suara tingginya saat berdebat, dan punggungnya yang menjauh dari ruang tengah sore tadi… semua itu terus mengulang di kepalanya. Bukan karena Nabila membantahnya, bukan karena dia bersikeras pergi. Tapi karena Govan tahu… dia menyakiti gadis itu.“Bodoh…” gumamnya pelan sambil menatap langit-langit. “Harusnya Om gak ngomong kayak tadi…”Ia membalikkan badan. Berkali-kali. Tapi tak ada posisi yang membuatnya nyaman. Akhirnya, ia bangkit, berjalan ke dapur, dan menuang segelas air putih. Hening malam hanya diisi suara detik jam dan denting gelas saat disentuh meja.Matanya melirik ke arah kam

  • Menggoda Sang Paman   Bertengkar

    Malam itu terasa lebih dingin dari biasanya.Di dalam kamarnya, Nabila duduk di tepi ranjang, menatap koper yang sudah siap di sudut ruangan. Ia merasa konyol. Seakan-akan semua antusiasmenya sepanjang hari tadi berubah jadi gurauan semesta.Ia membuka ponselnya dan memandangi foto penginapan yang sudah ia pilih. Tempat itu terlalu indah untuk dilewatkan. Tapi tanpa Govan, semua jadi kehilangan makna.Di ruangan lain, Govan duduk di kursi dekat jendela kamarnya. Ia memandangi langit malam yang gelap tanpa bintang. Hatinya penuh dengan rasa bersalah. Ia ingin memberi yang terbaik untuk Nabila, tapi dunia nyatanya tak selalu bisa tunduk pada keinginan hati.“Nanti kita cari waktu yang lebih baik. Janji.” Ia berbisik pelan, nyaris tak terdengar.***Sejak malam itu, hari yang sunyi, dingin, dan penuh jeda tak biasa. Sejak pembatalan liburan mendadak

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status