Bastian sudah terdiam saat mendapatkan Sierra dalam pelukannya. Bahkan ia tidak peduli kalau saat ini sedang mati lampu dengan backsound suara para pekerja proyek yang sedang ribut. Bastian pun menunduk menatap Sierra dengan perasaan yang sudah tidak bisa ditahan lagi. Apa mungkin Sierra bisa mendengar debaran jantung Bastian sekarang? Namun, di sisi lain, bukankah Bastian harus menjaga harga dirinya saat ini? Atau haruskah ia menyerah saja seperti kata Tory?Entahlah, Bastian tidak dapat berpikir saat bibir merah merekah milik Sierra sudah terbuka mengundangnya. Sierra sendiri juga sudah tidak dapat berpikir saat merasakan betapa aman dan nyamannya berada dalam pelukan Bastian saat ini. Sierra pun tidak tahan lagi. Entah setan apa yang merasukinya sampai Sierra memanggil Bastian dengan suara paraunya. "Bastian ...," panggil Sierra sambil menatap penuh harap. Walaupun Sierra juga tidak tahu jelas apa yang ia inginkan, namun ia tahu ia menginginkan sesuatu dari Bastian. Dan per
Beberapa hari berlalu dan sejak mendapat mimpi nakalnya malam itu, Sierra pun terus merasa malu setiap bertemu Bastian. Tentu saja Sierra menutupi rasa malunya dengan bersikap tetap tenang, namun begitu ia sudah sendirian, ia tidak bisa mengendalikan dirinya lagi. "Astaga, Sierra! Berhenti bersikap seperti ini! Mengapa pikiranmu selalu kotor setiap melihatnya? Oh, pasti ada yang salah dengan otakku!" rutuk Sierra kesal. Dalam beberapa hari ini, Bastian dan Sierra sudah berinteraksi seperti biasa karena memang kesibukan di awal proyek membuat mereka tidak punya waktu berdua saja. Namun, Sierra tetap tidak berhenti tersipu dengan jantung yang berdebar sendiri. "Apa kau merasa ada yang aneh dengannya beberapa hari ini, Tory?" tanya Bastian saat ia sudah berdua saja bersama Tory. "Aneh bagaimana, Bos? Bukankah kalian memang masih saling memanggil Pak Bu dan ya, hanya itu yang aneh bagiku. Kalian terlihat seperti sedang memaksakan diri untuk sopan.""Ck, bukan itu maksudku, Tory! Tapi
"Apa Sierra belum datang?" "Belum, Bos. Aku sudah berkeliling ballroom 3x tapi aku belum menemukan Bu Sierra sama sekali.""Ck, tapi kau yakin dia akan datang kan? Aku tidak mau membuang waktuku di sini kalau dia tidak datang. Kita sudah setengah jam di sini, Tory!" geram Bastian. Bastian sengaja datang lebih pagi agar bisa melihat Sierra lebih lama, namun yang ia dapatkan malah zonk. Alih-alih menemukan Sierra, ia malah terus dihampiri para wanita lain, partner bisnis yang lain sampai Bastian merasa terlalu banyak basa-basi di sini. "Aku sudah memastikannya, Bos. Entahlah kalau mendadak dia berubah pikiran dan tidak jadi datang." Tory tertawa nyengir menatap Bastian. "Sialan kau, Tory!" geram Bastian kesal. "Hai, Pak Bastian! Kita bertemu di sini!" Mendadak seorang rekan bisnis wanita menghampiri Bastian. Bastian pun terpaksa meladeninya, namun dalam hatinya ia mengumpat karena sudah menunggu Sierra terlalu lama. Sierra sendiri baru saja memarkir mobilnya ke parkiran sebuah h
Sierra merasa pusing. Ia sungguh merasa pusing dan jantungnya berdebar begitu kencang. "Sial! Ini pasti karena alkohol itu!" rutuk Sierra yang sudah berdiri di depan cermin di toilet. Bahkan ia ingin memuntahkan minumannya, namun ia tidak bisa. Ia tidak mual sama sekali. Ia hanya merasa pusing yang tidak biasa. Pusing sampai ia tidak bisa berdiri tegak. "Astaga, bagaimana ini? Aku harus menelepon siapa yang bisa membantuku? Valdo tidak ada di sini dan Pak sopir juga sudah pulang jam segini!""Sial! Bahkan aku tidak mungkin bisa menyetir mobil dalam keadaan seperti ini!"Sierra pun mencoba membuka matanya dan ia melihat toilet yang berputar."Ah, padahal aku hanya minum tiga gelas! Astaga, Sierra! Tiga gelas itu sudah berlebihan!" rutuk Sierra lagi yang sudah bersandar di dinding toilet dan benar-benar tidak tahu harus melakukan apa sekarang. Sedangkan di luar toilet, Bastian sudah menunggu Sierra. Sejak Sierra menghabiskan winenya tadi, Bastian sudah melihat wajah Sierra yang aga
Bastian masih terdiam tanpa menyahut, namun senyumannya sudah makin lebar sekarang. Sierra yang mabuk ternyata jauh lebih menggemaskan. Bahkan wajah itu terlihat sangat seksi. Gerakan tubuh Sierra yang oleng pun membuat Sierra nampak hot dengan gaun seksinya. "Dan kau juga, bisakah kau menghubungi seseorang yang bisa membantuku? Aku tidak bisa menyetir dalam keadaan pusing seperti ini. Sopirku juga sudah pulang. Aku tidak tahu harus menelepon siapa." Sierra terus mengibaskan tangannya ke arah Bastian. "Bastian!" jawab Bastian cepat. "Pria yang ingin kau hindari itu. Pasti kau mengenalnya kan sampai kau ingin menghindarinya?"Sierra pun mengernyit mendengar nama itu. "Bastian? Oh, jangan menyebut nama itu! Nanti kalau dia mendengar aku menyebut namanya, dia akan besar kepala! Tidak, pokoknya tidak!" Sierra terus menggelengkan kepalanya. Senyuman Bastian pun makin mengembang sekarang. "Tapi bukankah sekarang hanya dia pria yang bisa kau mintai bantuan, hah? Valdo tidak ada di kota
"Jadi ke mana aku harus membawamu pulang, Sayang? Bagaimana kalau ke apartemenku saja?" bisik Bastian sambil memasangkan sabuk pengaman untuk Sierra yang sudah duduk lemas di kursinya. "Hmm, apartemen siapa? Mengapa aku harus ke apartemen? Aku punya rumah, aku sudah punya rumah sekarang. Walaupun masih tetap sewa, rumah itu bukan milikku tapi milik Pak Marco. Tapi aku membayarnya dengan uangku sendiri. Dan aku bangga." Sierra menepuk-nepuk dadanya dengan begitu bangga sambil tersenyum. Bastian yang masih mencondongkan tubuhnya ke arah Sierra pun membelai lembut pipi Sierra. "Aku tahu, Sayang. Aku juga bangga padamu." Bastian tersenyum lalu mendaratkan bibirnya ke pipi wanita itu. Cup!Sierra pun mengernyit merasakannya dan sontak ia membuka matanya menatap Bastian. "Berani sekali kau menciumku! Kau kurang ajar sekali! Aku tidak pernah membiarkan sembarang pria menciumku! Siapa kau, hah? Siapa kau? Mengapa wajahmu terlihat tidak asing?"Sierra mendekatkan wajahnya dan mengangkat ke
Sierra masih memejamkan matanya dan ia merasa tenaganya terkuras habis. Terus mengoceh dalam keadaan tidak sadar membuatnya lelah, seolah ia baru saja mengeluarkan energi yang sangat banyak sampai ia lemas. Namun, Bastian yang melihatnya hanya tetap tercengang menatap wajah cantik itu. "Apa yang kau katakan, Sayang? Coba ulangi lagi, Sayang!" "Hmm ...." Tapi Sierra hanya bergumam dan tidak menjawabnya lagi. "Sierra, Sayang ... bolehkah aku minta kau mengulangi ucapanmu lagi, Sayang? Benarkah kau ... masih perawan? Kau tidak pernah melakukan itu dengan siapa pun sama sekali?" "Hmm ...." Lagi-lagi Sierra hanya bergumam dan mengangkat tangannya singkat lalu tangannya kembali lemas. "Sayang, jangan tidur dulu, Sayang! Hei, Sierra, Sayang ...." Bastian menangkup wajah Sierra dan mencoba memanggilnya. Namun, Sierra tidak mau bangun dan hanya terus bergumam. "Bastian brengsek ...," gumam Sierra lemah. Bastian tertawa pelan mendengarnya. "Kau benar, dia brengsek!" "Bastia
"Ah, Bu Sierra mabuk, bolehkah aku membawanya ke kamarnya?" jawab Bastian yang sudah menggendong Sierra ala bridal style. Bik Ita nampak membelalak dan ragu. "Membawanya ke kamar? Tapi kau siapa?""Jangan takut, Bik! Aku temannya Bu Sierra. Aku hanya mengantarnya pulang."Bik Ita yang mendengarnya kembali ragu, namun akhirnya ia mengangguk. "Di mana kamar Sierra?""Di atas, Pak." Bik Ita mengantarkan Bastian ke atas dan menunjukkan kamar Sierra. Namun, terlihat jelas raut wajah yang masih bingung di wajah wanita itu. "Jangan takut, sungguh aku bukan orang jahat! Oh ya, apa ini kamar Julio?" tanya Bastian lagi saat melewati sebuah kamar. "Eh, iya, tapi Julio sudah tidur.""Boleh aku melihatnya? Tadi Julio menelepon Sierra.""Eh, apa?" Bik Ita nampak begitu takut sekarang. Bahkan ia mulai mempertimbangkan untuk membangunkan Lidya. "Tidak apa. Julio meneleponku dan bilang kalau Rosella bangun, bisakah kau memeriksanya untukku?""Oh, itu ...."Bik Ita nampak berpikir keras, sebelum