"Apa kau masih waras, Sierra? Mengapa aku harus melakukannya? Mempersulit diriku sendiri dengan mengambil hak asuh atas Lalita? Bahkan aku saja belum menikah, Sierra!""Aku tahu, Bastian. Aku tahu. Tapi kau tahu sendiri kan bagaimana Stephanie pada Lalita? Bahkan Tante Laura maupun adiknya dan keluarganya yang lain sama sekali tidak tulus menyukai Lalita. Entah akan bagaimana hidup Lalita kalau terus diurus oleh mereka. Aku takut kejiwaan Lalita akan terganggu nantinya ...."Sierra terus menjelaskan pada Bastian tentang pandangannya dan mengapa hak asuh atas Lalita harus diambil dari Stephanie. Bahkan Sierra menjelaskannya dengan begitu emosional dengan mata yang berkaca-kaca sampai Bastian rasanya rela melakukan apa saja untuk wanita itu. "Kau mau membantuku kan, Bastian?" tanya Sierra lagi akhirnya. Bastian pun masih terdiam dan mulai berpikir juga. Menjadi wali Lalita sebenarnya tidak sesulit itu. Ia bisa mempekerjakan pengasuh untuk menemani anak itu dan memberikan kehidupan ya
"Bastian, jangan begini! Kau tahu apa yang kita lakukan ni salah tapi terus dilakukan ...," ucap Sierra dengan nada yang lebih lembut. "Salah atau benar itu hanya masalah sudut pandang Sierra, tergantung kita melihatnya dari posisi siapa. Dan jangan lupa kalau semua yang terjadi ini saling sambung menyambung, tidak ada hal yang tiba-tiba, jadi tidak ada orang yang berhak menghakimi kita."Bastian kembali berbicara dengan begitu santai sampai Sierra begitu terpana. Ia tidak menyangka Bastian bisa menjadi begitu bijak. Nada suara Bastian terdengar tetap ketus, tegas, namun ada nada bijaksana di sana dan entah mengapa Sierra begitu menyukai sisi pria itu yang seperti ini. Bahkan Sierra sampai tertegun beberapa saat menatap Bastian karena ternyata berdamai dengan Bastian itu sangat indah dan hangat. "Hmm, kau benar soal itu," sahut Sierra akhirnya. "Tidak ada orang yang berhak menghakimi kita karena kita selalu punya alasan di balik setiap tindakan dan keputusan yang kita ambil ...,"
Sierra memilih pulang duluan ke rumah siang itu untuk melakukan misi ketiganya, yaitu memaksa Jacob untuk pergi ke dokter bersamanya. Sierra harus memastikan kondisi Jacob stabil saat ia tinggalkan nanti. "Kau benar-benar cerewet seperti orang tua, Sierra! Kau mengomeliku seolah aku ini anak kecil saja!" keluh Jacob kesal. "Aku tahu kau bukan anak kecil, Pak Tua, karena itu, tolong jangan melawan seperti anak kecil! Kau harus diperiksa, setidaknya kita harus tahu sampai di mana kondisimu sekarang. Kau sudah lama tidak ke dokter kan?""Jangan sok tahu! Sepanjang hari kau ada di kantor dan tidak mengetahui apa yang aku lakukan!""Tapi aku tahu dari sopir dan pelayan kalau kau tidak pernah ke dokter. Karena itu, ikutlah denganku ke dokter sekarang. Ah, aku juga akan mengajak Lalita agar dia tidak bosan di rumah."Jacob mengernyit mendengarnya. "Ah, tentang anak itu! Apa yang sebenarnya kau rencanakan, hah? Kau tahu tindakanmu itu membuat Laura dan Stephanie marah besar kan?""Aku tau,
"Sial! Mengapa kau tidak sekalian menabraknya sampai mati saja? Dasar tidak becus!" Laura menutup teleponnya dengan penuh amarah karena orang suruhannya gagal menabrak Sierra. Sierra berhasil menghindar dan Sierra hanya mendapat luka kecil karena insiden itu. Bastian sendiri yang panik langsung menyusul ke rumah sakit setelah tanpa sengaja mendengar Valdo dan Jacob berbicara di telepon tentang kecelakaan Sierra. Bastian pun langsung bernapas lega saat melihat Sierra yang sedang duduk di ranjang pasien. Tanpa bisa dicegah, Bastian langsung memeluk Sierra tanpa mempedulikan Jacob, Valdo, dan Lalita di sana. "Kau tidak apa, Sierra? Aku takut sekali saat mendengar kau mengalami kecelakaan!" Bastian melepaskan pelukannya dan menangkup kedua sisi kepala Sierra. "Aku tidak apa, Bastian, tapi jangan begini!" Sierra mendorong Bastian menjauh, namun Bastian tetap kukuh di tempatnya. "Mana yang sakit, Sierra? Biar kulihat, Sierra!" "Aku tidak apa, hanya terkilir saja," sahut Sierra sungk
Bastian masih bersiap di kamarnya pagi itu saat ponselnya berdering dan ia pun mengangkatnya. "Ada apa, Tory?""Bos, kau sudah melihat berita pagi ini?""Berita apa? Aku bukan tukang gosip sepertimu!""Eh, ini ... ini berita gawat, Bos! Aku akan mengirimimu linknya!" Tory langsung mengirim link video berita yang sedang viral. Dan begitu Bastian membukanya, Bastian pun langsung membelalak. "Sial! Mengapa ada rekaman seperti ini? Brengsek!"Bastian pun segera keluar dari kamarnya dan turun ke bawah, yang ternyata di sana tidak kalah heboh. Sierra sendiri masih berdiri dengan goyah melihat berita itu dan Bastian yang melihatnya langsung melangkah cepat mematikan TV-nya. "Apa yang kalian lakukan di sini? Bubar semua!" bentak Bastian pada para pelayan. Semua orang pun bubar, menyisakan Bastian dan Sierra di sana. Suara dering ponsel milik Sierra sudah berbunyi sejak tadi di tas jinjingnya, namun ia tidak menanggapinya sama sekali. "Sierra ....""Ini gawat, Bastian! Kita baru saja m
"Seharusnya kalian membiarkan aku mengusirnya! Aku sudah tidak tahan lagi! Selama ini aku hanya diam tapi aku sudah tidak tahan lagi!" teriak Jacob dengan geram. "Pak, sabar, ingat jantung Anda!" Valdo berusaha menenangkan Jacob. "Jantungku baik-baik saja, tapi kepalaku yang hampir meledak sekarang, Valdo! Kau lihat laporan yang kudapat kan? Mendadak saham di beberapa perusahaan anjlok padahal ini baru gosip, bagaimana kalau nanti makin memanas? Banyak klien baru yang potensial bisa lepas!" Jacob memukul ranjangnya sendiri. "Selama ini aku bertahan dan melakukan banyak hal demi perusahaan, kau tahu itu kan, Valdo?" teriak Jacob keras. Valdo sendiri hanya bisa terdiam. Selama beberapa tahun terakhir sejak Valdo bekerja pada Jacob, Valdo melihat sendiri bagaimana Jacob mati-matian bekerja untuk perusahaan. Walaupun sudah tua, Jacob sama sekali tidak kenal lelah. Sampai saat ia terkena serangan jantung dan harus dioperasi. Sejak itu ia menjadi mudah lelah dan kegiatannya berkurang,
Kilat lampu kamera yang tadinya terarah penuh kepada Laura mendadak berubah arah saat beberapa orang memasuki lobby perusahaan yang digunakan untuk tempat konferensi pers. Laura dan para petinggi perusahaan yang sudah ada di kubunya nampak kaget dengan kedatangan orang yang sama sekali tidak diharapkan itu, Jacob Sagala. Sejak Sierra memegang perusahaan, Jacob memang hampir tidak pernah mengunjungi perusahaannya lagi. Hanya sesekali, selebihnya ia hanya melihat rekaman CCTV dan mendengarkan laporan dari beberapa orang, termasuk laporan Valdo dan Sierra. Dan tentu saja kedatangan Jacob pun begitu menarik perhatian semua orang, terutama para wartawan. Saat Laura dan para petinggi perusahaan sedang menjelekkan Jacob, Sierra, dan Bastian, justru mereka semua mendadak muncul. Para wartawan pun langsung berbalik arah dan mengepung Jacob. "Pak Jacob, benarkah semua gosip itu? Anda menelantarkan Bu Laura dan anak Anda demi istri muda Anda?""Benarkah istri muda Anda berselingkuh dengan
"Itu tidak benar! Kau memfitnahku! Bukankah semua bukti itu kau sendiri yang memberikannya padaku, hah?" teriak Sierra panik. "Itu ... bukti itu sudah direkayasa oleh Bu Sierra. Tujuannya untuk memfitnah Bu Laura. Bu Sierra ingin menjadi satu-satunya nyonya di perusahaan," lanjut karyawan itu dengan kebohongan yang begitu lancar. "Bohong! Semuanya bohong!" teriak Sierra lagi. "Tenang, Sierra! Tenang!" Bastian menenangkan Sierra. "Bagaimana aku bisa tenang, Bastian? Dia memfitnahku!" Sierra mulai kalap. Begitupun dengan Jacob yang sudah emosi mendengarnya. "Jangan berbohong atau aku akan menjebloskanmu ke dalam penjara!" ancam Jacob sambil melotot marah. Karyawan itu sempat goyah mendengar kata penjara, namun Laura sendiri memelototinya sampai karyawan itu ketakutan. "Aku ... tidak berbohong. Bu Sierra itu ... jahat ....""Itu bohong! Semuanya bohong! Dia sudah disuap oleh Bu Laura untuk memfitnah Bu Sierra!" teriak seseorang yang mendadak muncul dari arah lain. Tory datang di
Para peserta rapat akhirnya mengikuti keluar dengan suara yang masih ribut dan dalam sekejap ruang rapat pun menjadi sepi. Hanya tersisa Tami dan beberapa arsitek yang tergabung dalam tim, Jordan, Rosella, Jessica, dan Livy. Livy nampak tersenyum tipis menatap Rosella dan menatap semua kekacauan ini lalu dengan santai ia melenggang keluar dari ruang rapat. Namun, Jessica tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Livy!" teriak Jessica yang mengikutiLivy keluar dari ruangan. Livy pun menoleh menatap Jessica. "Kau juga tidak percaya padaku, hah, Jessica? Dia itu mantan orang gila yang mungkin sampai sekarang masih tetap gila. Untuk apa kau membelanya lagi?" "Bukan dia yang gila, tapi kau yang gila, Livy! Mengapa kau harus mengatakan semua itu di depan banyak orang, hah? Benar saja kata ayahku kalau semua orang di sana tidak berpendidikan, termasuk kau, Livy!" "Terserah kau mau bilang apa, Jessica! Tapi semua yang kukatakan adalah kenyataan!" Jessica yang mendengarnya hanya tertawa
Suara lantang Livy membuat semua orang membelalak kebingungan. Jessica sendiri langsung membelalak dan menoleh tidak percaya ke arah Livy. Memang Jessica sudah mengetahui semuanya, namun Jessica tutup mulut dan ikut menyembunyikan semuanya sampai detik ini. Karena itu, Jessica sama sekali tidak menyangka kalau Livy mengetahui kenyataan itu dan membocorkannya seperti ini di depan semua orang. Jordan dan Rosella sendiri juga membelalak. Jordan yang panik mendengar Livy mengatakannya, sedangkan Rosella yang langsung gemetar karena masa lalunya terungkap. Rosella melirik ke arah Jessica dan Rosella pun pasrah kalau memang Jessica yang membocorkan semuanya, walaupun Rosella masih belum mau menuduh. Tapi selama ini Rosella tahu Jessica sangat dekat dengan Livy. Adipura dan Imelda juga membelalak kaget, namun ia masih belum mengerti apa maksud Livy, begitupun dengan peserta rapat yang juga masih tidak mengerti maksud Livy. "Apa maksudnya, Bu Livy? Siapa yang mantan pasien dengan gang
Rosella berangkat ke kantor pagi itu dan semua arsitek yang akan ikut rapat ternyata sudah menunggunya. Mereka pun saling memberi semangat, sebelum akhirnya mereka dibriefing singkat dan masuk ke ruang rapat yang lebih besar daripada biasanya, seperti ruang sebaguna yang besar dan artistik. Jantung Rosella pun berdebar begitu kencang begitu ia masuk, tapi Jordan terus menyemangatinya. Tidak lama kemudian, satu persatu peserta masuk ke sana yang terdiri dari banyak manager senior. Ada juga perwakilan perusahaan lain yang langsung menempati posisi masing-masing. Dan terakhir Adipura dan Imelda juga masuk ke sana, diikuti oleh Jessica dan Livy. "Aku senang sekali semua berkumpul di sini. Seperti yang kita tahu kali ini kita akan mengerjakan proyek besar dan aku juga sudah menunjuk arsitek utama yang akan bertanggung jawab dalam proyek ini." Adipura membuka rapat. "Arsitek muda yang belum lama bergabung dengan WHA, tapi kemampuannya sudah tidak perlu diragukan lagi." "Mari kita sam
"Bagaimana hari ini, Sayang?" Jonathan melakukan video call dengan Rosella dan Julio, sebelum mereka tidur malam itu. Dan Julio pun begitu senang melihat Jonathan yang begitu ia rindukan. Jonathan sendiri sudah mendengar semua cerita detail tentang Rosella dari Jordan dan Jonathan tidak berhenti berterima kasih pada Rosella. Walaupun Rosella sendiri sebenarnya tidak menceritakan apa pun pada Jonathan karena memang ia tidak mau bersikap berlebihan. "Semuanya baik, Jonathan. Julio sekolahnya juga pintar." "Tadi Julio belajar sama Mama sebelum tidur, Papa," celetuk Julio. "Benarkah? Belajar apa, Sayang?" "Julio belajar menulis." "Haha, apa Julio sudah pintar menulis sekarang?""Sedikit-sedikit bisa, Papa. Di rumah Grandma juga Julio belajar menulis." "Siapa yang mengajarimu, Julio?" "Grandpa. Hehe, tulisan Grandpa bagus." Jonathan yang mendengarnya pun langsung tertawa pelan. Mendadak ingatan masa kecil saat Adipura mengajarinya menulis pun muncul di otaknya. "Ya, Grandpa su
Livy keluar dari ruang kerja Jessica dengan geram dan ia langsung melangkah ke ruang kerjanya sendiri. Livy pun melangkah mondar mandir di ruang kerjanya sambil memekik kesal. "Sial kau, Jessica! Hanya karena diselamatkan seperti itu, mendadak kau ada di pihaknya?" "Kau sudah tidak mendukungku lagi bahkan kau mendukung hal yang tidak masuk akal seperti ini!" "Sebenarnya apa yang Om Adipura dan Tante Imelda inginkan? Membuat Rosella akhirnya mewarisi perusahaan ini? Haruskah mereka memperlakukan Rosella begitu special? Sial!" Livy tidak berhenti menggeram kesal sambil duduk di meja kerjanya. Ia pun memejamkan matanya dan berpikir keras, sebelum akhirnya ia memutuskan sesuatu. "Baiklah, Livy! Kau tidak bisa diam lagi karena ternyata satu persatu orang yang berpihak padamu sekarang pindah dan kau sudah tidak punya teman lagi. Bahkan Tante Imelda dan Jessica juga sudah berpihak pada Rosella." "Aku harus melakukan sesuatu. Ya, aku harus melakukan sesuatu," seru Livy sambil meraih po
Beberapa hari berlalu sejak kejadian pelecehan yang hampir dialami Jessica dan beberapa perubahan pun mulai terasa. Adipura marah besar pada keluarga Cedric dan memutuskan hubungan kerja sama walaupun WHA harus mengalami kerugian yang cukup besar. Adipura pun ngotot memenjarakan Cedric agar ia jera dan Jessica pun merasakan betapa ayahnya sangat menyayanginya. Ketulusan ini jujur belum pernah dirasakan oleh Jessica secara nyata. Jessica memang dekat dengan ayahnya dan selalu menuruti apa pun ucapan ayahnya. Namun, ia merasa itu biasa saja dan memang sudah seharusnya. Jessica tidak pernah terlibat masalah apa pun yang membuatnya merasakan pembelaan yang luar biasa sampai kejadian yang ia alami barusan. Ia baru sadar kalau begitu banyak orang yang peduli padanya. Jordan, Rosella, dan kedua orang tuanya. Bahkan Julio yang kecil itu pun yang diberitahu kalau Jessica sakit keesokan harinya langsung mendatangi Jessica dan menemaninya seharian di ranjang. "Cepat sembuh ya, Aunty! Sini
"Cukup, Jordan! Cukup! Jangan bicara begitu! Jessica masih syok!" seru Rosella. "Aku hanya tidak bisa kasihan padanya, Kak! Aku lega karena dia tidak menjadi korban Cedric, tapi aku juga kesal padanya!" Jordan pun terus mengomel dan Jessica hanya terus diam sampai akhirnya rasa mual membuatnya beranjak dari ranjang. Jessica berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya termasuk sisa wine yang sudah diminumnya tadi. "Huwek! Huwek!" Rosella sendiri terus menemani Jessica sambil menepuk punggung Jessica dan mengambilkan tisue untuknya. Jessica pun menerimanya begitu saja tanpa berkata apa-apa. Bukan hanya itu, Rosella juga begitu sibuk mengambilkan Jessica air minum sampai Jordan hanya bisa menatapnya dengan perasaan hangat melihat ketulusan Rosella pada Jessica. "Apa kau tidak membawa jas, Jordan? Kasihan gaun Jessica robek." "Ada di dalam mobil, Kak." "Sana ambilkan! Kasihan Jessica!" Jordan hanya mengembuskan napas panjang lagi, sebelum akhirnya ia pun pergi dar
"Four Season, Jordan! Kita harus segera ke sana! Kita harus menyelamatkan Jessica!" "Aku bersumpah aku mendengarnya ingin melecehkan Jessica, Jordan! Kita tidak bisa membiarkannya!"Rosella begitu panik sampai ia hampir menangis sekarang. Setiap mengingat kata pelecehan, semua hal buruk mendadak berputar di otaknya dan ia pun akan menjadi emosional, apalagi saat ini adik Jonathan yang akan menjadi korban. Rosella benar-benar tidak bisa membiarkannya. "Ayo kita ke sana, Jordan! Ayo kita ke sana! Menyetirlah lebih cepat, Jordan! Kumohon ...." Tubuh Rosella sudah gemetar sekarang sampai air matanya akhirnya menetes juga. Dan Jordan pun bisa merasakan bagaimana Rosella mengkhawatirkan Jessica padahal selama ini Jessica tidak pernah bersikap baik pada Rosella. "Tenang, Kak! Tenanglah!" sahut Jordan akhirnya sambil melajukan mobilnya makin kencang. Jordan pun sempat menelepon ponsel Jessica beberapa kali, namun ponselnya sudah tidak aktif. "Sial! Jessica! Dia mematikan ponselnya!"
Jessica akhirnya tiba di sebuah restoran mewah bersama Cedric. Jessica memakai gaun merah seksi dengan bagian punggung yang terbuka sampai Cedric tidak berhenti memujinya. "Kau luar biasa cantik malam ini, Jessica!" "Hmm, apa biasanya aku tidak cantik, hah?" "Kau selalu cantik, Sayangku." Cedric yang tadinya sudah duduk di hadapan Jessica pun beranjak dari kursinya dan melangkah mendekati Jessica. Cedric meraih tangan Jessica dan menciumnya, sebelum ia menatap wajah cantik itu lekat-lekat. Betapa cantik dan seksi Jessica malam ini dan Cedric sudah tidak tahan lagi untuk menikmati keindahan di balik gaun merah itu. Namun, dengan cepat Cedric menggeleng untuk menepikan pikirannya karena masih ada step yang harus mereka lewati, makan malam, minum, baru menghabiskan malam bersama. "Baiklah, ayo kita makan, Sayang!"Cedric mengajak Jessica makan dan sepanjang makan malam, Cedric tidak berhenti menatap wajah cantik itu. Jessica memang sangat cantik kalau sudah berdandan. "Makanan