Sungguh, awalnya Jonathan tidak pernah berpikir untuk melakukan hal yang lebih pada Rosella karena Jonathan sangat menghormati Rosella, tidak hanya sebagai pasien tapi sebagai wanita. Berulang kali Jonathan menegaskan itu dalam hatinya saat rasa sayang yang berlebih tiba-tiba muncul. Dan sejauh ini sugesti yang ia tanamkan pada dirinya sendiri berjalan sangat baik. Namun, mendadak semua keteguhan hatinya luntur hanya karena beberapa kalimat dari Bastian dan Jonathan pun mulai menatap Rosella dengan tatapan yang berbeda. Seperti saat ini, saat Jonathan sudah berdua saja dengan Rosella di tempat prakteknya. Seperti biasa, Jonathan duduk berjongkok di hadapan Rosella dan mendongak menatap wanita yang sedang duduk di kursinya itu. Begitupun dengan Rosella yang juga menunduk menatap Jonathan, seolah mengenali Jonathan namun sungguh Jonathan tidak bisa menebak dengan pasti apa yang ada di pikiran Rosella saat ini. "Kau merindukan aku, Rosella? Kau tahu kalau aku sangat merindukanmu .
Jantung Jonathan masih berdebar tidak karuan saat akhirnya ia mendaratkan bibirnya ke bibir Rosella yang terasa dingin itu. Namun, baru saja bibir itu bersentuhan mendadak Jonathan bisa merasakan perubahan dalam diri Rosella. Debar jantung Rosella mendadak memacu begitu kencang sampai tubuh itu gemetar. Sontak Jonathan langsung menarik dirinya lagi. Bahkan Jonathan belum sempat berkenalan lebih dengan bibir manis itu, namun pupil mata Rosella sudah membesar sekarang. "Oh, sial! Apa yang sudah kulakukan!" rutuk Jonathan yang menyadari kalau Rosella mulai ketakutan. Jonathan pun segera melepaskan pelukannya dan membawa Rosella kembali duduk di kursinya. "Rosella, tenang! Tarik napasmu! Buang lagi. Tarik lagi. Maafkan aku, Rosella! Maafkan aku! Maafkan aku yang brengsek! Aku tidak akan mengulanginya lagi, Rosella. Sungguh, maafkan aku!" Jonathan merasa sangat bersalah apalagi melihat napas Rosella yang mendadak tersengal dan tatapan matanya yang begitu goyah, seolah Rosella sudah
"Selamat pagi, Tante!" sapa Bastian dan Jonathan pagi itu. Bastian dan Jonathan tiba di rumah keluarga Sierra dalam waktu yang hampir bersamaan dan mereka masuk bersama. Tentu saja penampilan kedua pria gagah itu sempat membuat Lidya tersenyum bahagia menyambutnya. Dua pria yang mungkin akan bersama dua anak perempuannya. Oh, ini indah sekali. Bahkan Lidya bermimpi saja tidak berani kalau kedua anaknya yang biasa saja bisa bertemu para pria luar biasa ini, yang satu pengusaha sukses dan yang satu dokter terkenal. Rasanya Lidya tidak bisa meminta lebih lagi. "Selamat pagi, Bastian! Selamat pagi, Jonathan! Masuklah!" Lidya mempersilakan kedua pria itu masuk dan duduk di ruang tamu. Mereka pun menunggu di sana, sebelum Lidya membawa Rosella keluar duluan dan Jonathan langsung menyambutnya dengan sumringah. "Hai, Rosella! Kau cantik sekali pagi ini!" puji Jonathan tanpa pernah bosan. Hampir setiap bertemu, Jonathan tidak pernah absen memuji Rosella dan Bastian yang melihatnya pun
"Uncle, yeay!"Julio terus memekik senang saat Jonathan mengajaknya berenang sore itu. Setelah makan siang tadi, Sierra dan yang lain hanya berjalan-jalan berkeliling, sebelum mereka memutuskan untuk berenang sedangkan masuk ke taman bermainnya diundur menjadi keesokan harinya agar bisa bermain puas dari pagi. Lidya, Rosella, dan Bik Ita pun nampak asik menikmati suasana santai mereka dengan duduk di kursi panjang dan melihat Julio dari kejauhan. Sedangkan Julio sendiri malah begitu asik berenang dengan Jonathan. Jonathan memang sudah mendapatkan hati Julio. Entah bagaimana Jonathan melakukannya, namun apapun caranya, cara itu berhasil. Bahkan Julio lebih menyukai Jonathan dibanding Bastian. Hal itu terbukti dari Julio yang selalu menempel pada Jonathan dan menuruti apapun kata Jonathan. Jonathan benar-benar terlihat seperti calon ayah yang sempurna bagi Julio. "Bukankah mereka sangat mesra, Sayang," kata Bastian yang sudah duduk berdua dengan Sierra di kursi santai di pinggir
Sierra terus memeluk Rosella malam itu di kamarnya. Lidya memilih tidur bersama Bik Ita, sedangkan Sierra tidur satu kamar dengan Julio dan Rosella. Entah berapa lama Sierra tidur, namun ia terbangun karena suara Julio yang begitu bersemangat. Julio terus mengguncang tubuh Sierra dan memanggilnya bangun. "Aunty, bangun! Aunty! Ayo kita ke taman bermain! Sudah pagi, Aunty!" pekik Julio yang tidak berhenti tertawa senang. Sontak saja Sierra membuka matanya dan benar saja, hari sudah terang. "Astaga, jam berapa ini, julio?" Sierra pun melirik ponselnya yang menunjukkan jam delapan pagi. "Kau benar, Julio, ini sudah pagi, Aunty terlambat bangun, tapi taman bermainnya belum buka, sabar ya. Kita sarapan dulu, mandi, lalu bersiap-siap. Oke?""Julio mau sekarang, Aunty.""Tapi taman bermainnya baru buka jam sepuluh, Sayang!""Kalau begitu Julio boleh berenang dulu kan, Aunty?""Astaga, sepagi ini?""Iya, ayo telepon Uncle Jonathan!""Eh, tunggu, jangan! Uncle Jonathan pasti masih tidu
Bastian terus tersenyum melihat Sierra yang begitu menikmati atraksi itu, begitu juga dengan semua anggota keluarga lain yang nampak begitu fokus. Baiklah, sekarang saatnya pertunjukkan pamungkasnya, bahkan Bastian sudah siap kalau lamarannya akan menjadi tontonan begitu banyak orang yang ada di sana. Secara diam-diam, Bastian pun menyelinap pergi menjauhi Sierra dan Sierra yang sedang begitu asik sama sekali tidak menyadarinya. Bastian pun langsung pergi ke mobilnya dan mengganti baju santainya dengan jas rapi. "Baiklah, seorang Sebastian Sagala ternyata bisa begitu tegang juga!" Bastian berkali-kali mengembuskan napas panjangnya sambil memegangi dadanya. Cukup lama Bastian menenangkan dirinya, sebelum akhirnya ia melangkah kembali ke tempat atraksi. Sedangkan di tempat atraksi sendiri, Sierra sudah begitu kaget saat ia diajak masuk ke area atraksi, padahal saat itu ia masih kebingungan mencari Bastian. "Maaf, aku tidak bisa, aku sedang mencari seseorang," bisik Sierra pada pe
Jantung Sierra masih memacu tidak karuan melihat Bastian yang bersimpuh di hadapannya dan melamarnya. "Menikahlah denganku, Sierra Nevada!" Air mata Sierra terus berlinang menatap kekasihnya itu dan Sierra pun terus tertawa bahagia dalam tangisnya. Untuk sesaat, mereka pun hanya saling menatap di sana karena Sierra benar-benar bingung harus menjawab apa saat ini. Ya, aku mau? Ayo kita menikah? Aku mau menikah denganmu? Bahkan pada saat seperti ini pun otak Sierra berpikir dengan begitu absurd.Sierra hanya sedang merasakan bahagia yang membuncah, perasaan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya, seolah seluruh tubuhnya dialiri rasa bahagia dan rasa sejuk, yang membuat tubuhnya bergetar hebat. Lidya sendiri yang melihatnya terus menitikkan air matanya sampai Bik Ita yang melihatnya langsung memeluk majikannya itu dari samping. "Ini indah sekali, Bu! Aku ikut bahagia untuk Bu Sierra.""Aku juga turut bahagia untuknya, Bik Ita. Dia sungguh sudah melalui banyak hal berat dulu, untu
"Baiklah, sudah! Sekarang Julio tidur bersama Mama dan Grandma ya!" Jonathan mengacak rambut Julio dengan sayang setelah ia selesai membantu Julio membersihkan dirinya. Lidya dan Jonathan mengajak semua kembali duluan ke hotel dan meninggalkan Bastian serta Sierra di taman bermain karena Julio sudah mengantuk. Rosella sendiri juga sudah begitu lelah dan lemas. Lidya pun masuk ke kamar Rosella untuk membantu membersihkan Rosella sebelum tidur, sedangkan Jonathan membantu Julio karena Julio tidak mau bersih-bersih dengan orang lain selain Jonathan. Julio yang sudah memakai piyamanya itupun mengucek matanya, namun ia tidak mau ditinggalkan oleh Jonathan. "Julio mau tidur sama Uncle ...," rajuk Julio. "Eh, Julio tidur sama Mama dan Grandma dulu ya. Aunty Sierra kan belum kembali."Tapi Julio menggeleng. "Julio mau tidur sama Uncle Jonathan.""Julio, jangan begitu!" kata Jonathan sabar. Lidya yang baru saja membantu Rosella berbaring pun mendekati Julio. "Julio, Uncle Jonathan kan
Kalau di rumah Jacob, kondisinya sangat menyedihkan, di rumah keluarga Adipura, kondisinya tidak lebih baik. Imelda mengurung diri di kamar dengan air mata yang terus meleleh. Imelda sama sekali belum keluar dari kamar sejak Rosella pergi tadi, bahkan Imelda juga belum mandi sampai malam itu. Ia hanya duduk di ranjangnya sambil menangis tanpa mengucapkan sepatah kata pun, seolah ia mengalami kesedihan yang teramat sangat karena kehilangan orang yang ia cintai. Adipura sendiri pun tidak lebih baik. Adipura terus meringis sambil memegangi dadanya, namun ia tidak mau minum obat dan tidak mau siapa pun memperhatikannya. Saat jam makan malam tiba, ia hanya duduk di tempat yang biasanya tapi ia tidak benar-benar makan melainkan hanya mengacak-acak makanannya, sebelum ia memutuskan kembali ke ruang kerjanya. Jessica dan Jordan yang melihatnya pun ikut tidak berniat makan karena suasana hati mereka juga tidak baik. Tidak ada yang bicara lagi dan tidak ada yang membahas masalah Rosella sa
"Semuanya sudah berakhir, Stephanie. Semuanya sudah berakhir." Rosella tidak dapat menahan kesedihannya lagi dan ia menangis sedih di pelukan Stephanie begitu ia tiba di rumahnya. Stephanie yang kebetulan pulang dari kantor untuk melihat Lalita dan Julio pun sampai tidak berniat kembali ke kantor karena ia juga begitu sedih mendengar semua cerita Rosella. Stephanie memeluk Rosella begitu erat dan ikut menangis bersamanya. "Jangan sedih, Rosella! Jangan sedih! Ada aku bersamamu. Ada aku bersamamu." "Aku berusaha untuk tidak sedih, tapi rasanya sakit sekali, Stephanie. Sakit sekali. Bahkan aku yang seharusnya sudah tahu kalau kejadiannya akan seperti ini saja masih terasa sakit, Stephanie. Sakit sekali ...." Rosella terus merintih sakit di pelukan Stephanie, bukan di tubuhnya namun di hatinya. Rasanya begitu sesak seperti ditusuk-tusuk benda tumpul dan Rosella tidak bisa bernapas. "Aku tahu, Rosella. Aku tahu. Aku bersamamu, Rosella. Aku bersamamu," ulang Stephanie tanpa henti.
Jordan kembali masuk ke dalam rumah setelah mengusir lucu dan ia mendapati suasana di ruang keluarga masih mencekam. Adipura masih duduk dengan wajah penuh amarah, dengan Jessica yang duduk di sampingnya sambil memegangi lengan pria itu. Sedangkan Imelda terus menunduk sambil menangis dan Rosella sendiri hanya berdiri di posisinya tadi dengan air mata yang tetap mengalir namun ekspresi wajahnya sudah putus asa. Tidak ada yang bicara di sana, namun Jordan pun menelan salivanya dan mencoba mencairkan suasana. "Dia sudah pergi! Livy itu agak stres jadi kuharap jangan sampai ada yang terpengaruh pada ucapannya! Livy itu ...." Belum sempat Jordan menyelesaikan ucapannya, Rosella sudah menyelanya. "Cukup, Jordan! Cukup! Tidak usah membelaku lagi!" kata Rosella lemas. Imelda yang mendengar suara Rosella pun langsung mendongak dan menatap calon menantu kesayangannya itu dengan tatapan yang begitu sedih. "Aku ... tidak perlu dibela lagi, Jordan. Karena aku memang salah," ucap Rosella l
Jordan baru saja menghentikan mobilnya di depan rumah saat ia melihat mobil Livy di depan rumahnya. "Oh, sial, ini mobil Livy, Jessica!" Jessica pun menggeram kesal melihatnya. "Sial, apa maksudnya wanita itu!" Jessica langsung turun duluan sedangkan Jordan pun menemani Rosella turun. Mereka bersama-sama melangkah cepat ke arah sumber suara di rumah dan mereka langsung mengarah ke ruang keluarga. Mereka pun baru saja masuk ke ruang keluarga saat mereka mendengar ucapan Livy yang membuat semua orang syok bersamaan. "Dan aku tidak bohong kalau Rosella itu gila karena memang dia menjadi gila selama enam tahun karena kasus itu! Dia adalah pasiennya Jonathan! Kau tahu Jonathan adalah seorang psikiater kan? Jonathan mengobati orang gila dan Rosella adalah orang gilanya!" Deg!Untuk sesaat, semuanya terdiam mendengarnya. Suasananya begitu hening sampai semuanya mematung dengan ekspresi yang berbeda-beda. Rosella sendiri sudah menitikkan air matanya lagi tanpa ia bermaksud melakukanny
Cukup lama Rosella menenangkan dirinya bersama Tami, sebelum akhirnya ia mencari Jordan ke ruang kerjanya, tapi Jordan tidak ada. Rosella pun akhirnya memberanikan diri menghampiri ruang kerja Jessica dan ia mematung mendapati Jordan dan Jessica di sana. Jordan dan Jessica sendiri menatap Rosella dengan lega karena Rosella sudah terlihat lebih tenang, tapi raut wajah Rosella nampak begitu serius sampai mereka pun penasaran. "Jordan, Jessica ... aku ... aku minta maaf karena sudah membuat kekacauan seperti ini." "Aku ... aku tidak akan menyalahkan siapa pun, aku yang salah, mungkin memang aku yang tidak teliti, aku yang teledor, dan aku yang harus bertanggung jawab." "Jangan sampai WHA menjadi omongan orang hanya karena aku. Maafkan aku sekali lagi!" "Tapi kalau tidak keberatan, maukah kalian menemaniku menemui Om dan Tante? Jujur aku masih takut menemui mereka sendirian karena itu, aku minta ditemani.""Aku ... aku mau meminta maaf dan mengakui semuanya, mengakui semua kebohonga
"Kita tidak boleh membiarkan Livy sampai buka mulut, Jordan! Dia itu ternyata pengacau yang mempunyai hati yang busuk!" Jessica terus menggeram kesal saat ia sudah ada di ruang kerjanya bersama Jordan. Jordan sendiri membawa Livy keluar dari perusahaan tadi dan setelah memastikan Livy pergi dengan mobilnya, Jordan pun menghampiri Rosella, namun Rosella sudah diurus oleh Tami dan Tami pun meminta Jordan menemui Jessica saja. Jordan sendiri begitu kaget mendengar ucapan Jessica karena ia belum tahu kalau Jessica sudah mengetahui semua kisah hidup Rosella. Walaupun malam itu Jordan mengantarkan Jessica yang mabuk pulang ke rumah, tapi ia sama sekali tidak tahu apa yang Rosella dan Jessica bicarakan sewaktu Jordan mengambil jasnya di bawah. "Kau ...." Jordan nampak ragu. "Kau ...," ulang Jordan yang begitu bingung dengan sikap Jessica. Namun, Jessica yang memahami maksud adiknya hanya memicingkan mata. "Aku apa? Aku sudah tahu apa yang menimpa Rosella. Aku sudah tahu kalau dia per
Para peserta rapat akhirnya mengikuti keluar dengan suara yang masih ribut dan dalam sekejap ruang rapat pun menjadi sepi. Hanya tersisa Tami dan beberapa arsitek yang tergabung dalam tim, Jordan, Rosella, Jessica, dan Livy. Livy nampak tersenyum tipis menatap Rosella dan menatap semua kekacauan ini lalu dengan santai ia melenggang keluar dari ruang rapat. Namun, Jessica tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Livy!" teriak Jessica yang mengikutiLivy keluar dari ruangan. Livy pun menoleh menatap Jessica. "Kau juga tidak percaya padaku, hah, Jessica? Dia itu mantan orang gila yang mungkin sampai sekarang masih tetap gila. Untuk apa kau membelanya lagi?" "Bukan dia yang gila, tapi kau yang gila, Livy! Mengapa kau harus mengatakan semua itu di depan banyak orang, hah? Benar saja kata ayahku kalau semua orang di sana tidak berpendidikan, termasuk kau, Livy!" "Terserah kau mau bilang apa, Jessica! Tapi semua yang kukatakan adalah kenyataan!" Jessica yang mendengarnya hanya tertawa
Suara lantang Livy membuat semua orang membelalak kebingungan. Jessica sendiri langsung membelalak dan menoleh tidak percaya ke arah Livy. Memang Jessica sudah mengetahui semuanya, namun Jessica tutup mulut dan ikut menyembunyikan semuanya sampai detik ini. Karena itu, Jessica sama sekali tidak menyangka kalau Livy mengetahui kenyataan itu dan membocorkannya seperti ini di depan semua orang. Jordan dan Rosella sendiri juga membelalak. Jordan yang panik mendengar Livy mengatakannya, sedangkan Rosella yang langsung gemetar karena masa lalunya terungkap. Rosella melirik ke arah Jessica dan Rosella pun pasrah kalau memang Jessica yang membocorkan semuanya, walaupun Rosella masih belum mau menuduh. Tapi selama ini Rosella tahu Jessica sangat dekat dengan Livy. Adipura dan Imelda juga membelalak kaget, namun ia masih belum mengerti apa maksud Livy, begitupun dengan peserta rapat yang juga masih tidak mengerti maksud Livy. "Apa maksudnya, Bu Livy? Siapa yang mantan pasien dengan gang
Rosella berangkat ke kantor pagi itu dan semua arsitek yang akan ikut rapat ternyata sudah menunggunya. Mereka pun saling memberi semangat, sebelum akhirnya mereka dibriefing singkat dan masuk ke ruang rapat yang lebih besar daripada biasanya, seperti ruang sebaguna yang besar dan artistik. Jantung Rosella pun berdebar begitu kencang begitu ia masuk, tapi Jordan terus menyemangatinya. Tidak lama kemudian, satu persatu peserta masuk ke sana yang terdiri dari banyak manager senior. Ada juga perwakilan perusahaan lain yang langsung menempati posisi masing-masing. Dan terakhir Adipura dan Imelda juga masuk ke sana, diikuti oleh Jessica dan Livy. "Aku senang sekali semua berkumpul di sini. Seperti yang kita tahu kali ini kita akan mengerjakan proyek besar dan aku juga sudah menunjuk arsitek utama yang akan bertanggung jawab dalam proyek ini." Adipura membuka rapat. "Arsitek muda yang belum lama bergabung dengan WHA, tapi kemampuannya sudah tidak perlu diragukan lagi." "Mari kita sam