Dor!Bos rentenir, Ellyas, dan para anak buah yang masih ada di dalam markas begitu kaget mendengar suara tembakan sampai mereka terdiam sejenak. "Suara apa itu? Ada yang menembak? Ada polisi? Brengsek! Kalian keluarlah dan tangani masalah di luar!" Bos rentenir itu langsung mengedikkan kepala pada anak buahnya. "Baik, Bos!" Beberapa anak buah pun langsung keluar untuk membantu teman-temannya. Sementara Bos rentenir kembali menatap Ellyas dan bangkit dari kursinya lalu melangkah mendekati Ellyas. "Ellyas, kau lihat sendiri hasil perbuatanmu, hah? Anak dan menantumu itu memanggil polisi?" Dengan cepat Bos rentenir itu membuka pisau lipatnya. Ellyas pun gemetar sekarang. Sejak tadi Ellyas masih tetap dalam posisi berlutut dengan wajah yang babak belur dan ia tidak berani berkutik karena dikepung oleh banyak anak buah. "Eh, Bos ... Bos ... bukan ... ini bukan salahku! Ancamanku sudah jelas! Kau sudah mendengar sendiri juga kan apa yang kukatakan di telepon! Aku sudah memperingatka
"Sial, Bastian! Tolong Rosella! Tidak ada waktu lagi! Aku tidak mau mereka melakukan sesuatu pada Rosella!"Jonathan yang masih kewalahan menahan serangan anak buah pun terus menoleh dan berteriak lirih ke arah Bastian. Hati Jonathan sudah tidak tenang sama sekali dan ia mencemaskan Rosella dan Julio sampai rasanya ia hampir menangis sekarang, namun ia tidak bisa menyelamatkan mereka karena mereka belum bisa lepas dari kepungan para pria brengsek ini. "Kita akan menyelamatkannya, Jonathan!" "Tidak! Kau yang pergi, Bastian! Aku akan menghalangi mereka di sini! Cepat!" Entah mendapat kekuatan dari mana, namun Jonathan langsung berteriak sambil mendorong beberapa pria bertubuh besar sekaligus. Jonathan melindungi Bastian agar Bastian bisa menyelamatkan Rosella. "Pergi, Bastian! Pergi!" seru Jonathan lagi. Di saat yang sama, Sierra dan Lidya sudah berlari bersama satu anggota polisi yang mengikutinya. "Hati-hati, Bu!" Mereka sempat ketahuan oleh beberapa anak buah sampai polisi it
"Akkkhh!" Tidak terhitung berapa kali Ellyas dihajar habis-habisan oleh dua orang pria bertubuh besar itu. Yang mereka serang adalah bagian wajah Ellyas sampai bengkak dan membiru serta kaki Ellyas sampai Ellyas terus merintih. Sementara bagian tubuhnya yang lain masih utuh tanpa luka karena Bos mereka sudah berpesan agar tidak ada bagian yang membusuk. Kalau semasa hidup Ellyas tidak bisa melunasi hutangnya maka setelah Ellyas mati, Ellyas harus melunasi hutangnya dari uang hasil menjual organ tubuh pria itu. Kedua pria itu pun masih terus menyeringai sambil duduk di kursi dan tertawa puas saat tiba-tiba pintu ruangan itu didobrak kasar. Brak!"Kami polisi, angkat tangan!" Dua orang polisi menghambur masuk dan membuat kedua pria itu terkejut. "Apa ini?" pekik salah seorang pria. "Kalian sudah dikepung!" sahut polisi itu. Para polisi bantuan memang datang lagi dan mereka ikut membantu menangkap para rentenir termasuk Bos rentenir, namun para rentenir itu melawan dan terjadi
"Ayo, kita pergi dari sini!" Lidya dan Sierra memapah Rosella sambil menggandeng Julio keluar dari kamar sempit itu, sedangkan Bastian masih berkelahi dengan beberapa orang melindungi para wanita.Sierra sempat menoleh ke arah suaminya yang sedang terkena pukulan itu dan Sierra masih menangis di sana. "Bastian ...." "Pergi, Sierra, kembali ke mobil, cepat!" teriak Bastian. Sierra pun mengangguk dan mencoba melangkah lagi melewati kekacauan yang masih berlangsung. Di sudut di mana Sierra berada terdapat lebih banyak anak buah dibanding sudut yang lain yang sudah berhasil ditangani oleh polisi. Mereka pun masih terus melangkah saat tiba-tiba ada seorang pria yang terlempar ke arah depan mereka. Buk!"Akkhh!" Sierra dan Lidya memekik bersamaan. Pria itu baru saja berkelahi dengan Jonathan sampai ia terlempar ke sana dan begitu pria itu melihat para wanita, ia langsung membelalak. "Mau ke mana kalian, hah?" Pria itu langsung berdiri dan baru saja akan menangkap Sierra dan yang la
Ellyas menyetir mobilnya dengan kecepatan penuh. Gabungan antara hasrat ingin kabur dan rasa sakit yang makin menjadi-jadi membuat kaki Ellyas menginjak gas itu begitu kuat dan seluruh berat tubuhnya tertumpu pada gas mobil itu. Broom! Broom!Suara deru mobil itu membuat semua orang membelalak kaget. Sierra, Lidya, dan Rosella yang sudah menoleh melihatnya pun langsung panik. Namun, Ellyas nampak tidak peduli dengan apa pun yang ada di hadapannya karena yang ia tahu adalah bahwa ia harus kabur dari sana. Pandangan Ellyas sudah kabur dan napasnya sudah sangat berat. Samar-samar ia melihat seorang anak kecil yang menghalangi jalannya dan Ellyas sama sekali tidak berniat untuk memperlambat laju mobilnya. Ia sendiri pun tidak mengenali lagi siapa anak itu karena otaknya sudah tidak sinkron. Tapi apa pun yang terjadi, biar saja, yang penting ia bisa kabur. Bahkan Ellyas sempat menyeringai, namun kepalanya agak terantuk karena kesadarannya yang timbul tenggelam. Ellyas berusaha men
"Semua sudah berakhir, Valdo! Semua sudah berakhir!"Bastian langsung menelepon Valdo begitu mereka sudah tiba di rumah. Bastian menceritakan semuanya sampai Valdo terdiam tanpa kata mendengarnya. Ada rasa menyesal tidak bisa membantu di sana, namun ada rasa lega juga karena akhirnya semuanya selesai dengan selamat. "Aku masih tidak bisa membayangkan betapa mengerikan kejadian di sana tadi, Bastian.""Hmm, sangat mengerikan, menegangkan, dan melelahkan! Tapi semua baik-baik saja, Valdo. Syukurlah!" Valdo mengangguk dan kembali bernapas lega. "Keluarga Sierra baik-baik saja?" tanya Valdo lagi. Bastian pun melirik para wanita yang masih duduk tanpa kata di sofa ruang tamu. Bahkan mereka belum beranjak dari sana sama sekali sejak mereka tiba di rumah tadi. "Well, bagaimana mengatakannya? Mereka masih syok, tapi kurasa mereka akan baik-baik saja. Termasuk Rosella yang secara mengejutkan menyelamatkan Sierra tadi. Mereka ... tidak bisa diajak bicara saat ini, Valdo." Valdo kembali
"Sekali lagi kami turut berduka cita, Bu Lidya." "Terima kasih, Pak Jacob!" Jacob dan keluarganya langsung berangkat mengunjungi keluarga Sierra begitu mereka mendengar kabar dari Valdo tentang meninggalnya ayah dari Sierra. Mereka sempat ikut dalam acara persemayaman jenazah Ellyas dan doa bersama, sebelum keesokan harinya tubuh Ellyas itu akan dikremasi. Tidak ada anggota keluarga lain yang mereka punya karena itu, acara itu hanya dihadiri oleh keluarga Sierra, keluarga Jacob, dan Valdo. Tidak ada juga yang banyak bicara dalam acara itu selain ucapan turut berduka cita. Semua orang nampak tetap diam memendam perasaan masing-masing yang masih tidak karuan. Rosella tetap diam dan hanya terus berkedip di pelukan Stephanie yang sangat menyayanginya. Stephanie terus mengumpati Ellyas saat mendengar cerita lengkap dari Bastian kemarin. Bahkan Stephanie tidak peduli kalau pria itu sudah meninggal. "Dasar pria tua brengsek yang tidak berguna! Bisa-bisanya dia mengorbankan anaknya l
"Kau lihat, ini foto Julio waktu bayi, Rosella! Dia tampan sekali! Dia mirip sepertimu!" Lidya dan Sierra duduk di ranjang bersama Rosella sore itu dan perlahan memasukkan kenangan demi kenangan indah ke otak Rosella, menggantikan kenangan yang buruk dan kekosongan selama enam tahun terakhir ini. Satu minggu telah berlalu sejak acara kremasi Ellyas selesai dan semua orang pun mulai move on dari semua hal tentang pria itu. Mereka memutuskan untuk menutup semua kenangan lama yang menyakitkan itu dan memulai lembaran yang baru tanpa ketakutan dan perasaan was-was sama sekali. Valdo dan keluarga Jacob juga sudah pulang kembali ke kota mereka, sedangkan keluarga Sierra sendiri memilih fokus untuk kesembuhan Rosella. Walaupun Lidya dan Sierra juga sesekali pergi ke toko roti dan perusahaan, tapi mereka lebih banyak menghabiskan waktu di rumah selama satu minggu ini demi Rosella. Kondisi Rosella memang sudah mendapatkan kesadarannya kembali sejak kejadian itu, namun ia belum 100% norma
Jordan kembali masuk ke dalam rumah setelah mengusir lucu dan ia mendapati suasana di ruang keluarga masih mencekam. Adipura masih duduk dengan wajah penuh amarah, dengan Jessica yang duduk di sampingnya sambil memegangi lengan pria itu. Sedangkan Imelda terus menunduk sambil menangis dan Rosella sendiri hanya berdiri di posisinya tadi dengan air mata yang tetap mengalir namun ekspresi wajahnya sudah putus asa. Tidak ada yang bicara di sana, namun Jordan pun menelan salivanya dan mencoba mencairkan suasana. "Dia sudah pergi! Livy itu agak stres jadi kuharap jangan sampai ada yang terpengaruh pada ucapannya! Livy itu ...." Belum sempat Jordan menyelesaikan ucapannya, Rosella sudah menyelanya. "Cukup, Jordan! Cukup! Tidak usah membelaku lagi!" kata Rosella lemas. Imelda yang mendengar suara Rosella pun langsung mendongak dan menatap calon menantu kesayangannya itu dengan tatapan yang begitu sedih. "Aku ... tidak perlu dibela lagi, Jordan. Karena aku memang salah," ucap Rosella l
Jordan baru saja menghentikan mobilnya di depan rumah saat ia melihat mobil Livy di depan rumahnya. "Oh, sial, ini mobil Livy, Jessica!" Jessica pun menggeram kesal melihatnya. "Sial, apa maksudnya wanita itu!" Jessica langsung turun duluan sedangkan Jordan pun menemani Rosella turun. Mereka bersama-sama melangkah cepat ke arah sumber suara di rumah dan mereka langsung mengarah ke ruang keluarga. Mereka pun baru saja masuk ke ruang keluarga saat mereka mendengar ucapan Livy yang membuat semua orang syok bersamaan. "Dan aku tidak bohong kalau Rosella itu gila karena memang dia menjadi gila selama enam tahun karena kasus itu! Dia adalah pasiennya Jonathan! Kau tahu Jonathan adalah seorang psikiater kan? Jonathan mengobati orang gila dan Rosella adalah orang gilanya!" Deg!Untuk sesaat, semuanya terdiam mendengarnya. Suasananya begitu hening sampai semuanya mematung dengan ekspresi yang berbeda-beda. Rosella sendiri sudah menitikkan air matanya lagi tanpa ia bermaksud melakukanny
Cukup lama Rosella menenangkan dirinya bersama Tami, sebelum akhirnya ia mencari Jordan ke ruang kerjanya, tapi Jordan tidak ada. Rosella pun akhirnya memberanikan diri menghampiri ruang kerja Jessica dan ia mematung mendapati Jordan dan Jessica di sana. Jordan dan Jessica sendiri menatap Rosella dengan lega karena Rosella sudah terlihat lebih tenang, tapi raut wajah Rosella nampak begitu serius sampai mereka pun penasaran. "Jordan, Jessica ... aku ... aku minta maaf karena sudah membuat kekacauan seperti ini." "Aku ... aku tidak akan menyalahkan siapa pun, aku yang salah, mungkin memang aku yang tidak teliti, aku yang teledor, dan aku yang harus bertanggung jawab." "Jangan sampai WHA menjadi omongan orang hanya karena aku. Maafkan aku sekali lagi!" "Tapi kalau tidak keberatan, maukah kalian menemaniku menemui Om dan Tante? Jujur aku masih takut menemui mereka sendirian karena itu, aku minta ditemani.""Aku ... aku mau meminta maaf dan mengakui semuanya, mengakui semua kebohonga
"Kita tidak boleh membiarkan Livy sampai buka mulut, Jordan! Dia itu ternyata pengacau yang mempunyai hati yang busuk!" Jessica terus menggeram kesal saat ia sudah ada di ruang kerjanya bersama Jordan. Jordan sendiri membawa Livy keluar dari perusahaan tadi dan setelah memastikan Livy pergi dengan mobilnya, Jordan pun menghampiri Rosella, namun Rosella sudah diurus oleh Tami dan Tami pun meminta Jordan menemui Jessica saja. Jordan sendiri begitu kaget mendengar ucapan Jessica karena ia belum tahu kalau Jessica sudah mengetahui semua kisah hidup Rosella. Walaupun malam itu Jordan mengantarkan Jessica yang mabuk pulang ke rumah, tapi ia sama sekali tidak tahu apa yang Rosella dan Jessica bicarakan sewaktu Jordan mengambil jasnya di bawah. "Kau ...." Jordan nampak ragu. "Kau ...," ulang Jordan yang begitu bingung dengan sikap Jessica. Namun, Jessica yang memahami maksud adiknya hanya memicingkan mata. "Aku apa? Aku sudah tahu apa yang menimpa Rosella. Aku sudah tahu kalau dia per
Para peserta rapat akhirnya mengikuti keluar dengan suara yang masih ribut dan dalam sekejap ruang rapat pun menjadi sepi. Hanya tersisa Tami dan beberapa arsitek yang tergabung dalam tim, Jordan, Rosella, Jessica, dan Livy. Livy nampak tersenyum tipis menatap Rosella dan menatap semua kekacauan ini lalu dengan santai ia melenggang keluar dari ruang rapat. Namun, Jessica tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Livy!" teriak Jessica yang mengikutiLivy keluar dari ruangan. Livy pun menoleh menatap Jessica. "Kau juga tidak percaya padaku, hah, Jessica? Dia itu mantan orang gila yang mungkin sampai sekarang masih tetap gila. Untuk apa kau membelanya lagi?" "Bukan dia yang gila, tapi kau yang gila, Livy! Mengapa kau harus mengatakan semua itu di depan banyak orang, hah? Benar saja kata ayahku kalau semua orang di sana tidak berpendidikan, termasuk kau, Livy!" "Terserah kau mau bilang apa, Jessica! Tapi semua yang kukatakan adalah kenyataan!" Jessica yang mendengarnya hanya tertawa
Suara lantang Livy membuat semua orang membelalak kebingungan. Jessica sendiri langsung membelalak dan menoleh tidak percaya ke arah Livy. Memang Jessica sudah mengetahui semuanya, namun Jessica tutup mulut dan ikut menyembunyikan semuanya sampai detik ini. Karena itu, Jessica sama sekali tidak menyangka kalau Livy mengetahui kenyataan itu dan membocorkannya seperti ini di depan semua orang. Jordan dan Rosella sendiri juga membelalak. Jordan yang panik mendengar Livy mengatakannya, sedangkan Rosella yang langsung gemetar karena masa lalunya terungkap. Rosella melirik ke arah Jessica dan Rosella pun pasrah kalau memang Jessica yang membocorkan semuanya, walaupun Rosella masih belum mau menuduh. Tapi selama ini Rosella tahu Jessica sangat dekat dengan Livy. Adipura dan Imelda juga membelalak kaget, namun ia masih belum mengerti apa maksud Livy, begitupun dengan peserta rapat yang juga masih tidak mengerti maksud Livy. "Apa maksudnya, Bu Livy? Siapa yang mantan pasien dengan gang
Rosella berangkat ke kantor pagi itu dan semua arsitek yang akan ikut rapat ternyata sudah menunggunya. Mereka pun saling memberi semangat, sebelum akhirnya mereka dibriefing singkat dan masuk ke ruang rapat yang lebih besar daripada biasanya, seperti ruang sebaguna yang besar dan artistik. Jantung Rosella pun berdebar begitu kencang begitu ia masuk, tapi Jordan terus menyemangatinya. Tidak lama kemudian, satu persatu peserta masuk ke sana yang terdiri dari banyak manager senior. Ada juga perwakilan perusahaan lain yang langsung menempati posisi masing-masing. Dan terakhir Adipura dan Imelda juga masuk ke sana, diikuti oleh Jessica dan Livy. "Aku senang sekali semua berkumpul di sini. Seperti yang kita tahu kali ini kita akan mengerjakan proyek besar dan aku juga sudah menunjuk arsitek utama yang akan bertanggung jawab dalam proyek ini." Adipura membuka rapat. "Arsitek muda yang belum lama bergabung dengan WHA, tapi kemampuannya sudah tidak perlu diragukan lagi." "Mari kita sam
"Bagaimana hari ini, Sayang?" Jonathan melakukan video call dengan Rosella dan Julio, sebelum mereka tidur malam itu. Dan Julio pun begitu senang melihat Jonathan yang begitu ia rindukan. Jonathan sendiri sudah mendengar semua cerita detail tentang Rosella dari Jordan dan Jonathan tidak berhenti berterima kasih pada Rosella. Walaupun Rosella sendiri sebenarnya tidak menceritakan apa pun pada Jonathan karena memang ia tidak mau bersikap berlebihan. "Semuanya baik, Jonathan. Julio sekolahnya juga pintar." "Tadi Julio belajar sama Mama sebelum tidur, Papa," celetuk Julio. "Benarkah? Belajar apa, Sayang?" "Julio belajar menulis." "Haha, apa Julio sudah pintar menulis sekarang?""Sedikit-sedikit bisa, Papa. Di rumah Grandma juga Julio belajar menulis." "Siapa yang mengajarimu, Julio?" "Grandpa. Hehe, tulisan Grandpa bagus." Jonathan yang mendengarnya pun langsung tertawa pelan. Mendadak ingatan masa kecil saat Adipura mengajarinya menulis pun muncul di otaknya. "Ya, Grandpa su
Livy keluar dari ruang kerja Jessica dengan geram dan ia langsung melangkah ke ruang kerjanya sendiri. Livy pun melangkah mondar mandir di ruang kerjanya sambil memekik kesal. "Sial kau, Jessica! Hanya karena diselamatkan seperti itu, mendadak kau ada di pihaknya?" "Kau sudah tidak mendukungku lagi bahkan kau mendukung hal yang tidak masuk akal seperti ini!" "Sebenarnya apa yang Om Adipura dan Tante Imelda inginkan? Membuat Rosella akhirnya mewarisi perusahaan ini? Haruskah mereka memperlakukan Rosella begitu special? Sial!" Livy tidak berhenti menggeram kesal sambil duduk di meja kerjanya. Ia pun memejamkan matanya dan berpikir keras, sebelum akhirnya ia memutuskan sesuatu. "Baiklah, Livy! Kau tidak bisa diam lagi karena ternyata satu persatu orang yang berpihak padamu sekarang pindah dan kau sudah tidak punya teman lagi. Bahkan Tante Imelda dan Jessica juga sudah berpihak pada Rosella." "Aku harus melakukan sesuatu. Ya, aku harus melakukan sesuatu," seru Livy sambil meraih po