"Gak papa kok, La. Nanti Tante bisa ke rumah mereka jika kangen kedua cucu, Tante," bela Aulia lalu segera mengajak Maura agar cepat duduk di dalam mobil.
"Shilla belum selesai bicara," ucap Shilla membuat Aulia menoleh."Sudahlah, La. Biarkan mereka pulang," tambah Aulia menatap ke arah Shilla yang terus mencoba menghalangi kepergian mereka."Mas pergi dulu, jangan menyusahkan Mamaku," seru Aji kala istri dan anak-anaknya telah masuk mobil."Iya Mas," sahut Shilla pelan, lalu memandang kepergian mereka.Maura mengulas senyuman kala sampai ke kediaman. Ia melangkah masuk saat Aji membukakan pintu. Perlahan dia menghirup udara dalam rumah dan mengembuskan perlahan, sambil menatap Delia yang telah berlari ke kamar karena sangat merindukan mainannya."Ahh ... Lia sangat merindukan kalian," ucap Delia kala mendekati orang tuanya sambil membawa beberapa boneka di dekapan."Kamu istirahat saja, Mas siapkan air minum. Pasti kaEmpat hari berlalu, Maura benar-benar sibuk mengurus kedua anaknya. Ia belum terbiasa, wajah lelah terlihat jelas di paras yang ayunya. Langit sebentar lagi gelap, hanya cahaya rembulan yang menerangi. Suara angin bertiup kencang, disertai rintik-rintik hujan mulai membasahi bumi, perlahan semakin deras. Perempuan tersebut memeluk kedua buah hatinya, melirik jam menunggu sang suami pulang. "Bunda ... Lia takut," keluh Delia dengan tubuh gemetar, ia memeluk tubuh sang Bunda dengan erat. "Jangan takut, ada Bunda, Bunda bakal jagain kalian," hibur Maura dengan suara pelan, ia terkejut kala suara petir menggelegar membuat bayi mungil yang terlelap di dekapannya terbangun dan menangis. "Cup, cup, cup, Sayang jangan menangis. Ada Bunda disini," ucap Maura berusaha agar sang bayi tenang ia mulai menimang sedangkan Delia memeluk kakinya."Bunda, jangan tinggalin Lia," pekik gadis itu sangat erat memeluk kaki sang Bunda."Bunda gak a
"Bunda, dede nangis." Maura terkejut kala Delia memegang tangannya membuat ia menoleh. "Ayo kita ke kamar," ajak Maura lalu melirik ke kamar bertabrakan dengan manik Aji yang memandangnya. "Ma ... Mas bisa jelaskan," kata Aji berusaha mengejar Maura tetapi ditahan Shilla."Mas, aku masih pusing," rajuk Shilla membuat Aji mengembuskan napas lalu menghempaskan tangan wanita itu dari lengannya. "Lepas! Istriku bisa salah paham karna kita berduaan di kamar, apalagi kamu bersandar dibahuku!" sentak Aji lalu melangkah pergi membuat Shilla mendengkus murka. "Menyebalkan!" maki perempuan itu setelah Aji hilang dari pandangannya dan pintu kamar pun tertutup. Maura segera menimang buah hati. Ia dengan sayang menciumi pipi putranya, sementara Delia tengah menanggalkan pakaian karena hendak membersihkan diri. Baru saja membuka pintu kamar mandi, mereka menoleh mendengar suara Aji. "Ma ... kamu salah paham," ucap Aji membuat Ma
"Gue juga bakal pergi! Ayo Mas, kita berangkat bareng, anterin aku ke rumah," ajak Shilla dengan nada emosi menyahuti ucapan Maura, tetapi bernada lembut pada Aji."Aji udah mau telat, gak bisa anterin kamu. Mendingan sono cepat pergi!" usir Maura seraya mengibaskan tangan."Jangan bersikap seperti itu, Ma. Aku bakal anter kamu. La ... kamu pulang pake taksi aja," tutur Aji membuat Maura tersenyum dan Shilla menghentakan kaki dan melangkah pergi."Ayo Sayang," ajak Aji menggenggam tangan Delia."Asikk ... diantar Papa," sorak Delia gembira, lalu melangkah bersama menuju mobil."Lia pengen di depan, Pah," pinta Delia kala sang Papa membukakan pintu belakang."Ah ... putri kecil Papa mau di depan, ayo silahkan masuk princess kesayangan Papa," goda Aji sembari membukakan pintu depan lalu membantu Delia duduk di mobil, tak lupa juga memakaikan sabuk pengaman di pinggang gadis kecil itu.Setelah semua di dalam mobil, Aji seg
Aji pulang menampilkan riak muram, lalu ia membuka pintu dan menjatuhkan bokong ke sofa. Terlihat Delia berlari menghambur ke pelukkan sang Papa, Aji dengan sigap mendekap Delia agar tak jatuh. Gadis kecil itu melabuhkan kecupan di pipi Aji membuat dia terdiam, karena tak biasanya sang anak sambung bertingkah. "Papa ganteng ih. Mau Lia ambilin minuman dingin?" tanya Delia lalu meminta agar dia diturunkan dari pangkuan."Wahh anak Papa lagi baik nih, boleh dong, tau aja Papa lagi haus," balas Aji membuat Delia mengulas senyum lalu pamit pergi ke dapur."Ini Pah," teriak Delia membuat Aji menoleh melihat anak sambungnya tengah membawa gelas berisi air dan ia berjalan membuat isinya tumpah-tumpah. "Ini Papa, aku berhasil membawanya sampai sini," ucap Delia dengan senyum ceria membingkai di bibirnya."Ahhh ... terima kasih, Sayang. Kamu sudah berkerja keras," puji Aji mengambil gelas itu yang isinya tinggal setengah, lelaki tersebut langs
Maura bungkam sedari tadi semenjak Aji pulang, ia sama sekali tidak menampakan senyuman yang biasa menyambut sang suami. Aji terheran-heran melihat perubahan istrinya, padahal pas dia pergi semburat merah terlihat di pipi wanita itu. Kini mereka tengah makan malam, Maura masih melayani seperti biasa, hanya saja sekarang wajah datar diperlihatkan."Bunda, aku pengen tambah ayam gorengnya boleh?" tanya Delia membuat Maura menoleh menatap anaknya lalu mengangguk dan mengambilkan sepotong paha ayam kemudian ia letakkan ke piring Delia."Ahhh ... aku suka ayam goreng," pekik Delia gembira lalu melahap makanan dengan semangat."Hati-hati, Sayang, makanannya kamu nggak bakal lari," nasehat Maura membuat Delia hanya menampilkan seringai. "Kalau lari nanti kita tangkep aja, seru kali ngejar paha ayam yang udah digoreng malah lari pas mau dimakan," timpal Aji sambil tertawa dan disambut tawa terbahak-bahak Delia membuat gadis itu tersedak."Minum
ayo jangan lupa kasih gams, terimakasih masih terus menunggu update cerita ini.Maura seperti biasa selalu menyiapkan apa pun kebutuhan sang suami untuk berangkat bekerja. Ia tengah bersiap-siap untuk makan bersama dengan ibu-ibu, dia juga telah mengantongi izin dari Aji. Maura memoles wajahnya dengan natural dan gamis serta pasmina membuat terlihat segar."Bunda cantik," puji Delia memandang sang Bunda dengan tatapan kagum."Kamu juga cantik, Sayang." Maura menjawil hidung Delia membuat gadis itu memberengut."Bunda ... Lia pengen ikut, bolos ya sekolahnya," pinta Delia dengan tatapan memohon. "Coba telepon Papa, kalau Papa izinin kamu boleh bolos," ucap Maura membuat Delia tersenyum sumringah lalu segera mengambil handphone dan mulai menelepon sang Papa."Papa," panggil Delia kala sambungan video call sudah terhubungan."Iya, Sayang. Ada apa?" sahut Aji sambil matanya fokus ke berkas yang ada di atas meja."D
Delia mencairkan suasana yang mencengkram, ocehan gadis itu membuat sesekali orang tertawa. Tingkah lucu dan menggemaskan, membuat hati mereka gembira. Waktu tak terasa berputar begitu cepat, apalagi dengan kesibukan semua pada tiga anak kecil itu. "Sudah mulai sore, ayo kita harus pulang. Kita juga harus cari hotel," kata Hamdan pada istrinya, saat melirik jam tangan.Mawar mengangguk sebagai jawaban, wanita itu segera mendekati Aulia yang tengah memakaikan baju pada Fauzia. Shilla sudah pergi sejak tadi, karna merasa diasingkan. Bahkan mereka tak sadar jika gadis tersebut gak ada. "Mah, Mbak, Bang, kami pamit pulang, sudah sore. Kami harus cari hotel buat istirahat," pamit Mawar membuat Maura mengeryitkan alisnya. "Kok ke hotel, kenapa gak ke rumah," seru Maura membuat Mawar tersenyum kecil."Allhamdulillah Mbak, kami sedang renovasi rumah. Ini juga kayanya beberapa hari selesai," sahut Mawar membuat Maura mengulas senyum sumringah.
Waktu menunjuk pukul 03:00 WIB, terlihat Delia telah bangun dan tengah menonton televisi sambil mengemil. Sedangkan Hamdan membuka pintu karna pesanan makanan sudah tiba, pria itu menutup benda persegi panjang tersebut lalu segera membawa makanan ke meja. Memanggil Mawar yang sedang menimang sang anak dan bidadari kecilnya. "Asik ... sahur sekarang bareng Ayah," pekik Delia senang membuat Hamdan tersenyum bahagia."Ayo makan yang banyak," perintah Hamdan dibalas anggukan Delia, lelaki itu segera menyendokkan makanan untuk sang anak.Hamdan melirik Mawar yang terus mengumbar senyum kala wanita itu telah mendudukkan Ia di lantai. Ya mereka memilih makan di sana, rasa bahagia melambung tinggi mengingat Mawar begitu menyayangi Delia. Lelaki tersebut segera menerima makanan yang tengah disendokkan oleh sang istri."Sayang kamu tidak makan?" tanya Hamdan kala melihat sang istri malah menyuapi buah hati mereka."Nanti, Mas. Aku suapi Ia dulu, l
"Sudahlah, La! Kamu menyerah saja," geram sang Papa menatap murka ke arah Shilla."Gak bisa, Pah. Mas Aji harus jadi suami Shilla," rengek Shilla akhirnya memilih menitihkan air mata dan sang Mama langsung mendekap anak gadisnya. "Jangan terlalu keras pada Shilla, Pah," tegur Mama Shilla membelai rambut anaknya merasa sakit kala melihat Shilla menitihkan air mata."Papa kesal, Mah. Shilla berbohong pada kita, kalau Aulia gak beritahu kita, kita gak bakal tau kelakukan anak kita, Mah," lirih Papa Shilla pelan, ia sangat terlihat frustasi dan memijit keningnya."Aku gak bohong, Pah. Mas Aji gak bakal bahagia dengan wanita lain, dia hanya akan bahagia bersamaku," teriak Shilla seraya menangis, sang Mama semakin mendekap anaknya."Mas akan luruskan, La. Mas hanya mengangap kamu sebagai adik, tidak lebih, tolong jangan ganggu kebahagiaann Mas. Mas sudah bahagia bersama Ma dan anak-anak," jelas Aji membuat Shilla semakin terisak. "Sadarlah, La. Masa depanmu masih panjang, kamu bukan cinta
Sebelas hari berlalu setelah kepergian Aulia, Aji masih terlihat murung. Maura wanita itu sibuk mengurus ini dan itu, beruntung ia memiliki pengasuh untuk menjaga anak-anaknya. Sehabis selesai melakukan semua, Maura bergegas melihat sang suami di kamar, terlihat Shilla tengah berusaha membujuk Aji. "Ayo, Mas. Kamu makan ya," bujuk Shilla menyodorkan sendok yang berisi nasi ke bibir Aji. "Sana keluar, Mas gak mau makan," usir Aji membuat Shilla sedikit gemas."Kamu punya telinga, kan, kamu udah diusir. Tolong keluar, biar Mbak yang kasih makan Mas Aji," cecar Maura merebut mangkuk yang berisi bubur, lalu Shilla menghentakan kaki kesal. "Nyebelin! Aku yang beli bubur ini lho," sunggut Shilla menatap kesal ke arah Maura."Ini, Mbak bayar harga buburnya. Sana kamu pergi, oh iya. Kalau mau bantuin tolong urusin aja yang lain, biar Mas Aji aku yang urus saja, karena dia adalah suamiku," sembur Maura membuat Shilla mengepalkan tangannya lalu memilih pergi."Mas ...," panggil Maura dengan
"Enggak, Ma. Ibu mau beli gamis warna kuning aja tuh," ujar Aulia menaruh daster tersebut dan melangkah mendekati jejeran gamis."Ini, Ibu beli ini, tolong pegangin ya," pinta Aulia menyerahkan gamis set dengan hijabnya."Wah ... mukenanya bagus banget, Ibu juga mau beli ini deh," ucap Aulia lagi lalu memgambil mukena berwarna hijau. "Bu, bukannya Ibu suka pake mukena warna putih ya?" tanya Maura mendekati wanita yang menjadi mertuanya. "Emang gak boleh Ibu pengen warna ini," kata Aulia langsung disambut gelengan Maura. "Kamu udah milihnya belum?" tanya Aulia memandang menantunya yang disambut gelengan Maura."Enggak ah, Bu. Baju baru Ma masih banyak yang belum kepake," kata Maura membuat Aulia mengangguk."Ya sudah, ayo antar Ibu bayar dulu," ucap Aulia yang langsung disambut anggukan Maura."Wah, bajunya gemesin," tutur Maura membuat Aulia menoleh memandang menantunya dan ikut melihat apa yang dipandang wanita itu."Iya gemesin, ayo kita ke sana, Ibu pengen beliin. Sekalian buat
Waktu beranjak siang, matahari sudah diatas kepala. Suhu badan Aulia kembali normal, ia sekarang sedang mengajak main di ruang tengah. Wanita itu sempat menanyakan dimana Shilla, bahkan Aulia langsung menelepon gadis tersebut. Setelah tau keberadaan Shilla, Aulia akhirnya fokus bersenang-senang dengan anak, menantu dan sang cucu. "Aku buat makan siang dulu ya," pamit Maura bangkit dari duduknya lalu menyerangkan Kenzie pada Aji karena habis menyusui. "Ayo Ibu bantu, Ibu lagi pengen masak bareng kamu," seru Aulia ikut bangkit dan akhirnya mereka melangkah ke dapur bersama, biarkan Aji menjaga anak-anak. "Pah," panggil Delia membuat Aji mendongak memandang putri sambungnya."Ada apa, hmmm ...," sahut Aji mengeryitkan alis kala melihat Delia seperti menimang-nimang mengatakan sesuatu. "Eummm ... anu, Lia pengen ikut bantu masak ya," ujar Delia membuat Aji terus memandangnya."Boleh ya, Pah. Kalo Papa udah bilang boleh, Bunda gak bakal larang aku," tutur Delia menangkupkan tangannya d
Aji langsung menarik lengannya kala menyadari bahwa ada Maura. Karena tadi tangan itu ternyata menggenggam jemari lentik Shillaa. Terlihat paras Maura memancarkan kekecewaan, Aulia pun merasa bersalah. "Nenek, Nenek jangan sakit. Delia sayang, Nenek," kata Delia dengan nada cemring ia menaiki kasur dan memeluk tubuh Aulia. "Nenek gak sakit kok, cuma lemes aja," balas Aulia menoleh ke arah Delia dan membalas pelukkan gadis kecil itu lalu mencium pucuk kepala Delia. "Huh, Nenek bohong! Katanya gak sakit, tapi ini apa, badan dan kening Nenek sangat panas," gerutu Delia, gadis kecil itu mengusap sayang wajah Aulia."Semoga cara Lia ampun ya," tutur Delia terus membelai sayang puncuk kepala Aulia."Ma ...," ucap Aji pelan, ia bangkit hendak mendekati sang istri, tetapi keduluan oleh Maura yang berjalan ke arahnya. "Bu, berobat yuk! Ma gak tega liat Ibu," ajak Maura melewati sang suami, lalu ikut duduk di ranjang dan membelai puncuk kepala Aulia. "Nenek pasti cepet sembuh, karna sekara
"Papa, aku pinjem handphone. Maim games, boleh ya, Pah ...," rayu Delia memandang Aji dengan pupy eyes. Aji tersenyum geli melihat wajah sang anak sambung, ia mengangguk sebagai jawaban lalu mulai melahap hidangan saat sudah tersedia di piring. Delia langsung bersorak girang, dia bergegas mengambil ponsel Aji dan membawanya ke ruang makan. Karena gadis kecil tersebut akan makan disuapi oleh sang Bunda."Papa, Nenek sakit," kata Delia kala selesai mengeja huruf demi huruf dari pesan whatsapp Shilla. "Kata siapa, Lia?" tanya Aji mendongak memandang anak sambungnya seraya mengeryitkan alis. "Ini Pah, whatsapp dari Tante Shilla," balas Delia menyodorkan handphone lalu ia langsung turun dari kursi. "Ayo Pah, Bun. Kita ke rumah Nenek, kasian Nenek sakit, gak tega Lia lihat fotonya," pinta Delia memegang tangan sang Bunda."Astagfirullah, Ibuu ... ayo Ma! Kita langsung ke rumah Ibu," ajak Aji bangkit dari duduknya lalu menggendong Delia agar ikut ke mobil sedangkan Maura meminta Kenzie
Seminggu berlalu, Aji kini lebih fokus ke anak dan istrinya. Shilla juga pura-pura ngambek semenjak kejadian itu. Wanita tersebut sangat kesal karena ketidak pedulian sang lelaki pujaan. "Ahhh ... sial! Teleponku bahkan gak diangkat," maki Shilla kala menelepon Aji, memang hari ini libur jadi tak ada kepentingan. "Ini semua gara-gara, Mbak Maura," geram Shilla dengan nada frutasi dan memberantakan meja riasnya. "Uhuk, uhuk, La, ayo keluar! Kamu harus makan," panggil Aulia mengetuk pintu kamar Shilla, wanita itu memang belum keluar dari kamarnya. "Ahhh ... iya sebentar, Tan." Shilla segera merapikan rambutnya yang berantakan lalu setelah dirasa rapi ia melangkah menuju pintu dan membukanya. "Muka Tante kenapa pucet banget, Tante juga panas," ucap Shilla kala memegang wajah Ibunya Aji, ia segera menuntun Aulia menuju kamar milik wanita tersebut."Tante harus istirahat di kamar, nanti Shilla telepon Mas Aji agar ke sini," lanjut Shilla lalu membaringkan Aulia di tempat tidur lalu me
"Hey, kamu beneran marah," kata Aji mengejar langkah sang istri. "Pikirin aja sendiri, udah ah mendingan aku tidur aja," sahut Maura dengan nada ketus, ia menepis lengan sang suami yang hendak memegang tangannya."Dengerin dulu kelanjutannya, lah, Sayang. Aku belum selesai lho," tutur Aji membuat Maura mendengkus lalu menatap malas sang suami, ia memilih berhenti di depan pintu agar tak menganggu sang anak yang terlelap."Apa yang mau kamu katakan, Mas," seru Maura dengan nada ketus membuat Aji terkekeh mendengarnya. "Ngapain kamu ketawa, ih ... bikin kesal aja, gak jadi deh kasih kamu kesempatan bela diri," cicit Maura dengan mata memerah karena merasa terhina."Dih marah-marah mulu, lagi PMS ya," goda Aji membuat Maura menggeram dan memilih pergi dan menutup pintu kamar. "Eh, Sayang. Kok dikunci sih," panggil Aji mengetuk pintu dan berusaha membuka benda tersebut."Bodo! Kamunya nyebelin," cecar Maura dibalik pintu membuat Aji mengembuskan napasnya."Sayang ... emang kamu gak mau
maaf ya baru update, beberapa hari meriang. terus kemaren liat ponakan baru😅 jadi baru kekeja segini lgi subuh. happy readers Shilla melakukan pekerjaannya dengan wajah tertekuk. Maura memilih berkeliling dari pada tidur, wanita itu cepat akrab dengan karyawan baru ditemuinya. Sedangkan Aji mulai bekerja lagi dan mengembuskan napas kala melihat riak muka Shilla yang terus masam."Bu, boleh saya bertanya sesuatu?" tanya seorang karyawati dengan nada pelan membuat Maura menoleh menatapnya."He, bertanya apa? boleh kok," balas Maura dengan nada ramah, tak ada kesombongan dalam dirinya."Itu ... apa benar kalau si Shilla bakal jadi madu, Ibu?" tanya ragu-ragu membuat Maura mengerutkan alisnya."Heh, kata siapa?" seru Maura balik bertanya, membuat karyawati itu semakin gugup."Eumm ... itu, Bu," karyawati itu berkata dengan nada terbata-bata. "Si Shilla sendiri yang ngomongnya, Bu. Saya pun sejak dulu tak percaya, beruntung Ibu ke sini dan Ibu bisa klafikasikan," tukas karyawati yang me