Delia mencairkan suasana yang mencengkram, ocehan gadis itu membuat sesekali orang tertawa. Tingkah lucu dan menggemaskan, membuat hati mereka gembira. Waktu tak terasa berputar begitu cepat, apalagi dengan kesibukan semua pada tiga anak kecil itu.
"Sudah mulai sore, ayo kita harus pulang. Kita juga harus cari hotel," kata Hamdan pada istrinya, saat melirik jam tangan.Mawar mengangguk sebagai jawaban, wanita itu segera mendekati Aulia yang tengah memakaikan baju pada Fauzia. Shilla sudah pergi sejak tadi, karna merasa diasingkan. Bahkan mereka tak sadar jika gadis tersebut gak ada."Mah, Mbak, Bang, kami pamit pulang, sudah sore. Kami harus cari hotel buat istirahat," pamit Mawar membuat Maura mengeryitkan alisnya."Kok ke hotel, kenapa gak ke rumah," seru Maura membuat Mawar tersenyum kecil."Allhamdulillah Mbak, kami sedang renovasi rumah. Ini juga kayanya beberapa hari selesai," sahut Mawar membuat Maura mengulas senyum sumringah.Waktu menunjuk pukul 03:00 WIB, terlihat Delia telah bangun dan tengah menonton televisi sambil mengemil. Sedangkan Hamdan membuka pintu karna pesanan makanan sudah tiba, pria itu menutup benda persegi panjang tersebut lalu segera membawa makanan ke meja. Memanggil Mawar yang sedang menimang sang anak dan bidadari kecilnya. "Asik ... sahur sekarang bareng Ayah," pekik Delia senang membuat Hamdan tersenyum bahagia."Ayo makan yang banyak," perintah Hamdan dibalas anggukan Delia, lelaki itu segera menyendokkan makanan untuk sang anak.Hamdan melirik Mawar yang terus mengumbar senyum kala wanita itu telah mendudukkan Ia di lantai. Ya mereka memilih makan di sana, rasa bahagia melambung tinggi mengingat Mawar begitu menyayangi Delia. Lelaki tersebut segera menerima makanan yang tengah disendokkan oleh sang istri."Sayang kamu tidak makan?" tanya Hamdan kala melihat sang istri malah menyuapi buah hati mereka."Nanti, Mas. Aku suapi Ia dulu, l
"Mas pamit ambil perlengkapan sekolah Delia dulu," ungkap Hamdan bangkit dari duduknya membuat semua ikut berdiri."Ayah, kenapa dimatiin video call-nya, padahal Lia belum selesai ngomong lho," gerutu Delia dengan nada merajuk seraya menghentak-hentakan kakinya. "Lia, sayang. Ayah harus pergi dulu ambil seragam kamu, handphone Ayah juga kan harus dibawa, takut ada telepon penting. Makanya tadi video call kalian Ayah matikan," jelas Hamdan seraya mengusap puncuk kepala Delia."Ayah, Lia mau ikut," pinta Delia dibalas gelengan Hamdan."Jangan, Sayang. Ayah pake motor, kan. Nanti kamu kedinginan, mendingan kamu tunggu di sini. Jangan lupa mandi, nanti Ayah antarkan ke sekolah dan Mama yang menunggu kamu," tutur Hamdan membuat Delia yang cemberut langsung mengembangkan senyumannya."Bener Ayah, mau anterin Lia?" tanya Delia lagi dengan mata berbinar dibalas anggukan Hamdan. "Cepat Ayah ambil perlengkapan Lia, sekarang Lia mau mandi
"Itu gak seperti yang Mas lihat, aku bisa jelaskan," ujar Maura mendekat lalu meraih tangan sang suami."Apakah mataku buta, sampai salah melihat," sinis Aji tapi tidak menghempaskan tangan Maura."Gak gitu juga, Mas. Tolong dengarkan penjelasanku dulu," pinta Maura membuat Aji mengembuskan napasnya, ia berusaha menyingkirkan egonya."Oke, Mas akan mendengarkan penjelasanmu," sahut Aji pelan membuat Maura mengembangkan senyuman yang membuat Aji bagai terhipnotis dari lengkungan bibir itu. "Mas Hamdan ke sini untuk mengambil keperluan Lia sekolah," jelas Maura membuat Aji mengangguk."Terus ...," pinta Aji lagi menginginkan kelanjutan cerita sang istri."Dengarkan percakapan ini, itu tadi aku rekam," ucap Maura menyodorkan handphone yang berada di saku, lalu menyimpan rekaman suara itu."Apa, kamu merekamnya," kata Aji terkejut lalu dibalas anggukan Maura, wanita itu menarik sang suami agar duduk di sofa. "Aku
Aji segera menekan klason saat sampe rumah, terlihat Shilla keluar terburu-buru dari kediaman Aulia. Senyuman senang terukir di bibir gadis itu, ia langsung masuk ke mobil lalu melabuhkan kecupan di pipi Aji. Netra lelaki tersebut membulat dan menatap tajam Shilla. "Apa yang kamu lakukan," seru Aji dingin disambut seringai Shilla. "Cuma cium aja kok, ngapain marah. Dulu juga kita gitu, Mas, yuk buruan mendingan cepet jalanin mobil biar gak telat," balas Shilla dengan nada santai lalu memakai sabuk pengaman."Sekarang dan dulu beda, La. Tolong jangan lakukan sesuatu diluar batas wajar, Mas tak mau Maura salah paham," tutur Aji berusaha menjelaskan. "Huh, kamu menyebalkan, Mas," seru Shilla mempautkan bibirnya."Tolong mengertilah," kata Aji sekali lagi, tapi tidak ditanggapi Shilla, gadis itu memilih memainkan ponsel. Jadwal pekerjaan mereka sangat padat, sesampai di kantor Aji langsung disuguhkan berkas-berkas. Lelaki itu me
maaf ya baru bisa update, pas puasa kalau diajak nulis tuh langsung keleyengan, pusing dan mual gitu. Oh iya, mohon maaf lahir batin ya. Bismillah doain aja moga sekarang lancar terus nulisnya😅 "Maafkan saya, Bu ... Pak," kata sekuriti itu menjatuh lutut ke tanah yang sudah di semen. "Tolong jangan pecat, saya Pak. Saya punya istri yang sedang hamil," mohon lelaki itu memeluk kaki Aji. "Lain kali jangan seperti itu, apalagi menyebar gosip. Sudah bangun! Lalu lakukan pekerjaanmu," tutur Maura membuat Aji menoleh menatapnya lalu tersenyum."Terimakasih, Bu. Sekali lagi maafkan saya," ujar lelaki itu sambil bangkit, Maura mengangguk sebagai jawaban. "Beruntung istriku, baik mau memaafkan. Bekerjalah dengan baik," seru Aji dibalas anggukan lelaki tersebut denga semangat. "Siap, Pak! Saya tidak akan mengecewakan kalian," seru lelaki itu dibalas anggukan sepasang suami istri tersebut lalu Aji mengajak Maura masuk ke perusahaan. Semua karyawan menatap mereka, ada beberapa saling berbi
hihi aku kembali lagi nih, jangan lupa kasih hadiah gams ya. biar otor semakin semangat. semua bisa melepas rindu. "Huh, kamu bohong ya. Katanya kamu calon istri Pak Aji," seru seorang wanita yang tak sengaja ikut melihat perlakuan bosnya pada sang istri yang baru ia ketahui. Shilla yang terkejut langsung membawa perempuan itu menjauh. Takut ketauan oleh Aji dan urusannya akan ribet. Apalagi ia masih kesal dengan sindiran Maura."Kamu bikin kaget saja," geram Shilla menatap marah perempuan yang menatapnya penuh selidik. "Huh, jangan ganti topik. Jawab saja pertanyaanku," sembur wanita itu membuat Shilla mendengkus lalu bersidekap menatap tajam lawan bicaranya."Aku gak bohong, kalau Mas Aji tidak mau menceraikan wanita itu. Berarti aku bakal menjadi istri keduanya yang pasti dia bakal lebih sayang ke yang muda," ujar Shilla dengan pongah. "Jangan sebar gosip yang tak benar lagi, Mbak. Jangan sampe gara-gara anda ada yang dikeluarkan karena membicarakan gosip itu, beruntung saya ti
maaf ya baru update, beberapa hari meriang. terus kemaren liat ponakan baru😅 jadi baru kekeja segini lgi subuh. happy readers Shilla melakukan pekerjaannya dengan wajah tertekuk. Maura memilih berkeliling dari pada tidur, wanita itu cepat akrab dengan karyawan baru ditemuinya. Sedangkan Aji mulai bekerja lagi dan mengembuskan napas kala melihat riak muka Shilla yang terus masam."Bu, boleh saya bertanya sesuatu?" tanya seorang karyawati dengan nada pelan membuat Maura menoleh menatapnya."He, bertanya apa? boleh kok," balas Maura dengan nada ramah, tak ada kesombongan dalam dirinya."Itu ... apa benar kalau si Shilla bakal jadi madu, Ibu?" tanya ragu-ragu membuat Maura mengerutkan alisnya."Heh, kata siapa?" seru Maura balik bertanya, membuat karyawati itu semakin gugup."Eumm ... itu, Bu," karyawati itu berkata dengan nada terbata-bata. "Si Shilla sendiri yang ngomongnya, Bu. Saya pun sejak dulu tak percaya, beruntung Ibu ke sini dan Ibu bisa klafikasikan," tukas karyawati yang me
"Hey, kamu beneran marah," kata Aji mengejar langkah sang istri. "Pikirin aja sendiri, udah ah mendingan aku tidur aja," sahut Maura dengan nada ketus, ia menepis lengan sang suami yang hendak memegang tangannya."Dengerin dulu kelanjutannya, lah, Sayang. Aku belum selesai lho," tutur Aji membuat Maura mendengkus lalu menatap malas sang suami, ia memilih berhenti di depan pintu agar tak menganggu sang anak yang terlelap."Apa yang mau kamu katakan, Mas," seru Maura dengan nada ketus membuat Aji terkekeh mendengarnya. "Ngapain kamu ketawa, ih ... bikin kesal aja, gak jadi deh kasih kamu kesempatan bela diri," cicit Maura dengan mata memerah karena merasa terhina."Dih marah-marah mulu, lagi PMS ya," goda Aji membuat Maura menggeram dan memilih pergi dan menutup pintu kamar. "Eh, Sayang. Kok dikunci sih," panggil Aji mengetuk pintu dan berusaha membuka benda tersebut."Bodo! Kamunya nyebelin," cecar Maura dibalik pintu membuat Aji mengembuskan napasnya."Sayang ... emang kamu gak mau
"Sudahlah, La! Kamu menyerah saja," geram sang Papa menatap murka ke arah Shilla."Gak bisa, Pah. Mas Aji harus jadi suami Shilla," rengek Shilla akhirnya memilih menitihkan air mata dan sang Mama langsung mendekap anak gadisnya. "Jangan terlalu keras pada Shilla, Pah," tegur Mama Shilla membelai rambut anaknya merasa sakit kala melihat Shilla menitihkan air mata."Papa kesal, Mah. Shilla berbohong pada kita, kalau Aulia gak beritahu kita, kita gak bakal tau kelakukan anak kita, Mah," lirih Papa Shilla pelan, ia sangat terlihat frustasi dan memijit keningnya."Aku gak bohong, Pah. Mas Aji gak bakal bahagia dengan wanita lain, dia hanya akan bahagia bersamaku," teriak Shilla seraya menangis, sang Mama semakin mendekap anaknya."Mas akan luruskan, La. Mas hanya mengangap kamu sebagai adik, tidak lebih, tolong jangan ganggu kebahagiaann Mas. Mas sudah bahagia bersama Ma dan anak-anak," jelas Aji membuat Shilla semakin terisak. "Sadarlah, La. Masa depanmu masih panjang, kamu bukan cinta
Sebelas hari berlalu setelah kepergian Aulia, Aji masih terlihat murung. Maura wanita itu sibuk mengurus ini dan itu, beruntung ia memiliki pengasuh untuk menjaga anak-anaknya. Sehabis selesai melakukan semua, Maura bergegas melihat sang suami di kamar, terlihat Shilla tengah berusaha membujuk Aji. "Ayo, Mas. Kamu makan ya," bujuk Shilla menyodorkan sendok yang berisi nasi ke bibir Aji. "Sana keluar, Mas gak mau makan," usir Aji membuat Shilla sedikit gemas."Kamu punya telinga, kan, kamu udah diusir. Tolong keluar, biar Mbak yang kasih makan Mas Aji," cecar Maura merebut mangkuk yang berisi bubur, lalu Shilla menghentakan kaki kesal. "Nyebelin! Aku yang beli bubur ini lho," sunggut Shilla menatap kesal ke arah Maura."Ini, Mbak bayar harga buburnya. Sana kamu pergi, oh iya. Kalau mau bantuin tolong urusin aja yang lain, biar Mas Aji aku yang urus saja, karena dia adalah suamiku," sembur Maura membuat Shilla mengepalkan tangannya lalu memilih pergi."Mas ...," panggil Maura dengan
"Enggak, Ma. Ibu mau beli gamis warna kuning aja tuh," ujar Aulia menaruh daster tersebut dan melangkah mendekati jejeran gamis."Ini, Ibu beli ini, tolong pegangin ya," pinta Aulia menyerahkan gamis set dengan hijabnya."Wah ... mukenanya bagus banget, Ibu juga mau beli ini deh," ucap Aulia lagi lalu memgambil mukena berwarna hijau. "Bu, bukannya Ibu suka pake mukena warna putih ya?" tanya Maura mendekati wanita yang menjadi mertuanya. "Emang gak boleh Ibu pengen warna ini," kata Aulia langsung disambut gelengan Maura. "Kamu udah milihnya belum?" tanya Aulia memandang menantunya yang disambut gelengan Maura."Enggak ah, Bu. Baju baru Ma masih banyak yang belum kepake," kata Maura membuat Aulia mengangguk."Ya sudah, ayo antar Ibu bayar dulu," ucap Aulia yang langsung disambut anggukan Maura."Wah, bajunya gemesin," tutur Maura membuat Aulia menoleh memandang menantunya dan ikut melihat apa yang dipandang wanita itu."Iya gemesin, ayo kita ke sana, Ibu pengen beliin. Sekalian buat
Waktu beranjak siang, matahari sudah diatas kepala. Suhu badan Aulia kembali normal, ia sekarang sedang mengajak main di ruang tengah. Wanita itu sempat menanyakan dimana Shilla, bahkan Aulia langsung menelepon gadis tersebut. Setelah tau keberadaan Shilla, Aulia akhirnya fokus bersenang-senang dengan anak, menantu dan sang cucu. "Aku buat makan siang dulu ya," pamit Maura bangkit dari duduknya lalu menyerangkan Kenzie pada Aji karena habis menyusui. "Ayo Ibu bantu, Ibu lagi pengen masak bareng kamu," seru Aulia ikut bangkit dan akhirnya mereka melangkah ke dapur bersama, biarkan Aji menjaga anak-anak. "Pah," panggil Delia membuat Aji mendongak memandang putri sambungnya."Ada apa, hmmm ...," sahut Aji mengeryitkan alis kala melihat Delia seperti menimang-nimang mengatakan sesuatu. "Eummm ... anu, Lia pengen ikut bantu masak ya," ujar Delia membuat Aji terus memandangnya."Boleh ya, Pah. Kalo Papa udah bilang boleh, Bunda gak bakal larang aku," tutur Delia menangkupkan tangannya d
Aji langsung menarik lengannya kala menyadari bahwa ada Maura. Karena tadi tangan itu ternyata menggenggam jemari lentik Shillaa. Terlihat paras Maura memancarkan kekecewaan, Aulia pun merasa bersalah. "Nenek, Nenek jangan sakit. Delia sayang, Nenek," kata Delia dengan nada cemring ia menaiki kasur dan memeluk tubuh Aulia. "Nenek gak sakit kok, cuma lemes aja," balas Aulia menoleh ke arah Delia dan membalas pelukkan gadis kecil itu lalu mencium pucuk kepala Delia. "Huh, Nenek bohong! Katanya gak sakit, tapi ini apa, badan dan kening Nenek sangat panas," gerutu Delia, gadis kecil itu mengusap sayang wajah Aulia."Semoga cara Lia ampun ya," tutur Delia terus membelai sayang puncuk kepala Aulia."Ma ...," ucap Aji pelan, ia bangkit hendak mendekati sang istri, tetapi keduluan oleh Maura yang berjalan ke arahnya. "Bu, berobat yuk! Ma gak tega liat Ibu," ajak Maura melewati sang suami, lalu ikut duduk di ranjang dan membelai puncuk kepala Aulia. "Nenek pasti cepet sembuh, karna sekara
"Papa, aku pinjem handphone. Maim games, boleh ya, Pah ...," rayu Delia memandang Aji dengan pupy eyes. Aji tersenyum geli melihat wajah sang anak sambung, ia mengangguk sebagai jawaban lalu mulai melahap hidangan saat sudah tersedia di piring. Delia langsung bersorak girang, dia bergegas mengambil ponsel Aji dan membawanya ke ruang makan. Karena gadis kecil tersebut akan makan disuapi oleh sang Bunda."Papa, Nenek sakit," kata Delia kala selesai mengeja huruf demi huruf dari pesan whatsapp Shilla. "Kata siapa, Lia?" tanya Aji mendongak memandang anak sambungnya seraya mengeryitkan alis. "Ini Pah, whatsapp dari Tante Shilla," balas Delia menyodorkan handphone lalu ia langsung turun dari kursi. "Ayo Pah, Bun. Kita ke rumah Nenek, kasian Nenek sakit, gak tega Lia lihat fotonya," pinta Delia memegang tangan sang Bunda."Astagfirullah, Ibuu ... ayo Ma! Kita langsung ke rumah Ibu," ajak Aji bangkit dari duduknya lalu menggendong Delia agar ikut ke mobil sedangkan Maura meminta Kenzie
Seminggu berlalu, Aji kini lebih fokus ke anak dan istrinya. Shilla juga pura-pura ngambek semenjak kejadian itu. Wanita tersebut sangat kesal karena ketidak pedulian sang lelaki pujaan. "Ahhh ... sial! Teleponku bahkan gak diangkat," maki Shilla kala menelepon Aji, memang hari ini libur jadi tak ada kepentingan. "Ini semua gara-gara, Mbak Maura," geram Shilla dengan nada frutasi dan memberantakan meja riasnya. "Uhuk, uhuk, La, ayo keluar! Kamu harus makan," panggil Aulia mengetuk pintu kamar Shilla, wanita itu memang belum keluar dari kamarnya. "Ahhh ... iya sebentar, Tan." Shilla segera merapikan rambutnya yang berantakan lalu setelah dirasa rapi ia melangkah menuju pintu dan membukanya. "Muka Tante kenapa pucet banget, Tante juga panas," ucap Shilla kala memegang wajah Ibunya Aji, ia segera menuntun Aulia menuju kamar milik wanita tersebut."Tante harus istirahat di kamar, nanti Shilla telepon Mas Aji agar ke sini," lanjut Shilla lalu membaringkan Aulia di tempat tidur lalu me
"Hey, kamu beneran marah," kata Aji mengejar langkah sang istri. "Pikirin aja sendiri, udah ah mendingan aku tidur aja," sahut Maura dengan nada ketus, ia menepis lengan sang suami yang hendak memegang tangannya."Dengerin dulu kelanjutannya, lah, Sayang. Aku belum selesai lho," tutur Aji membuat Maura mendengkus lalu menatap malas sang suami, ia memilih berhenti di depan pintu agar tak menganggu sang anak yang terlelap."Apa yang mau kamu katakan, Mas," seru Maura dengan nada ketus membuat Aji terkekeh mendengarnya. "Ngapain kamu ketawa, ih ... bikin kesal aja, gak jadi deh kasih kamu kesempatan bela diri," cicit Maura dengan mata memerah karena merasa terhina."Dih marah-marah mulu, lagi PMS ya," goda Aji membuat Maura menggeram dan memilih pergi dan menutup pintu kamar. "Eh, Sayang. Kok dikunci sih," panggil Aji mengetuk pintu dan berusaha membuka benda tersebut."Bodo! Kamunya nyebelin," cecar Maura dibalik pintu membuat Aji mengembuskan napasnya."Sayang ... emang kamu gak mau
maaf ya baru update, beberapa hari meriang. terus kemaren liat ponakan baru😅 jadi baru kekeja segini lgi subuh. happy readers Shilla melakukan pekerjaannya dengan wajah tertekuk. Maura memilih berkeliling dari pada tidur, wanita itu cepat akrab dengan karyawan baru ditemuinya. Sedangkan Aji mulai bekerja lagi dan mengembuskan napas kala melihat riak muka Shilla yang terus masam."Bu, boleh saya bertanya sesuatu?" tanya seorang karyawati dengan nada pelan membuat Maura menoleh menatapnya."He, bertanya apa? boleh kok," balas Maura dengan nada ramah, tak ada kesombongan dalam dirinya."Itu ... apa benar kalau si Shilla bakal jadi madu, Ibu?" tanya ragu-ragu membuat Maura mengerutkan alisnya."Heh, kata siapa?" seru Maura balik bertanya, membuat karyawati itu semakin gugup."Eumm ... itu, Bu," karyawati itu berkata dengan nada terbata-bata. "Si Shilla sendiri yang ngomongnya, Bu. Saya pun sejak dulu tak percaya, beruntung Ibu ke sini dan Ibu bisa klafikasikan," tukas karyawati yang me