Share

Sebuah Ketulusan

Penulis: Okta Novita
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Pagi ini, langit tampak mendung dengan desir angin yang cukup dingin membelai wajah. Balkon lantai dua belas ini menjadi tempat favoritku sebulan terakhir ini. Sembari memandangi kota yang padat, aku mencoba menikmati hidup.

Narendra sengaja menyuruhku pindah ke apartemen yang satu lantai dengan apartemennya bersama Ibu dan Rendy. Tepatnya, hanya ada dua apartemen di lantai dua belas ini. Yang kutempati dan yang Narendra tempati.

Selepas pulang dari rumah sakit, apartemen ini sudah disiapkan dengan sempurna untuk menyambutku dan Narendra melamarku saat itu juga.

"Kamu sudah tahu bagaimana perasaanku, Ran. Aku memang tidak bisa romantis, tapi setidaknya ini kulakukan tidak terlalu biasa." Narendra menghela napas panjang seraya menunduk. Kemudian, Ibu mendekat membawa sesuatu--kotak kecil dari kaca--dan diberikan kepada Narendra.

"Be my queen, Rania Felisya Rose. Will you marry me?" Sebuah cincin berwarna putih tampak dari kotak kaca kecil yang terbuka.

Aku tidak bisa berkata apa p
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mengejar Cinta Rania   Tuan Putri dan Pangeran

    Tirai warna putih sejak tadi berkibar karena pintu balkon yang sengaja kubuka menjadi pemandangan di depan mata. Pagi ini, aku enggan beranjak dari tempat tidur. Entah kenapa, tubuh ini rasanya sangat lelah. Mungkin karena kemarin pertama kalinya aku beraktivitas di luar hampir seharian.Hati yang terluka, tidak selamanya akan sembuh dengan sendirinya. Butuh waktu dan usaha untuk sekadar menutupnya agar tidak makin menganga. Namun, sering kali diri sendiri lupa jika keberadaan orang terdekat adalah penyembuh utama.Aku memang benci dengan Rasya, tapi mendengar hidupnya yang sekarang, ada rasa iba yang menelusup. Namun, saat kembali ingat perbuatan keluarganya yang membuat Ayah pergi untuk selamanya, membuatku kembali geram.Ah, pikiran ini pun seakan-akan menambah penat. Tidak perlu aku memikirkan laki-laki yang sudah merusak hidup ini. Aku harus fokus pada rencana pernikahannya dengan Narendra yang akan dilangsungkan dua pekan lagi."Ran, kamu sudah bangun belum, Nak? Ayo, sarapan du

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Mengejar Cinta Rania   Dia Datang Lagi

    Aku dan Narendra menikmati suasana malam di pinggir jalan sambil menyantap seblak ekstra pedas. Laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi sandaran hidupku itu juga menyukai pedas rupanya. Namun, melihat wajahnya yang memerah itu membuatku mengulum senyum. Bahkan, tiga gelas es susu cokelat sudah habis sebagai pendamping makan. "Kalau nggak kuat, nggak usah maksa! Mana, buat aku aja?" Kurebut mangkuk di hadapannya yang tinggal berisi setengah porsi seblak. "Memangnya, kamu nggak kepedesan, Ran? Gila, ini seblak apa jus cabe?" Narendra mengibas-ngibaskan telapak tangan di depan mulut. "Ini makanan kesukaanku, Ren. Nggak berasa pedesnya kalau kayak punyamu." Aku mulai menyantap seblak milik Narendra karena milikku sudah habis sejak tadi. "Jangan, deh, Ran. Nanti, anakku juga kepedesan. Kasihan."Perkataan Narendra justru membuatku tersedak. Bahkan, pedasnya sampai terasa di hidung. Sakit. Narendra pun kebingungan karena aku terus terbatuk-batuk dengan air mata yang mengalir dengan s

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Mengejar Cinta Rania   Mengalah untuk Bahagia

    Seharusnya aku senang karena tidak ada lagi alasan untuk mengingat Rasya, tapi kesedihan ini tidak bisa dipungkiri. Janin dalam kandunganku gugur karena pendarahan di saat hati ini sudah menerima sepenuhnya. Bahkan, di usia yang sudah masuk bulan keempat ini, mungkin ruhnya sudah ditiupkan. Dan itu menambah rasa sesal yang mendalam.Aku mengunci mulut rapat-rapat sejak kejadian itu. Rasa kehilangan ini begitu nyata dan sangat menyayat hati. Bahkan, Narendra yang tidak salah apa pun itu mendapat imbas dari sikap diam dan kemarahanku.Saat aku tersadar setelah menjalani kuret, wajah Narendra yang menjadi pemandangan pertama. Dia terlihat begitu sedih, tapi aku buru-buru membuang muka. Aku marah karena dia menolak membawaku pulang tadi pagi.Kalau saja tadi aku langsung pulang, mungkin tidak akan bertemu Rasya dan aku tidak akan mengalami keguguran."Maafkan aku, Ran. Aku hanya ingin yang terbaik buatmu, tapi aku nggak memikirkan jika orang itu akan datang saat aku pergi. Aku minta maaf,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Mengejar Cinta Rania   (Bukan) Malam Pertama

    Aku mencoba tenang kali ini. Suasana kamar yang baru saja kujejaki ini membuat sekujur badan berkeringat meskipun AC dalam keadaan menyala. Aku duduk di tepi tempat tidur sambil memainkan jari-jari tangan menjadi kegiatan paling berat saat ini. Aku ... gugup. Masih terbayang jelas ingatan tadi pagi di mana Narendra menjabat tangan Rendy sambil mengucapkan akad. Dia begitu gagah dan tampan hingga menghipnotisku tanpa bertindak. Saat kata "Sah" menggema, aku baru sadar jika kini sudah memiliki status baru sebagai seorang istri. Rangkaian acara resepsi melelahkan pun kami jalani hingga sore menjelang. Yang membuat bahagia, semua keluarga besar Narendra menerimaku dengan hangat. Satu rombongan dari keluarga ayah Narendra datang tanpa kecuali. Mereka begitu antusias saat mendengar jika anak dari almarhum Ayah Raharja akan menikah. "Akhirnya, cucu kesayangan Kakek menikah juga. Kakek titip Narendra, Nak. Sudah lama Kakek menyuruhnya menikah agar tidak hidup sendirian, tapi alasannya belu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Mengejar Cinta Rania   Kembali Bekerja

    Menjalani kehidupan baru dengan laki-laki yang dicintai adalah impian setiap perempuan, tidak terkecuali aku. Takdir yang sebelumnya kuanggap tidak adil, kini seakan menjadi takdir paling sempurna. Apalagi, bisa menikah dengan Narendra, laki-laki yang mencintaiku apa adanya. Ketika diri mampu bersabar, akan ada kebahagiaan yang tersebar pada waktu yang tepat sembari memberi rasa pada hari-hari yang sebelumnya hambar. Bahkan, amarah yang sempat membakar, lebih baik disiram dengan air sebagai penawar. Hingga nantinya, hal baik yang akan menjadi kabar. Aku membuka mata saat azan Subuh berkumandang. Meskipun tidak terlalu keras terdengar dari apartemen ini, seruan itu tetap mampu membangunkanku. Satu pekan sudah aku terbangun dengan pemandangan paling indah--menurutku. Menatap Mas Narendra di saat dia masih tertidur membuat hati ini sangat bahagia. Mengingat setiap perlakuan lembutnya mampu menghapus jejak ketakutan saat berhadapan dengan Rasya. Ah, untuk apa mengingat nama itu lagi?

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Mengejar Cinta Rania   Cinta Luar Biasa

    Setelah Mas Narendra pergi, tak lama kemudian, Hera datang berkunjung sendirian. Wajahnya sedikit kusut seperti pakaian yang belum disetrika. Katanya sedang marahan dengan Rendy.Hera tidak menangis, tapi dia uring-uringan karena Rendy tidak setuju dengan gaun pengantin pilihannya. Dan sekarang, dia ingin mengajakku untuk memesan ulang gaun pengantin yang akan digunakan bulan depan.Aku menghela napas kasar. Niat hati ingin rebahan, tapi calon adik ipar mood-nya sedang jelek. Bisa batal pernikahan adik kesayanganku kalau calon istrinya tidak kuturuti."Mbak nggak keberatan, 'kan? Soalnya, aku tadi ketemu Mas Narendra di lobi, katanya Mbak libur hari ini."Aku mencium bau persekongkolan di sini. Namun, mau bagaimana lagi? Lebih baik aku pergi dengan Hera, sekalian refreshing. Otak juga ngebul kalau dibuat bekerja terus-menerus."Kita ajak Ibu, ya, Mbak," ucap Hera saat kami baru akan beranjak pergi."Boleh. Ibu juga pasti ingin jalan-jalan."Akhirnya, kami pergi bertiga menggunakan tak

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Mengejar Cinta Rania   Terlalu Berlebihan

    Kejutan ulang tahun kedua puluh delapan ini membuatku merasa sangat berharga. Cintanya sungguh luar biasa, tecermin dari lagu yang dia bawakan. Dan malam ini pula, aku ikhlas memberikan apa yang memang sudah menjadi haknya sejak dua bulan yang lalu. Dia begitu lembut memperlakukanku, hingga ketakutan saat Rasya menyentuhku dulu lenyap dan berganti kenyamanan. "Terima kasih, Sayang," bisiknya setelah selesai berlabuh. Ya, suasana malam yang syahdu ditemani gemuruh petir di luar, tidak sedikit pun mengganggu. Namun, itu justru menjadi teman saat kami akan terlelap bersama butiran air yang tampak memercik di kaca pintu balkon karena tirainya tidak tertutup sempurna. ***Tiga pekan terlewat. Pagi ini, aku sengaja meminta izin Mas Narendra untuk tidak bekerja selama beberapa hari ke depan. Alasannya hanya satu, aku ingin menjadi orang pertama yang paling sibuk mempersiapkan pernikahan Rendy yang tinggal menghitung hari. Dari mulai memastikan tempat akad nikah, tempat resepsi, katering

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Mengejar Cinta Rania   Kemunculan Farah

    Aku masih bimbang antara masuk ke ruang poli kandungan atau tidak. Namun, melihat antusias Mas Narendra, hati ini tidak tega jika mengecewakannya. Aku benar-benar takut kali ini. Bukan karena tidak ingin hamil, tapi takut jika hasilnya negatif. Pun takut jika terjadi keguguran lagi nantinya. Beberapa saat kami menunggu, namaku akhirnya dipanggil. Namun, aku bergeming, enggan untuk beranjak dari duduk. Hingga Mas Narendra menarik tanganku dan membuat tersadar. Dia sudah berdiri di hadapan. "Ada apa?" tanyanya lembut. "Aku takut, Mas," jawabku pelan seraya menatapnya. Memang ada keraguan di hati ini. "Sebentar saja, ya. Kalaupun hasilnya negatif, nggak apa-apa. Sekalian konsultasi saja," bujukya seraya berjongkok di hadapan dan meremas kedua tanganku dengan lembut. Aku tidak bisa menolak lagi. Harapannya terlalu besar. Akhirnya, dengan langkah pelan, aku pun masuk ke ruangan dokter dengan hati yang gelisah. Sebuah alat digeser-geser pada perutku setelah mengikuti instruksi sang d

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Mengejar Cinta Rania   Rasa Sakit yang Terbayar

    Jalan hidup harus dipilih meskipun tidak bisa ditebak apa yang akan terjadi. Namun, saat hati yakin menjalani, Allah pasti akan menuntun pada yang lebih baik. ***Rasa sakit ini adalah awal untuk kebahagiaan baru. Aku hanya tinggal bertahan dan berjuang sekuat tenaga agar hidup diliputi teriakan haru yang menderu. Rasa sakit ini sejenak hilang, lalu datang lagi dan memaksaku mengerahkan sisa tenaga. Aku ingin sekali memegang tangan Mas Narendra di saat seperti ini, memintanya untuk menyalurkan kekuatan, tapi apa daya, laki-laki itu terduduk lemas di sudut ruang bersalin ini. Kesal tentu saja, tapi aku harus tetap kuat demi nyawa yang sebentar lagi akan melihat dunia. Mas Narendra yang begitu gagah, ternyata dia rapuh sekarang. Entah apa penyebabnya. Aku memilih mengikuti instruksi dokter agar kedua tangan ini menggapai bagian belakang paha bawah, lalu menariknya kuat sambil mengejan saat sakitnya kontraksi kembali datang. Namun, bayi yang kutunggu belum juga mau meringankan beban

  • Mengejar Cinta Rania   Kepanikan Tengah Malam

    "Ambilkan telur, Ra!" "Berapa butir, Mbak?""Tiga."Membuat kue bersama adik ipar itu ternyata menyenangkan. Aku dan Hera memang sangat cocok saat sedang bersama. Kata Ibu, kami justru seperti kakak dan adik kandung. Wajah yang cukup mirip mungkin bisa membuat orang lain menebak hal yang sama. Bahkan, kami pun sudah punya julukan khusus pemberian Ibu, Mas Narendra, dan Rendy. Duo Bumil Doyan Ngemil. Hm, nama yang aneh, bukan? Ada-ada saja memang. Dan ngemil adalah salah satu kebiasaan baru kami sekarang. Ya, aku dan Hera memang mulai sering membuat kue sejak kepergian Febi. Kami sama-sama jenuh di apartemen karena suami masing-masing pergi bekerja. Hingga awal iseng itu pun berbuah manis saat Hera mengunggah kue buatan kami pada story Whatsapp. Boom! Kue buatan kami ada yang memesan. Awalnya, hanya teman-teman Hera sewaktu kerja dulu, tapi lambat laun makin banyak pemesan hingga aku pun ikut mencoba memasarkannya. Hasilnya sungguh tidak terduga. Kami mulai kewalahan menerima pesa

  • Mengejar Cinta Rania   Bertemu Rasya Lagi

    Aku terus memandang wajah gadis kecil yang baru saja selesai mandi. Ya, tugas memandikan Febi kali ini sudah kuambil alih. Semalam, aku sudah memberhentikan Mbak Deva karena memang Febi bukan lagi tanggung jawabku dan Mas Narendra mulai hari ini. Dengan lembut, kusisir rambut bergelombang panjang milik Febi, lalu memnguncirnya bagian kanan dan kiri. Cantik. Aku tidak menyangka jika ini moment terakhir bersama bocah berpipi tembam itu. Aku pasti akan sangat merindukannya nanti. Namun, segera kupupus semua itu dan menghibur diri jika akan ada pengganti Febi yang sebentar lagi akan lahir ke dunia. Pagi ini, Febi tidak banyak bicara. Dia seperti tahu jika akan berpisah denganku, juga papanya. Sedari bangun tidur, dia memperhatikan terus koper berwarna pink yang dulu dibawa saat pertama kali pindah ke sini. Koper itu sudah penuh dengan baju dan barang-barang milik Febi. Ada juga beberapa mainan dan boneka yang Mas Narendra belikan selama bersama kami. "Wah, Febi sudah cantik." Mas Nare

  • Mengejar Cinta Rania   Bercanda yang Keterlaluan

    Moment seru yang masih ingin kunikmati harus berhenti karena telepon dari Bi Harni. Katanya ada tamu yang menunggu. Suami-istri yang mengaku sebagai kakek dan nenek dari Febi. Aku dan Mas Narendra memutuskan untuk pulang karena dia juga mengenal siapa tamu yang dimaksud. Mereka mantan mertuanya, atau lebih tepatnya, orang tua Farah. Aku bisa menebaknya dari arah pembicaraan Bi Harni tadi karena memang dinyalakan loudspeaker saat panggilan berlangsung. "Mereka mau apa, ya, Mas? Kok, tiba-tiba aja datang nggak kasih pemberitahuan. Padahal, Febi sudah sama kita tiga bulanan." Pikiran yang tadi terus berputar di kepala, akhirnya kuungkapkan. "Aku juga nggak tahu, Ran. Semoga aja cuma kengen sama cucu," jawabnya. Aku bisa menafsirkan kalau ada keraguan dari nada suaranya.Sepasang suami-istri yang kutaksir usianya sekitar lima puluh tahunan itu saling pandang saat Mas Narendra menanyakan perihal kedatangan mereka. Keduanya seperti berdebat, tapi pelan. Mungkin agar percakapan mereka tid

  • Mengejar Cinta Rania   Nyaman Bersamanya

    Setelah dua pekan Mas Narendra dirawat, akhirnya dia diperbolehkan pulang. Dari pemeriksaan terakhir, dikatakan kalau tumornya sudah hilang. Meskipun begitu, akan tetap dilakukan MRI saat kontrol selanjutnya untuk memastikan lagi. Dan sekarang--satu pekan setelah dia menjalani rawat jalan--kami sedang berjalan-jalan di taman area apartemen. Memang kawasan apartemen ini tergolong mewah dengan penghuninya kebanyakan orang berpunya. Itu sebabnya ada fasilitas umum yang dibuat untuk warga, seperti taman yang cukup luas ini. Mas Narendra memang dianjurkan untuk melakukan olahraga ringan setiap harinya untuk menjaga kesehatan. Dan aku memulai dengan mengajaknya jalan kaki setiap pagi mulai hari ini. Dengan kaus, celana training, dan topi yang dipakai terbalik ke belakang, Mas Narendra terlihat begitu tampan. Meskipun masih ada rasa malu karena takut orang melihat kepalanya masih belum ditumbuhi rambut, dia tidak menolak ajakanku. "Sayang, apa kamu nggak capek?" tanyanya sambil menghentik

  • Mengejar Cinta Rania   Memohon Kesembuhan

    Aku berjalan mondar-mandir di depan ruang operasi sejak satu jam yang lalu. Di dalam sana, ada Mas Narendra yang sedang dalam penanganan. Opsi operasi harus diambil karena tumor di otaknya makin membesar. Apalagi, sempat dua hari dia tidak minum obat.Sepulang dari mengurus hotel yang terbakar, keesokan harinya Mas Narendra masih menolak untuk kontrol dengan alasan buru-buru bertemu klien dari Jepang. Katanya, klien itu hanya satu hari di Indonesia dan minta bertemu dengannya. Aku tidak bisa memaksa karena laki-laki itu bersikeras dan berdalih jika pertemuannya hanya di dalam kota. Namun, hal itu berakibat fatal. Sakit kepala Mas Narendra kambuh hingga dia pingsan. Bahkan, dia mengalami koma setelahnya. Setelah dua hari tidak ada perkembangan, dokter memberi opsi operasi. Aku tidak bisa berkata lagi selain mengiakan karena keselamatannya lebih penting. "Duduk, Mbak. Operasinya pasti berjalan lancar." Rendy memegang lenganku, menghentikan kaki ini yang tidak berhenti bergerak. "Ken

  • Mengejar Cinta Rania   Malu Dilihat Orang

    "Hari ini jadwal kontrol kamu, Mas. Aku nggak akan izinin Mas pergi ke luar kota. Obat Mas juga sudah habis kemarin."Ini kali kelima aku melarang sejak tadi pagi Mas Narendra menerima telepon dari Gagah. Dia harus berangkat ke luar kota karena salah satu cabang hotelnya mengalami kebakaran di beberapa bagian semalam. Meskipun hanya sepuluh persen yang hangus, tetap kerugian yang dialami cukup banyak. Apalagi ada beberapa korban yang mengalami luka bakar. "Sayang, hari ini saja, kok. Kontrol bisa besok, Lagi pula, Mas harus tanggung jawab dengan korban terluka." Dia masih bersikeras. "Aku ikut!" ucapku spontan. "Di sana sedang kena musibah, Sayang. Mas juga nggak mau kamu kecapekan karena perjalanan jauh. Kamu di sini saja sama Febi, ya. Kali ini, jangan membantah suami.""Kalau Mas sehat-sehat saja, aku juga nggak akan masalah, tapi kondisi Mas berbeda." Entah kenapa, air mataku mulai luruh. Kesal bercampur sedih. "Aku sehat, Ran. Aku baik-baik saja. Jangan pernah menganggap kala

  • Mengejar Cinta Rania   Akhirnya Terungkap

    Berharap pada kejujuran yang akan mengungkap jati dirinya memang sulit. Apalagi jika menunggu dalam kurun waktu cukup lama pun, terkadang hal itu tidak juga terjadi. Sekuat apa pun kepercayaanku kepada Mas Narendra tidak bisa membuang bukti yang begitu nyata di hadapan. Selepas mengantar Febi sekolah, Mas Narendra mengajakku pergi untuk memeriksakan kandungan. Ya, memang hari ini sudah dijadwalkan oleh dokter sejak terakhir kontrol. Itu sebabnya dia langsung pulang pagi ini. Sepanjang perjalanan, aku hanya diam dan memilih memandang ke kiri. Mas Narendra pun tidak berusaha membuka obrolan sejak tadi hingga senyap menjadi pengiring suasana dalam mobil. "Sudah sampai, Ran. Ayo, turun!" ajaknya.Aku bergeming. Selagi ini di rumah sakit, aku ingin menyampaikan apa yang mengganjal di hati. Mungkin, melakukan tes DNA akan bisa melegakan rasa penasaranku dan hubungan kami bisa segera membaik tanpa ada lagi prasangka. "Lakukan tes DNA, Mas," jawabku pelan setelah beberapa saat terdiam. T

  • Mengejar Cinta Rania   Hati yang Masih Tersayat

    Fakta memang harus diungkap meskipun menyakitkan. Namun, hal itu akan membawa ketenangan setelahnya karena tidak ada lagi yang membuat hati bertanya-tanya. Kebenaran tentang Farah dan Febi akhirnya bisa membuatku lega. Bahkan, kepercayaan kepada Mas Narendra sudah kembali. Tanpa perlu bukti lebih, aku sudah percaya sepenuhnya dengan laki-laki dua puluh delapan tahun itu. Warna matanya memang sama dengan Febi, tapi itu adalah keturunan dari almarhum Papa yang memiliki warna cokelat terang. Berbeda dengan kebanyakan orang Indonesia yang mempunyai bola mata berwarna hitam. "Aku percaya sama Mas. Aku percaya ...." Setelah berucap, tubuhku melemas, tapi kesadaran ini masih terjaga. Mas Narendra pun menahanku yang hampir roboh. Kemudian, aku sudah berpindah dalam gedongannya. "Aku percaya, Mas," ucapku lagi sembari menyandarkan kepala di dadanya. Bisa kudengar detak jantung yang cukup cepat sambil menghidu aroma tubuh suami tercinta. Aku tidak peduli lagi dengan sekitar. Pastinya, adeg

DMCA.com Protection Status