Drt.. drt.. drt.. "Kimberly ponselmu bunyi." Naina yang sudah tertidur lelap merasa terganggu dengan getaran ponsel Kimberly di atas nakas. Meski tak berdering namun suara getarannya cukup keras. Gadis yang masih berada di kamar mandi itu terburu-buru keluar dan meraih ponselnya. Ia tahu jika telpon itu pasti dari kekasihnya. "Ehm." Kim menormalkan detak jantungnya lebih dulu karena terlalu senang dengan apa yang terjadi malam ini. "Ya.." ("Kau belum tidur? Menungguku menelponmu?) Alan menggoda gadis itu yang kini wajahnya bersemu kemerahan karena malu. "Aku-- aku tak menunggu telponmu! Aku baru selesai mandi, tubuhku lengket karena banyak meluapkan emosi tadi," cetus gadis itu beralasan. ("Kau pasti berlari dari kamar mandi setelah telponmu berdering.) Lagi-lagi Alan menggoda dengan kalimat yang tepat, membuat Kimberly semakin merasa tersudut. Untung saja pria itu tak ada d
”Kau sudah bangun? Jangan lupa sarapan.”-AlanPagi buta Kimberly sudah mendapat pesan chat dari Alan. Senyum merebak di sudut bibir gadis itu saat ia menyadari malam tadi bukanlah mimpi. Alan benar-benar menyatakan cintanya dengan gamblang. Dan pagi ini, pesan chat bernada manis dirasa sebagai sarapan pagi yang mengenyangkan.”He em, aku baru bangun. Mungkin aku sarapan pagi di cafe saja karena hari ini aku piket. Kau sudah bangun jam segini? Apa pagi ini ada rapat?”-Kimberly”Tidak. Tapi benar katamu semalam, Kim. Aku tak bisa tidur karena terlalu merindukanmu.”-Alan"Cih, sudah kubilang tapi kau tak percaya, Om!"Kimberly bergumam dan tersenyum sendirian.”Sudah ku bilang, kan, jangan memimpikan aku. Kau saja yang keras kepala.”-Kimberly"Hei, ada apa dengan wajahmu? Kenapa senyum-senyum sendiri seperti orang tak waras, Kim?" Seruan Naina mengejutkan Kimberly."Hem? Oh.. tidak, aku hanya sedang berkirim pesan," sahut gadis itu dengan wajah canggung."Pesan? Dengan siapa? Genta? W
"Aku tak bisa mengawasimu 24 jam, Kimberly. Apa aku harus menikahimu dulu agar kau selalu terpantau dan tak melewatkan sarapanmu?"Mulut Kimberly menganga, matanya mengerjap beberapa kali mendengar ucapan Alan, "ide bagus," ucapnya sambil mengangguk-angguk."Hhh.. gadis ini selalu saja bergurau dan menantangku.""Iiish.. siapa yang menantangmu, Om, aku hanya bilang setuju dengan idemu. Tapi sebelum kau menikahiku kau harus menendang hama itu dari mansionmu. Aku tak mau satu atap dengan perempuan tak tahu malu!"Kimberly sedikit mencebik namun tak berani menatap Alan. Wajahnya berpaling dari lelaki itu dan lebih memilih menatap jalan."Kita mau makan dimana? Aku lapar.. jangan cari tempat makan yang jauh waktu istirahatku cuma satu jam."Kimberly terus saja mencerocos, mengalihkan rasa salah tingkahnya karena Alan terus menatap gadis itu."Sudah selesai?" tanya Alan."Apanya yang selesai?""Ocehanmu yang seperti burung beo itu, Gadisku."Alan mencapit hidung Kimberly dengan dua jarinya
HEAD LINE NEWS"Seorang pengusaha ternama menarik paksa gadis yang ditengarai sebagai keponakannya dari pesta pertunangan putra dan putri Brahmaja Group dan Dewantara Group. Tamu-tamu yang ada di pesta cukup terkejut karena melihat kedekatan antara si Pengusaha yang bisa dipastikan adalah Alan Satou, CEO dari Satou Group dengan si gadis tak bisa disebut seperti Paman dan Keponakan. Apakah ada skandal percintaan antara keduanya? Mengingat keduanya membawa pasangan masing-masing ke pesta itu dan meninggalkan mereka begitu saja. Sampai berita ini turun, belum ada konfirmasi dari pihak terkait."Apa-apaan ini? Kenapa semalam Kimberly malah bertemu pamannya?"Naina yang tengah iseng membuka akun sosial medianya terkejut melihat foto Kimberly dan Alan terpampang jelas disana. Bahkan tidak satu foto saja, saat mereka bertengkar di basement pun ada beberapa foto yang sempat diabadikan seseorang.Naina dengan sigap meraih gawainya dari saku celana,”Kim, kau dimana? Gawat! Wajahmu dan si kuda
Bentley kuning milik Alan masuk ke dalam mansion mewahnya. Sesuai arahan sang asisten, Alan tak kembali ke kantor karena para reporter berdiri di depan gerbang gedung Satou Group untuk mewawancarainya. Begitupun dengan Kimberly yang terpaksa harus ikut ke mansion."Kim, kita sudah sampai."Alan membangunkan gadisnya yang terlelap."Hem? kota sudah sampai di mansionmu, Om?"Kimberly masih mengerjap-ngerjapkan matanya. Manik hitamnya mulai mengelilingi ruang parkir khusus yang terletak di basement. Disana terparkir beberapa mobil keluaran Eropa dan Asia. "Kau bisa melanjutkan tidurmu di dalam, mau ku gendong?" goda Alan dengan senyum khasnya yang mahal."Hem? Kau yakin berani menggendongku?" tantang Kimberly."Kenapa harus takut? Kau tunggu disini."Alan keluar dari mobil dan melangkah ke pintu samping, membuka pintu sebelah kemudi dan bersiap menjalankan tantangan gadisnya."Eh.. eh.. tidak perlu! Aku bisa jalan sendiri," cetus Kimberly saat Alan sudah siap menggendongnya."Kau terlam
"Dipecat? Siapa yang berani memecat bosnya?""Iiish.. tentu saja managerku, Om. Pak Bandy pasti memecatku kalau tahu hari ini aku tak kembali ke cafe.Si polos Kimberly tak melihat wajah Alan yang penuh teka teki. Gadis itu tak menyadari ada sesuatu yang tersembunyi dibalik kalimat yang Alan ucapkan."Kau tenang saja, tak akan ada yang berani memecatmu, Gadis Nakal!"Alan gemar sekali memeluk tubuh mungil itu, memberi kehangatan dan perlindungan yang dibutuhkan Kimberly setelah orang tuanya tak ada."Om..""Hem?""Kanaya marah?""He em.""Kau tak berusaha menenangkannya?""Sudah.""Dengan cara apa?" Kimberly melepas pelukan Alan dengan cepat."Dengan... dengan apa? Aku tak mengerti maksudmu. Menenangkan seseorang yang marah memangnya harus dengan apa?"Wajah Alan tampak bodoh. Pria itu sama skali tak mengerti maksud Kimberly."Hhh.. ternyata kau bisa jadi bodoh juga," cetus Kimberly membuang wajahnya dengan malas."Hh? Kau bilang aku bodoh, Kim?""Ya! Kau memang bodoh! Begitu saja tak
"KIMBERLY!"Kanaya menggaungkan nama gadis itu dengan teriakannya. Emosi dan kemarahannya tersalurkan dengan sebuah teriakan yang membuat beberapa pelayan datang melihat pertengkaran itu, termasuk bibi Jeni."Brisik! Telingaku tidak tuli, Miss! Kau ini senang sekali berteriak!"Setelah memberikan cebikan dari mulutnya, Kimberly berlalu begitu saja meninggalkan Kanaya yang masih terlihat emosi. Satu tamparan yang melayang di pipinya masih terasa perih, namun harga diri wanita itu lebih terasa perih akibat ulah Kimberly."Aku belum selesai bicara, Anak kecil!""Hei! Aku bukan anak kecil! Usiaku hampir 21 tahun!"Kimberly menepis tangan Kanaya yang tadi menarik tangannya agar berhenti melangkah."Kalau kau bukan anak kecil harusnya kau mengerti, merebut milik orang lain itu tak boleh! Kudengar kau berasal dari keluarga berpendidikan, jadi harusnya kau mengerti bagaimana etika dalam sebuah hubungan. Alan adalah tunanganku, pergilah dari kehidupannya!"Ucapan Kanaya masih bercampur emosi y
Aaaaa...."Kau senang sekali berteriak, Kim.." goda Alan yang telah menempelkan hidung mancungnya di hidung Kimberly."Kau mau apa? Ja-- jangan macam-macam. Aku, kan, masih marah!" dengus gadis itu seraya membuang mukanya."Jadi jika kau tak sedang marah aku boleh macam-macam, hm?"Alan terus menggoda Kimberly, menggosok-gosokkan hidung perosotannya di pipi gadis itu."Om, geli tahu!"Kimberly tak bisa menghalau tindakan Alan karena tangannya lagi-lagi terkungkung oleh telapak tangan besar laki-laki itu. Ia hanya bisa menggoyangkan wajahnya agar Alan berhenti menggosokkan hidung di pipinya."Aku tahu, dan aku sengaja.""Om, berhenti. Nanti kumakan hidungmu!" ancam Kimberly seraya tertawa karena kegelian."Daripada memakan hidungku lebih baik kau kecup bibirku, Moon.."Alan menghentikan kegiatannya, menatap serius wajah yang selalu memberi candu padanya."Kenapa kau suka sekali menciumku," tanya Kimberly tiba-tiba."Karena aku suka," jawab Alan."Cih.. jawabanmu adalah pertanyaanku, Om
Lift di lantai ruang CEO terbuka, seorang perempuan keluar dari sana dengan langkah terburu dan wajah serius."Nona, Anda tidak boleh--"Diam kau!"Perempuan itu mengindahkan larangan sekretaris Alan Satou, ia tetap melangkah menuju ruangan pria itu."Alan."Kanaya menyerukan nama tunangannya sesaat setelah pintu terbuka."Hhh.. mau apa kau kesini? Mike si bodoh itu selalu saja tak menggubris perintahku."Alan membuang pandangannya dengan malas. Ia tengah tak berselera untuk meladeni Kanaya."Aku hanya ingin mengatakan, jika aku tak bisa bersamamu, tak ada perempuan lain yang boleh bersamamu. Kau milikku, Alan.""Aku sudah malas mendengar rengekanmu, Nay. Cepat keluar dari sini atau aku harus memanggil keamanan untuk menyeretmu keluar.""Kau tidak akan bisa membuatku keluar dari sini. Aku tak pernah main-main."Alan yang sudah sangat malas meladeni Kanaya langsung meraih gagang telpon hendak mendial nomor keamanan kantornya."KANAYA!"Alan membanting gagang telpon saat melihat mantan
Lift di lantai ruang CEO terbuka, seorang perempuan keluar dari sana dengan langkah terburu dan wajah serius."Nona, Anda tidak boleh--"Diam kau!"Perempuan itu mengindahkan larangan sekretaris Alan Satou, ia tetap melangkah menuju ruangan pria itu."Alan."Kanaya menyerukan nama tunangannya sesaat setelah pintu terbuka."Hhh.. mau apa kau kesini? Mike si bodoh itu selalu saja tak menggubris perintahku."Alan membuang pandangannya dengan malas. Ia tengah tak berselera untuk meladeni Kanaya."Aku hanya ingin mengatakan, jika aku tak bisa bersamamu, tak ada perempuan lain yang boleh bersamamu. Kau milikku, Alan.""Aku sudah malas mendengar rengekanmu, Nay. Cepat keluar dari sini atau aku harus memanggil keamanan untuk menyeretmu keluar.""Kau tidak akan bisa membuatku keluar dari sini. Aku tak pernah main-main."Alan yang sudah sangat malas meladeni Kanaya langsung meraih gagang telpon hendak mendial nomor keamanan kantornya."KANAYA!"Alan membanting gagang telpon saat melihat mantan
Sinar sang surya masih terasa menyengat meski ia telah perlahan menuju Barat. Pertemuan Kimberly dengan Genta yang mungkin akan menjadi pertemuan terakhirnya dengan pemuda itu sedikit menyisakan rasa pilu. Bukan karena gadis itu mencintai Genta, namun ada rasa tak tega saat Kimberly harus menolak ungkapan cinta pemuda itu untuk kedua kalinya.Taksi online sudah sampai mengantarnya ke depan gerbang tinggi mansion milik sang paman. Perlahan gadis itu merasakan sesuatu saat melangkah masuk ke dalam bangunan megah itu."Selamat Sore, Nona Kim.""Sore, Pak."Senyum tenang terkulum dari bibir mungil gadis itu, namun terasa ada sebuah kejanggalan dari raut sang security penjaga pos pintu gerbang."Bi, ada apa dengan wajahmu?"Lagi-lagi Kimberly menemukan wajah tegang dari pelayan di mansion itu. Bi Jeni yang menyambut kedatangannya tampak kaku dan ketakutan."Tu-- tuan Satou.. menunggu Anda di ruang kerjanya, Nona," sahut pelayan tua itu dengan tergagap."Alan? Alan sudah pulang, Bi?""Iya.
Mobil sedan berlabel burung berwarna biru berhenti di depan Cafe sebrang SMA Penabur, sekolah Kimberly dulu. Gadis itu keluar dari mobil dan berjalan menuju tempat pertemuannya dengan Genta."Kim!"Tangan Genta melambai ke arah Kimberly, dengan senyum cerah bertengger di bibir pemuda tampan itu."Maaf aku terlambat, Ta.""He em. Duduklah, kau mau pesan apa? Menu favoritmu?"Kening Kimberly sedikit mengerut, "memangnya kau tahu apa menu favoritku disini?" tanyanya meragu.Pemuda itu kembali tersenyum dan kembali meminta Kimberly untuk duduk."Aku tahu semua tentangmu, Kim. Apapun itu," jawabnya dengan tenang."Warna kesukaanku?""Hijau.""Eeem.. lagu kesukaanku?""Epiphany.""Waw.. eeem, ini pasti kau tak tahu, Ta. Pemain sepak bola yang kusuka?"Kimberly tersenyum remeh saat Genta terdiam untuk berpikir."Kalau aku tahu.. apa aku boleh meminta sesuatu padamu?""Hh? Kalau begitu kau tak perlu--"Ricardo Ijection Santos Leite. Kau sangat mengidolakannya sejak remaja. Pemain sepak bola d
"Hhh... oke, jadi apa yang harus saya lakukan untuk meredam berita ini. Kita tak bisa mendiamkanya begitu saja, nama baik Anda bisa tercoreng dan itu akan membuat para pemegang saham ragu dengan kredibilitas Anda.""Kau fokus saja pada peluncuran produk baru kita di Jepang. Masalah ini biar jadi urusanku," titah Alan pada sang asisten."Baiklah. Kalau begitu saya pergi dulu."Mike keluar dari ruang CEO untuk melakukan beberapa pekerjaan di luar kantor.Drt..Drt..Drt..Gawai Alan bergetar, nama Kimberly terpampang disana. Dengan sigap pria itu mendial tombol hijau karena khawatir terjadi sesuatu dengan kekasihnya.”Sayang, apa terjadi sesuatu?”(”Alan, video peristiwa di mall tadi beredar luas di sosial media. Apa kau baik-baik saja?”)”Hhh.. jangan mengkhawatirkanku, Moon. Itu hanya berita sampah, sebaiknya kau tak perlu membuka akun sosial mediamu dulu. Lebih baik kau istirahat.”(”Kau sudah melihatnya? Ada yang merekam saat kau menampar Kanaya, Alan. Itu akan mempengaruhi pekerjaa
Kimberly dan Naina keluar dari toko pakaian dengan membawa tiga paper bag berlogo brand ternama."Nai, aku lapar. Kita makan dulu, ya.""Oke." Naina memberi kode setuju pada jarinya."Hai, Kim. Sepertinya Alan memberimu kompensasi sangat banyak setelah kejadian malam itu."Suara seorang perempuan yang dikenal Kimberly membuat dirinya dan Naina menoleh bersamaan."Apa itu semua kompensasi dari Alan karena telah membawamu ke atas--"Cukup, Kanaya!"PlakkBelum selesai Kanaya menjatuhkan mental Kimberly, Alan yang muncul tiba-tiba lebih dulu melayangkan sebuah tamparan di pipi wanita itu. Matanya tajam menatap nyalang Kanaya yang terkejut mendapat sebuah tamparan keras, padahal Alan tak pernah sekalipun berbuat kasar padanya."Brengsek! Kau--"Kau sudah keterlaluan, Kanaya! Sekali lagi kau mencoba menyakiti calon istriku, aku tak akan segan-segan berbuat lebih kasar lagi padamu!"Ancaman Alan membuat mulut Kanaya ternganga namun kelu. Kata calon istri cukup membuat wanita itu terhenyak s
"Anda memanggil saya, Tuan?""Mike, datanglah ke mansionku dan berikan ini pada Kimberly.Alan menyerahkan sebuah black card pada asistennya."Ini.. untuk nona Kim?" tanya pemuda itu."He em. Itu hadiah karena dia sudah bisa memanggil namaku.""Hah?" Mike tak mengerti dengan apa yang dibicarakan bosnya."Sudah jangan banyak tanya! Kau serahkan kartu ini saja pada Kimberly dan langsung kembali ke kantor. Dua jam lagi kita rapat internal."Bagi Mike, titah Alan adalah sesuatu yang mustahil ia bantah. Apa yang dikatakan pria itu, itulah yang harus ia jalani."Baik, saya pergi sekarang."*"Waaah.. aku baru lihat rumah semegah ini, Kim. Sepertinya aku akan tersesat jika berada disini sendirian."Kimberly sengaja mengundang Naina ke mansion Alan, kebetulan gadis itu tengah libur bekerja."Disini ada petunjuk arah, Nai." Kimberly menunjuk tulisan led yang ada di depannya. Bi Jeni meminta Alan untuk membuat petunjuk arah untuk memudahkan pelayan yang baru bekerja disana."Waaah.. ini bukan
”Hei, gadis sombong! Pantas saja kau tak masuk-masuk kerja, ternyata si Kuda Putih sudah melamarmu, ya!”-NainaBaru saja bangkit dari ranjang, mata Kimberly dibuat mengerjap beberapa kali saat membaca pesan chat dari Naina."Dari mana Naina tahu kalau Alan melamarku?" tanyanya pada diri sendiri.”Kau tahu dari mana, Nai? Maaf aku tak memberi kabar apapun selama beberapa hari ini. Nanti saat masuk kerja akan kuceritakan.”-Kimberly”Hhh, tuan putri pasti baru bangun dan belum melihat berita hangat yang sudah jadi perbincangan. Bukalah sosial mediamu, Kim. Kau akan tahu sendiri dari mana aku bisa tahu.”-NainaKimberly langsung membuka akun sosial medianya. Sudah banyak tag video di akun instagram gadis itu."Video apa ini? Kenapa banyak sekali yang menandai akunku?"Matanya membola dengan mulut ternganga saat prosesi lamaran yang Alan lakukan untuknya terpampang jelas di gawainya. Video itu seperti sudah disetting dan diedit sedemikian rupa oleh seseorang, siapa lagi kalau bukan sang
"A-- A- Lan.""Berikan tanganmu, Moon.."Alan meminta Kimberly memberikan jemarinya untuk disematkan cincin bermata zamrud yang ia beli beberapa hari yang lalu."Tapi--""Kau tak mau menerima lamaranku?""Bu-- bukan! Aku-- Alan, apa-- kau serius? Ini-- bukan hanya karena kejadian malam itu?"Alan bangkit dan berdiri di hadapan gadis itu, menatap tajam wajah cantik yang masih meragukan ketulusannya, "kau masih meragukan ketulusanku, Moon?" tanyanya dengan tangan mendekap wajah Kimberly."Aku hanya tak mau menjadi beban tanggung jawabmu. Aku benci dikasihani, apalagi--"Ssst.. tak ada yang mengasihanimu, Kim. Sebelum peristiwa malam itu pun aku sudah berniat untuk melamarmu. Apapun yang terjadi aku hanya ingin kau yang jadi pendamping hidupku."Jemari Alan memotong ucapan Kimberly. Ia hanya ingin meyakinkan kesungguhannya pada gadis itu. Tak ada yang harus dikasihani, dan tak ada yang harus bertanggung jawab. Semua yang terjadi adalah kesalahan yang sama-sama tak diinginkan, namun kesal