“Jasmine.”Wanita itu langsung menatapnya. “Maaf, aku terlambat. Aku banyak pekerjaan.”Bian hanya menganggukkan kepalanya. Dia tidak peduli wanita itu datang kapan pun asalkan tetap menemuinya seperti ini. Bian langsung mempersilakan wanita itu masuk ke dalam ruangan yang di mana mereka berjanji akan bertemu. Ruangan privat yang sengaja dipesan oleh Bian.Beruntungnya tadi dia mengatakan kalau dirinya tidak pulang. Akan tetapi dia berniat keluar untuk menunggu di luar.Waktu dia melihat wanita itu sedikit basah. Bian langsung menyodorkan jasnya. “Tidak perlu, Bian.”Dia menganggukkan kepalanya. Jasmine ternyata lebih cantik dibandingkan dengan yang ada di foto. Dia tidak pernah menyangka kalau dirinya pernah mempersunting wanita yang sangat cantik ini.Bian mengulurkan tangannya ketika dia hendak memperkenalkan diri. “Selamat bertemu lagi, Jasmine.”Wanita itu langsung duduk tanpa membalas uluran tangannya Bian. Bian langsung menarik tangannya.Dia memesan makanan. Lalu kemudian Bian
Bian berada di ruang kerjanya sembari menatap laptopnya. Foto-foto dan juga video Noah dan juga Jasmine sengaja diputar. Banyak hal yang ingin Bian utarakan. Tidak mampu diingat oleh otaknya. Rasa sakit yang tidak bisa dijelaskan kepada siapa pun. Ingin mencari dirinya yang dulu, hanya Sierra yang bersedia buka mulut. Sedangkan Edo, orang yang dia percaya pun ditekan oleh keluarga Bian. Sekalipun Sierra mendapatkan ancaman, Bian masih bisa rahasiakan semuanya.Mengobrol dengan Sierra di tempat-tempat yang rahasia. Bian ingin tahu kehidupan sebahagia apa dia di masa lalu. Bukan tentang kehidupan rumah tangga yang seperti ini. Dia merasa sudah lama sekali merasa tidak nyaman dengan kehidupannya. Bian merasa kalau kehidupan rumah tangganya justru tidak berarti apa-apa.Dia menutup laptopnya. Memilih untuk kembali ke kamar dengan segera.Keesokan harinya. Bian baru keluar dari kamar mandi. Nina sedang persiapan. Hari ini adalah hari pertunjukan dari semua bakat anak yang les. Jumlahnya me
Jasmine menghadiri acara pertunjukan anaknya. Dia menyaksikan sendiri Bian bersama dengan keluarganya. Ditambah juga dengan keluarga dari istrinya Bian. Bagi Jasmine, itu adalah puncak dia harus mengikhlaskan Bian.Dia tidak mau memikirkan terus menerus. Dibandingkan harus berjuang lebih keras lagi. Jasmine lebih baik menyerah ketika pihak keluarga pria yang menolak. Sudah tidak bisa ditawar lagi.Tidak ingin berada di tempat seperti itu seharusnya. Bertemu lagi dengan Bian sama saja menyakiti hatinya sendiri. Tempat les yang paling dekat dengan rumahnya juga hanya ada di sana. Jasmine memang punya usaha kecil-kecilan juga. Bukan berarti dia tidak ada kesibukan lain di tempat kerja.Dia memilih merangkap dua pekerjaan sekaligus demi mendapatkan uang agar memenuhi kesibukan untuk Noah. Dia tidak ingin kalau anaknya banyak menyendiri dan malah sering bertanya tentang Bian pada dirinya.Ada banyak hal yang orang lain tidak tahu tentang usaha Jasmine untuk menjauhkan Noah dari Bian. Tapi
“Apa yang kamu tahu tentang masa lalu aku, Adelia?”Wanita yang sedang menyisir rambutnya itu seketika berhenti melakukan aktivitasnya setelah Bian beranikan diri untuk bertanya kepada istrinya tentang masa lalu yang dialami oleh Bian itu seperti apa.“Masa lalu kamu itu tentu saja aku.”“Kenapa pikiranku sama hatiku bertolak belakang? Kamu sendiri selalu ngeluh kenapa aku nggak pernah sentuh kamu. Aku sendiri bingung, kenapa aku nggak bisa cinta sama kamu.”“Kamu kedengaran seperti orang jahat, Mas.”“Aku tahu kalau kamu pasti bakalan mikir aku orang jahat. Pernahkah kamu berpikir kalau aku juga sebenarnya nggak mau berurusan sama kamu? Kita cuman bertahan demi Nina.”Terdengar jahat. Itu adalah kenyataan yang memang tidak bisa disembunyikan lagi oleh Bian. Pada kenyataannya dia memang tidak pernah tertarik terhadap istrinya sendiri. Kemungkinan orang lain akan menyalahkan jawaban yang dilontarkan oleh Bian sendiri. Akan tetapi, itu adalah kenyataan yang tidak bisa dijelaskan kepada
“Ma, aku berangkat.”Dia ditinggalkan oleh anaknya dan juga Ulfa. Wanita itu akan membawa Noah untuk mengunjungi sepupunya Jasmine.Sebenarnya, dia juga ingin pergi. Tapi pekerjaan rumah yang begitu banyak mengharuskan dia untuk tetap berada di rumah. Jasmine harus beres-beres sekarang.Noah akan menginap dan pulang besok sore.Dia merapikan kamar anaknya. Dia merapikan juga tempat tidurnya Ulfa. Tadinya Noah tidur berdua dengan Ulfa. Akan tetapi perlahan dia biarkan anaknya punya privasi sendiri.Noah juga sudah berangkat. Dia membersihkan kamar itu.Ketika dia sedang membereskan kamarnya Noah. Dia melihat ponselnya Noah di sana. Tidak dibawa oleh anaknya. Noah tidak terlalu menggunakan ponsel di rumah. Anak itu akan sibuk untuk bermain. Terutama diajak ke rumah sepupuny Jasmine. Maka, anak itu juga akan fokus bermain. Banyak temannya juga ada di sana.Sore harinya ketika dia sudah rapi dan sedikit berdandan meskipun di rumah. Terdengar suara bel.Jasmine keluar. Dia membuka pintu da
Bian sengaja pulang ke rumahnya Amber. Dia ingin tahu banyak tentang Jasmine dari wanita itu. Mengingat orang yang paling menentang hubungan mereka adalah pihaknya Bian. Dia ingin tahu apa alasan terberat orang tuanya menghalangi mereka. Setelah Bian hilang ingatan. Bian pun dimanfaatkan untuk tanggung jawab terhadap kehamilan Adelia yang sama sekali Bian tidak berbuat apa pun.Dia juga membawa Adelia dan juga Nina ke sana. Mengumpulkan tiga orang itu ada di sana. Dia ingin bertanya kepada Adelia nantinya. Dia sedikit ingat tentang orang yang pernah dekat dengannya adalah Freya. Yang sangat sulit dia ingat adalah Jasmine dan juga Noah. Dia ingat Freya yang pacaran sepuluh tahun dengannya dan tidak jadi dinikahi oleh Bian waktu itu.Perlahan, ingatannya sedikit pulih. Ya, meskipun dia bersusah payah soal itu.“Bian,” dia menoleh dipanggil oleh Amber. “Nina sudah besar. Kamu harus kasih adik buat dia.”Bian memasukkan ponselnya ke dalam tas. Lalu menatap sang mama yang bicara seperti it
Bian secara diam-diam menemui Mantan istrinya untuk menghindari orang tuanya. Dia memang tidak ingin ketahuan oleh Adelia dan juga Amber.Sesibuk apa pun Bian selalu punya waktu untuk bermain bersama dengan anaknya.“Papa nggak sibuk?” tanya Noah ketika Bian baru saja menutup laptopnya. Dia mengajak Noah ke salah satu taman dan menyaksikan orang-orang bermain skateboard.Bian memasukkan laptopnya ke dalam tasnya. “Papa sudah selesai bekerja. Papa mau temani kamu di sini. Kamu nggak mau main skateboard, Noah?”“Nggak, Pa. Itu bahaya kalau jatuh. Nanti patah tulang.”Bian mengangguk. Dia membuka tutup botol minuman yang ada di sebelahnya. Memang otaknya belum mampu untuk memutar memory yang dulu. “Kamu benar, Noah.”“Papa, aku sudah kabari mama kalau kita ketemu di sini. Mama bilang, nanti Papa antar aku ke tempat jualan, Mama.”“Mama sudah nggak marah lagi?”“Mama nggak pernah marah sama Papa. Kata mama, kita berdua nggak bisa lari jauh dari Papa. Pasti bakalan ketemu lagi.”Soal ingat
Bian pulang sedikit larut dari kantornya. Dia mengerjakan banyak sekali tugas dari papanya. Bian tidak bisa menepati janjinya untuk menjemput Noah karena pekerjaannya itu.Setelah dia sampai rumah, dia ke kamarnya Nina. Dilihatnya anak itu sedang tertidur di sana. Bian langsung menutup pintu lagi. Memang tidak ada kaitannya kebenciannya terhadap Adelia tertuju pada Nina. Anak tidak pernah bersalah. Nina tidak pernah tahu apa-apa tentang betapa buruknya Adelia yang terlibat dalam menipunya.Sampai di kamar. Dilihatnya sang wanita sedang duduk di atas tempat tidur sambil memainkan ponselnya.Bian langsung meninggalkan istrinya ke kamar mandi. Tidak peduli orang lain mengatakan dia waras atau tidak. Jujur saja kalau Bian sendiri tidak merasakan gairah memanas itu kepada istrinya. Justru dia tertarik dengan wanita lain—tidak lain adalah Jasmine. Sekalipun dia dan mantan istrinya sering bertemu dengan alasan Noah. Tidak menutup kemungkinan kalau dirinya tertarik.Bukan hanya tentang masa l
Bian tidak ingin mengambil keputusan yang fatal lagi seperti kemarin-kemarin. Dia tidak mau kalau dia dan istrinya bercerai lantaran dirinya yang tidak bisa menjadi suami yang baik. Dia menganggap perasaan istrinya terlalu lebay. Dia menganggap perasaan istrinya berlebihan ketika wanita itu cemburu. Padahal, yang terjadi sebenarnya adalah dirinya tidak pernah lagi mengerti bagaimana rasanya dicemburui. Tidak pernah merasakan itu sebelumnya pada wanita lain. Freya tidak pernah cemburu padanya, Adelia tidak pernah peduli terhadapnya. Berbeda dengan Jasmine yang bahkan menangis karena ulahnya. Sepele, tapi menyakiti istrinya. Bian tidak mau lagi melakukan itu dan menyakiti Jasmine lebih dalam lagi. Sekarang, dia ingin hidup dengan akur dan baik-baik saja bersama dengan istrinya. Dia menuduh Jasmine berubah ketika pulang dari rumahnya Ulfa. Tanpa dia sendiri sadari kalau selama ini yang membuat istrinya berubah adalah ulahnya sendiri. Bian terlalu jauh membuat istrinya menderita. Dia
“Dari sekian banyak pilihan, kenapa kamu memutuskan untuk bercerai sama aku, Mas?” Padahal Bian sendiri tahu, semenjak mereka bertengkar. Jasmine selalu menangis tengah malam. Bian menyadarinya, tidak ingin mengganggu istrinya malam itu. Pelariannya ke alkohol juga tidak mempan. Rasanya masih terlalu sakit kalau dia ingat betapa bodohnya dia. Secara naluri, dia masih menyayangi istrinya. Dia juga tidak ingin berpisah dengan istrinya. Jasmine adalah orang yang dia cintai. Dunia ini seolah-olah akan berhenti begitu Bian mengatakan ingin bercerai dari istrinya. Padahal dia sendiri sangat tahu kalau dirinya sangat mencintai istrinya. Dia meninggalkan semua wanita demi bisa bertahan dengan istrinya. Dia tidak meminta pendapat dari orang lain. Dia hanya berharap kalau ini akan segera selesai. Yaitu dengan cara melepaskan wanita yang begitu dicintainya. Memang dari awal Bian sudah merasa kalau dirinya itu tidak bisa menjaga rumah tangganya lagi. Bian juga sudah berusaha bertahan, namun
Bian menganggap remeh rasa cemburunya Jasmine yang selama ini dia rasakan. Tidak menyangka kalau kalimat itu keluar dari mulut suaminya sendiri. Dia tidak pernah menduga kalau suaminya akan menganggap perasaannya tidak penting seperti itu. Setelah pertengkaran beberapa malam yang lalu. Bian pun tidak ada kata permintaan maaf sampai detik ini. Jasmine yang merasa kalau suaminya memang sangat sulit untuk mengerti perasaannya. Menikah dengan Bian dua kali, tidak serta merta membuatnya merasa baik-baik saja. Menikah hanya karena alasan demi anak. Tapi juga tidak baik untuk kesehatan mentalnya. Memang Bian baik terhadap anak-anak, ternyata pria itu abaikan semua yang dikatakan oleh Jasmine. Memang benar, dia harusnya diam saja tanpa banyak protes terhadap rumah tangganya. Tidak layak juga protes kalau tidak pernah didengarkan. Jasmine mulai menyesali ketika dia memberontak malam itu. Mulai menyesal telah mengeluarkan semua yang ada di dalam hatinya. Mulai merasa kalau dirinya tidak a
“Pa, Papa nggak berantem sama mama, kan?” Bian sedang berenang berdua dengan Noah, anaknya bertanya tentang kondisi rumah tangga mereka. Bian memang tidak pernah bertengkar dengan istrinya. Bian sedang di tepi kolam renang justru tersenyum dengan pertanyaan anaknya. Tidak ada pertengkaran apa pun yang terjadi di dalam rumah tangga mereka. Hanya saja, beberapa hari yang lalu Jasmine mengatakan dirinya sedang lelah saja. “Mama cuman capek aja, Noah. Setiap ibu pasti akan merasakan itu.” “Tapi, Pa. Papa kenapa ketemu lagi sama Nina dan mamanya?” Bian yang tadinya mengabaikan soal itu, tiba-tiba saja dia menoleh kepada anaknya. “Dari mana kamu tahu?” “Pak Egi bilang sama aku tadi waktu jemput ke tempat les. Katanya, Pak Egi sama mama ke taman belakang kantor waktu antar makan siang. Terus Papa di sana sama Nina dan mamanya.” Bian bertemu dengan Adelia tidak ada maksud apa-apa, dia hanya menemui wanita itu lantaran Nina ingin bertemu dengannya. Tidak ada maksud lain yang Bian laku
Seminggu dia pergi bersama dengan Celia. Bian tidak menghubunginya apalagi bertanya apakah dia sudah sampai atau tidak. Justru dia dibiarkan begitu saja. Tidak seperti biasanya, memang pria itu sudah berubah. Jasmine tadinya memang ingin liburan bersama dengan Celia berdua. Setelah dikabari oleh kakak sepupunya kalau Ulfa ada di rumah kakaknya. Jasmine pun akhirnya ke sana dan jaraknya lebih dekat. Dia juga cerita keluh kesahnya dan menceritakan bagaimana Bian dulu juga pernah main wanita di masa lalu. Jasmine yang baru mengenal cinta justru terjebak dalam pernikahan waktu itu. Dia cemburu, tidak bisa mengungkapkannya. Sekarang, dia cemburu. Masih bisa diam juga tanpa berani berkata apa-apa. “Terus, mau sampai kapan kamu sama Celia di sini?” tanya Halim, kakak sepupunya. Jasmine duduk di sebelah kakak sepupunya di sebuah taman yang ada di rumah itu. “Mungkin lusa akan pulang. Kasihan Noah juga di sana.” Dulu, dia menerima Bian kembali karena dia kasihan kepada Noah. Lalu kemudia
“Ada yang ingin kamu omongin sama aku nggak, Mas?” Jasmine ingin tahu apakah suaminya ingin mengatakan sesuatu seperti pertemuan atau apa pun itu. Dia akan mendengarkan semuanya. Terutama dia tidak akan berpikir berlebihan setelah mengetahui suaminya masih bertemu dengan mantan istrinya. Kalau itu adalah Freya, mungkin tidak akan sesakit ini.Merasa dikhianati oleh suaminya lantaran Bian tidak mengatakan apa pun dengan jujur. Pertemuan yang dilakukan di belakang Jasmine termasuk kejahatan dalam rumah tangga. Hilangnya kejujuran dan juga tidak ada yang tahu apa yang terjadi setelahnya. Bian meletakkan ponselnya di atas meja. Menatap Jasmine kemudian tersenyum. “Nggak ada, Sayang.” Jasmine menganggukkan kepalanya dengan perlahan, dia tahu kalau ternyata suaminya hanya pura-pura. Bahkan dari kemarin, Bian tidak meminta jatahnya. Ada apa? Kenapa pria itu berubah sekarang? Jasmine merasa seorang istri yang hanya menerima kesalahan Bian beberapa kali. Tahu kalau watak main wanita itu t
“Bibi, aku saja yang masak. Tolong bantu aku jaga, Celia, ya!” Dia membawa anak keduanya menghadap kepada asisten rumah tangga yang ikut dengannya. Hari ini dia akan pergi bertemu dengan Amber dan juga Sophie. Mereka bertiga akan berkumpul lagi setelah sekian lama tidak bertemu. Jasmine juga akan menyiapkan makan siang untuk suaminya. Sekalian ketika berangkat ke rumah Amber nanti, dia ke kantor suaminya terlebih dahulu untuk membawakan bekal. Seperti biasa, Bian sangat menyukai masakan yang dibuatkan oleh Jasmine. Dia memasak sendirian di dapur. Lalu kemudian membiarkan Celia bersama dengan sang bibi di ruang tengah. Usai dia memasak, Jasmine langsung mandi dan menyiapkan segala kebutuhan yang akan dia perlukan nanti untuk Celia selama berada di rumah Amber. Entah itu pakaian ganti dan juga popok. Dia diberikan izin untuk bertemu dengan Amber karena dia mengatakan akan diantar oleh sopirnya. Bian sangat sensitif sekali membiarkan Jasmine keluar. Lalu kemudian setelah selesai be
“Pak, ada seseorang menunggu Anda di taman belakang kantor,” beritahu Sierra begitu Bian baru saja kembali dari proyek. Bian langsung turun dan pergi ke taman kantor yang tidak jauh dari tempat ini. Lalu kemudian kaki jenjangnya melangkah dengan sangat cepat ke sana. Baru saja tiba di sana, tubuhnya langsung bereaksi ketika melihat wanita bersama dengan anak kecil sedang duduk di bangku taman. Dia menghampiri secara perlahan dan wanita itu kemudian menoleh. Anak kecil itu berlari ke arahnya. “Papa,” dipeluknya Bian sangat erat. “Maafkan aku, Bian. Aku menemuimu kembali. Bukan maksudku mencarimu lagi. Aku tahu, kamu sudah menikah dan mungkin kamu sudah punya kehidupan yang lebih layak. Namun, dia menangis dan selalu mencarimu.” Bian berjongkok dan memeluk anak kecil yang dibawa oleh wanita itu. Wajar rasanya kerinduan Nina tidak akan pernah berakhir. Karena selama ini yang merawat anak ini adalah dirinya. Bian memang tidak ingin berakhir dengan pengkhianatan. Lalu dia menggendong
Tangis seorang bayi memenuhi ruangan yang khusus untuk Jasmine. Kelahiran bayi perempuan yang baru saja beberapa menit lalu. Melengkapi kehidupan rumah tangga mereka yang pada akhirnya mampu membuat Bian takjub dengan istri dan juga anaknya. Dia merasa bangga sekali pada istrinya yang telah melahirkan bayi secantik itu. Dia juga bangga kepada anak perempuan yang lahir dengan selamat dan proses persalinan Jasmine dengan normal. Di rumah sakit pilihan Amber untuk Jasmine melahirkan. Suasana begitu tegang sebelum si kecil dilahirkan. Beberapa kali Jasmine mengerang kesakitan. Berpikir kembali jika itu dirasakan oleh Jasmine beberapa tahun lalu ketika melahirkan Noah sendirian. Selama beberapa tahun terakhir istrinya telah berjuang sendirian. Melihat anak keduanya lahir, harapan baru telah muncul dalam kehidupannya Bian. Menunggu selama ini untuk kehadiran anak kedua mereka. Meskipun sebenarnya dia melihat kalau Noah juga sangat berharap adiknya segera lahir ke dunia ini. Bian bisa t