Krekk Pintu ruangan kamar terbuka. Kayana pikir itu adalah Samsul yang membawa makanan, ternyata saat seseorang masuk ke dalam, mata Kayana terbelalak lebar tak menyangka. Kayana berdiri sambil berkacak pinggang menghadang orang itu masuk tapi tak berhasil. "Minggir!" Sonia, si tamu tak diundang itu memaksa masuk ke dalam. "Hai Rafa, apa kabar?" senyum Sonia membuat Kayana mual. Rasanya, ingin sekali menendang keluar wanita yang gatal menggoda suami orang ini. Rafandra tak membalas sapaannya. Ia malah menaikkan selimut hingga sebatas dada dan gerakan tangannya ia menyuruh Sonia pergi dari sana. "Aku mau tidur. Pergi sana!" usir Rafandra. Kayana tersenyum puas melihat reaksi Rafandra. Suaminya itu memang sudah tak ingin melihat Sonia berada di sekitarnya apalagi saat sedang sakit seperti ini. "Ih, aku mau bawakan buah untuk kamu. Aku dengar kamu sakit tipes. Jadinya—" "Rafa tidak boleh makan makanan berserat. Buah ada seratnya, kamu tidak paham." Alyssa datang tiba-tiba dari bali
Rafandra terbaring lemas di tempat tidurnya lebih dari tiga hari. Tubuhnya mulai kurus dan sedikit tirus tapi dia masih ada semangat untuk makan dan minum obat. Kayana yang setia, tetap datang menunggunya di samping tempat tidur walau sempat kena marah oleh ibu mertuanya. "Kamu pulang jangan terlalu malam. Kasihan sama dedek bayinya." tangan Rafandra mengusap perut buncit Kayana dengan lembut. "Sayang dedek. Maaf ya, papa nyusahin mama kamu." "Enggak ada yang nyusahin. Namanya juga lagi kena musibah." Kayana berpindah duduk di depan tv sambil mengupas jeruk yang ia bawa dari rumah lalu menawarkannya pada Rafandra. "Kamu udah boleh makan jeruk kan?" Rafandra mengangguk. "Oh iya, kemarin papa telpon aku tapi enggak aku jawab. Terus, aku telpon balik malah enggak aktif." Rafa mengambil dua ruas jeruk yang disodorkan oleh Kayana lalu mengunyahnya. "Jeruknya manis banget." "Oh, beliau mau ngomongin sesuatu yang rahasia kayanya. Nanti pas kamu pulang ke rumah, mau dibahas keluarga besar
Setelah kepulangan Rafandra ke rumah, Kayana yang awalnya ramah berubah jadi dingin dma sering mengabaikan suaminya. Rafandra jadi serba salah. Ini semua pasti imbas dari kedatangan Sonia ke rumah sakit. Ingin sekali ia meluruskan semuanya tapi tak ada waktu untuknya berbincang berdua dengan istrinya. Dua hari sejak kembalinya Rafandra ke ranah pekerjaan tetapnya, ia tak mempunyai waktu luang lagi. Apalagi, ayahnya selalu mengajak dirinya untuk bertemu dengan pengacara pribadi mereka di sela kegiatan kerja. Katanya, ini penting. Demi keberlangsungan kehidupan keluarga Wirautama. "Silakan pak Rafa tanda tangani di halaman ini," tunjuk si pengacara. Rafandra mengalihkan tatapannya ke arah ayahnya yang mengangguk mantap padanya. "Saya bisa baca sebentar?" tanya Rafandra. Si pengacara mengangguk. Rafandra membaca dari halaman awal, surat itu berisikan nama dan aset milik ayahnya yang sepenuhnya jatuh ke tangannya. Rafandra menarik napas panjang. Tangannya gemetar saat rangkaian kalima
"Papa...." Suara Rafandra menggema keras di depan ruangan operasi sebuah rumah sakit. Di hadapannya, pintu itu tertutup dengan lampu merah menyala di atasnya. Dada pria itu berguncang hebat saat mendapat kabar ayahnya terhantam kendaraan di luar kantor setelah pertemuan bersama dengannya di kantor notaris. Dirinya menyesal tak mengajak ayahnya tadi. "Rafa, sudah. Jangan seperti ini." Alyssa datang dengan wajah tegar. "Doakan papa baik-baik saja." "Rafa menyesal tidak pulang bersama dengan papa tadi. Rafa menyesal." Rafandra memukul dadanya. Air matanya mengalir melewati pipinya hingga jatuh mengenai kemejanya. Lemas, ia menundukkan kepalanya lalu bersandar di bahu ibunya. "Maafkan Rafa, ma." "Kamu enggak salah sayang. Ini sudah takdir." Keduanya berpelukan. Sayang sekali, Kayana tak diizinkan ikut ke rumah sakit karena kehamilannya. Alyssa takut menantunya nanti kelelahan. "Permisi nyonya." seseorang bertubuh besar datang menghampiri Alyssa. Ia memberi hormat lalu membisikkan s
Wirautama telah siuman. Saat ia mulai membuka matanya, pemandangan yang pertama dilihat olehnya adalah wajah sang istri yang tertidur di sampingnya sambil memegangi tangannya yang dipasangi selang infus. Sekujur tubuhnya terasa sakit, apalagi bagian tangannya. Ada sesuatu yang nampaknya mengganjal di sana. Sedikit menggeliat, mata Wirautama terpaku pada sosok sang istri yang terlihat cantik jika dilihat dari samping. Bibirnya pun tersenyum tak sengaja. "Kamu sudah bangun?" Alyssa membuka matanya. "Mau aku ambilkan minum?" Wirautama mengangguk. Alyssa tadi terbangun karena mendengar napas berat dari suaminya. Tangannya bergerak mengambil minuman yang terletak tak jauh dari meja rawat. "Rafa mana?" tanya Wirautama dengan suara parau terbata-bata. "Aku suruh pulang. Tadi dia nangis, terus kelelahan." Alyssa membuka lengan tangan sebelah kanan suaminya. Terlihat luka lebam berwarna biru tua di sepanjang lengan itu. "Bagian mana yang masih sakit?" Wirautama menggelengkan kepalanya. "Ka
"Ayo cepetan!" Kayana berteriak dari luar mobil sambil menghentakkan kakinya. Hari ini dia tampak cantik dengan rambut dibiarkan terurai, ditambah dengan aksesoris penjepit dengan gaun panjang berwarna peach yang mewah. Bibir Kayana mencebik lucu. Rafandra yang masih berada di dalam mobil menjawab teriakan itu. "Iya, sebentar. Ini resletingnya macet." "Memang kamu abis ngapain sih?" tak sabaran, Kayana menghampiri kembali mobil yang terbuka sedikit pintunya. "Kenapa itu?" tunjuknya. "Tadi aku kan buang air kecil di rumah. Terus buru-buru naikin resletingnya. Enggak tahunya malah macet gini." Rafandra menunjuk ke arah bawah, membuat Kayana menghela napas kesal sambil menepuk dahinya. "Maaf sayangku. Apa nih solusinya?" "Kamu bawa celana cadangan enggak?" Rafandra melirik ke belakang. Ia mengingat kembali, apakah pernah membawa celana lain di bagasi mobilnya. "Adanya celana jeans." Rafandra menunjukkan tas kecil berisi celana yang baru ia beli beberapa hari lalu. "Baru beli, lupa b
Rafandra pintar menyimpan emosinya. Ia berhasil membuang segala ketidaksukaannya pada percakapan yang didengarnya tadi. Hingga akhirnya meledak di tempat kerjanya dan hanya diketahui oleh Samsul yang terdiam tanpa tahu apa salahnya. Bukan, bukan Samsul yang disalahkan. Rafandra meledak mencari cara agar Sonia bisa dikeluarkan dari tim yang telah dibuat oleh ayahnya. "Bagaimana?" Samsul menggelengkan kepalanya. "Memangnya tidak ada cara untuk melenyapkan dia?" "Tidak. Karena ini perintah langsung dari bos besar," ujar Samsul. Rafandra memijit kepalanya yang sedikit sakit. Terasa pening seketika membayangkan betapa sulitnya menyingkirkan Sonia dari tim marketingnya saat ini. Apalagi ini ditunjuk oleh ayahnya sendiri. "Karena perusahaan sudah resmi jadi milik saya, bagaimana kalau semuanya diubah?" Samsul mendelik heran. "Kenapa? Kamu tidak tahu kah? Saya adalah pemilik baru perusahaan ini." "Bukan begitu. Tapi ini—" "Tolong buat laporan ke HRD, open recruiment untuk dua minggu ke d
Sonia dengan lantang menantang Kayana yang berkacak pinggang di hadapannya. Seolahlepas kendali, ia kini maki selangkah lebih dekat dari istri Rafandra itu. Tangannya bersiap untuk menarik rambut Kayana dan menghempasnya ke meja. Sebelum hal itu terjadi, Alyssa lebih dahulu menarik tangan Sonia dan menyeretnya ke samping. Ia tak akan membiarkan menantunya tersakiti hanya karena ulah wanita liar itu. "Hei hei hei. Berani betul kamu sama menantu saya. Kamu mau tarik rambutnya kan?" Alyssa kini ganti menantangnya. "Lawan kamu adalah saya. Sini, kalau berani." Alyssa menyingsingkan lengan kemejanya hingga sebatas siku. Tak lupa ia mengikat rambutnya hingga membentuk cepolan di atas. Satu lagi, ia juga memasang kuda-kuda yang siap untuk melawan Sonia. "Tante, karena ulah Kayana sekarang saya kehilangan pekerjaan saya. Kenapa Tante membelanya?" Sonia memprotes Alyssa sambil menekan tangannya yang perih. Mungkin ada bekas kuku Alyssa menggores di sana. "Duh, perih tangan saya." "Rasakan!
Lima tahun kemudian Tak terasa usia pernikahan Rafandra dan Kayana telah memasuki tahun ke lima. Ada yang bertambah di tahun tersebut, satu anak dari Kayana di tahun ke tiga saat si kembar sudah mulai aktif berjalan. Rafandra sempat kewalahan menghadapi ke tiga anaknya yang mulai tumbuh besar. Si kembar juga mulai cerewet seperti ibunya. "Papa, mau itu." Rafisha menunjuk pohon mangga yang berbuat lebat belakang rumah orangtua Kayana. Cukup tinggi, Rafandra sampai mengernyitkan dahinya. "Ambilin." "Papa enggak bisa. Suruh om Samsul saja ya." Rafandra merinding membayangkan betapa tingginya pohon mangga itu. Ia lebih baik menunggu di bawah sambil mengawasi kedua anak kembarnya. "Papa payah." Rafisha merengut. Tak lama kemudian ia berhasil menarik kakeknya untuk mengambilkan mangga yang dimaksud olehnya tadi. Dengan senang hati sang kakek mengambilkannya. Diambilnya sebuah kayu tinggi dekat pohon dan dalam sekali tarikan, dua mangga berhasil diambilnya. "Hore, buah mangga." Rahisya
Empat bulan kemudian "Rafa! Rafa!" Suara teriakan terdengar dari dalam kamar mandi. Rafandra yang masih terbuai mimpi sayup-sayup mendengar suara itu. Tak terdengar lagi, ia pun melanjutkan mimpinya. "Rafa!" Mata Rafandra langsung terbelalak. Terkejut dengan suara keras yang memanggil namanya dari dalam sana. "Iya!" Rafandra berlari ke tempat asal suara dan mendapatkan sesuatu yang mengejutkannya. "Astaga! Kayana." Tanpa banyak tanya lagi ia segera menggendong tubuh Kayana yang lemas. Ada aliran darah di sekitar kakinya bercampur dengan cairan bening. Tas kecil di atas meja rias ia sambar beserta kunci mobil dan ponselnya. Berjalan cepat menuruni anak tangga, Rafandra berteriak nyaring membangunkan seisi rumah. "Woy, bangun. Tolongin. Kayana mau melahirkan!" teriaknya. Samsul yang kebetulan sedang menginap di rumah Rafandra pun ikut terbangun mendengar teriakan keras dari bosnya itu. Segera ia berlari menyusul Rafandra yang sudah berada di luar rumah. "Bos. Bu Kayana mau me
Mau tidak mau, kabar kelahiran anak kedua Wirautama membawa dampak besar bagi perusahaan. Terlebih lagi, istri keduanya adalah seorang selebritis yang sering mendapat perhatian publik atas apa yang dilakukannya. Bukan tidak mungkin, hal seperti ini akan jadi momok yang menakutkan bagi Wirautama dan keluarganya. Belum sampai satu hari berita itu dimuat, sudah muncul lagi satu isu yang membuat Rafandra tercekat. Isu tentang keretakan rumah tangga ibu dan ayahnya yang entah dari mana kabar itu berhembus. Ini yang paling dibenci oleh Rafandra. Ia tak bisa tidur nyenyak setelah berita itu keluar. "Ada-ada saja berita aneh. Ini papa harus klarifikasi." Rafandra membuang ponselnya ke atas sofa di ruang tengah. "Rafa capek, Ma." "Nanti mama bantu klarifikasi. Kamu pikirkan perusahaan saja dan Kayana." Alyssa yang berdiri tangga bawah melirik Kayana dan Rafandra yang sedang duduk berdua di ruang tengah. "Anak papamu akan dibawa kesini. Mereka akan tinggal bersama kita." "Benarkah?" Kayana
Tentang berita kelahiran anak Rani, pertama kali diketahui oleh Alyssa saat tak sengaja menguping pembicaraan salah satu temannya yang berprofesi sebagai dokter. Ia mengatakan ada pasien masuk ke ruang bersalin dengan status mengkhawatirkan. Informasi itu didapatkan dari seorang suster yang menerima pasien itu di ruang gawat darurat. Teman Alyssa bercerita, dia seperti pernah melihat wanita itu tapi lupa tepatnya di mana. Ia pun bertanya pada Alyssa, walau tak yakin dengan jawabannya. "Tadi, kalau tidak salah namanya adalah Rani iswandari. Nama suaminya Wirautama. Alyssa, nama Wirautama di Jakarta tidak hanya nama suamimu kan?" Alyssa terdiam saat itu. Nama Rani dan Wirautama memang banyak, tapi yang terlibat cinta di belakang layar hanya mereka berdua. Tidak salah lagi, pasti itu Rani istri kedua suaminya. "Dia melahirkan? Siapa yang mengantarnya?" tanya Alyssa yang mulai khawatir. Ia takut terjadi sesuatu dengan wanita itu dan dirinya akan terus merasa bersalah hingga akhir hidup
"Istrimu melahirkan!" Alyssa menaruh ponselnya segera setelah berteriak. Wirautama yang berada di kamar terkejut dengan suara teriakan itu. Ia segera berlari keluar kamar menemui Alyssa. "Ada apa?" balasnya. "Aku dapat info, istrimu melahirkan. Kamu tidak menjenguknya?" tanya Alyssa memastikan. Terdiam sambil berpikir sejenak, Wirautama belum bisa memutuskan akan datang atau tidak. Ia bimbang memutuskan hal tersebut. Lalu Alyssa kembali bertanya, "Kamu jenguk tidak? Kalau tidak, biar aku yang jenguk." "Kalau berdua dengan kamu, aku ikut." "Ok. Aku ganti pakaian dulu." Alyssa segera masuk ke dalam kamar untuk berganti pakaian sementara Wirautama menunggu di luar. Rafandra yang baru saja dari luar rumah, baru selesai mencuci mobilnya melihat keheranan wajah ayahnya yang diam memucat seperti terkena sihir. "Kenapa, Pa?" tegur Rafandra. Wirautama terlonjak kaget lalu menggelengkan kepalanya. "Kok diam saja?" "Kamu enggak kerja?" Wirautama malah balik bertanya pada Rafandra. "Izi
Karena kondisi tubuh Wirautama telah membaik, ia sudah diizinkan untuk kembali beraktivitas walau hanya sekedar duduk tanpa turun langsung ke lapangan. Rafandra sebagai anak yang sangat sayang pada ayahnya, rela menggantikan tugas sementara ayahnya sebelum rapat pimpinan direksi yang akan dilaksanakan bulan depan. Menunggu ayahnya selesai membaca dokumen yang ia bawa, Rafandra lebih mementingkan pesan yang dikirimkan oleh istrinya. Pesan ringan, hanya seputar keinginan istrinya yang aneh. "Kayana lagi rewel?" tanya Wirautama mengintip dari balik kacamatanya. Rafandra mengangguk. "Biasa, itu. Minta apa dia sekarang?" "Minta belikan croffle, cromboloni. Makanan aneh, Pa. Pasti ujung-ujungnya Rafa yang makan," keluh Rafandra. "Ya enggak apa-apa. Yang penting istri kamu senang, anak kamu juga." Rafandra hanya mengangguk-angguk sambil memainkan ponselnya. "Papa enggak pulang? Udah jam makan siang. Mama bilang jangan terlalu banyak kerja." Rafandra berdiri dari duduknya, mengambil doku
Pagi sekali sepasang suami istri itu bangun. Baru saja menapakkan kaki mereka di dapur, keduanya sudah disambut suara pekikan Alyssa yang sedang mengkomandoi asisten rumah tangga yang akan memasak sarapan pagi itu. "Jangan kebanyakan gula. Kalau bisa, tomatnya ditambah." asisten rumah tangga itu hanya diam saja sambil mengangguk pelan. "Kayana tidak suka manis. Nanti bikin tehnya dibuat lebih kental sedikit." "Iya Bu." Saatnya Alyssa kembali ke ruang makan. Sudah ada Kayana dan Rafandra yang duduk manis berbincang satu sama lain. Kayana terlihat segar dengan rambut basahnya. Begitu pula Rafandra yang sejak tadi mengusak-usak rambut sang istri. Keduanya tampak akur tak seperti biasanya. "Tumben keramas pagi-pagi," sindir Alyssa. Sedikit berdehem, ia bertanya lagi pada keduanya. "Tadi malam habis berbuat yang enak-enak ya?" Alyssa terkekeh hingga membuat wajah Kayana memerah. Ia menoleh ke sebelahnya, Rafandra juga ikut terkekeh karena membayangkan kejadian tadi malam. Kayana yang
"Aku mau pulang ke rumah ibu. Mau liburan di sana." Kayana merajuk. Sejak pulang dari rumah sakit dan berjalan-jalan sebentar di sekitar area mall, rupanya tak membuat mood kesayangan Rafandra itu membaik. Apalagi, saat di resto tadi dirinya bertemu dengan Sonia secara tak sengaja dengan sikap sok centilnya. Seketika hancurlah semua niat dirinya yang ingin bermanja-manja dengan sang suami. "Besok ya. Aku antar ke rumah ibu." Rafandra mencoba bersikap sabar menghadapi ibu hamil yang sering meraung-raung tak jelas seperti Kayana. Persediaan sabarnya harus lebih dari hari biasa. "Terus, kamu nginep di sana enggak?" Rafandra menggelengkan kepalanya. "Kenapa? Kamu tega ninggalin aku sendirian kalau malam?" Rafandra menepuk dahinya. Memang serba salah menjawab pertanyaan dari Kayana saat ini. "Aku kan kerja—" "Kalau kamu kerja, memangnya ada larangan tinggal di rumah aku? Kamu jahat, Rafa. Kamu enggak sayang lagi sama aku." Kayana mulai merengek. Air matanya menetes melalui pipinya ya
Rafandra menyempatkan diri datang ke rumah sakit bertemu dengan ayahnya yang masih dirawat di sana. Dirinya datang tidak hanya sendiri, bersama dengan Kayana tentunya. Baru saja ia masuk, mata ayahnya telah memindainya dari jarak jauh seolah dirinya adalah seorang penjahat. Memang seperti itulah Wirautama jika sedang mengintai seseorang. "Pa, biasa aja lihatin Rafa." risih, Rafandra menegur ayahnya. Kayana yang mengekor di belakang mengucapkan salam lalu mencium tangan ayah mertuanya. "Papa udah sembuh belum sih?" "Dasar anak durhaka. Tuh istri kamu saja cium tangan, kamu malah melengos." Wirautama memukul lengan Rafandra pelan, namun anaknya itu berlagak kesakitan. "Bagaimana dengan Sonia? Berhasil dipindahkannya?" Rafandra menggedikkan bahunya. "Papa kenapa bikin peraturan seperti itu sih? Kenapa Sonia dimasukkan ke dalam tim pengembangan juga?" "Dia bagus, idenya selalu menarik dan public speakingnya selalu didengar oleh investor. Apa salahnya kalau kita masukkan dia ke dalam t