Mami ana bergegas menghampiri Risa yang baru saja sampai di ruang ganti pakaian.
"Erisa, apa kamu bosan bekerja di sini, atau kamu malah bosan hidup?" tanya Ana dengan wajahnya yang sudah di liputi amarah yang tak bisa lagi dia sembunyikan pada Risa."Apa maksudnya Mami, kenapa tiba tiba marah padaku tanpa sebab yang jelas?" ujar Risa dengan ekspresi kagetnya."Ah Erisa,,, kenapa kamu membuat keributan dengan tuan Juan di karaoke kemaren?" tatar Ana."TUan Juan? Karaoke?" Risa mengernyitkan dahinya, salah satu alisnya terangkat karena merasa sangat bingung dan tak mengerti dengan apa yang sedang di bicarakan mami Ana saat ini."Iya kemarin katanya kamu mengganggu tuan Juan saat sedang berada dalam ruang karaoke,""Tidak, aku tidak pernah mengganggu siapapun, apalagi siapa itu tuan Juan, aku bahkan tak mengenalnya, aku hanya mengermbalikan kunci mobil pemberian Hendrik, setelah itu sudah, aku pergi, tak ada ketemu Juan atau siapapun!" sanggahnya dengan wajah tanpa dosa sedikit pun."Apa kamu benar-benar bertemu Hendrik kemarin?" mata mami Ana memicing."Iya, tentu saja, cuma sepertinya mata ku agak bermasalah karena Hendrik yang mami sebut tua itu ternyata masih muda dan tampan," cicit Risa."Masih muda dan tampan,? Bertubuh atletis dan bermata tajam,? Dengan wajah khas timur tengah?" tanya mami Ana yang di angguki Risa berulang ulang setiap mami Ana menyampaikan pertanyaannya."Mampus lah, habis kita semua, siap-siap jadi pengangguran, dan kamu orang yang paling bertanggung jawab jika kita menjadi gembel berjamaah," Mami Ana menepuk jidatnya sendiri, sementara Risa masih mengerutkan keningnya semakin tak mengerti dengan arah pembicaraan mami Ana."Yang kamu temui kemarin itu Tuan Juan, bukan Hendrik, ah,,, kenapa kamu bego banget sih, kacau,,,kacau semuanya!" Mami ana mengacak rambutnya sendiri."Ma- maksudnya aku salah orang, kemaren?" cicit Risa."Pake tanya, iya lah! Dan sekarang orangnya ngamuk minta kamu menemuinya untuk meminta maaf atas kelakuan mu yang telah mengusik kesenangannya, dan jika kamu tidak mau menemuinya untuk minta maaf, dia mengancam akan melaporkan semua tim manajemen sini ke pusat agar memecat kita semuanya, nasib para pegawai klub berada di tangan mu kini! Tolong temuidia sekarang juga, dia menunggu mu di kamar nomor 2020, cepat minta maaf padanya, kamu hanya di beri waktu satu jam saja." urai Ana menerangkan apa yang terejadi."Ke-kenapa harus di kamar hotel?" gugup Risa, bayangan Juan yang sedang 'bermain' dengan pemandu lagu kemarin tiba tiba terbayang lagi di pelupuk matanya, bagaimana si pemandu karaoke kemarin bertengger tepat di atas tubuhnya, bahkan pria itu tak merasa risih sedikit pun saat dirinya masuk, tubuh mereka masih bersatu, itu semua membuat Risa bergidig ngeri."Tapi---" sungguh Risa sangat ingin menolak pertemuan itu, namun mami Ana memmohon sekali lagi padanya,"Erisa, pikirkanlah berapa banyak mereka yang bekerja disini dan harus kehilangan pekerjaan hanya karena kebodohan dan kecerobohan mu, tolong jangan egois, ratusan nyawa bergantung pada mu!" Mami Ana memelas.Risa terlihat berpikir beberapa saat, ini memang kesalahannya, dan tidak adil rasanya jika semua orang harus menerima akibat dari kesalahannya itu, betapa sangat berdosanya dirinya jika dirinya berkeras diri untuk menolak menemui pria bernama Juan yang sudah dia usik kemarin.Tentang apa yang akan pria itu lakuakn pada nya nanti di kamar hotel tempat pertemuan mereka, Risa hanya bisa berharap kalau pria itu tak akan meminta hal yang aneh-aneh padanya dan jika pun memeng ini hari nahasnya harus kehilangan kesucian karena kesalahannya pada tuan berkuasa bernama Juan yang sudah dia ganggu kesenangannya kemarin, ya,,, anggap saja ini memang takdirnya, mau bagaimana lagi, yang penting dia harus bertanggung jawab atas kesalahan yang telah di lakukannya dan tak ada orang lain yang di korbankan karena kesalahannya ini.Dengan langkah kaki yang terasa gamang dan perasaan yang tak menentu, Risa berjalan lunglai menyusuri koridor hotel menuju kamar nomor 2020, tempat dimana dirinya akan menemui tuan Juan.Risa berdiri di depan pintu kamar ber cat putih yang tertutup rapat, dia menarik napasnya sangat dalam beberapa kali lalu mengeluarkannya, tangannya lantas terulur ke sebuah tombol di dekat pintu lalu memencetnya sebanyak satu kali, sungguh dia tak ingin memencet bel itu lebih dari satu kali, berharap pria di dalam sana tak mendengar suara belnya, atau bahkan sudah pergi tak lagi menunggunya karena ada urusan penting yang sangat mendadak atau apapun itu, yang penting saat ini kamera pengawas hotel jelas sudah merekam kedatangan dirinya ke kamar itu dan tak bisa di persalahkan lagi.Namun harapan tinggalah harapan, karena tak sampai lima menit, pintu kamar hotel itu langsung terbuka, sepertinya pria itu bear-benar 'niat' dalam menunggunya untuk datang dan meminta maaf.Tapi yang jadi permasalahan untuk Risa saat ini, dia tak tau permintaan maaf seperti apa yang di harapkan pria bernama Juan itu dari dirinya."Masuk!" kata Juan singakt namun terdengar sangat lugas dan penuh penekanan.Risa yang tak berani menatap wajah Juan, hanya bisa melangkahkan kakinya menuju dalam ruangan dengan wajah yang menunduk, dia bahkan baru tersadar kalau masih mengenakan pakaian yang tadi di gunakannya untuk bernyanyi,'Bukankah ini terlalu terbuka? Bagaimana jika dia berpikiran yang tidak-tidak, dan mengira aku datang kesini sengaja untuk menggodanya?' Bisik Risa dalam batinnya, sesekali dia mengangkat dress bagian depan yang berbelahan dada rendah agar tak begitu meng ekspose dadanya yang putih mulus dan terlihat penuh menantang.Juan memperhatikan dengan seksama tingkah Risa yang sangat kentara kalau wanita itu sedang menyembunyikan rasa gugup dan tak nyamannya.Aneh rasanya bagi Juan, dia tak pernah se antusias ini saat akan bertemu seorang wanita, apalagi hanya sekelas biduan klub, dirinya bahkan harus bolak balik mengintip di pintu, memastikan setiap suara derap langkah orang yang melewati kamarnya yang hanya samar samar terdengar, dia juga beberapa kali mematut diri dan merapikan tatanan rambutnya di cermin toilet kamar, seperti seorang ABG yang akan melakukan kencan untuk yang pertama kalinya.Bahkan saat suara samar samar stiletto yang beradu dengan ubin hotel semakin mendekat ke arah pintu kamarnya, dan berhenti tepat di depanya, Juan bahkan tak bisa mengendalikan detak jantungnya yang berdegup sangat cepat, padahal dia tak pernah punya riwayat penyakit jantung selama ini."Kenapa kau terlihat cemas dan hanya terdiam? Bukankah kemarin malam kau dengan hebatnya menghardik ku dengan lantang dan penuh keberanian? Dimana nyali mu kau tinggalkan malam ini?" sinis Juan dengan seringai yang tak bisa di artikan, tatapan matanya terus saja tertuju dan mengunci ke arah Risa yang sampai saat ini masih berdiri dengan wajah tertunduk entah malu atau takut, yang jelas gugup."Saya minta maaf tuan, saya akui kalau ini semua adalah salah ku, tolong hukum aku saja jangan libatkan para karyawan yang lain, mereka tak bersalah sama sekali. ini murni kesalahan ku." Lirih Risa yang akhirnya memberanikan diri untuk membuka suaranya."Oke, kompensasi apa yang ingin kau berikan pada ku atas kesalahan mu itu, kau telah merusak kesenangan ku, kemarin, kau juga memarahi ku tanpa sebab, menghina ku di depan para pemandu karaoke, menjatuhkan harga diri ku," Juan mengabsen apa saja kesalahan yang sudah Risa lakuakan padanya."Kompensasi?" cicit Risa."Ya, kau melakukan kesalahan pada ku dan kau harus membayarnya, tentu saja bukan berupa uang, karena jelas uang ku lebih banyak di banding uang mu!" cibir Juan sombong."Saya memang tidak punya uang banyak, apalagi sebanyak yang tuan miliki, tapi saya tulus meminta maaf pada tuan atas apa yang saya lakukan kemarin, jadi tolong maafkan saya, lepaskan para karyawan lain, jika perlu saya bersedia memohon dan menyembah kaki anda Tuan!" Risa memelas mengharap belas kasihan.Namun otak Juan yang tak lepas dari kemesuman itu justru malah bergidik ngilu saat membayangkan kalau Risa bersimpuh di depan tubuhnya yang kini berdiri tegak, adegan dewasa itu tiba-tiba mengganggu konsentrasinya."Aku bukan berhala, untuk apa kau sembah, aku hanya punya dua pilihan untuk mu, tidur dengan ku atau kencan selama dua minggu dengan ku?" ucap Juan memberi dua pilihan sulit untuk di pilih Risa saat ini."Aku bukan berhala, untuk apa kau sembah, aku hanya punya dua pilihan untuk mu, tidur dengan ku atau kencan selama dua minggu dengan ku?" ucap Juan memberi dua pilihan sulit untuk di pilih Risa saat ini.Lemaslah sudah kaki Risa kini, sesuai dengan yang dia pikirkan di kepalanya, pembicaraan ini ujung ujungnya pasti urusan ranjang dan hal itu memang tak membuatnya kaget lagi, baginya semua pria sama saja, yang ada di otaknya hanya seputar urusan organ bawah perut.Namun untuk pilihan kedua, rasanya terlalu ambigu di pikiran Risa, karena kata 'kencan' yang biasanya dia tahu adalah kata lain atau memperhalus dari ajakan tidur bareng dari pria pria berengsek semacam Juan."Kencan? Apa maksudnya dengan kencan?" Risa mengangkat sebelah alisnya, menunjukkan wkspresi bingungnya."Jadi kekasih ku selama dua minggu ke depan," ujar Juan, entah apa yang tengah dia rencanakan saat ini."Menjadi kekasih mu selama dua minggu,,,, tapi tak harus tid
"Ayo kita bicarakan peraturannya dari sekarang apa yang harus kau lakukan selama dua minggu ke depan selama kau berkencan dengan ku," Juan mendudukan dirinya di kursi, mentap Erisa yang masih berdiri dengan angkuhnya di hadapannya."Yang pertama, kau harus menjadi asisten pribadi ku di kantor selama dua minggu, sabtu minggu karena kantor libur, kau harus membantu pekerjaan di apartemen ku, atau kita bisa menghabiskan hari dengan kencan seperti kebanyakan orang seperti makan, nontion, jalan, seperti itulah!" sambung Juan."Cih, sepertinya anda bukan ingin mengajak ku berkencan, tapi lebih ingin asisten gratisan, apa di kantor mu kekurangan pekerja? Atau anda sudah tak mampu membayar asisten sehingga menggunakan aku, dengan alasan kesalahan yang aku lakukan?" Cibir Erisa dengan nada mengejeknya."Katakan berapa banyak kau ingin di bayar?" Ujar Juan dengan mata yang memandang tajam ke arah Erisa yang sejak awal seperti sangat anti dan selalu menghundari
Erisa menutupi telinganya dengan bantal, suara dering ponsel yang dia simpan di nakas dekat tempat tidurnya dirasa mengganggu tidurnya yang rasa-rasanya baru dua atau tiga jam saja, matanya masih terasa berat dan rapat sehingga dia merasa suara dering ponselnya itu sebuah gangguan.Sayangnya suara dering ponselnya tidak kunjung berhenti, membuat mau tidak mau akhirnya tangan Erisa terulur mencari-cari keberadaan ponselnya lantas menggeser tombol hijau di layar benda pipih itu dengan mata yang masih terpejam."Arrrggggh,,, orang berengsek mana yang menelpon ku pagi buta begini!" gerutu Erisa, yang tanpa sadar jika gerutuannya itu di dengar oleh si penelpon dari ujung telepon sana."Bangunlah,,, aku sudah berdiri di depan pintu kost mu dari setengah jam yang lalu, kalau tidak aku akan mendobraknya!" suara lantang dari ujung telepon itu membuat mau tidak mau Erisa terpaksa membuka matanya meski masih terasa lengket."Berengsek, siapa ini?" dumel Eris
Byurrrrr!Segelas orange jus yang tadinya berada di meja, secepat kilat kini isinya berpindah ke wajah Erisa yang tidak menyangka jika wanita di hadapannya akan berbuat nekat seperti itu. "Ah,,,berengsek! Apa-apaan ini!" kesal Erisa yang langsung berdiri dari tempat duduknya dan spontan menjambak rambut Monika yang tergerai, "Coba-coba mencari masalah dengan ku, huh?" sambung Erika dengan nafas yang memburu karena amarah."Auwww,,, sayang,,, tolong aku! Dia menyakiti ku!" teriak Monik sambil menahan rasa sakit di kulit kepalanya, akibat jambakan Erisa yang menggunakan kekuatan supernya.Namun sayangnya Juan hanya diam tidak perduli, meskipun banyak pasang mata menonton keributan yang di lakukan kedua wanita yang sedang berkelahi hebat di hadapannya, seolah dia merasa bangga menjadi objek yang di perebutkan oleh dua wanita cantik itu.Tanpa melepaskan tangan kirinya yang masih menjambak rambut Monika, tangan kanan Erisa meraih kopi bekas
Risa bunga desa yang tak hanya memiliki paras yang cantik jelita, namun juga mempunya suara merdu, sejak kecil cita-citanya ingin menjadi biduan terkenal sekelas diva-diva yang sering dia lihat di televisi, namun apa daya di usianya yang hampir menginjak 22 tahun dirinya masih saja menjadi biduan kampung yang hanya bernyanyi dari panggung ke panggung di setiap acara hajatan dengan upah yang tak seberapa.Ayahnya sudah meninggal sejak dirinya masih duduk di bangku kelas 2 SMU, dan meninggalkan seorang adik perempuan yang kini sudah masuk sekolah dasar. Ibunya Rosidah terpaksa harus berjualan sayur di emperan pasar demi menghidupi kedua anaknya, karena uang hasil manggung Risa yang tak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, apalagi dirinya tak punya jadwal manggung yang pasti, hanya sesekali kalau ada hajatan atau acara pemilihan kepala desa saja.Berangkat dari kekurangan ekonomi yang di alaminya dan hasrat ingin memperbaiki ekonomi keluarganya agar ibu
"Dasar pria sakit jiwa, bisa bisanya dia merayu ku dengan begitu gencarnya sementara dia masih menaikkan wanita lain di atas tubuhnya, gannteng sih ganteng, tapi kalau kelakuannya berengsek kaya gitu, amit amit tujuh turunan!" gerutu Risa di sepanjang jalan saat keluar dari ruang karaoke setelah dia mengembalikan hadiah yang di dapatnya itu.Eits,,, tapi tunggu dulu,, bukannya Mami Ana sering menyebuit kalau Hendrik itu pria tua? Mami Ana yang salah atau matanya yang bermasalah karena melihat pria yang tadi di datanginya adalah pria muda dan tampan."Ah sudahlah, mau tua atau muda dan tampan sekali pun yang jelas pria itu berengsek!" umpatnya merasa kesal.Sementara di ruang karaoke pria yang tadi tiba-tiba di datangi Risa dan di semprot tanpa basa basi itu langsung menyingkirkan wanita yang masih bertengger di atas tubuhnya itu,"Sudahlah, menyingkir dari tubuhku!" titah pria itu mendorong Nita si pemandu karaoke paling top di klub itu hingga tubuhny
"Hai, sayang!" sapa Monik saat melihat Juan yang ternyata sudah menunggunya di parkiran rumah sakit."Kok, gak masuk aja ke ruang praktek ku, atau nunggu di loby?" tanya tunangan Juan yang sudah hampir lima tahun bersama itu."Di dalam gak bisa ngerokok!" jawab Juan datar, sambil mengacungkan rokok yang kini sedang di hisapnyasambil berdiri bersandar ke body mobilnya, sejurus kemudian dia melempar puntung rokok di bawah kakinya dan menginjaknya dengan ujung loafer mahalnya."Ishh, masih aja merokok, gak sehat tau! Kamu mau nanti terkena kangker--""Apa kau masih mau memberi penyuluhan tentang bahaya rokok atau mau langsung pergi dengan ku?" Tatapan Juan tajam dan dingin, membuat Monika mengatupkan mulutnya dengan seketika, sungguh dia tahu dan pahamsekali jika Juan bertunangan dengannya hanya karena paksaan orang tuanya, terutama hanya ingin menjalankan wasiat terakhir ayahnya saja, sehingga Monika Harus bisa terima dan bersabar meski Juan se
Tepat pukul 8 malam Juan sudah ada di klub, dia tak lagi menuju ruang Karaoke seperti biasanya, namun langung ke area bar yang jarang sekali dia sambangi, Juan merasa kurang nyaman dengan area Bar yang memungkinkan dirinya bertemu dengan banyak orang yang di kenalnya, dia lebih suka di ruang karaoke karena lebih privat baginya, lagi pula di ruang karaoke dia bisa mendapatkan semua yang menjadi tujuannya, musik, alkohol, dan wanita."Maaf tuan, Erisa masih berada di ruang ganti, sekitar satu jam lagi dia baru akan tampil." Ujar salah satu bartender yang meracikkan segelas minuman untuk Juan memberi tahu, secara tidak langsung dia pun ingin mengatakan kalau dirinya terlalu pagi untuk datang ke sebuah klub malam.Entahlah, Juan merasa begitu bersemangat malam ini, saampai dia tak sadar kalau waktu masih menunjukkan pukul 8 malam, dia begitu penasaran dengan penampilan Erisa jika di atas panggung, penasaran dengan suara nyanyiannya, dan penasaran saat membayangkan jika
Byurrrrr!Segelas orange jus yang tadinya berada di meja, secepat kilat kini isinya berpindah ke wajah Erisa yang tidak menyangka jika wanita di hadapannya akan berbuat nekat seperti itu. "Ah,,,berengsek! Apa-apaan ini!" kesal Erisa yang langsung berdiri dari tempat duduknya dan spontan menjambak rambut Monika yang tergerai, "Coba-coba mencari masalah dengan ku, huh?" sambung Erika dengan nafas yang memburu karena amarah."Auwww,,, sayang,,, tolong aku! Dia menyakiti ku!" teriak Monik sambil menahan rasa sakit di kulit kepalanya, akibat jambakan Erisa yang menggunakan kekuatan supernya.Namun sayangnya Juan hanya diam tidak perduli, meskipun banyak pasang mata menonton keributan yang di lakukan kedua wanita yang sedang berkelahi hebat di hadapannya, seolah dia merasa bangga menjadi objek yang di perebutkan oleh dua wanita cantik itu.Tanpa melepaskan tangan kirinya yang masih menjambak rambut Monika, tangan kanan Erisa meraih kopi bekas
Erisa menutupi telinganya dengan bantal, suara dering ponsel yang dia simpan di nakas dekat tempat tidurnya dirasa mengganggu tidurnya yang rasa-rasanya baru dua atau tiga jam saja, matanya masih terasa berat dan rapat sehingga dia merasa suara dering ponselnya itu sebuah gangguan.Sayangnya suara dering ponselnya tidak kunjung berhenti, membuat mau tidak mau akhirnya tangan Erisa terulur mencari-cari keberadaan ponselnya lantas menggeser tombol hijau di layar benda pipih itu dengan mata yang masih terpejam."Arrrggggh,,, orang berengsek mana yang menelpon ku pagi buta begini!" gerutu Erisa, yang tanpa sadar jika gerutuannya itu di dengar oleh si penelpon dari ujung telepon sana."Bangunlah,,, aku sudah berdiri di depan pintu kost mu dari setengah jam yang lalu, kalau tidak aku akan mendobraknya!" suara lantang dari ujung telepon itu membuat mau tidak mau Erisa terpaksa membuka matanya meski masih terasa lengket."Berengsek, siapa ini?" dumel Eris
"Ayo kita bicarakan peraturannya dari sekarang apa yang harus kau lakukan selama dua minggu ke depan selama kau berkencan dengan ku," Juan mendudukan dirinya di kursi, mentap Erisa yang masih berdiri dengan angkuhnya di hadapannya."Yang pertama, kau harus menjadi asisten pribadi ku di kantor selama dua minggu, sabtu minggu karena kantor libur, kau harus membantu pekerjaan di apartemen ku, atau kita bisa menghabiskan hari dengan kencan seperti kebanyakan orang seperti makan, nontion, jalan, seperti itulah!" sambung Juan."Cih, sepertinya anda bukan ingin mengajak ku berkencan, tapi lebih ingin asisten gratisan, apa di kantor mu kekurangan pekerja? Atau anda sudah tak mampu membayar asisten sehingga menggunakan aku, dengan alasan kesalahan yang aku lakukan?" Cibir Erisa dengan nada mengejeknya."Katakan berapa banyak kau ingin di bayar?" Ujar Juan dengan mata yang memandang tajam ke arah Erisa yang sejak awal seperti sangat anti dan selalu menghundari
"Aku bukan berhala, untuk apa kau sembah, aku hanya punya dua pilihan untuk mu, tidur dengan ku atau kencan selama dua minggu dengan ku?" ucap Juan memberi dua pilihan sulit untuk di pilih Risa saat ini.Lemaslah sudah kaki Risa kini, sesuai dengan yang dia pikirkan di kepalanya, pembicaraan ini ujung ujungnya pasti urusan ranjang dan hal itu memang tak membuatnya kaget lagi, baginya semua pria sama saja, yang ada di otaknya hanya seputar urusan organ bawah perut.Namun untuk pilihan kedua, rasanya terlalu ambigu di pikiran Risa, karena kata 'kencan' yang biasanya dia tahu adalah kata lain atau memperhalus dari ajakan tidur bareng dari pria pria berengsek semacam Juan."Kencan? Apa maksudnya dengan kencan?" Risa mengangkat sebelah alisnya, menunjukkan wkspresi bingungnya."Jadi kekasih ku selama dua minggu ke depan," ujar Juan, entah apa yang tengah dia rencanakan saat ini."Menjadi kekasih mu selama dua minggu,,,, tapi tak harus tid
Mami ana bergegas menghampiri Risa yang baru saja sampai di ruang ganti pakaian."Erisa, apa kamu bosan bekerja di sini, atau kamu malah bosan hidup?" tanya Ana dengan wajahnya yang sudah di liputi amarah yang tak bisa lagi dia sembunyikan pada Risa."Apa maksudnya Mami, kenapa tiba tiba marah padaku tanpa sebab yang jelas?" ujar Risa dengan ekspresi kagetnya."Ah Erisa,,, kenapa kamu membuat keributan dengan tuan Juan di karaoke kemaren?" tatar Ana."TUan Juan? Karaoke?" Risa mengernyitkan dahinya, salah satu alisnya terangkat karena merasa sangat bingung dan tak mengerti dengan apa yang sedang di bicarakan mami Ana saat ini."Iya kemarin katanya kamu mengganggu tuan Juan saat sedang berada dalam ruang karaoke,""Tidak, aku tidak pernah mengganggu siapapun, apalagi siapa itu tuan Juan, aku bahkan tak mengenalnya, aku hanya mengermbalikan kunci mobil pemberian Hendrik, setelah itu sudah, aku pergi, tak ada ketemu Juan atau sia
Tepat pukul 8 malam Juan sudah ada di klub, dia tak lagi menuju ruang Karaoke seperti biasanya, namun langung ke area bar yang jarang sekali dia sambangi, Juan merasa kurang nyaman dengan area Bar yang memungkinkan dirinya bertemu dengan banyak orang yang di kenalnya, dia lebih suka di ruang karaoke karena lebih privat baginya, lagi pula di ruang karaoke dia bisa mendapatkan semua yang menjadi tujuannya, musik, alkohol, dan wanita."Maaf tuan, Erisa masih berada di ruang ganti, sekitar satu jam lagi dia baru akan tampil." Ujar salah satu bartender yang meracikkan segelas minuman untuk Juan memberi tahu, secara tidak langsung dia pun ingin mengatakan kalau dirinya terlalu pagi untuk datang ke sebuah klub malam.Entahlah, Juan merasa begitu bersemangat malam ini, saampai dia tak sadar kalau waktu masih menunjukkan pukul 8 malam, dia begitu penasaran dengan penampilan Erisa jika di atas panggung, penasaran dengan suara nyanyiannya, dan penasaran saat membayangkan jika
"Hai, sayang!" sapa Monik saat melihat Juan yang ternyata sudah menunggunya di parkiran rumah sakit."Kok, gak masuk aja ke ruang praktek ku, atau nunggu di loby?" tanya tunangan Juan yang sudah hampir lima tahun bersama itu."Di dalam gak bisa ngerokok!" jawab Juan datar, sambil mengacungkan rokok yang kini sedang di hisapnyasambil berdiri bersandar ke body mobilnya, sejurus kemudian dia melempar puntung rokok di bawah kakinya dan menginjaknya dengan ujung loafer mahalnya."Ishh, masih aja merokok, gak sehat tau! Kamu mau nanti terkena kangker--""Apa kau masih mau memberi penyuluhan tentang bahaya rokok atau mau langsung pergi dengan ku?" Tatapan Juan tajam dan dingin, membuat Monika mengatupkan mulutnya dengan seketika, sungguh dia tahu dan pahamsekali jika Juan bertunangan dengannya hanya karena paksaan orang tuanya, terutama hanya ingin menjalankan wasiat terakhir ayahnya saja, sehingga Monika Harus bisa terima dan bersabar meski Juan se
"Dasar pria sakit jiwa, bisa bisanya dia merayu ku dengan begitu gencarnya sementara dia masih menaikkan wanita lain di atas tubuhnya, gannteng sih ganteng, tapi kalau kelakuannya berengsek kaya gitu, amit amit tujuh turunan!" gerutu Risa di sepanjang jalan saat keluar dari ruang karaoke setelah dia mengembalikan hadiah yang di dapatnya itu.Eits,,, tapi tunggu dulu,, bukannya Mami Ana sering menyebuit kalau Hendrik itu pria tua? Mami Ana yang salah atau matanya yang bermasalah karena melihat pria yang tadi di datanginya adalah pria muda dan tampan."Ah sudahlah, mau tua atau muda dan tampan sekali pun yang jelas pria itu berengsek!" umpatnya merasa kesal.Sementara di ruang karaoke pria yang tadi tiba-tiba di datangi Risa dan di semprot tanpa basa basi itu langsung menyingkirkan wanita yang masih bertengger di atas tubuhnya itu,"Sudahlah, menyingkir dari tubuhku!" titah pria itu mendorong Nita si pemandu karaoke paling top di klub itu hingga tubuhny
Risa bunga desa yang tak hanya memiliki paras yang cantik jelita, namun juga mempunya suara merdu, sejak kecil cita-citanya ingin menjadi biduan terkenal sekelas diva-diva yang sering dia lihat di televisi, namun apa daya di usianya yang hampir menginjak 22 tahun dirinya masih saja menjadi biduan kampung yang hanya bernyanyi dari panggung ke panggung di setiap acara hajatan dengan upah yang tak seberapa.Ayahnya sudah meninggal sejak dirinya masih duduk di bangku kelas 2 SMU, dan meninggalkan seorang adik perempuan yang kini sudah masuk sekolah dasar. Ibunya Rosidah terpaksa harus berjualan sayur di emperan pasar demi menghidupi kedua anaknya, karena uang hasil manggung Risa yang tak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, apalagi dirinya tak punya jadwal manggung yang pasti, hanya sesekali kalau ada hajatan atau acara pemilihan kepala desa saja.Berangkat dari kekurangan ekonomi yang di alaminya dan hasrat ingin memperbaiki ekonomi keluarganya agar ibu