*Happy reading*
Gara-gara batal ikut Bos ke Gemawang, cuti Alvaro pun dibatalkan secara sepihak.
Pak Kairo menyuruhnya untuk mengawasi kantor, sementara beliau melakukan bulan madu bersama istrinya.
Semua ini gara-gara Bianca!
Dasar memang wanita pembawa sial! Awas saja, kalau ketemu Alvaro kutuk tuh cewek jadi ....
Nah, panjang umur! Baru saja hendak dikutuk, eh cewek itu sudah nongol dengan gaya lenjehnya seperti biasa.
Sok ngartis!
Benar-benar memuakkan!
Alvaro hanya diam ketika melihat wajah terkejut Bianca ketika mendapati dirinya ada di dalam lift.
"Selamat pagi, Pak. Terima kasih untuk bantuannya kemarin," tutur Bianca dengan riang dan sopan ketika melangkah masuk ke dalam lift.
Cih, sok sopan!
"Nggak usah sok bilang berterima kasih sama saya!" balas Alvaro ketus. "Saya tau kamu pasti sebenarnya marah juga, kan? Karena cuti kamu dibatalkan secara mendadak?"
Lah, kok dia ngegas. Lagi jualan elpiji apa pegimana nih laki sebiji, ya? Batin Bianca mengoceh.
"Kamu pikir saya tidak kesal? Saya lebih kesal! Dan Ini semua gara-gara kamu. Dasar udik! Udah tau gak bisa naik pesawat. Sok-sokan naik. Tukang mabok aja belagu! Sebenarnya apa sih, yang sedang kamu rencanakan, hah? Mau pendekatan sama saya biar kerjaanmu mulus? Jangan harap itu akan terjadi!"
Oke fix! Sepertinya asisten bosnya kurang orgasme semalam. Buktinya, pagi-pagi udah ngomel aja. Kek ibu kosan, yang kontrakannya baru aja Bianca tunggak sampai tiga bulan.
Ck,ck, kasian!
"Status kamu di perusahaan itu sama dengan yang lain. Jangan mentang-mentang kamu dandan menor dan berpakaian seksi, terus saja bisa ditaklukan semudah itu! Saya bukan tipe cowok yang tergiur dengan cewek otak matre seperti kamu."
Woah! Itu mulut apa petasan banting! Bunyinya ribut banget kek kaleng rombeng!
Bener-bener ya nih asisten si Boss! Belum pernah Bianca kasih kecup mesra, sih. Makanya ngomongnya pedes banget.
Lihat aja, sekali kena, takluk kamu, Mas!
Baru saja Bianca menarik napas panjang, untuk mengeluarkan unek-unek, pintu lift sudah terbuka dengan cepat. Membuat Alvaro menggerakkan dagu menunjuk ke arah luar lift.
Cih! Laki kok kelakuannya kek gini amat, ya? Untung ganteng!
"Buruan keluar!" desis Alvaro kesal, yang tega mendorong punggung Bianca akhirnya, karena gadis matre ini tak segera beranjak dari sampingnya.
Kampret emang nih asisten Bos! Kelakuannya kek gak punya hati. Masa cewek secantik Bianca di jorokin kek gitu?
Emang Bianca apakah?
Pintu menutup di depan Bianca yang masih mendelik garang pada Alvaro, akibat kelakuan pria satu itu. Dia menoleh ke sekitar, dan merasa lega karena tidak ada yang melihat perlakuan Alvaro barusan.
"Huh, dasar manusia bon cabe! Mulut tuh cowok benar-benar pedes banget kek sambel geprek di kantin. Heran gue, masih ada aja yang tertipu dan ngefans sama dia. Hih! Kalau gue sih ogah! Ogah nolak maksudnya. Ck, kampret emang! Tuh manusia Bon cabe ngapa cakep banget sih? Kan, bikin gue pengen selingkuh!" gerutu Bianca sepanjang perjalanan menuju biliknya.
"Ngapa lo, Bi? Pagi-pagi udah ngomel aja, lu! Kurang jatah semalem?" Goda Felly, sambil cekikikan bersama kawannya.
"Kepo lo pada! Urusin tuh laporan. Di semprot Mbak Detty aja lu baru nyaho!" semprot Bianca kesal. Sekaligus mencari pelampiasan.
"Huh! Mentang-mentang punya sobat Bos, ya, sekarang. Gaya lu tinggi banget, Bi. Bae-bae jatoh, ngeri jatoh gue lihat lo," tukas Felly kesal.
"Iri? Bilang Bos!" balas Bianca sambil mengibaskan rambut pajangnya dengan dramatis. Membuat Felly Cs langsung misuh-misuh dibuatnya.
Namun, Bianca tak peduli. Dia malah melenggang riang ke arah pantry, untuk menyeduh kopinya pagi ini.
Biar gak oleng!
***
Menjelang siang, Bianca sudah genap sebelas kali menengok pesan singkat.
Namun tak kunjung mendapatkan balasan, dari si gesrek Aika.
Mau telepon, Bianca nggak berani. Takut ganggu si gesrek yang pasti lagi bikin anak sama Pak Bos.
Duh! Bianca jadi ngiler. Nanti pulker minta ah, sama si ayang!
"Bi, tumben nggak ngebolang ke kantin?"
Lagi, walaupun sering di bikin kesal sama Bianca. Felly dengan baiknya menegur Bianca saat istirahat siang.
"Emang gue bocah petualang? Ke kantin itu makan siang, bege! Bukan berpetualang, gak sekolah lu?" protes Bianca dengan sinis.
Beginilah emang resiko ngomong sama Bianca, harus di sabar-sabarin. Soalnya emang anaknya pinter bikin orang naik darah.
Walaupun begitu, pada akhirnya Bianca pun mengangkat pantatnya yang semok dari kursi. Kemudian melenggang ke arah kantin mengikuti Felly.
Kali ini, bagi Bianca kantin terasa sepi, tanpa kehadiran penyokong dana terbesar dalam hidupnya.
Mengingat hal itu, Bianca pun auto kesal pada dirinya sendiri.
"Ck, Kenapa juga gue lemah banget, ya? Pakai mabok segala lagi, naek pesawat. Kan, Jadinya nggak bisa ikut liburan, deh," dengkus Bianca.
"Tepat sekali! Kenapa juga kamu pakai mabok udara. Saya jadi batal cuti gini."
Setan! Kaget gue njir!
Hampir aja Bianca berteriak heboh. Gara-gara mendengar bisikan Alvaro yang lirih dan tajam, tepat di telinga Bianca.
Kampret nih, cowok! Bener-bener keturunan setan! Demen banget bikin orang merinding.
Eh, salah ding, kali ini bukan merinding, tapi jantungan. Eh, tapi merinding juga, sih apalagi kalau ingat napas hangat Alvaro di tengkuknya. Otak Bianca auto traveling.
Mana barusan abis ngomongin bikin dedek lagi, ya kan? Otak Bianca jadi memikirkan hal lain gegara tuh napas anget sialan.
Dalam hati Bianca meruntuki dirinya, yang selalu jatuh dalam pesona cowok kejam.
Tak ingin berdebat lebih lanjut dengan Alvaro mode bon cabe.
Bianca pun buru-buru menggabungkan diri dengan segerombolan cewek, yang asik bergosip di salah satu meja.
Kampretnya, Salah satu dari mereka malah menarik kursi Bianca dengan iseng. Hingga Bianca jatuh terduduk mengenaskan. Beruntung makanan yang ada di atas nampan sudah dia taruh di atas meja. Jadi selamat, sehat wal afiat!
"Kampret lo, pada ya?" Maki Bianca kesal.
"Sorry, Bi. Becanda doang, elah!" bela gadis itu sambil cekikikan. Benar-benar tak merasa berdosa sama sekali.
Bianca pun hanya mendengkus kesal, sebelum berusaha bangkit dari lantai seorang diri.
Kan, bener-bener teman gak ada akhlak mereka, mah. Bukannya nolongin malah ngetawain.
Awas aja, gue santet online baru nyaho, kalian!
Bret!
Baru saja Bianca hendak berdiri, Rok bagian belakangnya tiba-tiba robek.memanjang, membuat Bianca langsung gelagapan menutupi pantatnya yang terekspos.
Sialan! Kenapa nih rok juga ikut konspirasi bikin Bianca malu, sih? Mana Bianca lupa pake celana stret lagi. Otomatis celana dalamnya pasti banyak yang lihat saat ini.
Bianca hampir menangis, saat teman-temannya bukannya menolong, malah ikut menertawakan nasib sial Bianca hari itu. Para lelaki bahkan sudah terang-terangan bersiul nakal padanya.
Baru saja Bianca mau menyalak kesal. Sebelum akhirnya sebuah tangan tiba-tiba melingkar di perutnya, sambil membuat simpul di sana. Membuat tubuhnya menegang seketika.
"Makanya jangan suka pake rok! Merepotkan saja!" Bisikan pedas terdengar di telinga Bianca, membuat Bianca langsung menoleh cepat ke arah suara berat itu.
Alvaro si manusia Bon cabe!
Ih! Ternyata dia bisa sweet juga!
*Happy reading*"Eh, eh, Gimana rasanya dekat-dekat dengan pak Alvaro, Bi? Duh, lutut gue pasti lemas banget, kalau bisa dekat kek lo tadi, sama cowok secakep itu."Selepas Alvaro pergi, setelah aksi heroiknya pada Bianca. Gadis itu pun langsung diserbu teman-teman kampret yang tadi mengisenginya."B aja tuh," jawab Bianca dengan acuh. Sambil duduk santai di kursi yang kali ini sudah dipastikan tak akan ditarik siapapun.Soalnya Bianca sudah memberi tatapan garang, pada teman di samping kanan dan kirinya, agar mereka tak berani berulah lagi.Huft ... akhirnya, bisa duduk juga!Bianca mendesah lega, sambil mengusap kedua pahanya diam-diam.
*Happy reading*"Maaf, Pak. Saya cari taksi saja."Dengan sigap, Alvaro mencekal tangan Bianca, saat gadis itu hendak melewatinya. Cowok itu menarik Bianca menuju sedan hitam mengkilat, yang terparkir di dekat mereka."Eh, Pak. Saya bilang, saya naik taksi saja, Pak. Masih ada perlu soalnya," tolak Bianca yang dengan konyolnya berpegangan pada tiang halte.Apaan sih, gadis ini?"Ck, Lepasin itu, Bianca! Jangan bikin malu!" Alvaro memelototi orang yang bisik-bisik sambil menunjuk mereka."Tapi, ta--""Kamu tadi sudah setuju, jadi sekarang saya tidak terima penolakan!" ucap Alvaro dengan suara menggelegar.
*Happy reading*"Sial! Sial! Sial!"Alvaro menepikan mobil ketika sudah di tempat sepi. Semua agar dia bisa melampiaskan kekesalannya, pada stir mobil yang tidak bersalah. Andaikan stir itu adalah lengan manusia, sekarang pasti sudah terlihat bekas cengkeraman Alvaro di sana."Sial!"Sekali lagi, Alvaro memaki sendiri, mengeluarkan perasaan tak nyamannya terhadap pemandangan yang tak sengaja dilihat tadi.Sekalipun dia berulang kali menekankan dalam hati. Jika itu bukanlah urusannya. Tetap saja, bayangan Bianca ditampar pacarnya benar-benar mengganggunya sekali.Dia merasa ... apa, ya? Iba, mungkin. Tapi lebih ke ... entahlah, Alvaro tak bisa menggambarkan dengan detail apa yang d
*Happy reading*"Selamat pagi, Pak," sapa Bianca yang terus menunduk ketika memasuki lift.Cewek itu masuk dari lobi, sedangkan Alvaro sudah naik dari basement. Mereka berdua tidak saling berbicara karena keadaan lift yang hampir penuh. Bianca segera turun ketika sudah sampai di lantai tempatnya bekerja.Bahunya bergerak naik perlahan kemudian turun dengan perlahan. Sebisa mungkin dia harus menghindari Alvaro. Ada dua alasan utama yang coba ditanamkan lekat-lekat ke pikiran. Yang pertama karena pacarnya cemburu buta, yang kedua karena perlahan-lahan perhatiannya mulai teralihkan pada Alvaro.Bianca berharap kalau Alvaro tidak menyaksikan apa yang sudah dilakukan pacarnya. Beruntung ada supir taxi yang menengahi, hingga cowoknya tidak jadi menyingkap jas yang terika
Babang 9*Happy Reading*"Sayang, makasih ya, buat hadiahnya. Aku suka banget."Entah sudah berapa kali Bianca mengucapkan kalimat itu, sambil terus menatap benda melingkar yang berkilau di lengannya.Senyumnya tak bisa luntur, tiap kali mengingat perlakuan manis Marcel, yang sangat jarang dia dapatkan.Bukan jarang sebenarnya, tapi lebih ke ... mahal.Ya. Mahal sekali. Karena perlakuan Marcel harus selalu di tukar kesakitannya."Iya, Sayang. Aku juga minta maaf buat kejadian kemarin, ya?" balas Marcel sambil mengusap rambut Bianca dengan lembut."Iya, gak papa kok. Aku ngerti."Bianca hanya tersenyum tipis, saat diingatkan kejadian yang sering terjadi dalam hubungan mereka.Saking seringnya, Bianca kini malah jadi terbiasa.Terbiasa disakiti, dan terbiasa dengan sikap Marcel yang seperti musim pancaroba. Bisa berganti hanya dalam hitungan detik."Habis ini mau kemana lagi, Sayang? Aku turuti. Mumpung
Babang 10*Happy Reading* "Eh, bener juga apa yang lo kata, ya?" gumam si Tante Betawi itu mengaminkan. "Ya, udah. Gue--" "Saya nggak jadi beli, deh. Biar Tante ini saja yang beli. Saya mau cari jas lain yang lebih baik," ucap wanita muda memotong ucapan Tante Betawi, sambil meninggalkan toko begitu saja. "Lah? Keduluan gue." Wanita tua itu melongo seketika. Lain hal Tante Betawi yang melongo, Bianca malah tersenyum penuh kemenangan melihat kejadian tadi. Karena itu berarti, saingannya dalam memperebutkan jas ini berkurang sudah. "Nah, Tante--" Ddrrttt ... ddrrtt ... dddrrtt .... Baru saja Bianca mau angkat bicara, ponselnya sudah berdering nyaring, dengan nama Marcel di layar depannya. Ck, ganggu aja! "Ya, udah ya, Tan. Saya duluan." Tahu akan watak pacarnya, Bianca pun buru-buru mengangkat panggilan Marcel, agar pria pemarah itu tidak ngamuk lagi. "Oh, iya. Maaf, Tan. Saya bohong soal kualit
*Happy Reading*Menyadari kehadiran Marcel. Bianca pun segera menjauhkan diri dari Alvaro, dan bergegas masuk ke mobil pacarnya, tanpa repot-repot berpamitan pada pria yang sebenarnya masih termasuk atasannya itu.Persetan dengan status Alvaro. Saat ini, Bianca lebih ketakutan pada tatapan nyalang Marcel, yang terus menatapnya dan Alvaro.Aduh! Mampus ini, mah! Marcel bisa salah paham lagi, dan ....Akh!Baru juga Bianca mendaratkan pantat di kursi samping kemudi, tangan Marcel sudah dengan cepat menjambak rambut Bianca kasar."Dasar jalang! Siapa lagi ya lo godain sekarang?" desis Marcel dengan suara dalam, membuat kuduk Bianca langsung meremang karena ketakutan."Yang, ka-kamu salah paham, Yang. I-itu tadi ... Bos aku. Dia--""Owh ... Bos elo. Pintar ya sekarang cari mangsanya?"Bianca sontak menelan salivanya kelat, saat melihat senyum miring Marcel."Bu-bukan begitu, Yang. Ak-aku dan dia gak ada hubungan
Babang 12*Happy Reading*"Hentikan!"Tiba-tiba saja Bianca menyusup di antara keduanya. Alvaro menyeringai ketika Bianca berdiri membelakanginya dengan kedua tangan terentang.Tak ayal, mata Marcel pun langsung menyalang ke arah keduanya. "Kamu membelanya, Bi?"Takut-takut, Bianca menurunkan kedua tangannya saat mendengar gelegar suara Marcel barusan, kemudian menoleh ragu-ragu ke belakang. Tubuhnya pun mulai gemetaran.Alvaro maju hingga tubuhnya menjulang di depan Bianca untuk menutupi pandangan Marcel. Namun, sebuah tinju menghantam perutnya saat belum sepenuhnya siap. Hingga Alvaro terbungkuk sambil menahan sakit.Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali Marcel melayangkan tinjunya. Tidak peduli Alvaro siap atau tidak, bisa atau tidak membalas. Marcel terus saja melayangkan pukulannya, seperti kesetanan.Bianca hanya bisa berteriak-teriak di tempatnya melihat hal itu. Dia ingin menolong, tapi tidak bisa. Tenaganya kalah telak p
*Happy Reading*“Sok, sokan pakai mobil mahal buat jadi mobil pengantin. Bisa-bisanya kamu mau diporotin cewek macam ini?” sindir tante termuda Bianca ketika acara sudah usai dan mereka hendak meninggalkan tempat resepsi.“Itu hadiah dari saya dan istri. Bagaimanapun juga Alvaro adalah asisten pribadi saya yang setia. Tolong jaga mulut kalian karena Bianca juga termasuk orang penting di keluarga kami. Dia adalah sahabat dari istri saya. Kalau ada yang menyakiti Bianca, itu berarti secara tidak langsung sudah menyakiti istri saya,” sela Kairo yang berbicara tepat di belakang tante Bianca.Wanita itu terlihat menelan ludah dengan susah payah karena mulai mengerti arah pembicaraan ini. “Bukan seperti itu maksud saya--”Tangan Kairo terangkat untuk menghentikan wanita dengan make up menor itu. “Sebagai partner kerja group kami, kalian pasti tahu arti Aika bagi saya? Kalau ada yang membuatnya sedih, saya tidak segan-segan bertindak.”Alvaro melipat bibir demi menahan tawa ketika melihat se
Hari yang dinanti tiba juga. Rencananya pagi ini ijab kabul yang dilanjutkan dengan resepsi di siang hari. Alvaro sengaja mengadakan ijab kabul di rumahnya. Agar dapat memastikan kehadiran keluarga Bianca yang masih belum mengetahui siapa dia sebenarnya. Rumah Mak Kanjeng yang sederhana pasti akan membuat mereka tenang dan tak membuat kekacauan yang berakhir menggagalkan pernikahan.Katakan Alvaro ini licik. Tetapi memang belum saatnya mereka tahu kebenaran soal dirinya. Sikap matre kakek dan neneknya pasti akan muncul jika tahu sekarang. Mereka akan memanfaatkan apa pun agar bisa mengeruk keuntungan sebanyak mungkin dari pernikahan ini.“Ck, ck, ck. Rumah preman memang nggak jauh-jauh dari pasar. Pasti biar lancar urusan melakukan kejahatannya,” sindir paman Bianca sambil bergidik saat memasuki rumah yang terlihat kumuh di matanya. Padahal, rumah Alvaro tidak sekumuh itu. Hanya sederhana saja. Asri pula dan sedap di pandang mata. Karena Mak Kanjeng memang tidak suka rumah besar nan
*Happy Reading*“Al,” panggil Bianca dengan lirih.“Sudah berapa kali aku katakan untuk tidak memanggil hanya dengan nama saja. Kamu mau saya hukum?” ucap Alvaro dengan nada jutek yang seperti biasanya.Rona merah menjalar dari telinga hingga ke pipi mulus Bianca. Wanita itu pasti teringat dengan hukuman cium penuh semangat yang Alvaro lancarkan ketika memanggil nama saja. Tentu saja mereka sama-sama menikmati bentuk hukuman ini, tapi Alvaro juga melakukannya di depan umum. Itu pasti yang membuat Bianca merasa malu.“Eh, Bang,” ulang Bianca dengan lebih mantap.“Kenapa, Sayang.” Lagi-lagi Bianca tersipu.“Aku takut, gimana kalau Emak masih belum memaafkanku?”Tangan Alvaro bergerak untuk menggenggam tangan Bianca dan mengusapnya dengan lembut. “Emak pasti akan memaafkanmu. Jangan takut, aku di sini untukmu. Kita hadapi ini bersama.”Mobil berhenti tepat di depan Emak, yang kebetulan hari itu sedang nongkrong di depan pager dengan Mpok Jubaedah. Biasalah, palingan juga lagi ghibah. "E
Selain menugaskan Alvaro, Kairo juga menugaskan Aika untuk mengalihkan perhatian Bianca sementara dia menyusup ke kantor. Karena itulah Aika datang dan mengajak Bianca jalan-jalan.Hari ini adalah saatnya Bianca masuk setelah mengambil cuti, jadi dia sengaja mengadakan rapat mendadak dan memberikan tugas untuk para staff. Tentu saja ini tanpa sepengetahuan Bianca.Suara nyaring Bianca ketika memasuki kantor bagaikan lonceng yang berdentang nyaring di telinga Alvaro. Hatinya yang memang sudah berdebar tak sabar menunggu kehadiran wanita itu, semakin kebat kebit tak karuan setelahnya. Ini saatnya dia melaksanakan rencananya.“Rapat hari ini cukup sampai di sini. Silakan langsung lakukan tugas masing-masing sesuai dengan arahan saya.” Alvaro menutup meeting pagi itu dengan santai. Berbanding terbalik dengan degup jantung yang benar-benar terasa akan meledak oleh buncahan rasa bahagia.Para staf buru-buru meninggalkan ruangan rapat, sehingga memungkinkan Alvaro untuk segera mengintip dari
Tuhan tahu betapa berat perjuangan Alvaro untuk mencari Bianca selama beberapa bulan ini. Dia secara teratur mengunjungi bagian HRD untuk menanyakan kemana Bianca dipindahkan, tapi ini malah membuatnya dapat surat teguran. Hampir saja Alvaro lepas kendali dan berniat untuk melemparkan surat itu ke muka kepala HRD, tapi demi Bianca, dia tidak boleh dipecat.Setelah beberapa hari merenung, Alvaro mengubah strategi. Dia kembali bekerja seperti biasa tanpa mengganggu bagian HRD. Dia bahkan bekerja lebih keras agar tidak ada tempat bagi otaknya untuk memikirkan Bianca.Namun, semakin kuat usahanya untuk menyingkirkan Bianca dari pikiran dan hatinya, semakin kuat kenangan Bianca menyerangnya. Walau sudah beberapa bulan berlalu, tapi kenangan Bianca sejelas ketika orangnya ada. Alvaro bahkan sering berhalusinasi melihat Bianca yang sedang terkekeh ketika mencuci piring. Betapa renyah suaranya ketika mereka mengobrol saat makan.Katakanlah Alvaro sudah gila. Ya! Dia memang sudah gila sepertin
***Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tak terasa sudah 6 bulan Bianca bekerja di kantor cabang. Tidak ada hal spesial yang harus Bianca bagi. Semua B aja. Hanya saja, mungkin sekarang Bianca sudah bisa berbaur dan enjoy dengan teman-teman barunya.Mereka baik, mereka juga asyik untuk diajak ngobrol dan bercanda bersama di sela kesibukan. Membuat Bianca tidak terlalu jenuh dengan kegiatan hariannya yang itu-itu saja. Ngantor, pulang, tidur. Begitu saja terus tiap hari. Bianca yang sekarang benar-benar berubah. Tidak suka nongki dan menghamburkan uang. Meski begitu, komunikasi antara Bianca dan Aika tak pernah putus. Tiap malam selalu tak lupa bertelepon ria dan ghibah bareng. Apa yang di ghibahkan? Banyaklah! Namanya juga kaum hawa. Kalau ngobrol suka ngalor ngidul. Seakan tak ada habisnya bahan ghibahan mereka. Adaaa saja yang di bahas. Dari mulai harga cabe, tetangga julid, sinetron terbaru, gosip artis dan banyak lagi lainnya. Pokoknya kalau tidak ditegur Kairo, bisa telepo
Sesekali Bianca masih sempat melihat beberapa pasang mata yang memperhatikan gerak-geriknya. Bianca hanya bisa menghela napas panjang di tempatnya. Wajar kalau mereka merasa curiga akan keberadaannya di sini yang terlalu tiba-tiba. Baru kemarin surat pemberitahuan muncul, hari ini dia sudah ada di sini. Mode express banget kan kek jodohnya si Aika.Namun, mengingat nama itu. Bianca pun ingin berterima kasih untuk bestinya yang selalu mendukung keinginannya itu. Meski pasti akan kangen sekali pada kegesrekan Aika. Bianca rasa ini memang yang terbaik untuknya. Mungkin dengan berada jauh dari Alvaro, pikirannya bisa sepenuhnya lupa akan kenangan indah yang sudah mereka jalani. Juga luka yang terlanjur tergores dalam. Bianca berharap bisa menjadi manusia baru di tempat baru bersama orang-orang baru pula. Bismillah. Yuk, bisa, yuukkk!Aika : [Bi, Alvaro tadi telepon buat nanyain keberadaan lo]Saat istirahat tiba. Bianca melihat ternyata ada chat dari bestie gesreknya. Hatinya seketika
Dua hari kemudian.Senyum lebar Alvaro terpasang ketika dia melangkah memasuki gedung tempat kerjanya. Dia tidak menghiraukan pandangan beberapa wanita yang ikut berbinar ketika melihatnya. Suara bisik-bisik yang samar-samar didengarnya tidak membuat senyumnya hilang.Terserah mereka mau bilang apa, yang penting hari ini dia akhirnya akan ketemu dengan Bianca. Mungkin sepulang kerja nanti, dia akan mengajukan lamaran. Tidak perlu ada pertunjukkan lamaran seperti yang ada di drama-drama karena dia sudah tidak sabar ingin segera bersama-sama Bianca untuk selamanya.“Selamat pagi, Bos,” sapa Alvaro ketika membuka pintu menuju ruangan Kairo.Namun, Bosnya itu hanya memandangnya sekilas kemudian berkutat kembali dengan pekerjaannya.Apa selama tiga hari cuti, kerjaan di kantor jadi semakin banyak? Sampai-sampai wajah si Bos horor begitu. Alvaro pun segera menghapus senyum dari wajahnya dan mulai bersikap seperti biasanya.Sepanjang hari disibukkan oleh pekerjaan membuat Alvaro sejenak melu
Mata Alvaro tertuju pada laki-laki yang sudah bau tanah di hadapannya. Pria itu mengamatinya dari ujung kaki hingga ke ujung rambut, lalu berulang kembali. Senyum miring terlihat samar sebelum pria itu kembali menampilkan wajah datar.“Ada perlu apa kamu kesini?”“Lapor, Tuan. Orang ini menerobos masuk dan bilang mau melamar cucu Tuan,” ujar seorang satpam yang berdiri takut-takut di belakang Alvaro."Cucu?" beo pria itu lagi, kembali memindai tubuh Alvaro dengan seksama. Alisnya berjungkit antara bingung dan tak suka pada preman kumal di hadapannya saat ini. Cucu yang mana yang preman ini maksud? Cucu yang dia milik tak hanya satu orang. Keheranan bukan hanya terlihat dari raut pria tua itu, tetapi juga orang-orang di belakang tubuhnya. Itu adalah keluarga Bianca."Bianca, Tuan," bisik sang Satpam memberi clue. Sekaligus membuat mata tua itu melotot tak percaya. “Apa benar itu? Kau mau melamar dia, si Bianca.” Jari keriput itu menunjuk kearah muka Alvaro.Kalau saja tidak sedang be