Tidak terasa, 1 bulan yang ditunggu oleh Olivia dan Renald akhirnya tiba. hanya saja, senyum yang terpancar dari orang-orang yang bersangkutan di dalamnya memiliki arti yang berbeda.
Jika Olivia memancarkan kebahagiaan tulus karena akhirnya ia dapat melabuhkan hatinya di hari bahagianya, Dengan sosok cinta pertamanya itu. Lain pula dengan sang mempelai Pria beserta kedua orang tuanya, itu artinya mereka semakin dekat dengan semua harta yang ditinggalkan oleh Almarhum Tuan Adijaya. "Alhamdulillah, acara hari ini hampir selesai juga ya sayang." ucap Olivia penuh kebahagiaan. "Iya." Jawaban Renald yang terkesan agak dingin dan terasa berbeda dari biasanya sempat membuat Olivia mengernyit dan sontak menoleh ke arah suaminya. Dilihatnya wajah pria yang kini telah resmi menjadi suaminya itu, hanya menatap lurus ke depan, dan Olivia menerka bahwa suaminya itu sudah kelelahan karena seharian ini harus menyambut tamu-tamu yang hingga sore ini masih terus berdatangan. Tanpa Olivia sadari, pandangan Renald saat ini tertuju pada sosok perempuan dengan riasan wajah mewah bak seorang model, Sedang membalas tatapan suaminya itu dengan tajam, namun tetap duduk dengan tenang di kursi VIP yang sudah disediakan oleh ayah nya, Alex. Dia adalah Jennifer, kekasih hati Renald yang selama ini menjalin hubungan di belakang Olivia. Jennifer sendiri sudah mengetahui semua rencana keluarga kekasih nya itu, tentu saja Jennifer mendukungnya, demi harta yang banyak tentu saja ia rela menunggu. Meski saat ini ia cukup kesal dan hatinya panas melihat kekasihnya itu duduk di singgasana raja dan ratu sehari, Pria nya itu sungguh tampan menggunakan pakaian adat sunda lengkap dengan segala aksessorisnya yang justru makin menampakkan kegagahannya. Hingga akhirnya Jennifer pun berdiri, dan mulai berjalan perlahan secara anggun mendekati kursi pelaminan kekasihnya itu. Semakin dekat jarak yang Jennifer berikan, semakin tegang pula tubuh tegap Renald, cemas jika kekasihnya itu akan bertindak diluar rencana mereka semua. Karena wajah kekasihnya itu menampakkan kemarahan dengan jelas menurutnya, meski di tutup oleh senyuman cantik seorang Jennifer. Hingga secara tidak sadar sosoknya sudah ada di hadapannya. "Congratulation ya Ren." Ucapnya disertai senyuman penuh arti dan tangannya bersalaman menyentuh jari jemari milik Renald, tanpa sadar dengan perlahan Renald menarik tangan Jennifer untuk masuk kedalam pelukannya, dan tentu saja Jennifer membalas pelukan Renald dengan erat, "I'll be waiting for you tonight baby," bisiknya dengan halus ditelinga Renald, "Oke baby," jawaban tak kalah lembut diberikan Renald dengan berbisik, terdengar menggoda ditelinga Jennifer. Dengan senyuman menggodanya, Jennifer melepas pelukannya dari tubuh Renald, meski terasa berat bagi keduanya. Beralih pada Olivia yang tidak menaruh curiga sedikitpun, karena tahu sosok suaminya memiliki circle pertemanan yang luas di berbagai kalangan elit. Olivia justru terpesona saat melihat sosok Jennifer mendekat, Segala hal yang melekat pada tubuh Jennifer terlihat memiliki kesan mewah dan mahal, terlihat sangat cocok dengan tubuh sempurnanya. Hingga sosok Jennifer ada dihadapan Olivia kini, mereka pun bersalaman dan Jennifer tersenyum dengan hangat saat melihat sosok Olivia. senyuman yang tersungging dibibirnya memiliki arti, hingga akhirnya Jennifer turun dan meninggalkan kursi pelaminan, dan itu membuat Renald bisa bernafas dengan lega. Kini ia bisa duduk kembali dengan tenang. sepintas pikiran buruknya tadi, kini menguap pergi dan wajahnya perlahan menimbulkan senyumannya kembali, tidak sabar nanti malam akan bertemu dengan kekasihnya itu. Namun, senyuman itu diartikan berbeda oleh Olivia, dia senang menatap suaminya sudah kembali menghangat ketika jemarinya di genggam erat oleh Renals. Dan senyum hangat sudah terpancar kembali dari bibir Renald. Olivia pun sama-sama menghela nafas dengan penuh kelegaan, yang artinya mood suaminya itu sudah kembali. Olivia yang malang.... HINGGA MALAM TIBA... Di kediaman Renald kini, tepatnya di dalam kamar pengantin. pasangan suami istri itu kini tengah merebahkan diri mereka karena kelelahan seharian ini menerima sapaan semua tamu yang hadir. "Aku mandi duluan ya sayang. ga enak badan udah kerasa pada lengket," Ucap Olivia pada Renald. "Iya sayang, kamar mandinya disana," tunjuknya pada sebuah pintu disalah satu sudut kamar. saat hendak membuka pintu kamar mandi, terdengar suara dering Hp sang suami, sontak Oliv menghentikan langkahnya dan menengok ke arah ranjang dimana suaminya berada, sambil bertanya, "siapa yang nelpon kamu yaang?" "Entahlah,," Jawab Renald dengan wajahnya menampakkan kelelahan. Namun, sesaat ketika matanya membaca nama yang tertera pada Hp nya, matanya langsung membelalak. Menoleh ke arah kamar mandi ternyata istrinya masih berdiri didepan pintu kamar mandi. Kembali dengan wajah hangat nya, dengan lembut Renald berkata, "Kamu mandi duluan ya sayang. aku angkat telpon dari klient papa dulu, kayanya dia nyari papa deh." Ucap dusta Renald "Siap sayang, aku mandi duluan yah ." Jawab Olivia tanpa curiga. Tak lama pintu kamar mandi tertutup, Renald langsung mengangkat telpon tersebut dan dengan berbisik bicara dengan sosok yang ada di ujung telepon tersebut yang ternyata ialah Jennifer. "Iya baby,ini aku sebentar lagi on the way ke apart kamu yah, kamu persiapkan saja diri kamu dengan baik, karena aku juga udah kangen berat sama kamu honey." Ucapan Renald yang sensual tentu membuat sosok Jennifer tertawa di ujung telpon sana, dan sambil bicara manja membalas ucapan Renald, "Aku tunggu kamu dengan baju dinas yang baru aku beli ya baby. aku kangen banget sentuhan kamu." Ucapan menggoda Jennifer tentu saja membuat organ sensitif milik Renald spontan menegang. Dan ia harus segera berangkat menemui kekasihnya itu untuk melepaskan jiwa liarnya yang sudah lama ia tahan. Yaa, Renald dengan sabar tidak menyentuh Olivia selama menjalin hubungan dengannya demi totalitas sandiwara yang sedang dijalankannya, karena sosok Oliv pun selalu menolak jika Renald memberikan sinyal menginginkan kontak fisik lebih intim. Renald yang paham akan ketakutan Oliv pun selalu mengalah dan berakhir memintaa maaf jika ia sedang khilaf. Olivia pun memahami itu dan memakluminya, dan semakin percaya bahwa sosok Renald adalah pria yang baik dan bertanggung jawab, tulus mencintainya, tidak mengikuti nafsunya semata. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah Renald selalu melampiaskan nafsunya itu pada Jennifer setiap kali berpisah dengan Olivia. Namun, sebulan ini pula Renald dan Jennifer belum pernah bertemu karena Jennifer mengambil perkuliahan di kampus yang berbeda dengan Renald, serta persiapan pernikahannya dengan Olivia membuat ia sulit membagi waktunya untuk sekedar melepas rindu dengan Jennifer. Tak lama, Olivia muncul dari kamar mandi, Dirinya tampak sudah jauh lebih segar setelah seharian ini berkeringat menyapa tamu-tamu yang menghadiri pernikahannya. Namun raut bingung justru ia tunjukkan saat melihat suaminya mondar-mandir di dekat ranjang. "Kamu kenapa sayang,kaya bingung begitu?" "Ada masalah?", tanya nya pada Renald. "Iya sayang, klient papa yang tadi nelpon aku tiba2 minta bertemu untuk membahas masalah urgent d kantor papa, tapi aku bingung..ga mungkin juga aku ninggalin kamu sayaang,ini kan malam pertama pernikahan kita,,masa aku pergi." ucapnya penuh kebimbangan.. Mendengar ucapan suami nya itu, Olivia justru tersenyum," kenapa kamu malah senyum sayang, aku serius" ujar Renald. "Aku tau kamu serius sayaaang, aku ketawa karena sikap kamu itu. kamu lebih baik pergi, ketemu sama klient papa, aku paham kok. Lagipula kan masih bisa besok lagi malam pertamanya sayang," Jawaban Olivia secara spontan membuat dia tersadar akan ucapan mesumnya tesebut dan langsung dibalas gelak tawa Renald. "gemeeeees sama istriku ini, udah pengertian, cantik, bisa mesum juga ternyata.hahaha." ucapan Renald membuat pipi chubby Olivia tentu merah merona. ia pun bersiap-siap, dibantu istrinya mengganti pakaian untuk pergi bertemu seseorang malam itu juga. Sungguh miris bukan Malam pertama pernikahan Olivia...Belum genap 1 Bulan pernikahan Olivia dengan Renald, pagi ini seperti biasa semua pakaian dan kebutuhan suaminya sedang Olivia siapkan dikamar. Suaminya itu masih tertidur lelap, jam memang masih menunjukkan pukul 04.30, tapi Olivia sudah sibuk mempersiapkan semuanya selesai Shalat subuh. Seperti itulah rutinitas Olivia setiap harinya, Seminggu belakangan Renald selalu pulang tengah malam, dengan raut wajah lelah, Namun tak pernah sedikitpun Olivia menaruh kecurigaan pada suaminya itu. Wajar suaminya itu lelah, ia masih melanjutkan perkuliahannya dan langsung ke perusahaan milik almarhum kakeknya. Itu yang Olivia ketahui. Tidak seperti dirinya yang terpaksa mengundurkan diri dari kampus dan tidak melanjutkan lagi kuliahnya atas saran dari mertuanya, yaitu Farida dan Alex. Memilih menikah dengan Renald, itu artinya ia harus melepaskan mimpinya. Selesai mempesiapkan pakaian suaminya, dan air hangat untuk mandi suaminya, ia pun bergegas turun ke lantai satu, dimana ia akan memasak
Keesokan harinya, seperti biasa Olivia yang menyiapkan segala sesuatu untuk suaminya berangkat bekerja, dan setelah selesai membuat sarapan, langkah kakinya yang hendak menaiki tangga langsung terhenti ketika mendengar suara salah satu pelayan, "Nyonya Oliv, diluar ada tamu yang ingin bertemu dengan Tuan besar dan tuan muda." ujarnya, "Sepagi ini? siapa ya?" gumamnya dengan suara pelan, Masih memikirkan siapa yang bertamu sepagi ini, suara tegas seorang Farida memecah pikiran Olivia. "Kenapa kalian berdiam diri disana?" tanyanya saat melihat Oliv dan seorang pelayan berdiri di bawah tangga. "Mm-mama.." Ucap Olivia kaget, "Apa kau sudah selesai menyiapkan sarapan untuk kami semua?" Tanya Farida sambil menuruni tangga. "Sudah ma, di luar kata bibi ada yang mau bertemu papa dan Renald mah." Olivia berkata pada farida dengan senyum manisnya. "Siapa bi? Pa
Seminggu sudah Olivia berusaha menutupi kehamilannya dari sang suami dan mertuanya. Akan tetapi sepertinya usaha ia seminggu ini akan sia-sia ketika usai sarapan bersama, mual yang ia rasakan kini tidak dapat ditahannya lagi. "Hoek...Hoek...," rasa mual itu membuatnya langsung berdiri dan berlari kecil ke kamar mandi dekat dengan ruang makan. Melihat apa yang terjadi pada Olivia, membuat ketiga orang yang ada di ruang makan tersebut seketika mematung. Sepertinya mereka sadar akan situasi saat ini, melihat gerak gerik Olivia barusan, membuat Farida memicingkan mata ke arah putra nya. "Jangan sampai apa yang mama pikirkan saat ini benar-benar terjadi Renald!" Ujar Farida. "Kau benar-benar sudah gegabah nak." Sambung Alex yang melihat putranya hanya diam dengan kepala tertunduk. Merasa terpojok dan disudutkan dengan melemparkan semua kesalahan padanya, Renald seketika merasa geram, dengan kuat ia mendorong kursi makan yang masih ia duduki hingga terbalik ke belakang dengan s
Tubuh ringkih Olivia menggeliat, tangannya terasa sangat pegal. Sedari pagi menangis hingga tanpa sadar ia tertidur. Melirik ke arah jam dinding yang tergantung di kamarnya, Pukul.11.00, tubuhnya terperanjat karena terkejut, ia ternyata sudah tidur sangat lama. Masih merasakan sakit pada sekujur tubuhnya, ia berusaha bangun dan hendak pergi ke toilet untuk membersihkan dirinya sebelum pergi ke dapur untuk menyiapkan makan siang. Seusai dirinya membersihkan diri, saat akan memasuki walk in closet, bunyi ketukan pintu kamarnya membuat langkahnya terhenti. "Siapa?" teriaknya dari dalam kamar. "Saya Nora, Anda di panggil Nyonya besar ke ruang kerja Tuan besar." Ucap Nora dari balik pintu. "Baiklah, 10 menit lagi aku akan kesana. Terima kasih Nora." lanjutnya sedikit berteriak masih dari dalam kamar. Tidak ada sahutan kembali dari balik pintu kamarnya, dan ia yang sudah mulai memahami situasi di rumah tempat ini kini berada, merasa tidak aneh ketika para pelayan di dalam ru
Pagi ini, gejolak dalam perut yang di alami Olivia sungguh terasa lebih parah dari hari-hari sebelumnya. Bangun dari tidurnya dengan tergesa, ia melangkahkan kakinya menuju toilet dalam kamarnya. "Hoek, Hoek." Memuntahkan isi perutnya yang terasa sangat mual, namun tidak ada apapun yang ia keluarkan, hanya cairan bening yang meninggalkan rasa amat pahit pada tenggorokannya. "Hoek.." lanjutnya berusaha mengeluarkan semua yang membuatnya mual. Sedangkan Reynald, di atas ranjang besarnya itu merasa tidur lelapnya sangat terganggu dengan suara yang terdengar menjijikan. "Aaaarrrggh, Menjijikan." Gumamnya dengan geram kala mendengar suara Olivia yang sedang muntah di dalam kamar mandi. 15 menit Olivia berada di dalam kamar mandi, tubuhnya kini terasa sangat lemah, lemas. membuka pintu di depannya, mata Olivia di kejutkan dengan sosok suaminya yang sudah berdiri didepannya dengan menampakkan wajah kesal menahan amarah. "mm-maaf, apa aku mengganggu tidurmu, sayang?" Ujar Olivia
Membuka pintu kamarnya di paviliun itu, Olivia terkejut melihat Farida yang sudah berdiri di hadapannya kini. "I-ibu?" pekik Olivia. "Kenapa lama sekali? jangan tidur di saat yang lain sedang bekerja. Jangan jadikan kehamilanmu itu sebagai alasan agar bisa bermalas-malasan." Bentak Farida. "Apa yang harus aku kerjakan bu?" tanya Olivia, tubuhnya itu masih saja bergetar. "Berhenti memanggilku seperti itu, aku tidak pernah sudi menerima mu sebagai istri dari putra kesayangan ku." Ucap Tegas Farida. "Bersihkan dirimu, gunakan seragam pelayan seperti yang lainnya. Jangan pernah menganggap dirimu berbeda dengan para pekerja disini." Perintah Farida. "Bb-baiklah, Nyonya." Jawab Olivia dengan air mata terlihat mulai menggenang di pelupuk matanya. "Setelah itu, segera siapkan makan siang. akan ada kedatangan tamu spesial, jangan mengecewakan, atau kau akan mendapatkan hukuman." Ancam Farida seraya melangkahkan kakinya keluar dari paviliun itu. Menutup pintu kamarnya, Olivi
Malamnya, Olivia sudah berada dalam pembaringannya. ranjang yang terasa sakit bagi tubuh ringkihnya itu tidak ia rasakan, masih kalah sakit kala ia mengingat seluruh kejadian menyakitkan siang ini di rumah yang bagaikan mimpi buruk baginya itu. Saat ia masih di dapur tadi, ia tak mengira jika lelaki yang masih sebut sebagai suaminya itu masuk ke dalam area dapur dimana dirinya berada. "Dengar, mulai detik ini, jangan menginjakkan kaki mu ke dalam rumah utama ini jika tidak ada yang menyuruh mu. Paham!" Ucapnya penuh tekanan pada Oliv. "dan, ingat baik-baik. Jangan-anggap-aku-masih-suami mu." Ucap Reynald dengan menunjuk nunjukkan jarinya pada dada Olivia. Kerasnya tusukan jari lelaki itu tidak hanya menyakiti tubuhnya, kata-kata yang di keluarkankan oleh mulut Reynald bagaikan tusukan sembilu pada hatinya tiap mengucapkan kata-katanya. Air matanya mengalir deras kala matanya berusaha terpejam. tubuhnya terasa sangat lelah, namun, mengingat buah hati nya sedang tumbuh dala
Beberapa bulan sungguh dirasa sangat berat bagi seorang Olivia, di masa kehamilannya yang terbilang sudah besar, kini ia tinggal menunggu saatnya melahirkan.Dirinya tak pernah diizinkan keluar dari paviliun itu hanya untuk sekedar memeriksakan kehamilannya. seburuk apapun situasi yang dialami kehamilannya, pasti mereka yang mendatangkan dokter itu ke paviliun, tidak boleh menginjakkan kakinya keluar barang sedetikpun."Oliv...Olivia? kau baik-baik saja?" Suara Ryan terdengar dari balik pintu kamarnya. Selama ini, hanya sosok Ryan yang selalu memberanikan diri untuk menolongnya. tangannya tak berhenti mengetuk pintu itu sebelum ia mendengar jawaban dari dalam. Ia tidak ingin apa yang menimpa wanita hamil itu pada beberapa waktu ke belakang, saat Olivia mengalami kontraksi yang teramat sangat.Olivia kala itu mendapat perintah dari Farida dan Jennifer untuk mencuci mobil milik keduanya. tubuh ringkih namun perut yang telah terlihat besar itu di temukan dalam keadaan tidak sadar, den
Olivia memasuki apartemen miliknya sepulangnua dari supermarket, langsung memasuki area dapurnya, ia membereskan seluruh barang belanjaannya kedalam kitchen set dan lemari es. "Huuft,,akhirnya selesai juga." Ujarnya, kemudian membuat secangkir teh hangat karena dirasa dirinya perlu merilekskan tubuh dan pikirannya. Membawa cangkir tehnya, Olivia duduk di ruang tamu. Membuka ponselnya dan mencari beberapa info lowongan pekerjaan, Hingga akhirnya ia menemukan sebuah pekerjaan di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan, sesuai bekal pendidikannya dulu saat kuliah. Namun, hanya ada lowongan sebagai Office girl disana. ia pun tak banyak berpikir, ia akan memgambil jalan itu. tak mengapa ia menjadi Office girl, toh itu pekerjaan baik juga, tidak ada yang salah. Yang ada dalam pikirannya hanyalah, ia harus mendapat uang sebanyak-banyaknya agar bisa bertemu kembali dengan sang putra, Keenan. menyeruput teh hangatnya hingga cangkir itu kosong, ia pun berniat membersihkan diri
Tak menyangka, kini Olivia sedang terduduk dalam kursi penumpang di sebuah pesawat. mata nanarnya menatap keluar jendela di sebelahnya. "Semoga langkah yang ku pilih ini sudah tepat, dan selalu dalam lindungan Mu ya Allah." Gumam Olivia dalam hatinya. Memilih Los Angeles sebagai kota tujuannya untuk memperbaiki kehidupannya agar lebih baik lagi. dikenal dengan julukan City of Angels, kota tersibuk di Amerika serikat karena dikenal sebagai kota yang tak pernah tidur. Ia sungguh berharap, bekerja di salah satu kota terbesar di Amerika serikat itu mampu membuat dirinya bisa kembali mengambil hak asuh sang putra. Tidak ada dendam dihatinya, karena yang ada dalam pikirannya saat ini adalah sang buah hati yang baru berumur 5 bulan itu. "Semoga jika kau sudah tumbuh besar nanti, kau masih menganggap bahwa ibu masih ada nak". kembali pada realita kehidupannya, begitu tiba di Bandar Udara Internasional Los Angeles, wanita itu sempat kebingungan harus pergi kemana terlebih dahulu.
Hari ini merupakan sidang perceraian pertamanya, masih ada beberapa kali lagi pertemuan. Namun, sulit bagi Olivia dapat memenangkan hak asuh anaknya. Karena, sudah dapat dipastikan keluarga besar mantan suaminya itu sudah mempersiapkan segalanya dengan sangat matang. Terbukti dari tidak adanya keadilan kala hak asuh anaknya sepenuhnya jatuh ke tangan sang mantan suami, padahal tidak ada bukti kesalahan apapun yang dilakukan dirinya sehingga ia harus berpisah dengan anaknya yang baru berusia 5bulan itu. Hingga, tak terasa hari penentuan dirinya resmi menjadi seorang janda terjadi hari ini. Seharusnya ia mendapatkan bantuan Tuan Daniel, pengacara Almarhum Tuan besar Adijaya. namun entah, sosok pria paruh baya itu tidak hadir hingga persidangan terakhirnya ini. "Reyn, kumohon, beri aku keringanan agar selalu dapat bertemu dengan putraku." Pinta Olivia kala mereka telah selesai menjalani sidang perceraian mereka. "Jangan Harap Oliv, kau bilang sangat enggan menerima harta waris
5 Bulan berlalu begitu cepat bagi seorang Olivia, tentu saja hal itu dirasa terlalu singkat untuk kebersamaannya bersama sang buah hati. Selama dalam pengasuhan Oliv, Keenan kecil sangat baik, tidak rewel sama sekali. Mungkin, karena instingnya bersama sang ibunda membuatnya merasa tenang, nyaman dan aman. Begitu pula dengan Olivia, kebersamaannya bersama Keenan membuatnya serasa sangat bahagia, tak ingin semuanya berlalu, tapi apa mau dikata, malang tak dapat ditolak. subuh ini, ia sudah bersiap membereskan semua pakaian dan perlengkapan miliknya. Ia harus menghadiri sidang perceraiannya siang ini di pengadilan agama. Apa yang diucapkan Reynald kala itu benar-benar terjadi, tepat 5 bulan sejak kejadian itu, suaminya benar-benar memberikannya surat perceraian. "kau harus menjadi anak yang kuat nak, ibu akan tetap menyayangi mu tak peduli dimanapun ibu berada." Bisik Olivia pada sang putra yang terlihat sedang tertidur lelap. "ibu harap kau tidak melupakan ibu nak jika suatu
Beberapa menit berlalu, tak terasa putra yang berada dalam dekapan hangatnya itu pun telah tertidur lelap. tersenyum hangat, tangan Olivia membelai lembut pipi halus putra tampannya itu. Tubuh oliv menegang kala mendengar suara teguran dari arah belakang, "Cepat masuk, taruh anak ku di kamarnya." Ucap dingin pria itu, "Reyn, apa, anak kita ini sudah di beri nama?" tanya Olivia pada Reynald, "Jangan, berani, sebut bayi ini anak kita di depan siapapun mulai saat ini. Paham!" Ancam Reynald, "tapi dia juga anak ku Reyn, sampai kapanpun itu, ini adalah darah dagingku, aku yang mengandungnya selama ini dan melahirkannya langsung Reyn!" Geram Olivia, dia merasa ini sudah sangat keterlaluan, putra dalam pelukannya inilah yang ia kandung selama 9 bulan kemarin. "setidaknya biarkan aku yang memberikannya nama pada putra ku Reyn, aku tidak akan meminta lebih." Bujuk Olivia, "Baiklah, ku beri kau waktu 5bulan untuk bisa bersamanya, namun, setelah waktu itu habis, jangan pernah mem
Hari-harinya Olivia kini terasa lebih hampa dari biasanya, perut besarnya kini sudah tidak ada, kegiatannya dalam bekerja memang terasa lebih ringan, tapi langkahnya selalu terasa lebih berat dari biasanya. Sedari subuh ia sudah beraktifitas di paviliun itu, membersihkan segala sesuatunya disana. Saat sedang serius membersihkan area dapur, tiba-tiba suara Lily yang menegurnya membuat kegiatannya terhenti. "Kau disuruh Nyonya untuk membuat sarapan di rumah besar saat ini juga." Ujarnya dengan ketus. "sekarang masih jam 6?" Tanya Olivia, "ya mana aku tau, nyonya besar sendiri yang tadi memintaku memberitahumu." Ucap Lily sambil melangkah keluar meninggalkan Olivia yang masih merasa bingung. Tapi, tanpa berpikir lama, ia pun beranjak dari paviliun itu menuju rumah utama. Baru beberapa langkah kakinya memasuki rumah besar itu dari area dapur, sudah terdengar jelas ditelinganya suara tangisan kencang bayi, langkah kakinya sontak terhenti, ia yakin bahwa itu adalah suara anaknya
Terbangun dari rasa tidurnya, Olivia mengerjapkan matanya secara perlahan. rasa pusing dikepalanya selalu muncul kala ia berusaha menggerakkan tubuhnya. Ryan, pria itu ada menemani Olivia yang masih pingsan akibat proses melahirkannya. Ia cukup shock ketika tadi melihat kedua majikannya itu bersitegang dengan Olivia. keduanya memaksa dan langsung membawa bayi yang baru saja dilahirkan itu. semua kejadian itu dilihat oleh Ryan dan dokter itu tanpa bisa melakukan pembelaan terhadap sosok Olivia. Merasa ada pergerakan dari ranjang disebelahnya, ia pun dengan cepat menghampiri wanita yang masih terlihat pucat dan lemah itu. "Kau sudah siuman, apa kau haus?" Tanya Ryan kala melihat tangan Olivia meraba-raba sekeliling ranjangnya. "Anakku, dimana bayiku Ryan? aku mohon kembalikan bayiku!" Pekik Olivia, dia tidak melupakan apa yang telah terjadi padanya kala masih tersadar tadi. Suaminya dan bahkan ibu Reynald tadi sungguh memaksa sang dokter agar segera melakukan persalinan, pad
Hari ini merupakan hari yang ditunggu oleh Olivia, dirinya tak menyangka bahwa ia akan segera bertemu sang penguat hidupnya. Meski sakit terus mendera tubuhnya yang kini telah terbaring di ranjangnya, merupakan saksi bisu yang selalu menemani tangis malamnya. Masih menunggu Ryan yang sedang memanggilkan seorang dokter kandungan, dirinya terus menguatkan dirinya sendiri. berkata pada sang buah hati sambil mengusap pelan permukaan perutnya. gerakan tangannya sempat melemah kala kontraksi di perutnya semakin menjadi, " Ya Allah,, lama sekali, apa Ryan belum bertemu dokter kandungannya." gumamnya, Dahinya sudah basah akibat bulir-bulir keringat yang awalnya sedikit, kini telah mengucur deras. Berusaha mengatur pernafasannya, menarik ulur oksigen yang keluar masuk dengan hidung dan mulutnya dengan teratur. Pintu kamarnya terbuka, berharap itu Dokter kandungan yang dibawa oleh Ryan. Namun, harapan hanyalah harapan, lain dengan kenyataan. Terkejut kala ia justru melihat Reynald dan Fa
Beberapa bulan sungguh dirasa sangat berat bagi seorang Olivia, di masa kehamilannya yang terbilang sudah besar, kini ia tinggal menunggu saatnya melahirkan.Dirinya tak pernah diizinkan keluar dari paviliun itu hanya untuk sekedar memeriksakan kehamilannya. seburuk apapun situasi yang dialami kehamilannya, pasti mereka yang mendatangkan dokter itu ke paviliun, tidak boleh menginjakkan kakinya keluar barang sedetikpun."Oliv...Olivia? kau baik-baik saja?" Suara Ryan terdengar dari balik pintu kamarnya. Selama ini, hanya sosok Ryan yang selalu memberanikan diri untuk menolongnya. tangannya tak berhenti mengetuk pintu itu sebelum ia mendengar jawaban dari dalam. Ia tidak ingin apa yang menimpa wanita hamil itu pada beberapa waktu ke belakang, saat Olivia mengalami kontraksi yang teramat sangat.Olivia kala itu mendapat perintah dari Farida dan Jennifer untuk mencuci mobil milik keduanya. tubuh ringkih namun perut yang telah terlihat besar itu di temukan dalam keadaan tidak sadar, den