Share

Bab 8

Penulis: Pini arso
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

🥀🥀🥀

"Abah!" Gunadi tersentak membaca nama Ayah mertua tertera di layar ponselnya.

"Astaghfirullah! Bagaimana ini." Raut wajah Gunadi terlihat begitu panik.

Bagaimana tidak, setelah kematian kedua putrinya ditambah Rumana yang tidak sadarkan diri hinggi kini, membuat Gunadi tak sempat menyentuh ponselnya. Kesibukannya mengurus Bagas dan Rayhan begitu menyita waktu, tenaga dan fikirnannya.

Bahkan terdengar kabar bahwa kematian kedua putrinya sampai di beritakan di televisi. Dia yakin berita itu juga ramai di jagat maya. Makanya dia lebih memilih fokus saja mengurus anak-anak dan istrinya, daripada lebih hancur melihat pemberitaan yang beredar.

"Apa itu Ayah mertuamu, Gun?" Tuminah penasaran dengan putranya yang langsung pucat pasi, setelah menatap layar ponsel dan mengagumkan nama Abah.

"Iya, Bu. Aku bingung mau ngomong apa sama Abah. Aku suami yang gagal menjaga kedua anak, dan kini, Istriku juga masih terbaring lemah. Jika Abah tahu, mungkin aku bisa langsung di bunuh," tukas G
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Bab 9

    🥀🥀🥀"Kenapa kamu malah menyuruh mertuamu datang, Gun." Tuminah tak mengerti dengan pemikiran putranya, bukannya mengatakan saja yang sebenarnya, malah dia meminta mertuanya datang. Apa bukan bunuh diri namanya?"Aku ga bisa mengatakan semua ini lewat telefon, Bu. Biar Abah melihat sendiri kondisi putri tercintanya. Kalaupun nanti aku harus menerima caci makinya, aku ikhlas. Aku berharap kedatangan Abah bisa menyadarkan Rumana," ungkap Gunadi memandangi Istrinya.Bagi Gunadi saat ini, kesadaran Rumana adalah yang utama. Rasanya dia tak sanggup menjalani hari-hari lebih lama lagi tanpa Rumana. Seminggu tanpanya, sudah sangat melelahkan dan membuat Gunadi stres. Matanya kembali berkaca, saat menyadari betapa dia sangat membutuhkan peran Istri nya saat ini. Gunadi berjanji, jika Rumana bangun, dia tidak akan pernah sekalipun menyalahkan atau kasar padanya. Dia akan memperlakukan Rumana seperti Ratu di hatinya. "Rumana, bangunlah. Berapa lama kamu akan terus begini, ingatlah aku, Rum.

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Bab 10

    Part 10.Dua hari setelah dua bocah meninggal tenggelam."Tolong..! Tolong...! Siapapun di sana, tolong aku." Seorang wanita paruh baya terikat tangan dan kakinya di sebuah gubug di tengah hutan, dengan mata di tutup kain. Suaranya mulai parau karena terus berteriak, tetapi tak juga ada bantuan datang.Dia tak tahu bagaimana bisa sampai di tempat itu. Yang dia ingat, dia ingin berkunjung ke kampung halaman adik iparnya, ingin silaturahim karena sudah lama tak bersua, mumpung keluarga adiknya sedang mudik ke Kebumen. Sebuah kota yang ingin dia kunjungi karena terkenal banyaknya tempat pariwisata.Dia menaiki ojek dari stasiun Kebumen menuju desa Gunadi. Hingga sampailah dia, di pinggir jalan raya yang masih sangat sepi. Arloji di tangannya masih menunjukkan pukul 04.40 pagi, maka ia putuskan untuk berhenti di pinggir jalan raya itu untuk melanjutkan perjalanan ke rumah mertua Rumana, yang tidak terlalu jauh dari jalan raya. Menurut Kinanti, jika tukang ojek itu mengantarnya sampai dep

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Bab 11

    Tak mau terkecoh dengan ucapan Iblis lagi, Rumana menggendong Rianti dan menuntun Rihanna untuk segera berlari. Tanpa memperdulikan perkataan Raja Cobra.Rumana lari lintang pukang tanpa arah, menghindari kejaran Raja Cobra yang terus menyeringai di belakang, dengan sesekali meliukan badannya yang setengah ular. Wajah Raja Cobra yang tadinya sangat tampan, kini berubah sangat menyeramkan. Dengan taring yang tiba-tiba muncul di sela-sela gigi rapihnya, dan lidah panjang yang sesekali menjulur. Membuat Rumana semakin waspada, takut-takut Raja Cobra akan menyemburkan bisa nya. Suasana yang gelap gulita semakin menyulitkan langkahnya. Sehingga dia harus berhati-hati saat lari menggendong Rianti dan Rihanna dalam tuntunannya. "Aduh!!" Pekik Rihanna terjatuh, rupanya kakinya tersandung dan tersangkut akar belukar. Dengan sigap, Rumana melepaskan akar yang melilit kaki anaknya. Tetapi siapa sangka akar yang sedang dia lepaskan itu, berubah jadi jari-jari tangan yang kurus dan mengerikan.

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Bab 12

    "Rum... Rumana...!! Sadarlah Rum! Ini Ummi sayang. Jangan seperti ini, Nak. Huuuhuu." Ratmini tersedu memangku anaknya yang seperti itu. "Letakkan Rumana, Mi. Biar Abah periksa," kata I Ketut Sudikerta mengintruksikan sang istri untuk meletakan anaknya di kasur saja.Ratmini mengikuti saran suami. Diletakannya kepala Rumana dari pangkuannya ke bantal yang sejak delapan hari yang lalu jadi tempatnya menyandarkan kepala. Ratmini tak henti-hentinya menangis, kaget dan penasaran kenapa anaknya bisa jadi seperti ini. Dia berfikir mungkin Rumana tertekan dan belum bisa mengikhlaskan kedua putrinya, tetapi reaksinya itu kenapa tidak wajar. Ada apa sebenarnya dengan putri keduanya ini? Ratmini sungguh tak mengerti.Niat hati datang untuk menghibur Rumana yang kehilangan kedua anaknya, tetapi dia malah di suguhi dengan keadaan sang putri yang memprihatinkan. Membuat Ratmini sangat sedih. Dia menerka-- apa kiranya yang tengah menimpa keluarga Rumana. Musibah kehilangan dua anak tengah ia hada

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Bab 13

    🥀🥀🥀Setelah di beri makan dan minum oleh Tarno dan Parjo, Kinanti terlihat tak begitu pucat lagi. Duduknya mulai tegak, dan tatapannya semakin tajam. Namun dia belum mau bicara sepatah katapun. Entah apa yang sedang dia fikirkan. Karena hari sudah hampir petang, dan suasana remang-remang di tengah hutan, Tarno dan Parjo memutuskan untuk segera turun gunung. Merasa kasihan pada wanita yang dia tolong, Tarno berfikir akan mengajaknya turun. Mencarikan tempat tinggal untuknya, atau di titipkan ke rumah kakaknya. Yang suaminya sedang merantau di kota, sehingga di rumah itu hanya ada sang kakak dan anak-anak nya. Itu lebih baik, daripada di rumah Tarno yang kedua orang tuanya tengah pergi ke luar kota. Sedangkan dia sendiri masih bujangan dan tinggal sendiri. Itu bisa jadi fitnah untuk mereka. Tak mungkin juga Tarno meninggalkan wanita cantik ini sendirian dalam ketakutan di tengah hutan."Apa kamu bisa jalan?" Tanya Tarno memastikan pada Kinanti, yang di balas anggukan olehnya. "B

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Bab 14

    Parjo meringkuk di semak-semak, karena saking takutnya. Seumur hidup, ini pertama kalinya dia melihat dengan mata kepala sendiri, sosok hantu bertubuh manusia dengan muka yang sangat menyeramkan. Persis adegan yang sangat menakutkan saat menonton film horor. Saat hantunya muncul tiba-tiba.Tubuhnya menggigil, karena dia tipe orang yang sangat penakut. Mungkin dia tak akan mau ke kamar mandi sendirian setelah ini."Tarno ke mana nih. Jangan-jangan ketangkep hantu itu, hiiii," gumam Parjo di tengah ketakutan.Parjo bingung, temannya masih di belakang. Mau menyusul takut, tetapi mau turun duluan juga tidak tega. Akhirnya dia menunggu di semak-semak itu dengan rasa takut yang masih menghinggapi jiwa.Karena terlalu lama, Parjo memberanikan diri untuk keluar, takut juga kalau-kalau ada ular di semak belukar. Apalagi suasana yang gelap gulita."No! Kamu di mana, sih. Kok nggak turun-turun. Jangan becanda, No!" Triak Parjo memanggil temannya.Tak mendapat respon dari Tarno, Parjo jadi panik

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Bab 15

    "Bu Bidan!! Tolong anak saya, Bu!" Gunadi tergopoh-gopoh menggendong Bagas ke rumah Bidan Melati. "Astaghfirullah! Pak Gunadi. Kenapa dengan anaknya, Pak. Cepat taro sini. Biar saya tangani." Bidan Melati bergerak cepat setelah mengetahui kondisi Bagas yang bersimbah darah.Tuminah terus saja menangis. Ia tak menyangka kepulangan keluarga--anaknya malah berujung duka yang tak pernah dia duga sebelumnya.Menunggu Bagas di tangani, Tuminah duduk di kursi tunggu yang tersedia di rumah Bidan melati."Bu Bidan, tolong Ibu saya. Beliau pingsan!" Tiba-tiba seorang wanita yang menggendong anaknya datang dengan tergopoh mencari Bidan Melati."Ada apa, Mbak Warni? kenapa dengan Bu Ani?" Tuminah yang mengenali wanita itu langsung penasaran dengan tetangga jauhnya. "Ibu saya pingsan, Bu Tum. Beliau baru pulang dari seberang, dan mengetahui Tarno hilang. Jadi langsung syok dan pingsan." Wanita yang Tuminah panggil Warni itu menjelaskan kronologi yang menimpa Ibunya. "Ya, Gusti... Memangnya Ta

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Bab 16

    "BEDEBAH.!!" Kini Rumana yang tersulut emosi, melihat ke tiga anaknya di jadikan sandera oleh siluman ular."Tenangkan dirimu, Rumana. Amarah hanya akan menghancurkan mu. Tahan emosi, berfikirlah dan lawan dia dengan otak, jika kau tak bisa melawannya menggunakan ototmu." Bisikan yang terdengar begitu jelas di telinga Rumana. Itu bisikan Kyai Hambali, yang terdengar asing bagi Rumana."Itu bukan Abah. Apakah ada orang lain yang sedang membantuku di alam manusia? Semoga saja benar. Suaranya begitu teduh dan menenangkan. Aku yakin, dia orang yang ber ilmu dan memiliki iman yang tinggi." Rumana mengira-ngira dalam hati."Hei! Aku dengar apa yang kau fikirkan. Siapa yang membantumu di dunia manusia, hem." Raja Cobra yang di panggil Raja Ashuma, oleh para bawahannya itu penasaran."Hh, Bukan urusanmu, PECUNDANG! Beraninya main sandera. Lepaskan anak-anak ku. Dan hadapi aku secara jantan." Rumana kembali memancing emosi Ashuma.Di turunkannya ke tiga anak Rumana. Kini, Rumana bisa bertarung

Bab terbaru

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Ending

    "Hentikan, Rumana! Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Sudikerta yang baru tiba. Mata Rumana memicing. Ia mulai paham dengan situasinya sekarang. Untuk apa pria tua itu menghentikannya? Datang disaat ia sudah berhasil menemukan kedua putranya beserta Nandini. Rumana rasa hanya sia-sia saja kedatangan mereka. "Abah ... Untuk apa Abah menyusul ke tempat ini jika hanya untuk menghentikanku. Biarkan aku hancurkan mereka, sebagaimana mereka menghancurkan duniaku, Bah! Mereka yang memulai!" lantang Rumana. Ia tak terima jika Sudikerta atau siapapun menghalangi aksinya menumpas Gayatri dan para ateknya. Ia bukan lagi Rumana yang pasrah menerima segala petaka yang hampir membuatnya g*la. "Tidak, Rum. Biarkan Abah yang menyelesaikan semua kekacauan ini. Karena semua berawal dari kesalahan Abah," ucap Sudikerta. Wajahnya tampak sendu."Maksud Abah apa?" tanya Rumana tak mengerti.Gayatri tertawa sinis ke arah Sudikerta. Dengan sekali kedipan mata, semua orang yang tadi Rumana kira bisa lol

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Chapter 58

    "Tutup mata, Bu," pinta Zaki pada Rumana. Rumana menurut saja karena saking takutnya. Pemuda itu lantas dengan cepat merapal sebuah doa. Terlihat dari gerakan bibirnya. "Sekarang buka mata, Bu Rum." Zaki meniup kedua mata Rumana perlahan. Rumana tampak mengedip beberapa kali dan mengecek kedua matanya. Memastikan apakah makhluk berbentuk kelapa sang ayah mertua sudah benar-benar hilang."Tadi itu sihir, Bu. Kita pasti sedang dipantau oleh makhluk alam ini. Ayo, kita gegas temukan mereka dan keluar dari sini," terang Zaki seakan mengerti kebingungan Rumana. Mereka kembali berjalan mencari sumber suara Bagas yang sempat mereka tangkap sebelumnya. "Itu mereka, Mbak!" Tangan Raganta terulur menunjuk sebuah gubug tua yang terlihat paling kokoh diantara gubug lainnya. Gegas, Rumana berlari menghampiri Nandini yang tengah meringkuk memeluk Bagas dan Rayhan di gendongan. "Allohuakbar, Nandini! Anak-anakku," pekik Rumana menghambur mendekap Bagas. Rumana terisak-isak menciumi pucuk ke

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Chapter 57

    Setelah melewati berbagai gangguan, Rumana dan dua pemuda tampan itu sudah kembali berada di dalam gua. Rumana mencoba menguatkan diri dan tekad untuk menyentuh ukiran di sisi dinding gua. Kali ini tak ada gangguan berarti yang menghalanginya.Akan tetapi, beberapa saat setelah ia menyentuhkan tangannya ke ukiran tersebut, guncangan kecil mulai ia rasakan. Disusul guncangan hebat yang membuat semuanya panik. "Guanya seperti akan runtuh, kita harus lari dari sini," ujar Raganta dengan wajah panik. "Tidak! Mungkin ini hanya efek dari sentuhan tangan saya. Ini bisa jadi benar-benar pintu masuk ke alam sarpa seperti yang dikatakan Kiai. Aku tidak akan keluar!" teriak Rumana masih kuat dengan pendiriannya. Dia terus berpegang pada dinding gua."Jangan konyol, Mbak. Kita semua bisa mati di sini kalo nggak cepat-cepat lari menyelamatkan diri!" sengit Raganta. Nada Raganta mulai emosi, dia menarik lengan Zaki dan Rumana. Setuju dengan pendapat Raganta, Zaki juga terlihat panik dan mulai m

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Chapter 56

    Rumana mengikuti saran Kiai Hambali untuk menjemput kedua anaknya dan Nandini yang konon dibawa oleh pengikut Gayatri. Dia mulai melangkah menyusuri lorong gua yang gelap dan sempit. Sebuah tempat yang terletak di dalam hutan Larangan yang jarang dijamah manusia. Sensasi mencekam mulai ia rasakan tatkala kakinya semakin maju ke dalam gua. Gelap, lembab, dan sumpak mendominasi nuansa di dalam gua. Rasa takut mulai bergelayut di hati Rumana, tapi ia juga tak mau menghentikan langkah demi kedua buah hatinya. Ia mengamati setiap sudut gua dengan pencahayaan yang terbatas dari cahaya obor. Ada Zaki dan Raganta yang turut menemani atas permintaan kiai Hambali.Perhatian Rumana jatuh pada sebuah dinding gua yang terlihat mencolok. Ada ukiran yang menggambarkan seperti gapura dan beberapa ukiran unik lainnya terpahat di sana. "Apa mungkin ini pintunya, ya?" Gumam Rumana. "Raga, Zaki, coba lihat ini."Kedua pemuda itu sontak mendekat. Mengarahkan cahaya obor mereka ke dinding gua yang dimak

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Chapter 55

    "Allohuma sholi, wa salim 'ala sayyidina, Muhammadin shohibil busyro, solatan tu basyiru Nabiha. Waakhlana waauladana, wa jami'a masyayikhina, wamualimina wathalabatana wa thalibatina. Min yaumina hadzha illaa, yaumil akhiroh." Entah sudah berapa kali Rumana melantunkan selawat Busro yang diyakini bisa membawa kabar bahagia bagi yang mengamalkannya itu. Kedua matanya terpejam, ia duduk di atas sajadah selepas salat Isya di kamar. Berharap segera mendapatkan kabar bahagia seperti yang terkandung dalam selawat tersebut. Kabar baik tentang kedua anaknya yang kembali dalam keadaan sehat selamat. Kabar baik tentang kondisi Kinanti, dan kabar baik tentang kemungkinan Gunadi masih hidup, meski dia telah menyaksikan sendiri prosesi pemakamannya kala itu. Kabar baik yang ia harap membawa kebahagiaan.Dia benar-benar berharap jika semua yang tengah terjadi dalam hidupnya saat ini hanyalah sebuah mimpi buruk, dan ia ingin sekali ada yang membangunkannya dari tidur panjang ini. Tok ... Tok ..

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    chapter 54

    "Aaakkk!" Jeritan Kinanti menyadarkan Sudikerta, bahwa yang dia tusuk bukan Gayatri, tapi putrinya sendiri. "Mbak Kinan!" jerit Rumana. Tubuh Kinanti perlahan roboh ke pelukannya. Dia menopang tubuh sang kakak yang sudah bersimbah darah di bagian perutnya. Sudikerta yang semula menggenggam erat pusakanya itu, reflek menjatuhkan keris ke lantai hingga menimbulkan suara dentingan cukup keras. Sudikerta bergetar hebat melihat darah segar yang muncrat dari perut sang putri dan menempel di tangannya. Dia segera meraih tub uh Kinanti dan membawanya dalam pekukan. "K-kenapa ... K-Kinanti ... Kinanti!" raung Sudikerta seakan sangat menyesali perbuatannya, tetapi semua hanya sia-sia.Diletakkannya tub uh bersimbah dar4h itu di atas dipan, dengan berusaha menutupi luka guna menyumbat dar4h yang terus mengucur dari perut bagian atas.Sementara itu, Gayatri tertawa puas melihat penderitaan Sudikerta. Dia beralih pada Rumana yang terus tergugu seakan menyalahkan sang ayah."Kau lihat kan, Rum

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    chapter 53

    Kecurigaan Rumana pada sang ayah semakin menjadi, dia merasa Sudikerta memang telah menyembunyikan sesuatu darinya, atau mungkin dari seluruh keluarganya."Apa yang Abah sembunyikan di kamar itu?" tanya Rumana. Sudikerta menatap sekilas Rumana, kemudian berdiri dan berjalan menuju kamar mendiang mertuanya. Di depan pintu di dalam kamar itu, Sudikerta duduk bersimpuh. Mulutnya komat-kamit seperti sedang merapal sebuah mantra atau doa. Rumana dan Kinanti hanya menyaksikan dengan seksama apa yang tengah dilakukan Sudikerta. Meski ia ingin sekali bertanya, tapi dia menahan diri setelah melihat betapa Sudikerta berkonsentrasi dan tak mungkin untuk di ganggu. Tiba-tiba saja, terdengar suara tawa membahana dari seorang wanita. Tetapi tak Rumana lihat wujudnya. Suaranya seperti mengudara di dalam ruangan itu. Bau bunga melati juga menelusup ke dalam indra penciuman mereka. Rumana memasang badan waspada, sedangkan Kinanti justru bersembunyi di balik tub uh Rumana. "Siapa di sana!" seru

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    chapter 52

    "Kamu sudah melakukan semua sesuai rencana kan, Galuh!" Seorang wanita berkebaya warna biru laut, dengan rambut disanggul berhiaskan bunga melati di rambutnya, tengah menatap nyi Galuh. Riasan di wajah menambah pancaran cantiknya wanita itu. "Sudah, Ibu Ratu." Galuh membungkuk di depan wanita itu."Bagus! Sudah waktunya Sudikerta menerima akibat dari perbuatannya. Sekaranglah waktumu membayar semuanya, dan kamu harus tau dan mengingat itu, Sudikerta!" Wanita yang dipanggil ibu ratu oleh galuh itu bermonolog lalu menyeringai. Ada gurat kepuasan dari kedua netranya.Sudah puluhan tahun lamanya dia menantikan hari itu datang. Hari dimana dia bisa membalaskan dendam kesumat pada lelaki yang telah meluluhlantakkan kehidupannya dulu. Dimana dia kehilangan satu persatu orang-orang yang dicintainya, yang dekat dengannya, dan yang dengan tulus menolongnya, tanpa tahu sebab dari semua petaka yang menimpanya. Hal itu tentu membuatnya amat terpukul, frustasi dan depresi. Hampir saja dia dipasu

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Chapter 51

    Rumana masih bungkam, enggan memberikan keterangan. Kendatai Kinanti terus memaksa untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi sampai dia pulang dalam kondisi mengenaskan seperti ini, tapi Rumana tetap tutup mulut. "Apa seseorang mengancamu?" tanya Kinanti terus memancing Rumana supaya mau bicara.Jawaban Rumana hanya berupa gelengan. Tapi, kenapa dia bungkam?Rumana masih syok dengan semua kenyataan pahit yang dia terima dari mulut Galuh. Entah kenyataan itu benar atau hanya untuk mengecohnya agar membenci sang ayah. Semua tragedi naas dalam hidupnya setelah pulang kampung ke Kebumen, dia pikir mungkin ada kaitannya denhan ayah mertua--Rasmadi. Tapi, nyatanya justru Sudikerta lah yang banyak andil di dalamnya tanpa dia duga sebelumnya.Dia kenal Abah orang yang rajin beribadah, taat menjalankan perintah Allah, tapi kenapa justru masa lalunya seburuk itu hingga berimbas pada keluarganya. Rumana masih tak terima dan mungkin akan menganggap ucapan buruk Galuh tentang Sudikerta hany

DMCA.com Protection Status